RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus: (level evidens I rekomendasi A)
- Kadar bilirubin direk darah meningkat ≥1,5 mg/dl tanpa peningkatan kadar bilirubin indirek
atau peningkatan ≥15% bilirubin total. Dalam urin ditemukan bilirubin.
- Aminotransferase serum seringkali meningkat 2-4 x nilai normal; bila lebih tinggi memberi
petunjuk adanya proses infeksi.
- Fosfatase alkali mungkin normal atau agak meningkat. Bila kadarnya lebih tinggi, lebih
mengarah pada atresia biliaris atau ricketsia. Peningkatan abnormal enzim ini tidak dapat
membedakan kolestasis ekstrahepatik dengan intrahepatik.
- Gamma-glutamyl transpeptidase (GGT) mungkin meningkat. GGT merupakan enzim yang
dapat ditemukan pada epitel duktuli biliaris dan hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan
pada pankreas, lien, otak, mammae dan intestinum dengan kadar tertinggi pada tubulus renal.
Karena enzim ini dapat ditemukan pada banyak jaringan, peningkatannya tidak spesifik
mengindikasikan adanya penyakit hati. Bila fosfatase alkali tinggi dan GGT rendah (<100 U/l),
mungkin suatu kolestasis familial progresif Byler atau gangguan sintesis garam empedu.
- Albumin biasanya masih normal pada awal perjalanan penyakit, tetapi akan menjadi rendah
bila kelainan hati sudah berlanjut atau pada penyakit prenatal yang berat. Albumin merupakan
protein utama serum yang hanya disintesis di reticulum endoplasma hepatosit dengan half life
dalam serum sekitar 20 hari. Masa protrombin biasanya normal tetapi mungkin memanjang
yang dapat dikoreksi dengan vitamin K parenteral, kecuali bila telah terjadi gagal hati.
- Kolesterol biasanya masih dalam batas normal pada 4 bulan pertama. Hati merupakan
tempat sintesis dan metabolism utama lipid dan lipoprotein sehingga apabila terdapat
gangguan pada hati akan terjadi abnormalitas kadar lipid dan lipoprotein serum serta
munculnya lipoprotein yang normalnya tidak ada pada individu sehat (contohnya Lipoprotein
X).
- Bila ditemukan hipoglikemia harus dicurigai adanya kelainan metabolik, endokrin atau
kelainan hati lanjut.
- Dengan pemeriksaan khusus yaitu spektrometri terhadap urin penderita, dapat dideteksi
kelainan metabolisme asam empedu seperti defisiensi 3--hidroksisteroid dehidrogenase/
KOLESTASIS INTRAHEPATAL
RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
Pencitraan
- Ultrasonografi: dilakukan setelah penderita dipuasakan minimal 4 jam dan diulang kembali
setelah bayi minum (sebaiknya dikerjakan pada semua penderita kolestasis, karena tekniknya
sederhana, relatif tidak mahal, noninvasif, serta tanpa sedasi). Pada kolestasis intrahepatik,
kandung empedu terlihat waktu puasa dan mengecil pada ulangan pemeriksaan sesudah
bayi minum. Akurasi diagnostik pemeriksaan ultrasonografi ini untuk kasus kolestasis hanya
80%. USG dapat menunjukkan ukuran dan keadaan hati dan kandung empedu, mendeteksi
adanya obstruksi pada system bilier oleh batu maupun endapan, ascites, dan menentukan
adanya dilatasi obstruktif atau kistik pada system bilier. Pada saat puasa, kandung empedu
bayi normal pada umumnya akan terisi cairan empedu sehingga akan dengan mudah dilihat
dengan USG. Setelah diberi minum, kandung empedu akan berkontraksi sehingga ukuran
kandung empedu akan mengecil. Pada atresia biliaris, saat puasa kandung empedu dapat
tidak terlihat. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya gangguan patensi duktus hepatikus
dan duktus hepatis komunis sehingga terjadi gangguan aliran empedu dari hati ke saluran
empedu ekstrahepatik. Pada keadaan ini, USG setelah minum tidak diperlukan lagi. (level
evidens III rekomendasi C)
- CT Scan atau dan Skintigrafi pada kolestasis intrahepatik (hepatoselular) menunjukkan
ambilan kontras oleh hati yang terlambat tetapi ada ekskresi ke dalam usus. Dua hal yang
harus dicatat pada pemeriksaan skintigrafi adalah realibilitas yang berkurang bila kadar
bilirubin direk sangat tinggi (>20 mg/dl) dan false positive dan negatifnya sebesar 10%. Karena
pemeriksaan ini memakan waktu yang banyak, maka tidak banyak para ahli yang
menggunakannya pada evaluasi diagnostik kolestasis. (level evidens III rekomendasi C)
- Biopsi hati
Biopsi hati dianggap sebagai cara yang paling dapat dipercaya untuk membuat diagnosis bayi
dengan kolestasis. Akurasi diagnosis mencapai 95%-96,8% bila dibaca oleh ahli patologi
yang berpengalaman.8,11,18 Pada hasil biopsi yang representatif, paling sedikit harus dapat
diperlihatkan 5 portal tracts. Gambaran histopatologis hepatitis neonatal adalah perubahan
arsitektur lobulus yang mencolok, nekrosis hepatoselular fokal, pembentukan pseudoroset,
ada giant cells dengan balloning pada sitoplasma. Adakalanya diperlukan biopsi ulang untuk
mendapatkan informasi mengenai dinamika penyakitnya yang dapat menolong memastikan
diagnosis (level evidens II rekomendasi C)
TERAPI - Suportif
Apabila tidak ada terapi spesifik harus dilakukan terapi suportif yang bertujuan untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin serta meminimalkan
kompliaksi akibat kolestasis kronis:
Medikamentosa (tingkat evidens II rekomendasi A)
- Stimulasi asam empedu: asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kgBB dibagi 2-3 dosis
- Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori
umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal) dan mengandung
lemak rantai sedang (medium chain triglyceride)
- Vitamin yang larut dalam lemak: A (5.000-25.000 IU/hari), D (calcitriol 0,05-0,2
µg/kgBB/hari), E (25-200 IU/kgBB/hari), K1 (2,5-5 mg/hari diberikan
2-7x/minggu). Akan lebih baik apabila ada sediaan vitamin tersebut yang larut
dalam air (di Indonesia belum ada)
- Mineral dan trace element Ca (25-100 mg/kgBB/hari), P (25-50 mg/kgBB/hari),
Mn (1-2 mEq/kgBB/hari oral), Zn (1 mg/kgBB/hari oral), Se (1-2 µg/kgBB/hari
oral), Fe 5-6 mg/kgBB/hari oral
- Terapi komplikasi lain misalnya untuk hiperlipidemia/ xantelasma diberikan obat
HMG-coA reductase inhibitor seperti kolestipol, simastatin
KOLESTASIS INTRAHEPATAL
RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
TINGKAT REKOMENDASI A, B
KEPUSTAKAAN 1. Bisanto J. Kolestasis intrahepatik pada bayi dan anak. Dalam: Juffrie M, Soenarto S,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi jilid
1. Jakarta: IDAI, 2010. Pp:365-83.
2. Pudjiadi AH, Hegar B, Handyastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED.
Pedoman pelayanan medis IDAI jilid 1. 2010.
3. Modul kolestasis UKK Gastrohepatologi IDAI 2009.
4. NASPGHN. The neonatal cholestasis clinical practice guidelines. Website 2007
[diakses tanggal 10 Februari 2010]. Diunduh dari:
URL:www.naspghn.sub/positionpapers.asp.
5. Suchy FJ. Neonatal cholestasis. Pediatr rev. 2004;25:388-96.
6. Venigalla S, Gourly GR. Neonatal cholestasis. J Ar Neonat For. 2005;2:27-34.
7. Bacq Y, Sentilhes L, Reyes HB, Glantz A, Kondrackiene J, Binder T, et al. Efficacy of
Ursodeoxycholic Acid in Treating Intrahepatic Cholestasis of Pregnancy: A Meta-
analysis. Gastroenterology 2012;143:1492–1501
8. Goulis J, Leandro G, Burroughs AK. Randomised controlled trials of ursodeoxycholic-
acid therapy for primary biliary cirrhosis: a meta-analysis. Lancet. 1999; 354:1053–60
9. Gong Y, Huang Z, Christensen E, Gluud C. Ursodeoxycholic Acid for Patients With
Primary Biliary Cirrhosis: An Updated Systematic Review and Meta-Analysis of
Randomized Clinical Trials Using Bayesian Approach as Sensitivity Analyses. Am J
Gastroenterol 2007;102:1799–1807
KOLESTASIS INTRAHEPATAL
RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG
NAMA
Dr. dr. Yusri Dianne dr. Rusdi, Sp.A dr. Yan Edward, dr. Rose Dinda Martini,
Jurnalis, SpA(K) (K) Sp.THT-KL Sp.PD, K-GER FINASIM
JABATAN
Direktur Pelayanan
Dokter Spesialis Ketua Komite
Ka. KSM Medik, Keperawatan, dan
Anak Medik
Penunjang
TANDA TANGAN