Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

“Toleransi Antar Umat Beragama”

Oleh :

Fahmi Idris (2020-53-072)


Nugraha Widi Winata (2020-53-134)
Zudha Luqman Hakim (2020-53-177)
Ardiansyah Rizki Saputra (2020-53-202)
Andi Nurcahyo (2020-53-230)

SISTEM INFORMASI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 4
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
2.1. Toleransi Umat Beragama Di Indonesia .................................................. 6
2.2. Umat Beragama .......................................................................................... 8
2.3. Keberagaman Agama................................................................................. 8
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi .................................... 10
2.5. Prinsip Toleransi Antar Umat Beragama ............................................. 11
2.6. Mayoritas dan Minoritas di Indonesia ................................................... 11
2.7. Kendala Toleransi Antar Umat Beragama ............................................ 13
BAB III ................................................................................................................. 15
PENUTUP ............................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 15
3.2 Saran ...................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara Indonesia adalah negara yang memiliki beranekaragam
suku, budaya, ras, dan agama. Walaupun banyak keragaman budaya
Indonesia tetap satu yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya meskipun
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Negara Indonesia memiliki 6 agama
besar yang dianut oleh masyarakat Indonesia, yaitu: Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Budha, dan Konghucu. Masyarakat Indonesia paling banyak
menganut agama Islam, dimana agama Islam menjadi mayoritas dan agama
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu minoritas. Walaupun di
Indonesia mayoritas beragama Islam mereka tetap menghargai masyarakat
Indonesia yang beragama minoritas.

Agama merupakan kepercayaan setiap umat manusia kepada Tuhan Yang


Maha Kuasa, maka dari itu agama menjadi hal yang paling penting bagi
semua manusia. Agama juga menjadi kehidupan rohani bagi setiap manusia,
maka dari itu agama adalah penghambaan manusia kepada Tuhannya. Di
Indonesia agama juga menjadi identitas diri setiap manusia, dalam memilih
agama manusia bebas memilih sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.
Indonesia memiliki 6 agama besar, dengan adanya beberapa agama besar di
Indonesia terkadang menjadi konflik antar umat beragama. Setiap manusia
menganggap bahwa agama yang dianutnya adalah yang paling benar dan
baik. Hal sepele seperti ini membuat terjadinya konflik antar umat
beragama. Pada dasarnya semua agama itu sama yaitu memuji dan
memuliakan Tuhan, akan tetapi cara dan ajarannya yang berbeda dalam
setiap agama.

Indonesia memiliki banyak agama yang berbeda-beda, toleransi antar umat


beragama harus terus berjalan dengan baik agar Indonesia menjadi negara
yang guyub dan rukun antar umat beragama. Toleransi antar umat
beragama sangat penting karena sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia
yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki arti meskipun berbeda-beda
tetap satu jua. Dengan terjalinnya toleransi antar umat beragama dengan
baik maka bangsa Indonesia yang kaya akan suku, budaya, ras dan agama
yang berbeda-beda dapat menjadi satu membangun negara Indonesia.
Negara Indonesia memiliki banyak suku, budaya, ras, dan agama yang
berbeda-beda. Mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam,
sedangkan minoritas agama di Indonesia adalah Kristen, Katolik, Hindu,
Budha, dan Konghucu. Seringkali terjadi konflik antara mayoritas dengan
minoritas yang berbeda pendapat dan ingin agama yang dianutnya adalah
yang paling benar. Sekarang ini Indonesia sedang memanas dengan adanya
pemilu dan ada beberapa dari masyarakat Indonesia menyangkutkan agama
dalam politik. Maka dari itu penulis akan membahas Toleransi umat
beragama mayoritas dan minoritas di Indonesia.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana pengembangan sikap toleransi umat beragama?
1.2.2 Kegiatan – kegiatan apa saja yang dapat membentuk sikap toleransi
antar umat Bergama ?
1.3. Tujuan
1.3.1 Membentuk sikap tolerasi antar umat beragama yang ada di
kalangan universitas.
1.3.2 Membentuk kerukunan antar umat manusia dengan saling
menghargai kepercayaan masing masing.
1.3.3 Memiliki rasa solidaritas antar sesame.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Toleransi Umat Beragama Di Indonesia


Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku, budaya,
ras, dan agama. Walaupun berbeda-beda Indonesia mempunyai semboyan
yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya meskipun berbeda-beda tetap satu
jua. Dengan adanya semboyan ini masyarakat Indonesia dapat menjalin
toleransi dan menghargai suku, budaya, ras, dan agama lain. toleransi
berasal dari bahasa latin dari kata “Tolerare” yang artinya sabar
membiarkan sesuatu. Jadi toleransi adalah suatu perilaku atau sikap manusia
yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang meghormati atau
menghargai setiap tindakan yang dilakukan orang lain. Toleransi dalam
umat beragama contohnya toleransi beragama dimana penganut agama
mayoritas dalam sebuah masyarakat mengizinkan keberadaan agama
minoritas lainnya. Jadi toleransi antar umat beragama berarti suatu sikap
manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan untuk
menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.

Toleransi umat beragama di Indonesia agar berjalan dengan baik


diawali dengan para pemimpin atau tokoh agama yang menjadi panutan
bagi umatnya. Para pemimpin atau tokoh agama harus memberikan contoh
atau panutan pada umatnya untuk saling mengasihi dan menghargai antar
umat beragama. Tidak elok jika pemimpin atau tokoh agama menghina,
merendahkan, atau mempertanyakan ajaran-ajaran agama lain. jika para
pemimpin atau tokoh agama menghina, dan merendahkan agama lain
dihadapan umatnya akan menjadi perselisihan dan relasi antar umat
beragama tidak saling menghargai melainkan saling menjatuhkan antar
agama, dan umat akan beranggapan bahwa agamanya yang paling benar dan
paling baik sendiri.
Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup
rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan.
Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat
Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat ditransformasikan kepada
masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak hanya
dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja.

Karena, Agama tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat
memecahkan semua masalah. Agama hanya salah satu faktor dari
kehidupan manusia. Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar
karena memberikan sebuah arti dan tujuan hidup. Tetapi sekarang kita
mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang agama perlu segi-
segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-
agama. Jadi, keterbukaan satu agama terhadap agama lain sangat penting.
Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama
kita sendiri saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang
paling berat dalam usaha memberikan sesuatu pandangan yang optimis.
Namun ketika kontak-kontak antaragama sering kali terjadi sejak tahun
1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran
keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama
lain. Bahkan mulai muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain
yang pada gilirannya mendorong terjadinya saling pengertian. Di masa
lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap
agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan
terhadap berbagai aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih
mengedepankan sikap keterbukaan dan saling menghargai satu sama lain.
2.2. Umat Beragama

Negara Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang harus


dijunjung tinggi, dan dihormati, karena Indonesia memiliki banyak
keberagaman dari suku, budaya, ras, dan agama. Salah satu bentuk
kebergaman yang terdapat di Indonesia adalah persoalan agama. Indonesia
memiliki 6 agama yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
Konghucu. Masyarakat Indonesia di wajibkan untuk memeluk agama
sebagai kepercayaan dan sebagai identitas dalam kartu identitas. Dalam
UUD 1945 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam beberapa pasalnya ada dua kategori yang diberikan oleh negara, yaitu
kebebasan memeluk agama dan jaminan kebebasan menjalankan agama
yang dipeluknya.

Bagi masyarakat Indonesia agama merupakan kepercayaan dari


setiap pribadi manusia. Yang menjadi permasalahan di negara Indonesia
adalah adanya banyak agama yang dianut oleh warganya. Dalam hal ini ada
beberapa kelompok-kelompok dari salah satu agama tersebut beranggapan
bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar. Pemikiran seperti inilah
yang dapat menimbulkan konflik antar umat beragama. Dalam sila pertama
mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa artinya umat beragama di Indonesia
sama-sama mengakui dan mengimani bahwa ada satu Tuhan yang Maha
Kuasa. Akan tetapi ada kelompok-kelompok ajaran agama yang tidak
menaati dasar Pancasila. Kelompok agama tersebut membuat resah negara
Indonesia.

2.3. Keberagaman Agama


Pluralisme berasal dari bahasa Inggris yaitu plural berarti
keanekaragaman dalam masyarakat, banyak hal lain yang harus diakui.
Secara istilah, pluralisme ialah sikap mengakui dan menghargai,
menghormati, memelihara, dan mengembangkan keadaan menjadi plural
atau beragam. Secara fenomenologis, pluralisme beragama (religious
pluralisme) ialah fakta terkait sejarah agama-agama yang menampilkan
suatu pluralitas tradisi dan berbagai varian tradisi. Secara filosofis,
pluralisme beragama berkaitan pada suatu teori dengan hubungan antar
berbagai konsepsi, persepsi, dan respon mengenai realitas ketuhanan.
Pluralisme merupakan usaha untuk menciptakan hubungan sosial antar
umat beragama agar terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Pluralisme agama pada kenyataannya bukan untuk saling


menjatuhkan, saling merendahkan, atau mencampur adukkan antar agama
yang satu dengan yang lain, melainkan untuk saling menghormati, saling
mengakui, dan bekerja sama. Oleh sebab itu, pluralisme agama diakui
sebagai dasar pijakkan pengakuan suatu eksistensial pluralitas agama dalam
mencari titik temu antar agama berdasarkan kesamaan melalui nilai
kemanusiaan yang universal dalam masing-masing agama. Indonesia
sendiri sangat menjunjung tinggi dan menghormati semua umat beragama
yang ada karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama.
Namun pada kenyataanya, perpecahan dan konflik yang berlatar belakang
agama sangat mudah sekali untuk terjadi dan bahkan hanya disebabkan oleh
hal-hal yang sifatnya sepele.

Kasus-kasus dan kerusuhan yang terjadi Indonesia maupun di luar


negeri, seperti persengketaan dan perang yang didasari karena agama
mengakibatkan banyaknya umat yang harus meregang nyawa saudara-
saudara mereka dan bahkan sampai tempat ibadah pun di rusak bahkan
sampai dibakar, seperti masjid, gereja, dan sekolah-sekolah yang tadinya
masih bagus menjadi tidak layak pakai untuk kegiatan belajar mengajar. Hal
tersebut sangat mudah terjadi karena setiap pemeluk agama kurang
menyadari akan arti toleransi antar umat beragama dan menerima perbedaan
yang ada.
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi
Dalam pelaksanaan toleransi, tidak semua orang dapat bertoleransi
dengan baik dan benar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi seseorang
dalam bertoleransi, diantaranya yaitu:

a. Kultural-Teologis Teori kultural yang cukup populer ialah teori


modernisasi. Dimana, teori ini menambahkan variabel penjelas lain
ke dalam model: tingkat pembangunan sosial-ekonomi di
masayarakat. Menurut teori ini, sejauh mana masyarakat
berkembang secara ekonomi yang mempengaruhi adanya nilai-nilai
yang dipercayai atau diyakini oleh umat beragama. Jika suatu
ekonomi masyarakat mengalami perkembangan, maka akan semakin
besar pula rasa syukur suatu masyarakat terhadap kebebasan dan
nilai-nilai akan toleransi. Jadi menurut teori ini, lemahnya toleransi
di suatu negara-negara muslim berkaitan dengan rendahnya
pembangunan sosial-ekonomi di negara tersebut.
b. Institusional
Pengaruh agama yang berlebihan atas institusi negara mengancam
suatu kapasitas negara untuk berlaku atau bersikap adil terhadap
kelompok minoritas agama ataupun non agama. Negara yang secara
aktif mencampuri urusan agama, di sisi lain juga tidak bermanfaat
bagi toleransi. Literatur ekonomi agama beranggapan bahwa,
kehidupan beragama akan paling sehat jika negara tidak melindungi
ataupun mendiskriminasi agama tertentu. Dengan adanya hal
tersebut, agama bersaing untuk menyebarkan agama dan
berinteraksi dengan bebas antara satu dengan yang lain. Suatu negara
harus bersifat netral dan tidak boleh memihak pihak manapun.
c. Psikologis
Psikologis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya toleransi. Faktor psikologis mempunyai tiga variabel yang
mempengaruhi toleransi. Variabel pertama berkaitan dengan
kapasitas kognitif, seperti pendidikan dan kecerdasan politik.
Semakin tinggi pendidikan dan kecerdasan politik seseorang, maka
akan semakin toleran terhadap perbedaan yang ada. Variabel kedua
yaitu persepsi ancaman, alassannya karena intoleransi dapat
dianggap sebagai bentuk pertahanan diri sendiri ataupun kelompok
dari ancaman yang ditimbulkan dari kelompok lain. Variabel ketiga
yaitu berkaitan dengan predisposisi kepribadian. Seseorang dengan
predisposisi cenderung menyesuaikan diri dengan norma sosial dan
menolak adanya pandangan yang tidak lazim atau bertentangan.

2.5. Prinsip Toleransi Antar Umat Beragama

Pada dasarnya, prinsip terkait toleransi antar umat beragama dibagi


menjadi empat, yaitu:

a. Tidak ada paksaan dalam hal beragama, baik berupa paksaan halus
maupun kasar
b. Manusia memiliki hak untuk memilih dan memeluk agama yang
diyakini dan beribadah sesuai keyakinannya
c. Tidak memiliki manfaat jika memaksa seseorang untuk mengikuti
keyakinan tertentu
d. Tuhan Yang Maha Esa tidak melarang hidup bermasyarakat yang
berbeda keyakinan

Dalam melaksanakan sikap toleransi hendaknya didasari sikap kelapangan


dada terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip. Toleransi
terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip dan menghormati
perbedaan atau prinsip orang lain tanpa membedakan prinsip.

2.6. Mayoritas dan Minoritas di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang kaya akan suku, budaya, ras, dan
agama. Ada 6 agama di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Budha,
Hindu, dan Konghucu. Agama Islam paling banyak di Indonesia, maka dari
itu agama Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia. Masyarakat
Indonesia bebas memilih agama sesuai kepercayaan masing-masing
menurut agama atau keyakinannya sendiri-sendiri. Meskipun Indonesia
bukan negara Islam, akan tetapi prinsip-prinsip Islam memang
mempengaruhi kebijakan politik. Selain itu juga, kelompok-kelompok
Muslim radikal tertentu terkadang mempengaruhi kebijakan politik dan
mengancam dengan kekerasan. Negara Indonesia hanya menetapkan 6
agama saja. Setiap warga negara wajib untuk merangkul salah satu agama
tersebut sebagai kepercayaan dan sebagai data pribadi dalam dokumen
resmi seperti paspor dan kartu identitas lainnya. Dalam negara Indonesia
Ateisme tidak merupakan salah satu pilihan agama. Bahkan ateisme
merupakan sebuah filsafat yang secara umum tidak diterima oleh
masyarakat. Dalam akhir-akhir ini pernah terjadi kasus orang Indonesia
mengumumkan pandangan ateisme di media sosial yang kemudian berujung
pada ancaman dari masyarakat setempat dan penangkapan oleh polisi atas
dasar penghinaan Tuhan.

Mayoritas dan minoritas bersifat kategorikal dalam kategori agama,


suku budaya, ras, dan agama semua kategori tersebut terdapat dalam
lingkup mayoritas dan minoritas. Pada akhir-akhir ini kelompok minoritas
kerap kali menerima tekanan-tekanan karena kelompok yang paling sedikit.
Banyak kasus yang terjadi contohnya para guru dan murid yang
memuslimkan disekolah. Kelompok minoritas disekolah tersebut adalah
non-muslim yang dituntut untuk menggunakan jilbab serta mengikuti
ajaran, kegiatan keagamaan disekolah, tindakan yang dilakukan oleh
sekelompok guru ini adalah diskrimisasi terhadap agama minoritas. Agama
minoritas adalah siswa yang menganut agama lain diluar agama yang
mayoritas disekolah tersebut.
2.7. Kendala Toleransi Antar Umat Beragama
Secara teoritis dan logis, semua umat beragama pasti menginginkan
kehidupan yang damai tanpa konflik apapun termasuk konflik atas nama
agama yang berbeda. Pada dasarnya, tidak ada agama yang menganjurkan
dalam hal kekerasan dan konflik. Namun, pada kenyataannya toleransi yang
menjadi syarat penting terciptanya kerukunan dan kedamaian sosial tidak
diwujudkan. Ada beberapa kendala yang muncul ketika mewujudkan
toleransi antar umat beragama, yaitu:

a. Fanatisme dan Radikalisme Fanatisme yang mengklaim agamanya


sendiri paling benar dan menyalahkan bahkan menyatakan sesat
terhadap agama lain, jelas sikap tersebut menyebabkan timbulnya gejala
sosial. Apalagi jika fanatisme dilengkapi dengan radikalisme, yang akan
memunculkan tindak kekerasan dengan mangatas namakan agama dan
memaksa orang harus berkonversi. Fanatisme dan radikalisme
sebenarnya tidak hanya terjadi dalam hubungan antar umat beragama
saja, tetapi justru lebih sering terjadi dalam umat satu agama. Dimana
mereka saling menyalahkan yang antar satu dengan yang lain karena
berbeda pendapat dan bahkan mereka sampai menlai dan memandang
sesat, fasik, kafir, dan sebagainya terhadap saudara seagama mereka.
Sebagai orang yang bijaksana, sudah seharusnya menyatakan agamanya
atau pahamnya yang paling benar tanpa menyalahkan atau menghakimi
agama lain dengan tuduhan sesat.
b. Penyebaran Suatu Agama Kepada Umat Agama Lain
Para ahli membedakan agama menjadi dua, yaitu agama misi dan non
misi. Agama misi ialah meyakini dan mengemban keharusan untuk
mengembangkan ajaran agamanya ke seluruh manusia. Agama misi
digolongkan menjadi dua agama yang besar, yaitu agama Kristen
dengan gerakannya yang misionaris dan agama Islam yang dengan
gerakan dakwahnya. Sedangkan agama non misi ialah penyebaran
agama tidak dianggap wajib, mereka pasif dan tidak ada keharusan
untuk mengajak orang lain terhadap agamanya, seperti agama Yahudi,,
Hindu, dan Budha. Setiap agama misi meyakini usaha dan aktivitas
dalam menyebarkan agama untuk memperoleh penganut yang banyak
merupakan kewajiban dalam rangka melaksanakan perintah Tuhan,
sehingga mereka harus bersungguh-sungguh dan maksimal dalam
berdakwah atau penyiaran agama mereka. Jika penyebaran dilakukan
terhadap orang yang sudah beragama, maka akan terjadi kendala dalam
toleransi dan kerukunan. Dimana, pihak yang menyebarkan merasa
benar karena merupakan perintah dan kewajiban dari Tuhan. Namun,
dari pihak yang menjadi sasaran juga merasa benar karena
mempertahankan akidah dari pemurtadan.
c. Sinkretisme Sinkretisme merupakan sikap kompromistis atau
mencampur adukkan akidah dan ibadah antar agama yang disebut
dengan toleransi kebablasan. Dimana, mereka mencampur baurkan
antara akidah dan ibadah mereka. Toleransi kebablasan ini justru sangat
berpotensi menimbulkan masalah yang kontroversial dan rawan
berujung terjadinya konflik internal dalam satu agama. Sikap dan
perilaku sinkretis dapat menjadi kendala toleransi intern dan antar umat
beragama. Toleransi yang benar ialah sikap yang tenggang rasa dan
empati agar terciptanya kerukunan tanpa merusak akidah suatu agama.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
pada hakikatnya toleransi antar umat beragama mengharuskan kita untuk
menghargai setiap perbedaan yang ada dalam kehidupan. Keberagaman
agama yang beragam mengharuskan masyarakat untuk saling
memperbolehkan serta menjaga suasana yang kondusif, aman, dan tentram
bagi umat agama lain untuk melaksanakan ibadah dalam ajaran agamanya
tanpa dihalang-halangi dan dipandang rendah oleh siapapun. Toleransi
antar umat beragama dapat dilakukan ketika berkaitan dengan hubungan
sosial yang berupa kegiatan gotong royong dan kerja bakti di lingkungan
masyarakat dan kegiatan keagamaan dari masing-masing masyarakat atau
umat beragama.

3.2 Saran
Toleransi antar umat beragama sangat penting pada kalangan
masyarakat luas, karena untuk menghargai suatu perbedaan. Untuk itu
menekankan pada pembahasan diatas agar bisa membangun sikap
bertoleransi antar umat beragama.

Anda mungkin juga menyukai