Anda di halaman 1dari 2

Analisis Kestabilan Lereng Batuan

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang
horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Lereng yang terbentuk
secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain:
gaiian dan timbunan untuk membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang
terbuka (Arief, 2007).
Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapai dalam pekerjaan
rekayasa konstruksi pertambangan. Gangguan terhadap kestabilan lereng akan mengganggu
keselamatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerusakan alat penambangan, mengurangi intensitas
produksi dan menggangu kelancaran pelaksanaan penambangan (Almenara, 2007). Oleh karena itu,
analisis kestabilan lereng sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya gangguan akibat bahaya
longsor tersebut.
Tujuan utama dari analisis kestabilan lereng tambang adalah menghasilkan suatu rancangan dinding
tambang yang aman dan ekonomis. Menurut Arief (2007) tujuan dari analisis kestabilan lereng adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menentukan kondisi kestabilan dan tingkat kerawanan suatu lereng.
2. Memperkirakan bentuk keruntuhan kritis yang mungkin terjadi.
3. Menganalisis penyebab terjadinya longsoran.
4. Mempelajari pengaruh gaya-gaya luar pada kestabilan lereng.
5. Merancang suatu desain lereng galian atau timbunan yang optimal dan memenuhi kriteri
akeamanan dan
kelayakan ekonomis.
6. Memperkirakan kestabilan lereng, selama konstruksi dilakukan maupun dalam jangka waktu
yang panjang.
7. Merupakan dasar bagi rancangan ulang lereng setelah mengalami longsoran.
8. Menentukan metode perkuatan atau perbaikan lereng yang sesuai.

Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan struktur geologi yang
hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan dan bidang perlapisan (Sulistianto, 2001
dalam Diah 2007). Struktur-struktur tersebut, selain lipatan, selanjutnya disebut sebagai bidang lemah.
Disamping struktur geologi, kehadiran air dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat mempengaruhi
kestabilan lereng.
Secara umum perpaduan orientasi diskontinuitas batuan akan membentuk empat tipe longsoran utama
pada batuan, yaitu :
1. Longsoran busur(circular sliding failure)
2. Longsoran planar (planar sliding failure)
3. Longsoran baji(wedge sliding failure)
4. Longsoran jungkiran(toppling failure)
Namun demikian, seringkali tipe longsoran yang ada merupakan gabungan dari beberapa
longsoran utama sehingga seakan-akan membentuk suatu tipe longsoran yang tidak beraturan
(raveling failure) atau seringkali disebut sebagai tipe longsoran kompleks.
Untuk mengetahui adanya potensi tipe longsoran pada suatu aktivitas pemotongan lereng batuan,
perlu dilakukan pemetaan orientasi diskontinuitas yang dilakukan, baik sebelum maupun sesudah
lereng batuan tersebut tersingkap. Sementara itu, rnetode analitik untuk memprediksi potensi
longsoran batuan dan cara penanggulangannya seringkali tidak efektif (Maerz, 2000 dalam
Endartyanto 2007). Oleh karena itu, penggunaan desain empiris dan klasifikasi massa batuan menjadi
penting (Franklin, 1996 dalam Endartyanto 2007).
Sumber :
Alrnenara, R. 2007. Rock Slope Stability Concepts. PT Newmont Nusa Tenggara: Sumbawa Barat.
Arief, S.
2007. Dasar-Dasar Analisis Kestabilan Lereng. PT INCO: Sorowako
Diah, A.F. 2007. Analisis Kestabilan Lereng Batugamping Dengan Menggunakan Metode Kinematik
Dan Klasiftkasi Massa Batuan Di Desa Nongkosepet, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian Institut
Teknologi Bandung: Bandung.
Endartyanto, A. 2007. Analisis Kestabilan Lereng Dengan Menggunakan Metode Kinematik Dan
Klasifikasimassa Batuan; Studi Kasus Di Area Penambangan Andesit, Desa Jelekong, Kecamatan
Bale Endah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu Dan
Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai