Anda di halaman 1dari 13

UJI KUALITAS MIKROBIOLOGI MAKANAN DALAM KALENG BERDASARKAN

ANGKA LEMPENG TOTAL KOLONI

LAPORAN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
MIKROBIOLOGI PANGAN
yang dibina oleh Ibu Utami Sri Hastuti dan Ibu Sitoresmi Prabaningtyas

Mirza Yanuar Rizky


Ria Yustika Sari
Saekur Mutaslimah
Siti Fatkatin

Oleh Kelompok 4 :
(130342615308)
(130342615306)
(130342615348)
(130342603486)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
Oktober 2015

A Topik Praktikum
Uji Kualitas Mikrobiologi Makanan dalam Kaleng Berdasarkan Angka
Lempeng Total Koloni Bakteri.
B Waktu Praktikum
Selasa, 6 Oktober 2015.
C Tujuan
:
1 Untuk mengetahui jumlah total koloni bakteri pada makanan dalam kaleng yang
2

masih layak untuk dikonsumsi dan yang tidak layak untuk dikonsumsi.
Untuk mengetahui kualitas mikrobiologi makanan dalam kaleng yang masih layak
untuk dikonsumsi dan yang tidak layak untuk dikonsumsi berdasarkan angka

lempeng total koloni bakteri.


D Dasar Teori
Makanan mungkin mangandung komponene yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Komponen anti mikroba dapat secara alami di dalam
bahan pangan misalnya lisosim di dalam putih telur dan asam benzoat di dalam buah
tertentu (Sandjaya, 1992).
Sebagian kecil jenis mikroba yang terdapat pada produk makanan yang
bersifat patogen, sebagian besar jenis mikroba tidak patogen. Mikroba patogen yang
terdapat pada produk panganpun tidak selalu menjadikan racun atau penyakit jika
produk itu dikonsumsi. Namun adapun mikroba pathogen yang mempunyai potensi
bahaya bahwa juga dapat mematikan orang (Gibson, J.M, 1996).
Banyak makanan kaleng yang dipasarkan di Indonesia diantaranya buah,
daging, minuman, ikan dan lain-lain. Makanan yang sudah habis masa pemakaiannya
atau kadaluarsa dapat membuat si pengkosumsimengalami keracunan. Telur banyak
diperjual belikan di tempat perbelanjaan dan banyak digunakan atau diperlukan oleh
manusia, telur biasanya steril tetapi dapat busuk akibat kontaminasi dengan mikroba
(Suryani, 1998)
Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di dalam
wadah yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis mencegah
masuknya gas atau mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga mencegah kontaminasi
dari luar setelah kaleng ditutup tetap hermetis atau kaleng bocor (Fardiaz, 1992).
Pengalengan adalah proses menyimpan dalam wadah yang ditutupi rapat
sehingga udara, zat lain dan organisme perusak atau pembusuk tidak dapat masuk.
Makanan yang sudah dikalengakan lalu dipanaskan pada suhu tertentu dan pada
waktu yang bertetapan agar bakteri, jamur tidak dapat hidup. Dengan demikian
makanan yang disimpan dalam kaleng tersebut tidak mengalami proses pembusukan
(Syarif dan Hariadi, 1992).

Menurut Gupte (1990), bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal


yang hidup bebas tanpa klorofil dan memiliki DNA maupun RNA. Bakteri mampu
menunjukkan semua proses-proses dasar kehidupan misalnya tumbuh, metabolisme,
dan perkembangbiakan. Memiliki dinding sel yang kaku dan kelompok binatang atau
tumbuh-tumbuhan, tetapi untuk kemudian dibentuk golongan ketiga yaitu Protista.
Bakteri yang tumbuh pada bahan makanan dapat mendegradasi protein
menjadi asam amino sehingga produk akhir berbau misalnya: sistein ---H 2S (bau
telur busuk); tryptophan ---- indol (bau busuk). Karbohidrat akan didegradasi mejadi
asam sehingga rasa menjadi masam. Produksi gas hasil metabolisme mikroorganisme
juga dapat menyebabkan kemasan menggelembung. Sedangkan degradasi lipid
menimbulkan asam lemak bau tengik. Kerusakan bahan makanan karena produksi
kapsul bakteri sehingga makanan menjadi berlendir. Sedangkan perubahan warna
pada makanan dapat diakibatkan karena adanya pigmen yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme. Sayur dan buah perlu dilakukan pencucian dengan air mengalir
maupun bahan germisidal untuk menghilangkan mikroorganisme dan sisa pestisida.
Kerusakan bahan mentah dapat disebabkan karena faktor fisik, aktivitas enzim
sendiri, mikroorganisme, maupun kombinasinya. Kerusakan fisik pada sayur dan buah
memudahkan kontaminasi mikroorganisme (Rakhmawati, 2012).
Kontaminasi
bahan
makanan
karena
keberadaaan

unwanted

microorganism dapat berasal dari bahan baku, peralatan, pengolahan, dan


penyimpanan. Usaha yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak kerusakan
bahan makanan karena pertumbuhan mikroorganisme, misalnya dengan pengemasan.
Pengemasan berperan mempertahankan bahan makanan dalam keadaan bersih dan
higienis. Bahan makanan tanpa pengemasan akan banyak yang terbuang selama
distribusi atau menjadi kurang gizi dan higienis dari keadaan semula. Kemasan bahan
makanan bertujuan untuk membatasi bahan makanan dan keadaan normal
sekelilingnya, untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan.
Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan makanan dapat dibedakan menjadi
dua golongan yaitu:
1 Secara alamiah sudah ada dalam produk dan tidak dapat dicegah hanya
dengan pengemasan. Contoh: perubahan biokemis karena mikroorganisme
2

yang sejak wal sudah ada dalam bahan makanan.


Tergantung lingkungan sekitar dan dapat dikendalikan hampir semuanya
dengan pengemasan. Contoh: kerusakan fisik, perubahan kadar air,

interaksi dengan oksigen.


Fungsi-fungsi pengemasan yaitu:

Mempertahankan produk agar bersih dan memberikan perlindungan

terhadap kotoran dan bahan pencemar lain, termasuk mikroorganisme.


Melindungi bahan makanan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen, dan

3
4

sinar
Berfungsi secara benar, efisien, dan ekonomis dalam proses pengemasan
Tidak mengandung bahan yang berbahaya atau efek samping Bahaya
mikroorganisme berhubungan dengan bahan pengemas karena beberapa
bahan mungkin terkontaminasi mikroorganisme.
Kondisi penyimpanan harus sedemikian rupa sehingga menekan kemungkinan

kontaminasi. Dalam beberapa hal pengemas atau wadah perlu disterilkan sebelum
digunakan atau disterilisasi setelah wadah diisi. Resiko lainnya yaitu masuknya
komponen bahan beracun dari bahan penegmas ke dalam bahan makanan atau
pemindahan bau dari bahan pengemas ke produk pangan tersebut. Gambar 6
menunjukkan susu dan makanan kaleng yang telah mengalami kerusakan ditandai
dengan perubahan warna, tekstur, dan terbentuknya gelembung
E Alat dan bahan
Alat :
1. Otoklaf
2. Beaker glass
3. Cawan petri
4. Pipet
5. Timbangan
6. Kompor
7. Laminar air flow
8. Shaker
9. Inkubator
10. Sendok
11. Pisau
12. Labu erlenmeyer 100 ml
Bahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Medium NA
Larutan air pepton 0,1 %
Aquades steril
Alkohol 70%
Susu frisian flag gold dalam kaleng yang masih layak untuk dikonsumsi
Susu frisian flag gold dalam kaleng yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi

F langkah kerja

Memeriksa kondisi kaleng kemasan makanan, lalu mencatat tanggal kadaluarsanya

Tutup kaleng dibersihkan dengan menggunakan tissue yang telah diberi alkohol 70%
lalu membuka tutup kaleng tersebut

Mengambil 10 ml sampel susu dalam kaleng, kemudian dilarutkan dalam 90 ml larutan


air pepton 0,1% sehingga didapatkan suspensi dengan tingkat pengenceran 10-1

Mengambil 1 ml suspensi dengan tingkat pengenceran 10-1 tersebut, lalu dimasukkan ke


dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan air pepton 0,1% maka diperoleh laturan
suspensi dengan tingkat pengenceran 10-2. Selanjutnya melakukan pengenceran suspensi
dengan tingkat pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6

Meneteskan suspensi susu dalam kaleng pada tingkat pengenceran 10-1 , 10-2
10-3, 10-4, 10-5, dan 10-6 masing-masing sebanyak 0,1 ml pada permukaan medium
lempeng NA kemudian diratakan.

Semua medium NA yng telah diinokulasi dengan suspensi tersebut diinkubasi dalam
suhu 37 oC selama 1 X 24 jam. Medium lempeng diletakkan dalam posisi terbalik di
dalam inkubator.

Menghitung jumlah total koloni bakteri dalam tiap ml makanan kaleng, baik yang masih
layak untuk dikonsumsi maupun yang tidak layak dikonsumsi

Menentukan kualitas mikrobiologi makana dalam kaleng, baik yang masih layak untuk
diknsumsi maupun yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi berdasarkan angka lempeng
total koloni bakteri dengan mengacu pada ketentuan dari DIRJEN POM.

G Data
No
1
2
3
4
5
6

Pengenceran
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6

Susu non-expired
5 (TSUD)
20 (TSUD)
93
56
4 (TSUD)
1 (TSUD

Susu expired
60
38
51
162
229
171

H Analisis Data
Praktikum uji ALT bertujuan untuk menentukan kualitas mikrobiologi
sampel makanan padat berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) koloni bakteri
ini diawali dengan membiakan bakteri yang terdapat pada susu kaleng non-expired
dan susu expired pada medium lempeng. Terlebih dahulu labu erlenmeyer yang
berisikan 90 ml air pepton ditambahkan sampel bahan makanan yang sudah
dihaluskan sebanyak 10 g, kemudian dikocok Pengocokkan dimaksudkan agar air
pepton dan sampel bahan yang diuji tercampur dengan rata. Campuran tersebut
kemudian di teteskan 1 ml ke dalam 5 tabung reaksi yang berisi 9 ml air pepton
sehingga di peroleh tingkat pengenceran 10-6, kemudian dikocok hingga homogen.
Pengenceran ini bertujuan untuk mendapatkan jumlah biakan yang representatif
untuk dilakukan perhitungan.Campuran larutan pada tabung reaksi diteteskan
sebanya 0,1 ml kedalam lempeng sesuai dengan label.
Biakan tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam. Setelah 24
jam dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri pada pada susu non-expired dan
susu expired.
1. Susu non-expired
Pada susu non-expired diperoleh 5 koloni bakteri pada pengenceran 10 -1, 20
koloni pada pengenceran 10-2, 93 koloni pada pengenceran 10-3, 56 koloni pada
pengenceran 10-4, 4 koloni pada pengenceran 10-5, 1 koloni pada pengenceran 10-6.
Perhitungan ALT menggunakan media lempeng yang terdiri dari 30-300 koloni,
jadi kami menggunakan media lempeng dengan tingkat pengenceran 10 -4 dan 10-3
dengan perhitungan sebagai berikut:

ALT 1

= jumlah koloni x tingkat pengenceran


= 56 x 1/10-4
= 56 x 104
= 5,6 x 105 cfu/ml

ALT 2

= jumlah koloni x tingkat pengenceran


= 93 x 1/10-3
= 93 x 103
= 9,3 x 104 cfu/ml

ALT

= ALT 1 : ALT 2
= 560.000 : 93.000
= 6, 02 cfu/ml

Karena >2 diambil data dengan tingkat pengenceran terkecil, sebagai


berikut perhitungannya.
ALT

= jumlah koloni x tingkat pengenceran x volume substansi


= 93 x 1/10-3 x 10
= 93 x 103 x 10
= 9,3 x 105 cfu/ml

Jadi, nilai ALT pada susu non-expired adalah 9,3 x 105 cfu/ml
2. Susu expired
Pada susu expired diperoleh 60 koloni bakteri pada pengenceran 10-1, 38
koloni pada pengenceran 10-2, 51 koloni pada pengenceran 10-3, 162 koloni pada
pengenceran 10-4, 229 koloni pada pengenceran 10-5, 171 koloni pada
pengenceran 10-6. Perhitungan ALT menggunakan media lempeng yang terdiri
dari 30-300 koloni, jadi kami menggunakan media lempeng dengan tingkat
pengenceran 10-5 dan 10-2 dengan perhitungan sebagai berikut:
ALT 1 = jumlah koloni x tingkat pengenceran
= 229 x 1/10-5
= 229 x 105
= 2,29 x 107 cfu/ml
ALT 2 = jumlah koloni x tingkat pengenceran
= 38 x 1/10-2
= 38 x 102
= 3,8 x 103 cfu/ml

ALT

= ALT 1 : ALT 2
= 22.900.000 : 3.800
= 6.026, 31 cfu/ml
Karena >2 diambil data dengan tingkat pengenceran terkecil, sebagai

berikut perhitungannya.
ALT

= jumlah koloni x tingkat pengenceran x volume substansi


= 38 x 1/10-2 x 10
= 38 x 102 x 10
= 3,8 x 104 cfu/ml

Jadi, nilai ALT pada susu expired adalah 3,8 x 104 cfu/ml
I

Pembahasan
Penentuan ALT (Angka Lempeng Total) merupakan metode kuantitatif yang
digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel (BPOM,
2008). Sampel makanan yang diuji adalah susu kental manis Frissian Flag Gold yang
masih baru dan yang sudah kadaluarsa.
Mutu susu dapat dinilai melalui uji organoleptik seperti berdasarkan warna,
aroma, rasa dan tekstur (BSN, 1992) ataupun menggunakan metode kuantitatif yaitu
dengan metode perhitungan ALT. Nilai ALT yang ditemukan dari sampel makanan akan
dibandingkan dengan standar nilai ALT dari BPOM. Berdasarkan data pengamatan dan
analisis data diketahui bahwa nilai ALT bakteri dari sampel makanan yang digunakan
adalah 9,3x105 koloni/g untuk sampel yang masih baru dan 3,8x104 koloni/g, sedangkan
nilai ALT susu kental manis menurut BPOM (2005) adalah 1x104 koloni/g. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai ALT bakteri dari sampel yang masih baru lebih kecil dari
nilai standar ALT dari makanan tersebut yang ditentukan oleh BPOM, sehingga
makanan tersebut masih layak atau bisa dikonsumsi karena berdasarkan BPOM (2005),
makanan yang mengandung cemaran baik biologis yaitu camaran mikroba ataupun
cemaran kimia yang melampaui ambang batas maksimal yang telah ditetapkan adalah
pangan tercemar. Sedangkan sampel yang sudah kadaluarsa memiliki jumlah koloni
yang lebih besar bila dibandingkan dengan standar milik BPOM. Hal ini menunjukkan
bahwa pada susu yang sudah kadaluarsa sudah tak layak untuk dikonsumsi.
ALT yang ada di bawah batas maksimum suatu sampel makanan merupakan
salah satu syarat suatu makanan layak dikonsumsi ataukah tidak.

Hal tersebut

dikarenakan pangan dapat menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri

patogen yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan,
sehingga mampu memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia. Jika jumlah
koloni bakteri yang mencemari suatu makanan melebihi jumlah batas maksimum ALT
maka makanan tersebut tidak layak dikonsumsi (BPOM RI, 2008).
Meskipun begitu banyak sedikitnya jumlah bakteri belum tentu menunjukkan
layak atau tidaknya sebuah makanan. Apabila jumlahnya sedikit namun telah
menghasilkan toksik yang berbahaya, maka makanan tersebut tetap berbahaya untuk
dikomsumsi. Berdasarkan pengamatan secara langsung, warna dari susu kental yang
manis yang kadaluarsa lebih pekat dari yang masih baru. Hal ini menunjukkan bahwa
ada komponen yang telah berubah, artinya terdapat aktivitas mikroba (biologis) yang
dapat mengubah warna dari makanan tersebut. Aktivitas dari mikroba ini dapat berupa
metabolit sekunder yang berbahaya seperti toksik. Selain itu perubahan warna yang
terjadi juga dapat diakibatkan oleh faktor fisik dan kimiawi. Hal ini dapat dilihat dari
kemasan kaleng dari susu yang sudah kadaluarsa yang sudah berkarat. Karat ini dapat
mengoksidasi dan merubah warna dari susu kental manis yang ada didalamnya
sehingga warnanya pun berubah.
Bakteri yang terdapat pada suatu makanan bermacam-macam.
bakteri

yang

dapat

menyebabkan

keracunan

yaitu

Salmonella,

Umumnya
Shigella,

Campylobacter, Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolityca, Staphylococcus


aureus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum, Bacillus cereus, Vibrio
cholerae. Vibrio parahaemolyticus, E.coli enteropatogenik dan Enterobacter sakazaki
(BPOM RI,2008). Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang
terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH,
kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh,
serta kondisi pengolahan dan penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat
mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau
bahkan merusak makanan tersebut.
Sampel makanan yang tidak mudah rusak seperti makanan kaleng, dapat
disimpan pada suhu ruang. Meskipun demikian sampel tidak boleh disimpan terlalu
lama karena ada mikroba yang dapat mati selama penyimpanan. Sampel yang akan
dikirim ke laboratorium harus diupayakan tidak tercemar dengan bahan atau mikroba
lain. Selama dalam pengiriman ke laboratoriu sifat sampel harus dijamin tidak
mengalami perubahan sejak sampel diambil, dikemas dan dikirim ke laboratorium.

Kesimpulan
1. Nilai ALT pada susu kental manis Frissian Flag Gold yang masih baru adalah
9,3x105 koloni/g dan pada yang sudah kadaluarsa adalah 3,8x10 4 koloni/g, dengan
nilai ALT maksimal susu kental manis dari BPOM adalah 1x104 koloni/g.
2. Susu kental manis yang masih baru masih layak untuk dikonsumsi karena nilai
ALT lebih kecil dari nilai ALT BPOM. Sedangkan susu kental manis yang sudah
kadaluarsa sudah tak layak untuk dikonsumsi karena nilai ALT lebih besar dari
nilai ALT BPOM untuk susu kental manis.

K DAFTAR RUJUKAN
Anwar, S. 1985. Sanitasi Makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan
Tenaga Sanitasi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2009. Penetapan Batas
Maksimum

Cemaran

Mikroba

Dan

Kimia

Dalam

Makanan.

www.infoPOM.go.id. diakses pada 10 Oktober 2015.


Basoeki, Soedjono. 1999. Anatomi dan Fisiologi Manusia Buku Penuntun
Kegiatan Laboratorium. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Kependidikan
FMIPA Murusan Biologi
BPOM. (2008). Pengujian Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Pusat Pengujian Obat
Dan Makanan Badan Pengawasan Obat Dan Makanan Republik Indonesia.
BPOM

RI.

2008.

InfoPOM:

Pengujian

Mikrobiologi

Pangan.

Online.

www.infoPOM.go.id. diakses pada 10 Oktober 2015.


Departemen Kesehatan RI. 1991. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan
dan Minuman. Jakarta: Depkes RI Press
Djide Natsir, 2004. Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Farmasi.
Makassar: Universitas Hasanuddin
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Bogor: IPB Press.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Gibson.J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Modern. Jakarta : EGC.
Gupte, Satish. 1990. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Rakhmawati, A. 2012. Aspek Mikrobiologi Pengemasan Makanan. (Online),
(http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/anna-rakhmawatissimsi/ppm-2012-pengemasan.pdf) diakses 12 Oktober 2015
Sonjaya, H. 2010. Bahan Ajar Fisiologi Ternak Dasar. Fakuiltas PeternakanUniversitas Hasanuddin. Makassar.
Soewolo, Basoeki Soedjono dan Titi Yudani. 2005. Fisiologi Manusia. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Suryani. 1998. Mikrobiologi. Jakarta: Aneka Ilmu.
Sandjaya, B. 1992. Isolasi dan Identifikasi Mikrobakteri. Jakarta: Widyia Medika.
Syarif, R dan Hariadi, H. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan.
Thayib, S dan Abu Amar. 1989. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Pangan.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Teknologi Indonesia.

Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

L Jawaban Diskusi
1. Ada. Jumlah koloni bakteri dalam makanan kaleng yang masih layak berbeda
dengan jumlah koloni bakteri dalam makanan kaleng yang sudah tidak layak.
Koloni bakteri yang tumbuh pada makanan kaleng yang sudah tidak layak
dikonsumsi lebih banyak dibandingkan pada makanan kaleng yang masih layak
dikonsumsi. Hal tersebut karena daya simpan makanan yang sudah melebihi batas
sehingga kualitas susu menurun. Menurunnya kualitas makanan menjadikan
bakteri yang awalnya tidak patogen menjadi patogen. Bakteri akan mendegradasi
bahan yang terdapat di susu dan berkembang biak denan baik pada susu, sehingga
susu tersebut tidak layak dikonsumsi.
2. Ada. Nilai ALT pada susu kental manis Frissian Flag Gold yang masih baru
adalah 9,3x105 koloni/g dan pada yang sudah kadaluarsa adalah 3,8x104 koloni/g,
dengan nilai ALT maksimal susu kental manis dari BPOM adalah 1x104 koloni/g.
Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai ALT bakteri dari sampel yang masih baru
lebih kecil dari nilai standar ALT dari makanan tersebut yang ditentukan oleh
BPOM, sehingga makanan tersebut masih layak atau bisa dikonsumsi karena
berdasarkan BPOM (2005). Sedangkan sampel yang sudah kadaluarsa memiliki
jumlah koloni yang lebih besar bila dibandingkan dengan standar milik BPOM.
Hal ini menunjukkan bahwa pada susu yang sudah kadaluarsa sudah tak layak
untuk dikonsumsi. Dari hasil analisis yang dilakukan tersebut dapat diketahui
bahwa berdasarkan angka lempeng total kualitas mikrobiologi makanan dalam
kaleng yang masih layak dikonsumsi lebih baik dari pada makanan dalam kaleng
yang sudah tidak layak dikonsumsi.
3. Adanya bakteri yang dapat membentuk spora yang melekat pada bahan makanan,
kemungkinan yang lain bahan lain yang digunakan sebagai campuran memang
sudah mengandung bakteri. Peralatan yang digunakan saat mengolah makana
tersebut kurang steril, bakteri bisa saja berasal dari pekerja pabrik, penjual
makanan tersebut maupun konsumen. Makanan telah disimpan dalam waktu yang
cukup lama, kondisi penyimpanan yang kurang sesuai. Kelembapan dari makanan
tersebut, serta keasaman dari bahan makanan tersebut juga dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan bakteri dalam makanan kaleng.

Anda mungkin juga menyukai