Anda di halaman 1dari 24

IKTERUS

Ikterus dapat dibagi menjadi prahepatik, hepatik, atau, posthepatik, tergantung


dari lokasi penyakitnya. Hemolisis, penyebab yang paling sering terjadi pada
ikterus prahepatik, termasuk peningkatan produksi bilirubin. Kasus lain yang
jarang terjadi pada ikterus prahepatik adalah Gilberts disease dan Crigler-Najjar
syndrome.
Ikterus parenkim hati dibagi menjadi tipe hepatoselular dan kolestatik.
Penyebabnya pada hepatoselular termasuk hepatitis viral akut dan sirosis
alkoholik kronik. Beberapa kasus pada kolestasis intrahepatik mungkin sulit
dibedakan secara klinis dan biokimia dari kolestasis karena obstruksi duktus
biliaris. Sirosis biliaris primer, toxic drug jaundice, ikterus kolestatik pada
kehamilan, dan ikterus kolestatik postoperatif adalah penyebab yang paling
sering terjadi.
Ikterus ekstrahepatik paling sering terjadi karena hasil dari obstruksi biliaris oleh
tumor malignan, koledokolitiasis, atau striktur biliaris. Pseudokista pankreas,
pankreatitis kronik, kolangitis sklerosis, metastasis kanker, divertikulitis duodenal
adalah penyebab yang jarang terjadi.
Anamnesa
Kebanyakan kasus infeksi hepatitis terjadi pada pasien dibawah umur 30 tahun.
Batu empedu obstruksi atau tumor lebih sering pada orang tua.
Pasien dengan ikterus karena koledokolitiasis mungkin berhubungan dengan
kolik biliaris, demam, dan menggigil dan riwayat serangan yang sama
sebelumnya. Nyeri pada obstruksi maligna mungkin terjadi pada perpindahan
posisi. Nyeri pada regio hati biasanya disebabkan oleh stadium awal hepatitis
viral dan kerusakan hati alkoholik akut. Pasien dengan obstruksi extrahepatik
mengalami perubahan feces yang pudar dan urin yang gelap.
Penyakit kolestatik sering disertai dengan pruritus berat yang tidak nyaman.
Pruritus mungkin mendahului ikterus, tetapi biasanya datang bersamaan. Iritasi
kulit parah pada pada ekstremitas dan diperparah dengan udara yang panas dan
lembab. Penyebabnya tidak diketahui.
Pemeriksaan Fisik
Hepatomegali terjadi pada ikterus hepatik dan post hepatik. Dalam beberapa
kasus, hati yang teraba pada palpasi mungkin disebabkan oleh sirosis atau
metastasis kanker. Stigma lain tentang sirosis biasanya berhubungan dengan
ikterus alkoholik akut; hati yang teraba, spider angioma, ascites, vena collateral
pada dinding abdomen, dan splenomegali mengarahkan diagnosis pada sirosis.
Kandung empedu yang teraba pada pasien ikterus mengarah kepada obstruksi
maligna dari duktus biliaris komunis (Courvoisier s law).
Pemeriksaan Laboratorium

Pada penyakit hemolitik, peningkatan bilirubin prinsipnya pada fraksi


unconjugated indirek. Selama unconjugated bilirubin water insoluble, ikterus
pada hemolisis menyebabkan acholuria. Total bilirubin pada hemolisis sekitar 4-5
mg/dL. Nilai yang lebih besar terjadi pada kasus penyakit parenkim hati.
Antara obstruksi kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik meningkatkan fraksi
bilirubin direk, walaupun bilirubin indirekpun meningkat. Selama bilirubin direk
water soluble, akan terdapat bilirubinuria. Dengan obstruksi ekstrahepatik total,
nilai bilirubin toal dapat meningkat sampai 25-30 mg/dL. Nilai yang lebih besar
dari nilai tersebut mengarahkan kita pada hemolisis konkomitan atau penurunan
fungsi ginjal. Obstruksi pada salah satu duktus hepatikus biasanya tidak
menyebabkan ikterus.
Pada obstruksi ekstrahepatik yang disebabkan oleh neoplasma, bilirubin serum
biasanya meningkat sampai 10 mg/dL, dan rata-rata konsentrasinya sekitar 18
mg/dL. Ikterus obstruktif dikarenakan batu duktus biliaris komunis sering sering
menyebabkan bilirubin naik sesaat dari 2-4 mg/dL. Nilai serum bilirubin pada
pasien dengan sirosis alkoholik dan hepatitis viral akut sangat bergantung pada
keparahan penyakit pada parenkim hati itu sendiri.
Pada obstruksi ekstra hepatik, peningkatan pada nilai SGOT terjadi, tetapi nilai
setinggi 1000 unit/L (walaupun jarang) terlihat pada pasien dengan batu duktus
biliaris komunis dan kolangitis. Pada keadaan lanjut nilai tinggi tersebut hanya
bertahan beberapa hari dan berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi
LDH. Pada umumnya, nilai SGOT sekitar 1000 units/L mengarah pada hepatitis
viral.
Alkali fosfatase serum dihasilkan oleh tiga tempat: hati, tulang, dan usus. Pada
orang normal, hati dan tulang berkontribusi sama, dan kontribusi usus kecil.
Alkali fosfatase hati adalah produk dari sel epitel kolangioles, dan peningkatan
alkali fosfatase berhubungan dengan penyakit hati sebagai akibat dari
peningkatan produksi enzim. Nilai alkali fosfatase meningkat pada kolestasis
intrahepatik, kolangitis, atau obstruksi ekstrahepatik. Selama peningkatan
disebabkan oleh produksi yang berlebihan, mungkin terjadi pada lesi hepatik
fokal dengan pasien tidak ikterus. Sebagai contoh, metastasis hepatik soliter
atau abces piogenik pada satu lobus atau obstruksi tumor hanya pada satu
duktus hepatik mungkin tidak cukup membuat parenkim hati obstruksi untuk
menyebabkan ikterus tetapi biasanya alkali fosfatase meningkat. Pada kolangitis
dengan obstruksi intrahepatik inkomplit, nilai bilirubin serum mungkin normal
atau sedikit meningkat, tetapi alkali fosfatase mungkin meningkat sangat tinggi.
Penyakit tulang mungkin menyulitkan interpretasi abnormal nilai alkali fosfatase.
Jika peningkatan dicurigai dari tulang, kalsium serum, fosfor, dan 5-nukleotidase
atau leusin aminopeptidase harus diperiksa. 5-nukleotidase atau leusin
aminopeptidase juga diproduksi oleh kolangioles dan meningkat pada kolestasis,
tetapi konsentrasi serum tidak berubah pada penyakit tulang.
Perubahan nilai serum protein mungkin merefleksikan disfungsi parenkim hati.
Pada sirosis, serum albumin menurun, tetapi globulin meningkat. Globulin serum

meningkat tinggi pada beberapa pasien dengan sirosis biliaris primer. Obstruksi
biliaris pada umumnya tidak mengakibatkan perubahan sampai berkembang
menjadi sekunder.
Diagnosis
Prinsip
diagnosis
adalah
membedakan
antara
ikterus
yang
perlu
penatalaksanaan operasi (obstruksi) atau yang tidak. Anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium memperlihatkan diagnosis yang akurat pada
beberapa kasus tanpa harus melakukan pemeriksaan yang invasif (biopsi hati,
kolangiogram)
Jika ikterus baru dan ringan, seringkali melewati 24-48 jam baru dilakukan
kolesistogram atau scan ultrasound untuk membuktikan penyakit batu empedu.
Pada pasien dengan ikterus persisten, pemeriksaan yang pertama kali dilakukan
adalah ultrasound, yang dapat melihat dilatasi duktus biliaris intrahepatik
(mengindikasikan obstruksi duktus) atau batu kandung empedu.
Untuk
mendeskripsikan lesi lebih jauh dilakukan ERCP atau THP. ERCP lebih dipilih
ketika obstruksi pada ujung dari duktus (misalnya, suspek karsinoma pankreas,
atau periampula tumor). THC biasanya dipilih pada lesi proximal (misalnya
striktur biliaris, neoplasma pada bifurcatio duktus hepatikus), karena
memberikan gambaran opak yang lebih baik pada obstruksi duktus proksimal
dan dapat memberikan informasi yang berguna untuk rencana operasi. Jika
gambaran klinis mengarah pada obstruksi neoplasma, CT scan lebih dipilih dari
ultrasound, karena CT memberikan gambaran yang lebih baik pada lesi massa
yang juga memberikan gambaran serta letak obstruksi dari duktus biliaris.
Jika pemeriksaan ultrasound atau CT scan mengarah pada obstruksi biliaris,
dianjurkan pemeriksaan kolangiogram. Pada umumnya, pasien dengan penyakit
batu empedu tidak membutuhkan kolangiogram, kolangiogram lebih rutin
diperiksa pada pasien dengan obstruksi neoplasma, striktur biliaris benigna, atau
kasus ikterus obstruksi lainnya yang jarang atau tidak diketahui penyebabnya.

PEMERIKSAAN DIAGNOTIK TRAKTUS BILIARIS


Foto Polos Abdomen
Gambaran posteroanterior abdomen akan menunjukkan batu empedu dalam 1015% dari kasus dimana batu radioopak. Empedu sendiri kadang mengandung
kalsium yang dapat terlihat. Pembesaran kandung empedu dalam keadaan
tertentu dapat diidentifikasikan sebagai massa jaringan halus di kuadran kanan
atas melekuknya air-filled hepatic flexure.
Dalam beberapa tipe penyakit saluran empedu, diagnosis dapat ditegakkan
dengan terlihatnya udara dalam saluran empedu dengan foto polos. Biasanya
terdapat fistula biliaris-intestinal, kolesistitis, dan ascariasis biliaris.
Kolesistografi oral

Natrium tiropanoat atau asam iopanoik dimasukan melalui mulut pada malam
hari sebelum pemeriksaan, digabung dengan makan ringan. Obat diabsorpsi,
mengikat albumin dalam darah portal, diekstraksi oleh hepatocit, dan disekresi
dalam empedu. Opasifikasi terjadi hanya dengan konsentrasi dalam kandung
empedu dan rata-rata optimal 10 jam setelah masuknya tiropanoat. Posisi
posteroanterior dan oblik sehingga film tegak lurus atau lateral decubitus
diperoleh.
Kolesistogram oral tidak memuaskan bila kontras diabsorpsi usus dan diekskresi
hati dengan tidak baik. Absorpsi sering kacau pada penyakit akut abdomen
dengan ileus, muntah, atau diare. Bila nilai bilirubin lebih dari 3 mg/dL, ekskresi
hepar kemungkinan besar akan inadekuat. Hasil false-negatif ditemukan pada
5% tes.
Nonopasifikasi terjadi pada 20% pasien setelah pemberian regimen single-dose.
Ketika dosis kedua diberikan, dan x-ray diulang hari berikutnya, opasifikasi
ditemukan pada 25% pasien. Nonopasifikasi yang persisten dapat dipercaya
(>95% positif) mengindikasikan penyakit kandung empedu. Disamping
melakukan kolesistogram oral double-dose sebagai langkah selanjutnya ketika
single-dose gagal, lebih mudah untuk melakukan ultrasound.
Percutaneous Transhepatic Cholangiography (THP, PTC)
Percutaneous transhepatic cholangiography dilakukan dengan menusukkan
jarum melalui sela iga kanan bawah dan parenkim hati menuju lumen saluran
empedu. Kontras yang water-soluble disuntikan, dan foto x-ray diambil.
Kesuksesan teknik tergantung pada derajat dilatasi duktus biliaris intrahepatik.
THC terutama bernilai untuk melihat anatomi pasien dengan striktur biliaris
benigna, lesi maligna di duktus biliaris proximal, atau ketika ERCP tidak berhasil.
Kegagalan medium kontras untuk masuk ke duktus tidak membuktikan tidak ada
obstruksi. THC tidak boleh dilakukan pada pasien kolangitis sampai infeksi telah
dikontrol dengan antibiotik. Pasien diberi premedikasi antibiotik untuk mencegah
kejadian septik syok kolangitis. Kontraindikasi sama dengan percutaneous liver
biopsy.
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP memasukkan kanul ke sfingter Oddi melalui duodenoskopi. ERCP
membutuhkan ketrampilan khusus walaupun orang tersebut telah familiar
menggunakan endoskopi. Biasanya opasitas pankreas sama dengan duktus
biliaris. Metode kolangiografi terutama diperuntukkan pada pasien dengan
mekanisme pembekuan abnormal yang tidak boleh dilakukan transhepatic
puncture pada duktus biliaris. ERCP biasanya menjadi pilihan untuk memeriksa
traktus biliaris pada pasien dengan dugaan koledokolitiasis atau lesi obstruksi
pada regio preampula.
Ultrasound

Ultrasonography adalah pemeriksaan yang spesifik dan sensitif untuk


mendeteksi batu kandung empedu dan dilatasi duktus biliaris. Pada investigasi
penyakit kandung empedu, false-positive untuk diagnosis batu sangat jarang,
dan laporan false-negative terjadi hanya pada 5% pasien. Biasanya batu pada
duktus biliaris komunis luput pada pemeriksaan ultrasound.
Dilatasi duktus biliaris pada pasien ikterus mengindikasikan obstruksi duktus
biliaris, tetapi dapat terjadi duktus yang normal pada gambaran obstruksi.
Ketika ultrasound menunjukkan dilatasi duktus, THC hampir selalu berhasil.
Ultrasound terkadang juga melaporkan adanya lumpur pada kandung empedu.
Material pada sonografi adalah opaq, tidak menampilkan acoustic shadow, dan
membentuk dependent layer pada kandung empedu. Pada analisis klinis,
mungkin precipitat dari kalsium bilirubinat. Lumpur dapat bergabung dengan
batu ataupun tidak. Kejadian ini memberikan bermacam-macam gambaran
klinis, kebanyakan dikarakterisasikan dengan stasis kandung empedu (contoh:
pemanjangan puasa). Lumpur bukan merupakan indikasi kolesistektomi.
Radionuclide Scan (HIDA Scan)
Technetium 99m-labeled derivatives of iminodiacetic acid (IDA) diekskresikan
dalam konsentrasi tinggi dalam empedu dan memproduksi gambar gamma yang
sangat baik. Melalui injeksi intravena dari radionuclide, pencitraan duktus biliaris
dan kandung empedu nampak pada 15-30 menit dan usus halus pada 60 menit.
Pasien dengan nyeri akut abdomen kanan atas, gambaran baik dari duktus
biliaris tanpa adanya gambaran kandung empedu mengindikasikan obstruksi
duktus sistikus dan menguatkan diagnosis dari kolesistitis akut. Pemeriksaan
sangat mudah untuk dilakukan dan terkadang merupakan metode yang berguna
untuk menegakkan suatu diagnosis.

TRAKTUS BILIARIS
EMBRIOLOGI DAN ANATOMI
Perkembangan duktus biliaris dan hati berasal dari divertikulum yang muncul
dari bagian ventral foregut. Bagian kranial menjadi hati, kaudal menjadi bagian
ventral pankreas, dan bagian intermediate berkembang menjadi kandung
empedu. Awalnya kosong, divertikulum hepatik menjadi sel yang nantinya akan
rekanalisasi untuk membentuk saluran. Saluran terkecil kanalikulus biliaris
pertama kali terlihat sebagai penghubung hepatocit primitif yang nantinya
membesar sesuai dengan hati. Banyaknya mikrovilli meningkatkan area
permukaan kanalikular. Empedu disekresi di kanalikulus biliaris melalui duktus
interlobular (canals of Hering) dan duktus lobaris dan melalui duktus hepatikus di
hilum. Dalam banyak kasus, duktus hepatikus komunis merupakan persatuan
dari duktus hepatikus kanan dan kiri, tapi 25% individu tidak bergabung.
Permulaan dari duktus hepatikus komunis dekat dengan hati, tetapi selalu diluar
hati. Panjangnya sekitar 4 cm sebelum bergabung dengan duktus sistikus
membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus koledokus
bermula di ligamentum hepatoduodenale, melewati bagian pertama duodenum

dan masuk ke facies posterior pankreas sebelum memasuki duodenum. Panjang


total dari duktus koledokus sekitar 9 cm.
80-90% individu, duktus pancreatikus bergabung dengan duktus biliaris komunis
membentuk saluran sekitar 1 cm. Segmen intraduodenal dari saluran tersebut
disebut ampulla hepatopankreas atau ampulla Vatery. Orifisiumnya dikelilingi
oleh sfingter Oddi.
Kandung empedu adalah organ berbentuk pear terletak pada permukaan bawah
hati diantara lobus kiri dan kanan hati. Kandung empedu dapat menampung
sekitar 50 mL cairan empedu.
Di dalam ligamentum hepatoduodenale, arteri hepatika sebelah kiri dari duktus
biliaris komunis, dan vena porta sebelah posterior dan medial.
Dinding duktus biliaris ekstrahepatik dan kandung empedu mengandung
jaringan fibrosa dan otot polos. Membran mukosa mengandung kelenjar-kelenjar
mukosa dan dilapisi oleh selapis sel kolumnar.
Traktus biliaris menerima persarafan parasimpatik dan simpatik. Saraf motor
menuju ke kandung empedu dan saraf sekretorik menuju ke epitel duktus. Saraf
afferen pada persarafan simpatis beperan dalam penyampaian rasa nyeri pada
kolik biliaris.

FISIOLOGI
Aliran Empedu
Empedu dihasilkan rata-rata 500-1500 mL/hari oleh hepatocit dan sel dalam
duktus. Sekresi aktif dari garam empedu ke kanalikulus biliaris bertanggung
jawab terhadap volume empedu dan fluktuasinya. Na + dan air secara pasif
menyeimbangkan isosmolalitas dan netralitas listrik. Lesitin dan kolesterol
masuk ke kanalikulus rata-rata tergantung dari banyaknya garam empedu yang
keluar. Bilirubin dan garam garam organik lainya seperti estrogen,
sulfobromophthalein disekresikan secara aktif oleh hepatocit dengan sistem
transpor yang berbeda dengan garam empedu.
Sel kolumnar dari ductus
menambahkan aliran kaya akan HCO 3- dalam
kanalikulus. Ini termasuk sekresi aktif dari Na + dan HCO3- dengan pompa selular
yang distimulasi oleh sekretin, VIP, dan kolesistokinin. K + dan air terdistribusi
pasif melalui duktus.
Diantara waktu makan, empedu disimpan dalam kandung empedu, dimana
konsentrasinya rata-rata mencapai 20% per jam. Na+ dan HCO3- ataupun Clditranspor aktif dari lumen selama absorpsi.
Tiga faktor yang mempengaruhi regulasi aliran empedu: sekresi hepatik,
kontraksi kandung empedu, dan resistensi sfingter Oddi. Dalam keadaan
diantara waktu makan, tekanan di duktus biliaris komunis adalah 5-10 cm H 2O,
dan produksi empedu dalam hati dialihkan ke kandung empedu. Setelah makan,

kandung empedu kontraksi, relaksasi sfingter, dan empedu keluar ke duodenum.


Selama kontraksi, tekanan di dalam kandung empedu sekitar 25 cm H 2O dan di
dalam duktus biliaris komunis 15-20 cm H2O.
Kolesistokinin adalah stimulus fisiologis utama untuk postprandial kontraksi
kandung empedu dan relaksasi dari sfingter, tetapi impuls vagal memfasilitasi
kejadian ini. Kolesistokinin dikeluarkan ke dalam aliran darah dari mukosa usus
halus dengan lemak atau produk lipolitik di dalam lumen. Asam amino dan
polipeptida kecil adalah stimulus lemah, dan karbohidrat tidak efektif. Aliran
empedu selama makan meningkat dengan kembalinya garam empedu dalam
sirkulasi enterohepatik dan stimulasi dari sekresi duktus oleh sekretin, VIP, dan
kolesistokinin. Motilin menstimulasi pengosongan partial episodik dari kandung
empedu diantara waktu makan.
Garam Empedu dan Sirkulasi Enterohepatik
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol termasuk sekitar 90% dalam bahan padat
empedu, sisanya mengandung bilirubin, asam lemak, dan garam inorganik.
Kandung empedu mengandung 10% bahan padat dan memiliki konsentrasi
garam empedu antara 200-300 mmol/L.
Fungsi dari garam empedu adalah (1) menginduksi aliran empedu, (2) transpor
lipid, dan (3) mengikat ion kalsium dalam empedu.
Empedu terdiri dari garam empedu, pigmen empedu, dan bahan-bahan lain yang
larut dalam larutan elektrolit alkalis yang mirip dengan getah pankreas. Sekitar
500ml disekresikan setiap hari. Sebagian komponen empedu diserap ulang
dalam usus kemudian diekskresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik).
Glukoronida pada pigmen mepedu, bilirubin, dan biliverdin, menyebabkan warna
empedu berwarna kuning keemasan.
Garam empedu adalah garam-garam natrium dan kalium asam empedu yang
berkonjugasi dengan glisin atau taurin, suatu turunan sistin. Asam-asam empedu
disintesis dari kolesterol. Bersama dengan vitamin D, kolesterol, berbagai
hormon steroid, dan glikosida digitalis, asam-asam empedu mengandung inti
siklopentanoperhidrofenantren. Dua asam empedu utama (primer) yang
terbentuk dalam hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Didalam
kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan asam
kenodeoksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk akibat kerja bakteri,
maka asam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder.
Konjugasi asam-asam ini dengan glisin atau taurin terjadi dalam hati, dan
konjugat yang terbentuk-misalnya asam glikokolat dan asam taurokolatmembentuk garam-garam natrium dan kalium dalam empedu yang alkalis.
Garam-garam empedu memiliki sejumlah efek penting. Garam-garam ini
menurunkan tegangan permukaan dan bersama fosfolipid dan monogliserida,
berperan untuk emulsifikasi lemak sebagai persiapan untuk dicerna dan diserap
di usus halus. Selain itu, garam-garam ini bersifat amfipatik; yaitu memiliki
domain hidrofilik dan hidrofobik; salah satu permukaan molekul bersifat hidrofilik

karena ikatan peptida polar dan gugus karboksil serta hidroksil terletak di
permukaan tersebut, sedangkan permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan
demikian, garam-garam empedu cenderung membentuk lempeng-lempeng
silindris yang disebut misel, dengan permukaan hidrofilik ynag menghadap
keluar dan bagian tengahnya hidrofobik. Diatas konsentrasi tertentu yang
disebut konsentrasi misel kritis, semua garam empedu yang ditambahkan ke
dalam larutan membentuk misel. Lemak berkumpul didalam misel, dengan
kolesterol di pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida
berjajar dengan ujung hidrofilik mengarah keluar dan ekor hidrofobiknya ke
bagian tengah. Misel berperan penting dalam mempertahankan lemak dalam
larutan dan membawanya ke brush boder sel epitel usus, dan disitu lemak
tersebut diserap.
Sembilan puluh sampai 95% garam-garam empedu diserap di usus halus.
Sebagian diserap melalui difusi nonionik, tetapi sebagian besar diserap dari
ileum terminalis oleh suatu transpor aktif yang sangat efisien. Sisanya 5-10%
masuk ke dalam kolon dan diubah menjadi garam-garam deoksikolat dan asam
litokolat. Litokolat relatif tidak larut dan sebagian besar diekskresikan dalam
tinja; hanya 1% yang diserap. Namun, deoksikolat diserap. Garam-garam
empedu yang diserap disalurkan kembali ke hati dalam vena porta dan
diekskresikan kembali dalam empedu (siklus enterohepatik). Garam yang keluar
melalui tinja diganti oleh sintesis dalam hati; kecepatan normal sintesis garam
empedu adalah 0.2-0.4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang mengalami
siklus berulang-ulang melalui sirkulasi enterohepatik adalah sekitar 3,5 g; telah
diperhitungkan bahwa jumlah total tersebut bersirkulasi dua kali per makan dan
6-8 kali per hari. Apabila empedu tidak ada di usus, maka hampir 50% lemak
yang dimakan akan keluar melalui feses. Juga terjadi malabsorpsi berat vitamin
larut lemak. Apabila reabsorpsi garam empedu dicegah dengan reseksi ileum
terminalis atau penyakit di bagian usus halus ini, maka lemak dalam tinja juga
akan meningkat karena apabila sirkulasi enterohepatik terputus maka hati tidak
dapat meningkatkan kecepatan pembentukan garam empedu untuk
mengkompensasi kehilangan yang terjadi.
Bilirubin
Sekitar 250-300 mg bilirubin diekskresi dalam empedu setiap harinya, 75%
berasal dari penghancuran sel darah merah di dalam sistem retikuloendotelial
dan 25% berasal dari heme dan hemoprotein siklus enterohepatik. Awalnya,
heme adalah hasil pemecahan hemoglobin, dan besi serta globin dibuang untuk
digunakan kembali oleh organ. Biliverdin, pigmen pertama yang dihasilkan oleh
heme, direduksi menjadi unconjugated bilirubin, reaksi indirek bilirubin dari tes
van den Bergh. Unconjugated bilirubin adalah water insoluble, yang ditranspor
dalam plasma berikatan dengan albumin.
Unconjugated bilirubin diekstraksi dari darah oleh hepatocit, dimana
berkonjugasi dengan asam glukoronil membentuk bilirubin diglukuronid, bilirubi
direk yang water soluble. Konjugasi ini dikatalisasi oleh glukoronil transferase,
enzim dalam retikulum endoplasma. Bilirubin ditransportasikan dalam hepatocit

oleh cystolic binding protein, yang mana mengirimkan molekul ke membran


kanalikuler untuk sekresi aktif dalam saluran empedu. Dalam saluran empedu,
conjugated bilirubin ditransportasikan bergabung dengan misel lipid.
Setelah masuk ke usus halus, bilirubin direduksi oleh bakteri usus menjadi
beberapa komponen yang dikenal sebagai urobilinogen, yang dioksidasi dan
dirubah menjadi pigmen urobilin.

PATOGENESIS BATU EMPEDU


Insiden batu empedu meningkat sesuai dengan umur, sehingga antara umur 5065 tahun sekitar 20% wanita dan 5% laki-laki mengalami batu empedu.
Pada 75% pasien dengan batu empedu adalah jenis kolesterol, sisanya 25%
adalah batu pigmen. Semua jenis batu empedu memberikan gambaran klinis
yang sama.
Batu Empedu Kolesterol
Batu empedu kolesterol merupakan hasil sekresi dari empedu hati dengan
kolesterol yang berlebihan. Dipicu oleh berbagai faktor, precipitat kolesterol dari
cairan membentuk kristal sampai batu yang makroskopik.
Sebelum pubertas, penyakit ini jarang tetapi memiliki frekuensi yang sama
antara perempuan dan laki-laki. Setelah pubertas, wanita lebih sering terkena
dibanding laki-laki sampai setelah menopause. Efek hormon juga mempengaruhi
meningkatnya insiden batu empedu, seperti wanita dengan multipara,
supersaturasi kolesterol pada empedu, dan peminum pil kontrasepsi. Obesitas
merupakan faktor risiko utama.
Seperti diketahui, kolesterol merupakan water insoluble dan dalam empedu
harus ditranspor dengan misel garam empedu dan fosfolipid (lesitin). Ketika
kadar kolesterol dalam empedu meningkat melebihi kapasitas garam empedu,
kristal kolesterol mulai terbentuk.
Sekresi garam empedu dan masuknya kolesterol ke dalam empedu
berhubungan. Garam empedu mengeluarkan kolesterol dari membran hepatocit
ke dalam kanalikulus biliaris. Ketika aliran empedu lemah (waktu tidak makan),
dalam kandung empedu memiliki saturasi kolesterol lebih besar dibanding ketika
aliran empedu kuat.
Terjadinya penyakit batu empedu kolesterol membutuhkan supersaturasi
kolesterol di empedu, tetapi itu saja tidak cukup. Supersaturasi kolesterol di
empedu pada orang tanpa penyakit batu empedu kecepatan membentuk
precipitat lebih lambat dibanding dengan pasien dengan penyakit batu empedu.
Lebih jauh lagi, pada orang dengan supersaturasi empedu, hanya pada yang
dengan penyakit empedu memperlihatkan formasi in vivo kristal kolesterol. Pada
formasi batu empedu, faktor pronukleating (seperti imunoglobulin, glikoprotein
mukus, fibronektin, orosomukoid) terlihat lebih penting dibanding faktor
antinukleating (seperti glikoprotein, apolipoprotein, sitokeratin). Variasi dari

protein tersebut merupakan faktor penting dalam membedakan yang mana


empedu orang yang berkembang menjadi batu.
Batu Pigmen
Batu pigmen berwarna hitam sampai coklat tua, diameter 2-5 mm, dan amorf.
Komposisinya gabungan dari kalsium bilirubinate, polimer bilirubin kompleks,
asam empedu, dan bahan lainnya. Sekitar 50% radioopaq.
Faktor predisposisi adalah sirosis, stasis empedu (contoh, striktur atau dilatasi
duktus biliaris komunis), dan hemolisis kronis. Beberapa pasien dengan batu
pigmen memiliki peningkatan konsentrasi dari unconjugated bilirubin di
empedunya. Pada mikroskop elektron memperlihatkan 90% dari batu pigmen
memiliki komposisi bakteri. Kenyataan ini mengarah bahwa bakteri memiliki
peran penting dalam pembentukan batu pigmen empedu, dan juga pasien
dengan batu pigmen lebih sering mengalami sepsis dibanding dengan batu
kolesterol. Bakteri Beta glukoronidase yang mengubah bilirubin diglukuronidase
soluble menjadi unconjugated bilirubin insoluble, bergabung dengan glycocalix
menjadi batu makroskopik.

BATU EMPEDU ASIMPTOMATIK


Prevalensi batu empedu di USA mengindikasikan bahwa hanya 30% dari manusia
dengan kolelitiasis datang ke bagian bedah. Setiap tahun, sekitar 2% pasien
dengan batu empedu asimptomatik berkembang menjadi gejala, biasanya kolik
biliaris. Penatalaksanaan operasi dilakukan hanya pada pasien dengan gejala
klinis. Profilaksis operasi pada pasien asimptomatik, dilakukan pada: (1) batu
yang besar (diameter > 2 cm), karena lebih sering terjadi kolesistitis akut
dibanding batu yang kecil; dan (2) Kalsifikasi kandung empedu, karena sering
berhubungan dengan karsinoma.

KOLEDOKOLIATIASIS
Penting dalam diagnosis

Nyeri biliaris

Ikterus

Kolangitis episodik

Batu dalam kandung empedu atau riwayat kolesistektomi

Sekitar 15 % dari pasien dengan batu kandung empedu ditemukan pada saluran
empedu. Batu duktus biliaris komunis biasanya berhubungan dengan batu
kandung empedu, tapi pada 5% kasus, kandung empedu tidak ada batu.
Banyaknya batu pada duktus bervariasi dari satu sampai lebih dari 100.
Ada dua kemungkinan etiologi untuk batu duktus biliaris komunis. Penelitian
mengarah bahwa kebanyakan batu kolesterol berkembang di kandung empedu

dan ditemukan di duktus biliaris komunis setelah melewati duktus sistikus. Batu
ini disebut batu sekunder. Batu pigmen biasanya keturunan, atau lebih sering,
berkembang de novo pada duktus biliaris komunis. Batu ini disebut batu duktus
biliaris komunis primer. Sekitar 60% batu duktus biliaris komunis adalah batu
kolesterol dan 40%nya adalah batu pigmen. Pada akhirnya, rata-rata
berhubungan dengan banyak gambaran klinis yang berat.
Pasien mungkin memiliki satu atau lebih gambaran klinis, semuanya disebabkan
oleh obstruksi aliran empedu atau dengan pankreas: kolik biliari, kolangitis,
ikterus, pankreatitis. Tetapi sebanyak 50% pasien dengan koledokoliatiasis
asimptomatik.
Duktus komunis mungkin dilatasi 2-3 cm proximal dari lesi obstruksi, dan duktus
yang sangat membesar berkembang pada pasien dengan tumor biliaris. Pada
koledokolitiasis atau striktur biliaris, reaksi inflamasi mengurangi dilatasi, maka
dilatasi duktus pada koledokolitiasis lebih tidak terlihat. Dilatasi sistem duktus
dalam hati dapat juga disebabkan oleh sirosis.
Kolik biliaris merupakan hasil dari meningkatnya tekanan biliaris akibat
tersumbatnya duktus komunis atau leher dari kandung empedu. Pada pasien
dengan kanker pada duktus jarang memiliki nyeri yang sama dengan penyakit
batu empedu.
Gambaran Klinis
A. GEJALA
Koledokoliatiasis mungkin asimptomatik atau menghasilkan kolangitis toksik,
yang berujung pada kematian. Keseriusan penyakit tergantung pada derajat
obstruksi, lamanya gejala penyakit, dan infeksi bakteri sekunder. Kolik biliaris,
ikterus, atau pankreatitis.
Kolik biliaris dari obstruksi duktus komunis tidak dapat dipisahkan dari penyebab
batu pada kandung empedu. Nyeri dirasakan pada regio subkostal kanan,
epigastrium, atau bahkan pada substernal. Nyeri menjalar ke skapula kanan
dapat terjadi.
Koledokoliatiasis harus dipikirkan pada pasien yang menggigil, demam, atau
ikterus dengan kolik biliaris. Beberapa pasien mengeluh urin yang gelap
walaupun tidak ada ikterus.
Pruritus biasanya hasil dari lamanya obstruksi. Gatal lebih dirasakan pada cuaca
yang panas ketika pasien berkeringat dan biasanya lebih buruk pada ektremitas
dibanding badan. Terjadi lebih sering pada obstruksi neoplastik dibanding
obstruksi batu.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pasien mungkin ikterik dan toksik, dengan demam tinggi dan menggigil.
Kandung empedu yang teraba jarang pada pasien dengan ikterus obstruktif dari
batu duktus biliaris komunis. Nyeri pada abdomen kuadran kanan atas mungkin

ada tapi tidak sering seperti pada kolesistitis akut, peptic ulcer perforasi, atau
pankreatitis akut. Hepatomegali mungkin terjadi.
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pada kolangitis, biasa ada leukositosis sampai 15.000-20.000/ul. Peningkatan
serum bilirubin sering terjadi pada 24 jam setelah onset gejala. Nilai absolutnya
dibawah 10 mg/dl, dan sering antara 2-4 mg/dl. Bilirubin direk melebihi bilirubin
indirek, tetapi pada akhirnya meningkat juga pada kebanyakan kasus. Nilai
bilirubin tidak sampai tinggi sekali seperti pada tumor maligna karena biasanya
obstruksi inkomplit dan sementara. Faktanya, ikterus fluktuatif karakteristik
untuk koledokolitiasis, dan dibedakan antara obstruksi benigna dan maligna.
Nilai alkali fosfatase serum biasanya meningkat dan mungkin hanya kimia yang
abnormal pada pasien tanpa ikterus. Ketika obstruksi membaik, nilai alkali
fosfatase dan bilirubin kembali ke normal selama 1-2 minggu.
Peningkatan ringan dari SGOT dan SGPT sering terlihat pada obstruksi duktus
ekstrahepatik; jarang, nilai SGOT mencapai 1000 unit.
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Batu radioopaq mungkin terlihat pada foto polos abdomen atau CT scan.
Ultrasound scan biasanya akan memperlihatkan batu pada kandung empedu dan
tergantung derajat obstruksinya, dilatasi dari duktus. Ultrasound dan CT scan
tidak sensitif pada pencarian batu pada duktus komunis. ERCP diindikasikan pada
pasien dengan riwayat kolesistektomi sebelumnya. Jika kolesistektomi belum
dilakukan, kolangiografi dilakukan. Beberapa dokter memilih preoperatif ERCP
untuk pasien yang dijadwalkan untuk kolesistektomi untuk membersihkan duktus
biliaris komunis. Jika ERCP tidak berhasil, dokter bedah akan eksplorasi terbuka
duktus biliaris komunis untuk membersihkan batu pada duktus.
Nilai bilirubin melebihi 10 mg/dl sangat jarang terjadi pada koledokolitiasis,
kolangiografi seharusnya dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan obstruksi
neoplastik.
Diagnosis Diferensial
Pemeriksaan seharusnya memikirkan juga kemungkinan diagnosis diferensial
untuk kolesistitis.
Nilai amilase serum melebihi 500 unit/dl dapat terjadi pada pankreatitis akut,
kolesistitis akut, atau koledokoliatiasis.
Sirosis alkoholik atau hepatitis alkoholik akut mungkin menampilkan ikterus,
nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan leukositosis. Sulit membedakannya
dengan kolangitis. Pemeriksaan percutaneous liver biopsy mungkin spesifik.
Kolestasis intrahepatik dari obat, kehamilan, hepatitis kronik aktif, atau sirosis
biliaris primer mungkin sulit dibedakan dari obstruksi ekstrahepatik. ERCP
merupakan pemeiksaan yang paling tepat untuk membuat keputusan, jika

pemeriksaan lain seperti USG gagal untuk membuktikan penyakit batu empedu.
Jika ikterus menetap untuk 4-6 minggu, kemungkinan disebabkan oleh sebab
mekanik. Ikterus yang persisten seharusnya jangan diasumsikan sebagai hasil
dari penyakit parenkim sampai hasil normal dari kolangiogram menyingkirkan
obstruksi dari duktus.
Ikterus intermiten dan kolangitis setelah kolesistektomi cocok dengan striktur
biliaris, dan pembuktiannya dilakukan ERCP.
Tumor biliaris biasanya menghasilkan ikterus tanpa adanya kolik biliaris atau
demam, dan sekali terjadi, jarang ikterus itu menjadi berkurang.
Komplikasi
Infeksi duktus yang lama dapat mengakibatkan abses intrahepatik. Gagal hati
atau sirosis biliaris sekunder mungkin berkembang pada obstruksi jangka lama
yang tidak membaik. Karena biasanya obstruksi inkomplit dan hilang timbul,
sirosis berkembang setelah beberapa tahun akibat penyakit yang tidak
ditangani. Pankreatitis akut, sering menjadi komplikasi dari penyakit batu
empedu. Jarang, batu di duktus komunis berjalan ke ampulla, berakibat ileus.
Perdarahan juga komplikasi yang jarang.
Penatalaksanaan
Pasien dengan kolangitis akut harus ditangani dengan antibiotik, dan terus
dipantau; biasanya dapat mengontrol serangan dalam 24-48 jam. Jika kondisi
pasien memburuk atau tidak ada perbaikan dalam 2-4 hari, sfingterektomi
endoskopik atau operasi eksplorasi duktus biliaris komunis dilakukan.
Yang sering pasien dengan kolangitis ringan dan pada ultrasound scan terlihat
batu kandung empedu. Kolesistektomi laparoskopi diindikasikan dan, tegantung
pengalaman dokter bedah, eksplorasi laparoskopi duktus komunis jika
kolangiogram atau ultrasound laparoskopi memperlihatkan kemungkinan batu
duktus komunis. Laparoskopi duktus komunis biasanya melewati duktus sistikus
(yang biasanya dilatasi), tetapi ketika duktus komunis membesar (> 1,5 cm),
hanya bisa dilakukan melalui incisi koledokotomi, dengan operasi terbuka.
Biasanya, kasus batu duktus komunis dapat ditangani dengan teknik laparoskopi.
Tetapi jika dokter bedah berpikir batu duktus komunis tidak dapat dikeluarkan
melalui laparoskopi, kemungkinan terbaik adalah membuang kandung empedu
dengan laparoskopi dan batu duktus komunis dengan sfingterektomi endoskopi.
Jika batu tidak dapat dikeluarkan dengan sfingterektomi, operasi terbuka
dilakukan.
Ketika duktus komunis dieksplorasi melalui duktus sistikus dan batu empedu
dibuang, duktus sistikus harus diligasi, tetapi drainage kateter biasanya tidak
melewati duktus komunis. Ketika duktus komunis dieksplorasi melalui
koledokotomi (laparoskopi maupun operasi terbuka), T tube biasanya
disambungkan pada duktus, dan kolangigram diambil seminggu setelah operasi.

Pasien dengan koledokolitiasis yang memiliki riwayat kolesistektomi ditangani


paling baik dengan sfingterektomi endoskopi. Menggunakan duodenoskop,
ampulla dikanulasi, incisi 1 cm dibuat di sfingter dengan elektrokauter.
Pembukaan ini membuat batu keluar dari duktus ke dalam duodenum.
Sfingterektomi endoskopi tidak berhasil pada batu yang besar (> 2cm), dan
kontraindikasi bila ada stenosis proksimal duktus biliaris dari sfingter. Laparotomi
dan eksplorasi duktus komunis dibutuhkan pada beberapa kasus.
Batu pada cabang intrahepatik duktus biliaris biasanya dapat dikeluarkan tanpa
kesusahan selama eksplorasi duktus komunis. Pada beberapa kasus, satu atau
lebih duktus intrahepatik terdapat batu, dan berhubungan dengan inflamasi
kronik menghasilkan stenosis pada duktus dekat dengan duktus hepatikus
komunis. Seringkali tidak mungkin dalam kasus tersebut untuk mengeluarkan
batu, dan jika penyakit ini mengenai hanya satu lobus (biasanya lobus kiri),
lobektomi hepar diindikasikan.

SINDROM POSTKOLESISTEKTOMI
Alasan yang biasa terjadi untuk penyembuhan yang inkomplit setelah
kolesistektomi adalah diagnosis kolesistitis kronik tidak benar. Karakteristik
gejala kolesistitis kronik adalah kolik biliaris. Ketika batu kandung empedu
dikeluarkan dengan harapan pasien akan mengalami penyembuhan dari
dispepsia, intoleransi makanan berlemak, kembung, dll, operasi memungkinkan
tidak mengalami perubahan.
Simptom yang ditampilkan mungkin ditampilkan mungkin dispepsia atau nyeri.
Fungsi hati yang abnormal, ikterus, dan kolangitis adalah manifestasi lain yang
mengindikasikan penyakit biliaris residual. Pasien yang dicurigai harus diperiksa
dengan ERCP atau THC. Koledokoliatiasis, striktur biliaris, dan pankreatitis kronis
adalah penyebab tersering dari gejala.

TUMOR MALIGNA DARI DUKTUS BILIARIS


Penting untuk diagnosis

Ikterus kolestatik dan pruritus

Anorexia dan nyeri abdomen kuadran kanan atas

Dilatasi duktus biliaris intrahepatik pada ultrasound atau CT scan

Striktur fokal pada transhepatik atau retrograde kolangiogram endoskopi.

Epidemiologi
Tumor duktus biliaris komunis primer tidak lebih sering terjadi pada pasien
dengan kolelitiasis, dan pria serta wanita memiliki frekuensi yang sama. Tumor
terjadi rata-rata pada umur 60 tahun tetapi mungkin terjadi pada umur 20-80
tahun. Kolitis ulserativa adalah kondisi yang sering terjadi berhubungan dengan
tumor duktus biliaris, dan terkadang pada kasus kanker duktus biliaris

berkembang pada pasien dengan kolitis ulserativa yang diketahui telah memiliki
kolangitis sklerosig untuk beberapa tahun. Infestasi parasit kronik dari duktus
biliaris pada orang timur mungkin bertanggung jawab untuk besarnya insiden
tumor duktus biliaris.
Tumor biliaris maligna kebanyakan adalah adenokarsinoma yang berlokasi di
duktus hepatikus atau duktus biliaris komunis. Gambaran histologi bermacammacam dari adenokarsinoma tipikal sampai fibrous stroma dan beberapa sel.
Metastasis jarang terjadi, tetapi tumor sering bertumbuh ke dalam vena porta
atau arteri hepatikus.
Gambaran Klinis
A. GEJALA
Gambaran penyakit dengan onset awal ikterus atau pruritus. Menggigil, demam,
dan kolik biliaris biasanya tidak ada, dan kecuali untuk ketidaknyamanan pada
kuadran kanan atas pasien tetap ada. Bilirubinuria tampak dari awal, dan warna
feses yang pucat. Anorexia dan penurunan berat badan berkembang seiring
berjalannya waktu.
Ikterus adalah pemeriksaan fisik yang paling dimengerti. Jika tumor berlokasi di
duktus komunis, kandung empedu akan teregang dan teraba pada kuadran
kanan atas. Tumor itu sendiri tidak pernah teraba. Pasien dengan tumor pada
duktus hepatikus, kandung empedu tetap tidak teraba. Biasanya terjadi
hepatomegali. Jika obstruksi tidak diperbaiki, hati akan menjadi sirosis, dan
splenomegali, ascites, atau perdarahan varices menjadi manifestasi sekunder.
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Selama duktus obstruksi komplit, bilirubin serum biasanya akan melebihi nilai 15
mg/dl. Alkali fosfatase serum juga meningkat. Demam dan leukositosis tidak
biasa terjadi, selama empedu steril pada kebanyakan kasus. Feses mungkin ada
darah, tetapi lebih sering terjadi pada tumor pankreas atau tumor ampulla
hepatopankreatik dibanding tumor duktus biliaris.
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ultrasound atau CT scan biasanya mendeteksi adanya dilatasi duktus biliaris
intrahepatik. THC atau ERCP sangat menggambarkan lesinya, dan keduanya
diindikasikan pada banyak kasus. THC memiliki nilai lebih, sejak lebih baik dalam
menampilkan anatomi duktus pada sisi hepatik dari lesi. Dengan tumor pada
bifurcatio duktus hepatikus komunis (tumor Klatskin), penting untuk melihat
bagian proximal dari lesi (misalnya cabang pertama dari duktus lobaris juga
ikut). ERCP berguna pada tumor proximal karena juga dapat melihat obstruksi
dari duktus sistikus, diagnosis akan sering membuktikan kanker kandung
empedu menyerang duktus komunis (bukan neoplasma duktus komunis primer).
Pola tipikal pada kanker duktus biliaris distal mengakibatkan stenosis duktus
biliaris tanpa stenosis duktus pankreatikus. Hubungan antara stenosis kedua

duktus (the double-duct sign) mengindikasikan kanker primer pada pankreas. MR


kolangiopankreatografi mungkin berguna.
Terkadang, contoh empedu yang diambil saat THC memperlihatkan sel maligna
pada pemeriksaan PA, tetapi pemeriksaan ini tidak berguna karena diagnosis
kanker harus dibuktikan dari kolangiografik dan hasil negatif saat PA tidak dapat
dipercaya. Angiografi dilakukan untuk melihat invasi ke vena porta atau kasus
arteri hepatikus. False positif mungkin terjadi.
Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial harus melihat penyebab ikterus kolestatik intrahepatik dan
ekstehepatik. Koledokolitiasis dikarakterisasikan sebagai episode obstruksi
parsial, nyeri, kolangitis. Pada obstruksi neoplastik bilirubin biasanya melewati
15 mg/dl. Dilatasi kandung empedu mungkin terjadi pada tumor di distal duktus
biliaris komunis tetapi jarang pada obstruksi batu.
Kombinasi dari pembesaran kandung empedu dengan ikterus obstruksi biasanya
disebabkan oleh tumor. Stenosis duktus biliaris fokal pada pasien yang belum
pernah operasi adalah patognomonik pada neoplasma.
Penatalaksanaan
Pasien tanpa metastase atau tanda lain kanker stadium lanjut (seperti ascites)
dianjurkan untuk laparotomi. Tiga puluh persen pasien yang tidak dapat di
laparotomi mungkin dapat ditangani dengan memasukkan tube stent ke dalam
duktus biliaris transhepatik dibawah kontrol radiologi atau dari duodenum
dibawah kontrol endoskopik. Tube diposisikan sehingga lubang diatas dan di
bawah tumor dapat mengalirkan empedu ke dalam duodenum. Jika kedua duktus
lobaris dihambat oleh tumor pada bifurcatio duktus hepatikus komunis, biasanya
penting untuk menempatkan transhepatic tube ke satu duktus lobaris saja.
Laparotomi diindikasikan pada kebanyakan kasus, dengan objektivitas
pembuangan tumor. Dekompresi duktus biliaris dengan kateter perkutaneus
untuk menyembuhkan ikterus tidak mengurangi insiden komplikasi post operatif.
Saat operasi , yang mana dimulai dengan laparoskopi diagnostik, besarnya
tumor harus ditentukan melalui pemeriksaan eksternal duktus biliaris dan
penempelan vena porta dan arteri hepatika.
Tumor
distal
dari
duktus
komunis
harus
ditangani
dengan
pankreatikoduodenectomi radikal (Whipple procedure). Jika tumor tidak dapat
dieksisi,
aliran
empedu
harus
dialihkan
ke
usus
halus
dengan
kolesistojejunostomi atau Roux-en-Y koledokojejunostomi.
Tumor pada hilum hati harus direseksi jika mungkin dan dilakukan Roux-en-Y
hepatikojejunostomi. Anastomosis biasanya antara hilum dan usus dibanding
antara duktus biliaris dengan usus.
Radoterapi postoperatif biasanya direkomendasikan.
Prognosis

Rata-rata pasien dengan adenocarcinoma dari duktus biliaris bertahan kurang


dari 1 tahun. 5-year survival rate 15%. Dengan operasi radikal 5-year survival
rate meningkat menjadi 40%. Sirosis biliaris, infeksi intrahepatik biasanya
menjadi penyebab kematian. Reseksi paliatif dan pemasangan stent
meningkatkan kualitas hidup pada penyakit ini walaupun operasi jarang
dilakukan.

BATU KANDUNG EMPEDU DAN KOLESISTITIS KRONIK (Kolik


Biliaris)
Penting untuk diagnosis

Nyeri abdomen episodik

Dispepsi

Batu empedu pada kolesistografi atau ultrasound scan

Epidemiologi
Kolesistitis kronis adalah bentuk yang paling sering terjadi pada penyakit
empedu simptomatik dan berhubungan dengan batu empedu hampir di semua
kasus. Pada umumnya, kolesistitis timbul ketika batu empedu tampak pada
kandung empedu. Obstruksi minor berulang dari duktus sistikus menyebabkan
kolik biliaris yang intermiten dan mengakibatkan inflamasi serta pembentukan
jaringan parut. Kandung empedu dari pasien batu empedu simptomatik yang
belum pernah mengalami serangan kolesistitis akut ada dua tipe: (1)
kebanyakan, mukosa menjadi rata, tetapi dinding menipis dan tidak ada jaringan
parut dan, kecualiuntuk batu, tampak normal. (2) tanda lain untuk inflamasi
kronik dengan penipisan, infiltrasi selular, menghilangnya elastisitas, dan
fibrosis. Riwayat klinis pada dua grup ini tidak selalu dapat dibedakan, dan
perubahan inflamasi juga dapat ditemukan pada batu empedu asimptomatik.
Penemuan Klinis
A. TANDA DAN GEJALA
Kolik biliaris, gejala yang paling khas, disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus
akibat batu. Nyeri biasanya tiba-tiba dan berkurang perlahan-lahan, beberapa
menit sampai beberapa jam. Nyeri dari kolik biliaris biasanya menetap tidak
hilang timbul, seperti kolik intestinal. Pada beberapa pasien, serangan terjadi
setelah makan; pada yang lainnya tidak berhubungan dengan makan. Nausea
dan vomitus dapat terjadi bersamaan dengan nyeri.
Kolik biliaris biasanya dirasakan pada perut kuadran kanan atas, tetapi nyeri
epigastrik dan nyeri abdomen kiri biasa terjadi, dan beberapa pasien ditemukan
nyeri prekordial. Nyeri dirasakan menjalar di sekitar kosta sampai ke belakang
atau mungkin menjalar sampai ke skapula. Nyeri pada bahu tidak biasa dan
mengarah pada iritasi diafragma. Pada serangan yang gawat, pasien biasanya
pindah-pindah posisi sampai menemukan posisi yang paling nyaman.

Selama serangan, dirasakan nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan
kandung empedu yang teraba tapi jarang.
Intoleransi makanan berlemak, dispepsia, kembung, heartburn, mual, dan
keluhan lain menyertai penyakit empedu.
B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Ultrasound scan dari kandung empedu biasanya menjadi pemeriksaan yang
pertama. Kolesistogram oral harusnya dilakukan jika pemeriksaan ultrasound
terlihat ambigu, jika pasien pernah melakukan litotripsi atau terapi ursodiol, atau
jika gejala sangat mendukung dan hasil ultrasound normal.
Sekitar 2% pasien dengan penyakit batu empedu
terlihat normal pada
pemeriksaan ultrasound dan kolesistogram oral. Tetapi, jika dicuragai penyakit
empedu dari gejala klinis dan kedua pemeriksaan ini negatif , pasien harus
diperiksa ERCP (untuk opasifikasi kandung empedu dalam pencarian batu) atau
intubasi duodenal dan pemeriksaan empedu duodenal untuk kristal kolesterol
atau granul bilirubinate.
Diagnosis Diferensial
Kolik kandung empedu mungkin sangat terlihat dari riwayat, tetapi tetap harus
dibuktikan melalui pemeriksaan ultrasound. Kolik biliaris mungkin mirip dengan
nyeri pada duodenal ulcer, hiatal hernia, pankreatitis, dan infark miokardial.
ECG dan foto toraks harus dilakukan untuk mencari adanya penyakit
kardiopulmonar. Mungkin kolik biliaris kadang-kadang bersamaan dengan angina
pektoris atau ECG yang abnormal, keadaan ini jarang dilakukan kolesistektomi.
Nyeri kanan yang menjalar pada T6-T10 membingungkan dengan kolik biliaris.
Spur osteoartritis, lesi vertebral, atau tumor terlihat pada pemeriksaan x-ray
tulang belakang atau mungkin hiperestesia kulit abdomen.
Untuk gastrointestinal atas mungkin mengindikasikan adanya esofageal spasme,
hiatal hernia, peptic ulcer, atau tumor gaster. Pada beberapa pasien, irritable
bowel syndrome mungkin terdapat ketidaknyamanan kandung empedu.
Carcinoma caecum atau kolon ascenden bisa disalah artikan nyeri setelah makan
akibat batu empedu.
Komplikasi
Kolesistitis kronis merupakan faktor predisposisi dari kolesistitis akut, batu
saluran empedu, dan adenokarsinoma dari kandung empedu.
Penatalaksanaan
A. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pencegahan makanan yang mengiritasi mungkin menolong.

1. Batu kolesterol pada kandung empedu dapat dilarutkan pada beberapa


kasus dengan ursodiol, yang mana mengurangi saturasi kolesterol pada
empedu dengan menghambat sekresi kolesterol. Pelan-pelan batu
kolesterol akan larut dalam empedu.
Sayangnya terapi garam empedu bukan merupakan terapi utama. Batu
empedu harus kecil (kurang dari 5 mm) dan bukan batu kalsium (nonopaq
pada CT scan), dan kandung empedu harus diopasifikasi pada
kolesistografi oral (indikasi untuk aliran empedu yang tidak obstruksi
antara duktus biliaris dan kandung empedu). Sekitar 15% pasien dengan
batu empedu dapat diterapi seperti ini. Pelarutan batu empedu
membutuhkan waktu 2 tahun pada 50% pasien. Batu kembali pada 50%
kasus dalam waktu 5 tahun. Pada umumnya, terapi pelarutan sendiri atau
digabung dengan litotripsi sangat jarang diterapkan.
2. Litotripsi dan pelarutan. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL).
Batu dipecahkan dengan ledakan gelembung udara kecil diantara batu
tersebut.
Litotripsi merupakan terapi bernilai kecil karena fragmen batu tetap ada di
dalam kandung empedu sampai fragmen tersebut dilarutkan. Pasien yang
di litotripsi harus juga menggunakan terapi ursodiol
Eliminasi komplit dari batu kandung empedu biasanya dalam kurun waktu
9 bulan pada 25% pasien. Terapi ini kurang menguntungkan.
B. PENATALAKSANAAN OPERASI
Kolesistektomi diindikasikan pada pasien dengan simptom. Prosedur operasi
dapat dijadwalkan sampai pasien merasa nyaman, beberapa minggu sampai
bulan setelah diagnosis.
Kolesistektomi paling sering dilakukan secara laparoskopi, tetapi ketika
laparoskopi menjadi kontraindikasi (seperti, terlalu banyak perlengketan) atau
tidak berhasil, mungkin dilakukan laparotomi. Kolangiografi biasanya termasuk
untuk melihat batu duktus komunis. Jika batu ditemukan, dilakukan eksplorasi
duktus komunis.
Prognosis
Komplikasi serius dan kematian akibat operasi sangat jarang. Kematian akibat
operasi sekitar 0.1% pada pasien dibawah 50 tahun dan sekitar 0.5% pada
pasien diatas 50 tahun. Kematian terjadi akibat persiapan preoperatif yang
kurang baik. Dengan operasi, gejala berkurang pada 95% kasus.

KOLESISTITIS AKUT
Penting untuk diagnosis

Nyeri akut abdomen kuadran kanan atas

Demam dan leukositosis

Kandung empedu nonopasifikasi pada radionuclide ekskresi

Sonographic Murphy Sign

Epidemiologi
Pada 80% kasus, kolesistitis akut merupakan akibat dari obstruksi dari duktus
sistikus oleh batu empedu pada Hartmanns pouch. Kandung empedu menjadi
radang dan melebar, mengakibatkan nyeri abdomen. Riwayat kolesistitis akut
bervariasi, tergantung perbaikan dari obstruksi, perpanjangan infeksi sekunder,
umur pasien, dan faktor lain seperti diabetes mellitus. Kebanyakan serangan
sembuh tanpa operasi atau terapi spesifik lainnya, tetapi beberapa meningkat
menjadi pembentukkan abces atau perforasi dengan peritonitis generalisata.
Perubahan patologik pada kandung empedu berkembang menjadi pola yang
tipikal. Edema subserosa dan perdarahan dan nekrosis mukosa iregular adalah
perubahan yang pertama. Lebih lanjut, tampak PMN. Stadium akhir terdapat
fibrosis. Gangrene dan perforasi mungkin terjadi paling cepat 3 hari setelah
onset, tetapi kebanyakan perforasi terjadi pada minggu kedua. Pada kasus yang
sembuh spontan, inflamasi akut hilang dalam 4 minggu, tetapi kekambuhan
terjadi setelah beberapa bulan. Sekitar 90% kandung empedu yang dibuang saat
ada serangan akut memperlihatkan jaringan parut kronis, walaupun kebanyakan
pasien ini menyangkal mempunyai riwayat gejala sebelumnya.
Penyebab kolesistitis akut masih menjadi problematik. Obstruksi dari duktus
sistikus tampak pada beberapa kasus, tetapi pada penelitian pada binatang,
obstruksi duktus sistikus tidak akan terjadi sampai saturasi kolesterol empedu
dalam kandung empedu tinggi. Trauma yang diakibatkan oleh batu, sel mukosa
kandung empedu akan melepaskan fosfolipase. Keadaan ini diikuti dengan
konversi lesitin dalam empedu menjadi lisolesitin, yang mana lisolesitin
merupakan komponen toksik yang mengakibatkan lebih banyak lagi inflamasi.
Bakteri memiliki andil yang sangat kecil pada stadium awal kolesistitis akut,
walaupun kebanyakan komplikasi dari penyakit ini mengakibatkan supurasi.
Sekitar 20% kasus kolesistitis akut terjadi tanpa adanya kolelitiasis (kolesistitis
akalkulus). Beberapa dari kolesistitis akalkulus disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus dengan proses lain seperti tumor maligna. Kolesistitis akalkulus akut juga
dapat diakibatkan oleh oklusi arteri sistikus atau infeksi bakterial primer oleh E
coli, Clostridia, atau, terkadang, Salmonella typhii. Tetapi keadaan ini jarang.
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien rumah sakit dengan penyakit yang lain;
kolesistitis akalkulus akut biasa terjadi pada pasien yang menerima nutrisi
parenteral total.
Gambaran Klinis
A. GEJALA

Gejala awal adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, kadang menjalar
sampai skapula kanan. Pada 75% kasus, pasien memiliki riwayat kolik biliaris. Di
samping itu, pada kolesistitis akut, nyeri menetap dan terdapat nyeri tekan. Mual
dan muntah tampak pada setengah pasien, tetapi muntah tidak parah. Ikterus
ringan terjadi pada 10% kasus. Temperatur biasanya antara 38-38.5 oC. Demam
tinggi dan menggigil jarang terjadi, dan bila terjadi mungkin terjadi komplikasi
atau salah diagnosis.
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas tampak, dan satu dari tiga pasien dengan
kolesistitis akut kandung empedu teraba (sering pada posisi lateral). Kandung
empedu tidak membesar karena jaringan parut pada dinding mengurangi
distensi. Pada pemeriksaan terdapat Murphys sign (pasien inspirasi dalam,
palpasi pada subkostal, pasien akan nyeri dan terasa sesak)
B. PEMERKIKSAAN LABORATORIUM
Hitung leukosit biasanya meningkat sampai 12.000-15.000/ul. Nilai normal juga
biasa terjadi, tetapi jika leukosit melebihi 15.000, pikirkan adanya komplikasi.
Peningkatan ringan dari bilirubin serum (2-4 mg/dl) biasa terjadi, mungkin
dengan alasan inflamasi sekunder yang menyebar dari kandung empedu ke
duktus biliaris komunis. Nilai bilirubin yang melebihi nilai tersebut harus
dipikirkan adanya batu pada duktus biliaris komunis. Ada peningkatan ringan
dari alkali fosfatase serta serum amilase mencapai 1000 unit/dl atau lebih.
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Foto polos abdomen terkadang terlihat pembesaran bayangan kandung empedu.
Pada 15% pasien, batu empedu mengandung kalsium yang terlihat pada foto
polos.
Ultrasound scan akan terlihat batu, lumpur, dan penipisan dinding kandung
empedu, dan alat USG dapat membedakan nyeri tekan pada kandung empedu
lebih baik dibanding dokter sendiri (ultrsonographic Murphys sign). Gangren
pada kandung empedu dapat terlihat namun jarang. Biasanya, ultrasound
pemeriksaan satu-satunya untuk membuat diagnosis kolesistitis akut.
Jika pemeriksaan lain dibutuhkan (misalnya, jika hasil ultrasound normal atau
negatif), radionuclide excretion scan (contoh, HIDA scan) harus dilakukan.
Pemeriksaan ini tidak dapat melihat batu empedu, tetapi jika kandung empedu
terlihat, kita dapat menyingkirkan kolesistitis akut, kecuali pada kolesistitis
akalkulus yang jarang (tes positif pada kebanyakan kasus kolesistitis akut
akalkulus). Pencitraan pada duktus bukan kandung empedu menguatkan
diagnosis kolesistitis akut. False positif terlihat pada penyakit batu empedu lanjut
tanpa inflamasi akut dan pada pankreatitis biliaris akut.
Diagnosis Diferensial
Diagnosis diferensial termasuk penyebab lain yang biasa menyebabkan nyeri
pada abdomen atas. Ulkus peptikum akut dengan atau tanpa perforasi bisa
disingkirkan dengan riwayat nyeri epigastrik dan membaik dengan makanan

atau antasid. Kebanyakan kasus ulkus perforasi memperlihatkan gambaran


udara bebas dibawah diafragma pada x-ray.
Pankreatitis akut mungkin mirip dengan kolesistitis akut, terutama bila
kolesistitis juga disertai peningkatan dari nilai amilase. Kadangkala dua penyakit
ini ada bersamaan, tetapi diagnosis pankreatitis tidak dapat diterima tanpa
pemeriksaan yang spesifik.
Apendicitis akut pada pasien dengan cecum yang tinggi mirip dengan kolesistitis
akut.
Komplikasi
Komplikasi utama dari kolesistitis akut adalah empiema, gangren, dan perforasi.
A. EMPIEMA
Pada empiema (kolesistitis supurativa), kandung empedu berisi pus, dan pasien
menjadi lebih toksik, dengan demam yang tinggi (39-40 oC), menggigil,
leukositosis lebih dari 15.000/ul. Antibiotik parenteral harus diberikan, dan
kolesistektomi harus dilakukan.
B. PERFORASI
Perforasi ada tiga bentuk: (1) perforasi lokal dengan perikolesistik abces; (2)
perforasi bebas dengan peritonitis generalisata; dan (3) perforasi ke saluran
pencernaan, dengan membuat fistula. Perforasi mungkin terjadi setidaknya 3
hari setelah onset kolesistitis akut atau sampai 2 minggu. Total insiden perforasi
mencapai 10%.
1. Perikolesistik abces. Perikolesistik abces, bentuk perforasi yang paling
sering, harus dipikirkan jika gejala bertambah, terutama terjadi perabaan
massa. Pasien menjadi toksik, dengan demam sampai 39 oC dan hitung
leukosit mencapai lebih dari 15.000/ul, tetapi kadang tidak berhubungan
dengan tanda klinis dan perkembangan abses lokal. Kolesistektomi dan
drainage abses dapat dilakukan secara aman pada beberapa pasien,
tetapi jika kondisi pasien tidak stabil, kolesistektomi perkutaneus lebih
dipilih.
2. Perforasi bebas. Perforasi bebas terjadi hanya pada 1-2% pasien,
kebanyakan yang sering terjadi di awal penyakit ketika gangren
berkembang sebelum perlengketan dinding kandung empedu. Pada
beberapa pasien dengan nyeri lokal, nyeri yang menjalar tiba-tiba dan
nyeri tekan pada bagian lain abdomen mendukung diagnosis ini. Perforasi
bebas harus ditangani dengan laparotomi emergency. Operasi yang awal,
menentukan baiknya prognosis.
3. Fistula Kolesistenterik. Jika inflamasi akut dari kandung empedu menjadi
perlengketan ke lambung, duodenum, atau kolon dan nekrosis terjadi pada
salah satu perlengketan, perforasi terjadi ke dalam lumen usus. Jika batu
empedu melewati fistula dan cukup besar, keadaan ini akan membuat

usus halus obstruksi (ileus batu empedu). Pasien bisa memuntahkan batu
yang masuk ke lambung melalui kolesistogastrik fistula, tetapi jarang.
Kolesistenterik fistula biasanya tidak bergejala kecuali ketika kandung empedu
obstruksi partial oleh batu atau jaringan parut. Kolangiogram oral atau intravena
akan mengopasifikasi kandung empedu atau fistula, tapi pada pemeriksaan juga
akan terlihat saluran gastrointestinal bagian atas, yang harus dibedakan fistula
dari ulkus peptikum. Malabsorpsi dan steatore terjadi pada fistula
kolesistokolonik. Steatore dalam kasus ini bisa terjadi karena tidak adanya
empedu di usus proximal diikuti gangguan ke kolon atau, yang lebih jarang,
banyaknya bakteri di usus halus atas.
Kolesistenterikfistula harus ditangani dengan kolesistektomi dan penutupan
fistula.
Penatalaksanaan
Cairan intravena harus diberikan untuk mengkoreksi dehidrasi dan imbalans
elektrolit, dan nasogastric tube harus dimasukkan. Untuk kolesistitis akut tingkat
sedang, cefazolin parenteral (2-4 g per hari) harus diberikan. Penicillin parenteral
(20 juta unit per hari), klindamisin, dan aminoglikosida harus diberikan pada
penyakit yang berat. Single drug terapi menggunakan imipenem merupakan
alternativ yang baik.
Pilihan terbaik adalah melakukan kolesistektomi pada semua pasien kecuali
ketika ada kontraindikasi spesifik untuk operasi (misalnya penyakit serius yang
menyertai). Tiga alasan dilakukannya operasi awal: (1) insiden komplikasi tidak
lebih besar dengan operasi awal; (2) operasi awal mengurangi total durasi sakit
dan pengurangan biaya; (3) angka kematian lebih rendah dengan operasi awal.
Sekitar 10% pasien membutuhkan penanganan emergency. Pada umumnya
merupakan situasi klinis dimana penyakit sudah mengakibatkan komplikasi.
Demam tinggi (39OC), leukositosis (>15.000/ul), atau menggigil mengarah pada
perkembangan yang supurativ. Kolesistitis akut akalkulus otomatis masuk dalam
situasi ini. Ketika keadaan umum pasien jelek, kolsistostomi kateter perkutaneus
dipilih untuk penangan. Pasien dengan keadaan umum yang lebih baik harus
ditangani dengan kolesistektomi.
Nyeri abdomen generalisata yang tiba-tiba mengindikasikan adanya perforasi
bebas. Adanya massa tanda dari perforasi lokal dan formasi abses. Perubahan ini
adalah indikasi operasi emergency .
Kolesistektomi adalah operasi pilihan pada kolesistitis akut, dan dapat dilakukan
laparoskopi pada 50% pasien. Kolangiografi operatif harus dilakukan pada
beberapa kasus, dan eksplorasi duktus biliaris komunis dilakukan atas indikasi.
Pasien dengan kolesistitis akut berat dengan keadaan umum jelek untuk
kolesistektomi emergency harus ditangani dengan kolesistostomi perkutaneus.
Kolesistostomi perkutaneus juga pilihan terapi untuk kolesistitis akalkulus akut.
Kateter masuk dengan petunjuk ultrasound atau CT untuk drainage cairan

empedu atau pus, tetapi batu empedu tidak dapat dibuang. Jadi kolesistektomi
harus dilakukan untuk mencegah kekambuhan serangan.
Prognosis
Angka kematian keseluruhan dari kolesistitis akut sekitar 5%. Kebanyakan dari
yang meninggal adalah pasien diatas umur 60 tahun dengan diabetes mellitus.
Pada usia tua, komplikasi kardiovaskular atau pulmonar sekunder memberikan
kontribusi pada angka kematian. Sepsis yang tidak terkontrol dengan peritonitis
dan abses intrahepatik adalah kondisi yang bisa menyebabkan kematian.
Batu duktus komunis tampak pada 15% pasien kolesistitis akut, dan beberapa
lebih serius memiliki kolangitis akibat obstruksi biliaris. Pankreatitis akut juga
mungkin menjadi komplikasi kolesistitis akut.
Pasien yang berkembang menjadi bentuk supurativ dari penyakit kandung
empedu seperti empiema atau perforasi kecil kemungkinan untuk sembuh.
Kolesistektomi awal akan mengurangi komplikasi.

Anda mungkin juga menyukai