Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 008/Menkes/SK/I/

2009 memberikan definisi pelayanan kedokteran nuklir adalah pelayanan penunjang


dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi. Pemanfaatan teknologi nuklir dalam
bidang teknologi kedokteran sudah dimulai sejak awal abad ke - 20. Berbagai penemuan
radionuklida

untuk

kesejahteraan

manusia

terus

diupayakan

sejalan

dengan

pengembangan peralatan teknologi nuklir. Perkembangan dalam penggunaan alat


diagnostic ditandai dengan pengembangan alat pendeteksi radiasi, kemudian
dikembangkan alat dengan kemampuan pencitraan sederhana berupa rectilinear
scanner. Penemuan kamera gamma merupakan perkembangan yang sangat significan
dalam bidang diagnostic pencitraan, alat ini jauh dapat menghasilkan hasil pencitraan
jauh lebih baik dan lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan alat rectilinear
scanner.
Peralatan yang paling canggih saat ini adalah kamera gamma dengan teknologi
Positron Emission Tomography (PET) yang digabungkan dengan peralatan CT atau
MRI sebagai pendukung khususnya untuk koreksi atenuasi dan penentuan lokasi secara
anantomi (Kartamihardja; 2011).
PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop
pemancar positron. PET mampu mendetksi aspek anatomi dan metabolik sekaligus
dapat mendeteksi dimana pun atau kemana pun kanker merambat. Bahkan kemampuan
deteksi alat ini mencakup semua aspek penting tentang kanker seperti jenis, tingkat
keganasan (stadium), lokasi, serta cara rambat penyakit kanker ini. PET dapat dipula
digunakan untuk menganalisa hasil penanganan kanker yang telah dilakukan. Setelah
penanganan kanker melalui operasi perlu dilakukan pemeriksaan sisa - sisa kanker.
Untuk keperluan ini, PET merupakan metode yang paling tepat, karena pada kondisi ini
keberadaan kanker sulit dilihat secara fisik. Hal yang diperlukan adalah melihat
keberadaan metabolisme sel kanker, PET juga dapat melihat kemajuan hasil pengobatan
kanker. Maka dari itu dalam makalah ini akan diuraikan mengenai PET (Positron
Emission Tomography) (Mardatillah, 2008).

Halaman 1 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION

1.2

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan PET ?


2. Bagaimana cara kerja dan prinsip fisika pada PET ?
3. Bagaimana dan keselamatan penggunakan PET ?
4. Bagaimana aplikasi PET dalam bidang medis ?
1.3

Tujuan Makalah
1. Mengetahui tentang teknologi PET.
2. Mengetahui cara kerja dan prinsip fisika pada PET.
3. Mengetahui keselamatan penggunaan PET .
4. Mengetahui aplikasi PET dibidang medis.

1.4

Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode

literature, yaitu membaca buku - buku dan jurnal yang bersangkutan dengan
permasalahan ini.

Halaman 2 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengenalan PET (Positron Emission Tomography)


Kebutuhan untuk melihat bagian dalam obyek secara non - invasive (tanpa

merusak) maupun non - instrutive (tanpa memasukan alat) merupakan kebutuhan yang
mendasar bukan hanya di dunia kedokteran tetapi dalam bidang lainnya. Di dunia
kedokteran teknologi melihat tembus ini diperlukan untuk melihat diagnosa dini atau
mengambil keputusan sebelum operasi. Untuk keperluan ini para ilmuan dan engineer
telah mengembangkan teknologi tomografi. Kata tomografi berasal dari kata yunani
yaitu tomos (penampang yang dibelah) yaitu teknologi yang digunakan untuk melihat
penampang dalam (melakukan pembelahan) sebuah obyek tanpa harus membelah obyek
yang bersangkutan. Berbagai mode ini dibiang kedokteran antara lain CT-scan
(Computerized Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), dan PET(Positron
Emission Tomography), ultrasonografi(ultrasonik), dll.

Tabel 2.1.1 Mode Teknologi Tomografi dalam Kedokteran dan Resolusinya


(Warsito, 2005).
PET pertama kali diperkenalkan oleh Brownell dan Sweet (1953), prototipe
(1952), pengembangannya oleh Massachussets General Hospital, Boston (1970).
Positron yang merupakan inti kerja dari PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM

Halaman 3 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


Dirac (1920). PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan
radioisotop pemancar positron, citra yang didapatkan adalah penggambaran fungsi
organ tubuh. PET memiliki perbedaan dengan alat pencitraan lainnya seperti foto
rontgen, CT (Computed Tomography), magnetic resonance imaging (MRI), dan single
photon emission computerized tomography (SPECT). CT Scan dan MRI hanya mampu
mendeteksi kanker di payudara, kepala, hati, dan sejumlah titik tubuh lainnya.
Sedangkan mekanisme kerja organ tubuh (metabolisme tubuh) tidak dapat dipantau oleh
CT Scan atau MRI, sedangkan PET aspek anatomi dan metabolik dapat dideteksi alat
ini. Selain itu PET mampu mendeteksi aspek penting tentang kanker seperti jenis,
tingkat keganasan, lokasi, serta cara merambat penyakit ini (Mardatillah, 2008).
2.1.1

Apa Positron Itu ?


Unsur radioaktif adalah unsur tidak stabil yang akan berubah menuju ke

kestabilan melalui proses pelepasan energi yang dapat berupa pancaran/radiasi


gelombang elektromagnet (radiasi gamma) atau radiasi partikel (alfa, beta, neutron).
Radiasi partikel beta ada dua macam yaitu beta negatif dan beta positif. Partikel beta
negatif memiliki sifat fisis sama dengan elektron antara lain massa dan muatan
listriknya negatif . Partikel beta positif memiliki massa yang sama dengan elektron
tetapi muatannya positif, oleh karena itu beta positif disebut positron (elektron positif).
Sebuah elektron jika bertemu dengan positron akan terjadi pemusnahan atau anihilasi.
Keduanya lenyap dan munculah radiasi gelombang elektromagnetik (gamma), sesuai
dengan hukum kekekalan energi, energi radiasi yang muncul haruslah sama besar
dengan energi yang terkandung di dalam massa elektron dan positron yang musnah
yaitu 2mc2 dengan m adalah massa elektron atau positron dan c adalah laju cahaya
dalam ruang hampa. Sebelum musnah elektron dan positron dalam keadaan tidak
bergerak sehingga momentumnya sama dengan nol ( p = mv) dengan v = kecepatan
untuk benda diam v = 0, demikian juga p = 0. Hukum kekekalan momentum
mengharuskan jumlah momentum sebelum musnah sama dengan sesudah musnah yaitu
tetap nol. Radiasi yang dihasilkan setelah pemusnahan elektron dan positron memiliki
momentum. Agar jumlah momentumnya sama dengan nol maka radiasi yang dihasilkan
haruslah dua buah dengan momentum yang sama besar tetapi berlawanan arah
(momentum adalah besaran vektor yang memiliki nilai dan arah). Karena kedua radiasi
memiliki besar momentum yang sama maka demikian pula energinya. Jadi masing masing radiasi mempunyai energi sebesar mc2 dengan arah pancaran bertolak belakang.

Halaman 4 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


Dengan massa elektron m = 9.1 x 10-31 Kg dan laju cahaya c = 3 x 10 8 m/s, besar energi
masing - masing radiasi gamma yang dihasilkan adalah 511 keV. Sifat positron inilah
yang dimanfaatkan dalam pengembangan teknologi pencitraan medis PET.
2.1.2

PET

Gambar 2.1 Positron Emission Tomography


Positron Emission Tomography pada dasarnya adalah tomografi untuk
memetakan distribusi unsur pemancar positron dalam jaringan tubuh yang diperiksa.
Unsur pemancar positron ini sengaja dimasukan kedalam tubuh (secara oral maupun
parenteral). Langkah pertama adalah memilih zat yang jika dimasukan kedalam tubuh
akan diakumulasikan didalam didalam jaringan yang akan diperiksa. Zat tesebut diberi
label unsur radioaktif

pemancar positron (radiofarmaka). Unsur radioakatif

(radioisotop) yang biasa digunakan untuk label antara lain

11

C (20 menit),

13

N (10

menit), 15O (2 menit), dan 18F (110 menit). Angka dalam kurung adalah umur paro, yaitu
ukuran aktivitas unsur radioaktif tinggal separoh dari semula. Dipilih unsur radioaktif
dengan umur paro pendek agar aktivitasnya segera habis walaupun masih ada
radiofarmaka tersisa dalam tubuh. Positron yang dipancarkan akan bertemu elektron
dalam jaringan (daya tembus positron hanya beberapa mm dalam jaringan tersebut) dan
terjadilah peristiwa pemusnahan elektron - positron dan dipancarkan dua buah radiasi
elektromagnet (gamma) masing - masing dengan energi 511 keV dan dengan arah saling
berlawanan serta dalam waktu bersamaan. Selanjutnya proses scanning tomografi
dilakukan menggunakan sepasang detektor, yang berhadap - hadapan untuk mendeteksi
radiasi 511 keV secara bersamaan (Kouris, 1982, diambila dari kusminarto, 2007).
Single Chanel Analyzer (SCA) digunakan untuk memilih energi radiasi yang akan
dideteksi untuk memastikan bahwa radiasi berenergi 511 KeV bukan energi yang lain
(radiasi yang kearah lain tetapi kemudian terhamburkan dan akhirnya masuk ke detektor

Halaman 5 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


tidak akan terdeteksi karena energinya sudah berkurang sehingga lebih kecil dari 511
KeV). Alat koinsiden hanya mencatat radiasi yang datang ke pasangan detektor secara
bersamaan, digunakan untuk memastikan bahwa radiasi berenergi 511 keV yang
terdeteksi adalah berasal dari sebuah peristiwa anihilasi. Dengan demikian sepasang
detektor tersebut mendeteksi radiasi hasil anihilasi yang terjadi di sepanjang garis
penghubung kedua detektor. Jika A(x,y) adalah kerapatan unsur pemancar positron di
titik (x,y) maka intensitas radiasi hasil anihilasi sepanjang garis tersebut sebanding
dengan A(x,y) ds. Persamaan ini diperoleh dengan menyederhanakan masalah yaitu
mengabaikan efek

pelemahan radiasi oleh jaringan yang dilewatinya. Pemayaran

dilakukan secara translasi pasangan detektor untuk menyapu seluruh bidang diikuti
gerakan rotasi untuk menyapu bidang yang sama dari arah sudut yang lain hingga 360o .
Pada PET generasi ke - 5 gerakan translasi rotasi tidak diperlukan lagi karena PET telah
dilengkapi dengan deretan detektor yang melingkari objek pemeriksaan. Dengan
bantuan komputer data yang terkumpul tersebut digunakan untuk menghitung A(x,y)
yang merupakan distribusi kerapatan unsur pemancar positron yang terakumulasi dalam
jaringan yang sedang diperiksa. Selanjutnya hasil perhitungan distribusi kerapatan
tersebut ditampilkan dalam bentuk citra dua dimensi. Untuk pemeriksaan suatu organ,
pengambilan citra dilakukan beberapa kali untuk waktu yang berbeda. Perubahan
kerapatan unsur pemancar positron didalam organ yang diperiksa sebagai fungsi waktu
dapat memberi informasi tentang kinerja organ tersebut (Kusminarto, 2007).
2.2

Prinsip Kerja PET


Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kristal dan ratusan tabung

photomultiplier (diatur dalam pola melingkar disekitar pasien. Kristal ini mengkonversi
radiasi gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS.

Halaman 6 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION

Gambar 2.2.1 Prinsip Kerja PET


Penjelasan mengenai bagian - bagian pada blok detektor adalah sebagai berikut :
Sinar tampak sebagai hasil dari proses skintilasi yang terjadi saat sinar gamma
menembus kristal. Sinar tersebut merupakan sinar tampak dengan panjang gelombang
seperti ultra violet. Intensitas dan waktu pendistribusian sinar dari proses skintilasi
tersebut tergantung bahan yang digunakan untuk kristal skintilator tersebut.
Kristal Skintilator
Kristal skintilator tersebut dapat dibuat dari bahan organik seperti plastik atau
inorganik yang masing - masing bahan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing - masing dalam mendeteksi sinar gamma. Semua kamera yang digunakan untuk
kepentingan klinik kedokteran nuklir dibuat dengan skintilator inorganik, karena
efisiensi pendeteksiannya lebih tinggi untuk sinar gamma. Makin tinggi densitas bahan
dari kristal skintilasi dan makin tinggi nomor atom, maka makin baik efisiensi detektor
tersebut untuk sinar gamma. Makin banyak sinar skintilasi yang dipancarkan dalam
kurun waktu yang pendek akan memberikan keuntungan proses deteksi dalam interval
waktu yang pendek.

Skintilator yang sering digunakan pada kamera PET adalah Bismuth Germinate
(BGO) yang memiliki efisisensi deteksi sangat tinggi untuk sinar anihilasi yang rendah
dan waktu peluruhan yang panjang.

Halaman 7 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


Photomultiplier Tube
PMT berfungsi menggandakan sinar tampak yang dilepaskan dari kristal
detektor. Sinar tampak yang terbentuk akibat peristiwa skintilasi dengan masuknya sinar
gamma sangat lemah, sehingga perlu dikuatkan oleh PMT. Selain memperkuat sinar,
PMT juga mengkonversikannya menjadi pulsa elektrik. Sinar yang tadinya berkekuatan
100 V dilipatgandakan menjadi 1200 V.

Gambar 2.2.2 PMT


Selanjutnya sinyal yang terbentuk menjadi tiga jenis yang direpresentasikan menjadi x,
y, z. Sinyal x,y dan merupakan sinyal yang digunakan untuk menentukan lokasi pada
lapang pandang detektor, sedangkan z merepresentasikan kekuatan dari sinyal yang
masuk (Kartarahardja, 2011).

Gambar 2.2.3 Blok Diagram PET


Sinyal dari setiap output PMT dikonversi menjadi tegangan dan amplitudo oleh
Low Noise Amplitudo (LNA). Sinyal yang dihasilkan oleh PMT berupa sinyal pulsa
yang lambat kemudian setelah itu sinyal masuk ke VGA (Variable Gaint Amplifier)
untuk mengkompensasi variabilitas sensivitas dari PMTS. Ouput dari VGA dilewatkan
melalui lowpass filter, offset kompensasi, dan kemudian dikonversi menjadi sinyal
digital dengan bit 10 sampai bit 12 Analog ke Digital. Sinyal - sinyal dari PMTS harus

Halaman 8 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


dijumlahkan, oleh karena itu sinyal masukan berupa ultra high-speed. Sebuah DAC
menghasilkan tegangan referensi komparator untuk mengkompensasi offset DC.
Akurasi yang sangat tinggi sangat diperlukan untuk menghasilkan sinyal output dari
DAC kemudian masuk ke bagian prosesing unit untuk dikirim ke image prosesing.
Dari hasil pendeteksian, dilakukan image rekontruksi

untuk mendapatkan

gambaran sebaran glukosa didalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah
dilengkapi dengan program ini, sehingga hasil image rekontruksi dapat diperoleh
dengan mudah (Mardatillah, 2008).
2.3

Keuntungan, Resiko, dan Keterbatasan


Penggunaan PET dalam bidang medis memiliki beberapa keuntungan, resiko,

dan keterbatasan, yaitu :


a)

PET dapat membantu mempelajari fungsi jaringan atau organ dalam tubuh.

b) Karena radionuklida yang digunakan berumur paro pendek, maka paparan


radiasinya rendah. Jumlah radionuklida yang dimasukan kedalam tubuh juga relatif
sedikit, sehingga tidak menggangu proses normal tubuh.
c)

Untuk wanita hamil, radionuklida yang masuk kedalam tubuh dapat memberikan
paparan pada janin. Dengan demikian pemeriksaan PET tidak dianjurkan untuk
wanita hamil.

d) PET dapat saja keliru. Kekeliruan ini dapat disebabkan oleh keseimbangan kimia
tubuh pasien yang tidak normal. Contoh konsumsi kafein, tembakau atau yang
lainnya yang dilakukan 24 jam sebelumnya dapat mempengaruhi ketepatan PET scan pada otak.
e)

Karena radionuklida memiliki umur paro pendek, sehingga waktu efektif


penggunaannya singkat. Radionuklida ini harus diproduksi di laboratorium yang
berdekatan dengan fasilitas pemeriksaan. Hal yang harus diperhatikan adalah
kesesuaian jadwal antara produksi radionuklida dan pelaksanaan pemeriksaan PET.

2.3.1

Aspek Keselamatan
Meskipun radionuklida yang digunakan berumur paro pendek, hal tersebut dapat

memberikan dampak pada sel atau jarngan tubuh pasien. Bagian tubuh tempat
disuntikannya radionuklida biasanya mengalami sorennes atau swelling. Untuk
mengatasi gejala ini, pada bagian tubuh tersebut dioleskan pelembab atau dikompres
dengan air hangat. Radionuklida yang dimasukan kedalam tubuh menimbulkan 2 foton

Halaman 9 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


yang berenergi masing - masing 511 KeV. Hal ini dapat pula menimbulkan
bremstahlung karena perlambatan positron. Perlambatan ini disebabkan oleh interaksi
positron dengan material. Material yang dikandung dalam tubuh memiliki nomor atom
(Z) seperti air dan jaringan lunak lainnya.
Dosis radiasi total yang diterima oleh pasien adalah sekitar 7 mSv. Pada saat
radionuklida dimasukan kedalam tubuh pasien, maka pasien tersebut telah menjadi
sumber radiasi baru bagi pekerja di Rumah Sakit atau masyarakat umum, dalam
penelitian yang dilakukan oleh (McElroy diambil dari Kartiko dan Alamsyah, 2006),
pekerja radiasi menerima paparan radiasi pada saat persiapan, pemindahan, menentukan
posisi pasien dalam PET - scanner. Selama rangkaian kegiatan tersebut, untuk
menangani satu pasien pekerja menerima radiasi sebesar 9,3 Sv dan 0,018 Sv/MBq
untuk setiap kegiatan pemasukan radionuklida ke dalam tubuh pasien.
Dengan demikian ada catatan - catatan yang harus diperhatikan :
a.

Untuk keselamatan pasien, hal terpenting adalah aspek klinik dalam menentukan
jenis radioaktif dan dosisnya, serta pengkondisian pasien sebelum dan selama
pengobatan. Aspek fisik juga diperlukan dalam memastikan kemurnian dan dosis
radionuklida serta pencampuran dengan molekul aktif metabolik yang akan
digunakan.

b.

Sebagaimana dalam kedokteran nuklir pada umumnya, untuk keselamatan pekerja


radiasi bahwa pengaturan jarak, penggunaan waktu dan perisai dari pasien yang
telah mendapatkan radionuklida adalah metode yang dapat mengoptimalkan
penerimaan radiasi bagi pekerja radiasi itu sendiri.

c.

Keselamatan untuk masyarakat umum harus dijamin dengan sistem dan prosedur
yang memisahkan antara pasien yang telah mendapatkan radionuklida dengan
masyarakat umum. Catatan : hal ini juga penting bagi keselamatan pekerja radiasi.
Penataan ruang dan ketebalan dinding ruang siklotron atau hotcell, ruang tunggu
pasien setelah diberi radionuklida sebelum dipindai (quiet room) dan ruang
pengobatan merupakan hal yang tidak terlalu sederhana. Hal ini karena, referensi
yang umum digunakan untuk penentuan ketebalan dinding, yaitu NCRP No 49,
hanya digunakan untuk sumber kernel titik atau narow beam. Padahal dalam
kedokteran nuklir, merupakan tubuh pasien itu sendiri, dengan demikian merupakan
broad beam. Energi tinggi 511 KeV foton anihilasi juga menghasilkan faktor
pertumbuhan (buildup) yang tidak dapat diabaikan. Data NCRP no 147 dalam hal

Halaman 10 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


ini dapat digunakan untuk menentukan faktor okupansi. AAPM (American
Association of Physicst in Medicine) baru - baru ini juga menerbitkan draft
pedoman untuk penentuan ketebalan pmeriksaan fasilitas PET.
d. Perlindungan terhadap lingkungan hidup dalam kedokteran nuklir pada umumnya
dilakukan dengan penyimpanan sementara sebelum pembuangan akhir (delay and
decay method) atas sekresi pasien yang telah menerima radionuklida selama
perlakuan dan barang - barang lain, seperti jarum suntik, yang diduga
terkontaminasi. Hal ini harus pula dipertimbangkan dalam desain fasilitas (Kartiko,
dan Alamsyah, 2006).
2.4

Aplikasi PET (Positron Emission Tomography)

2.4.1

Bidang Onkologi
PET - scan yang menggunakan radionuklida F - 18 (fluorodeoxyglucose/FDG,

FDG - PET) telah banyak digunakan dalam bidang onkologi. Radiofarmaka ini
merupakan glukosa analog yang diserap oleh sel, mengalami proses phosporylasi oleh
enzim hexokinase, serta akan ditahan (retained) oleh jaringan tubuh. Jaringan yang akan
menahan radiofarmaka ini memiliki aktivitas metabolik tinggi, seperti : payudara, paru paru, usus, prostat, otak, hati, dan kebanyakan tumor ganas lain. Gambar yang diperoleh
digunakan untuk : diagnosis, penentuan stadium (staging), penentuan penyebaran,
pemantauan pengobatan penyakit kanker, dll. Untuk penyakit tumor stadium awal,
pemeriksaan PET - scan lebih sensitif daripada CT - Scan atau MRI. Selain itu PET scan dapat membantu dalam menentukan kategori penyakit tumor sebagai penyakit
kanker (malignant) atau bukan (benign).
2.4.2

Bidang Neorologi
Prinsip kerja neuroimaging PET berdasarkan atas asumsi bahwa daerah tubuh

yang memiliki radioaktivitas tinggi akan terkait dengan aktivitas otak. Pemeriksaan ini
mengukur secara tidak langsung laju aliran darah aktual ke lokasi yang berbeda - beda
di otak. Jenis radionuklida yang digunakan pada aplikasi ini adalah

15

O. Untuk

keperluan dibidang ini, telah diproduksi beberapa molekul aktif / radiotracer yang
merupakan ligands untuk sub - tipe neuroreceptor tertentu (contoh : dopamine D2,
serotonin 5-HT1A) atau enzim substrates (contoh : 6-FDOPA untuk enzim AADC).
Agen - agen kimia ini memungkinkan visualisasi neuroreceptor penyakit neurologik.
Teknik ini dapat digunakan untuk menemukan focus area (daerah yang memiliki

Halaman 11 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION


metabolisme tinggi atau mengalami pengurangan konsumsi oksigen dan darah) di otak.
Pendeteksian focus area di otak akan memudahkan untuk mendiagnosis penyakit
epilepsi. Selain itu dapat digunakan untuk memeriksa aktivitas metabolik otak. Hasil
pemeriksaan digunakan untuk mendiagnosis system disordes jaringan syaraf, seperti
penyakit alzheimer, parkinson, transient aschemic attack, amyothropic lateral sclerosis
(ALS), Huntington, stroke, schizophrenia.
2.4.3 Bidang Kardiologi
Dalam bidang kardiologi, FDG - PET dapat mengidentifikasi hybernating
myocardium.

Selain

itu

dapat

membantu

dalam

penentuan

berkurangnya

aliran/tersumbatnya pembuluh darah ke jantung. Hal ini diindikasikan dengan adanya


peningkatan metabolisme glukosa. Pasien dengan gejala ini didiagnosis menderita
coronary artery disease (CAD). Untuk meningkatkan ketepatan diagnosis, biasanya
pemeriksaan PET-Scan dikombinasikan dengan cardiac stress. PET-Scan dapat
digunakan juga untuk mendiagnosis serangan jantung pada stadium awal. PET-Scan
dapat membantu menentukan jenis pengobatan yang terbaik. Contoh : PET-Scan
menunjukan bahwa aliran darah ke jantung berkurang, namun metabolisme jantung
tidak terpengaruh. Gejala ini sebenarnya jaringan jantung tidak mati. Dari gejala ini,
dapat direkomendasikan bahwa pasien yang bersangkutan harus mengalami artery
bypass surgery.
2.4.4 Bidang Neuropsycology/Cognitive Neuroscience
Dalam bidang ini, PET Scan digunakan untuk memeriksa keterkaitan antara
proses psikologi tertentu atau kesalahan fungsi/aktivitas otak.
2.4.5 Bidang Psikiatri
Radionuklida C-11 dan F-18 merupakan ikatan kimia yang secara selektif terikat
dengan neuroreceptor. Radioligands yang terikat pada dopamine receptor (D1, D2, reuptake transporter), serotonin receptor (5HT1A, 5HT2A, re-uptake transporter), opioid
receptor (mu) . Pemeriksaan ini digunakan untuk mendiagnosis kegagalan fungsi syaraf.
Seperti : substanca abuse, mood diorders, dll.
2.4.6 Bidang farmakologi
Dalam uji coba pra-klinikal, beberapa radionuklida disuntikan kepada binatang.
Dengan PET-Scan, laju penyerapan sampel dan organ sasarannya dapat dipantau.
BAB IV
PENUTUP

Halaman 12 dari 13

TINJAUAN PRINSIP FISIKA POSITRON EMISSION

4.1

Kesimpulan
Teknologi PET mampu mendiagnosis penyakit dalam tubuh, baik itu jaringan

dalam tubuh maupun organ dalam sehingga dapat menentukan tindakan - tindakan
selanjutnya seperti tindakan pencegahan, pengobatan, atau penyembuhan.
4.2

Saran
Dalam perkembangan kedokteran nuklir kita harus ikut berperan aktif untuk

kemajuannya, karena sumber daya nuklir yang kita miliki sangat melimpah,
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia sangat diperlukan, sehingga
mampu memanfaatkan sumber daya yang ada.

Halaman 13 dari 13

Anda mungkin juga menyukai