Anda di halaman 1dari 20

MANUSIA DAN AGAMA

KELAS : PAI 09
KELOMPOK 1

DOSEN PENGAMPU : BAPAK ZAINUL FANANI


KOORDINATOR :
DYAH PRIHASTUTI NANDA HUTAMI (140210101083)/085646150766
ANGGOTA :
1) NUR ASRI HAKIMAH

(140910302017)/087863783300

2) ALFI FIRMANSYA

(140210102087)/087802125878

3) AISYAH FATHIRIN NURIL J. (120210101048)/087857523828

UNIVERSITAS JEMBER
2014-2015
DAFTAR ISI

Daftar Isi..............................................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
BAB 2. PEMBAHASAN...................................................................................2
2.1 Pengertian Manusia dan Agama....................................................2
2.2 Proses Penciptaan Manusia dan Terbentuknya Agama..................4
2.3 Macam-Macam Pembagian Agama...............................................9
2.4 Kebutuhan Manusia terhadap Agama............................................10
BAB 3. PENUTUP............................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah dengan judul Manusia dan Agama adalah salah satu syarat untuk
melengkapi tugas pada mata kuliah wajib umum Pendidikan Agama Islam (PAI)
di Universitas Jember. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)

yang telah

membimbing kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Kami
ucapkan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu , khususnya
kepada teman-teman yang telah meluangkan waktu,tenaga,materi serta pikiran
demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak,kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
pembuatan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas makalah ini menjadi lebih
baik .Semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jember, 24 Februari 2015

Penulis

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang
memiliki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur), potensi fujur
akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek insting,
naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, berkuasa dan rasa aman.
Apabila potensi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui
pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan
hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instingtif atau
implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan main judi).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai
dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan
dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah
mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak
sesuai dengan ajaran agama.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan manusia dan agama?
1.2.2. Bagaimana proses penciptaan/terbentuknya manusia dan agama?
1.2.3. Apa macam-macam pembagian agama?
1.2.4. Apa saja kebutuhan manusia terhadap agama?

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia Dan Agama

2.1.1 Pengertian Manusia


Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam Man the Unknown,
bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia,
karena keterbatasan-keterbatasan manusia itu sendiri.
Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis) hanyalah merupakan
sekepal tanah di bumi. Dari bumi asal kejadiannya, di bumi dia berjalan, dari
bumi dia makan dan ke dalam bumi dia kembali. Dari tanah, kembali menjadi
tanah. Sedangkan dalam pandangan orang yang beriman, manusia itu makhluk
yang mulia dan terhormat pada sisi Tuhan. Manusia diciptakan Tuhan dalam
bentuk yang amat baik (Daradjat, 1996: 44-45).
Istilah kunci yang digunakan di dalam Al-Quran untuk menunjuk pada
pengertian manusia yaitu dengan menggunakan kata-kata Basyar, Al-Insan, dan
An-Nas. Kata basyar disebut dalam Al-Quran 27 kali. Kata basyar menunjuk
pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali Imran [3]:47)
tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan,
minum, tidur dan lain-lain.
Kata Al-Insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Quran yang dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama Al-Insan dihubungkan dengan
khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua Al-Insan
dihubungkan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh
kesah, kikir (QS Al-Maarij [70]:19-21) dan ketiga Al-Insan dihubungkan dengan
proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan non-materi (QS Al-Hijr
[15]:28-29). Semua konteks Al-Insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia
psikologis dan spiritual.
Kata An-Nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Quran mengacu
kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya
mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)[1].
Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat disimpulkan
bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial. Ketiganya harus
dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan
selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah). Selain itu

pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia
dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik.
Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa Al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin :
95:4).
Al-Quran memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan
mulia, bukan sebagai manusia yang kotor

dan penuh

dosa. Peristiwa yang

menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan
melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari
surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah
pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk
surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang
suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan
dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah
berpembawaan baik (positif, hanif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik,
benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan
kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan
hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam
proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses
perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu.
2.1.2 Pengertian Agama
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata
din dari bahasa Arab yang artinya menguasai, memudahkan, patuh, utang,
balasan atau kebiasaan sedangkan din dalam bahasa Semit berarti undangundang atau hukum dan kata religi dalam bahasa Latin yang artinya
mengumpulkan dan membaca.(Sumardi, 1974: 9-10)

Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Intisari yang
terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti
ikatan-ikatan yang harus dipegang dan di patuhi manusia. Jadi, dapat dikatakan
bahwa agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai
petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia
dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan
dengan tanggung jawab kepada Allah SWT dan kepada masyarakat dan alam
sekitarnya.
Agama juga merupakan peraturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup
sehingga dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak mendasarkannya pada
selera masing-masing. Dengan adanya peraturan (agama), manusia akan terhindar
dari kehidupan yang memberlakukan hukum rimba, yaitu manusia yang kuat akan
menindas manusia yang lemah (Mahfud, 2011: 2).
Agama sebagai sumber sistem nilai merupakan petunjuk, pedoman dan
pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti
dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, sehingga terbentuk
pola motivasi, tujuan hidup dan akan perilaku manusia yang menuju kepada
keridhaan Allah SWT (Ahmadi, 1994: 4).
2.2 Proses Penciptaan/Terbentuknya Manusia Dan Agama
2.2.1

Proses Penciptaan Manusia


Manusia dalam pandangan kebendaan (materialis), tidak lebih dari

kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat pencernaan. Akal
dan pikiran, dianggap barang atau benda, yang dihasilkan oleh otak. Pandangan
mereka hanya sampai benda, dan hanya mempercayai adanya benda-benda yang
dapat diraba. Maka oleh karena itu dalam anggapan mereka, tidak ada
keistimewaan manusia dibanding makhluk lain yang hidup di muka bumi ini
bahkan dimasukkannya ke dalam bangsa kera, yang setelah melalui masa panjang,
berubah menjadi manusia, yang dikenal dengan teori evolusi. Teori ini
berpendapat bahwa hayat berasal dari makhluk satu sel, yang berevolusi kedua

arah yaitu binatang dan tumbuhan. Evolusi ini berlangsung setingkat demi
setingkat membentuk sejuta jenis hewan dan sepertiga juta jenis tanaman.
Binatang satu sel sebagai awal evolusi, sedangkan manusia sebagai akhir evolusi.
Pandangan tersebut menimbulkan kesan seolah-olah manusia merupakan
makhluk yang rendah dan hina, sama dengan hewan-hewan, yang hidupnya hanya
untuk memenuhi keperluan dan kepuasan kebendaan semata. Pandangan hidup
semacam ini merupakan kesesatan (Daradjat, 1996: 44-45).
Dalam pandangan orang beriman, proses kejadian manusia didasarkan
pada Al-Quran dan As Sunnah yang terjadi dalam dua tahap yaitu tahap
primodial dan tahap biologis.
Asal-usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam
sebagai manusia pertama. Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah
SWT di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya. Figur Adam tidak
dilihat dari sisi fisik semata, tetapi yang lebih penting adalah bahwa Adam adalah
manusia sempurna lengkap dengan kebudayaannya, sehingga diangkat sebagai
khalifah di muka bumi. Manusia yang baru diciptakan Allah SWT itu (Adam)
memiliki intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah SWT
lainnya. Allah SWT menciptakan Adam sebagai manusia pertama yang memiliki
kemampuan akal yang sempurna sebagai manusia. Karena itu dapat dikatakan
bahwa Adam adalah manusia pertama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang
dengan itu manusia membentuk kebudayaannya. Dalam hal ini penciptaan Adam
oleh Allah SWT merupakan tahap primordial.
Penciptaan manusia secara fisik pada kejadian selanjutnya melalui proses
atau tahap biologis yaitu pencampuran bahan dari laki-laki dan perempuan yang
jika masuk ke dalam rahim terjadi proses kreatif, tahap demi tahap membentuk
wujud manusia sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah (QS.Al-Mukminun,23:12).
Tahap pertama manusia dibuat dari saripati tanah melalui makanan yang
dimakan oleh laki-laki dan perempuan dan sebagian dari inti zat yang dimakan
menjadi bahan sperma (air mani), bahan awal terciptanya manusia. Unsur-unsur

yang menyusun tubuh manusia menurut penelitian ditemukan pada jenis-jenis


tanah. Kemudian Allah SWT juga berfirman bahwa Kemudian Kami jadikan
saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (QS AlMukminun, 23:13).
Nutfah adalah tetesan cairan yang mengandung gamet pria dan gamet
wanita yang kemudian tersimpan di dalam rahim (qarain makin), atau uterus yaitu
suatu wadah yang ideal untuk perkembangan embrio. Sebagaimana firman Allah
SWT yang tertera dalam QS.al-Mukminun,23:14 yang berbunyi Kemudian air
mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan ia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Sucilah Allah, Pencipta yang Paling Baik.
Alaqah adalah embrio yang berumur 24-25 hari yang berubah menjadi
stadium mudghah (26-27 hari). Kemudian masuk ke stadium tulang (Idzam),
yaitu cikal tulang rangka yang berbentuk dalam stadium mudzghah (25-40 hari)
berubah menjadi tulang rawan, setelah itu embrio berada dalam stadium tulang
(idzam). Dalam stadium ini berbagai organ benda dalam posisi baru yang
berhubungan dengan pertumbuhan tulang/rangka.
Setelah itu embrio masuk ke dalam stadium dibungkus daging
(fakasaunal idzama lahma), artinya setelah tulang dibentuk lalu diikuti oleh
pembentukan daging yang meliputi tulang-tulang tersebut. Pada minggu ke-8
embrio menjadi fetus pembentukan otot-otot. Dalam minggu ke-12 terjadi
assifikasi pada pusat-pusat pertulangan anggota badan berdifferensiasi dan
terbentuk kuku pada jari kaki dan tangan. Disamping pertumbuhan macammacam struktur organ, masing-masing organ juga mengalami pertumbuhan
bersama-sama dengan pertumbuhan badan. Sebagaimana firman Allah SWT
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.QS.As-Sajdah,32:8-9.

Disamping pertumbuhan organ-organ tubuh, dalam proses akhir dari


kehamilan, Allah SWT meniupkan ruh pada bayi.
Dengan ayat-ayat tersebut dengan jelas Al-Quran menunjukkan bahwa
manusia tersusun dari unsur materi dan materi (non-materi), jasmani dan rohani.
Tubuh berasal dari tanah,dan ruh berasal dari substansi imateri (non-materi) dari
alam gaib. Tubuh akan kembali ke asalnya menjadi tanah dan ruh akan pulang
kembali ke alam gaib.
Al-Quran menjelaskan pula tentang penciptaan manusia yang bermula
dari tanah, dan oleh karenanya iblis tidak mau disuruh Allah SWT untuk bersujud
di hadapan manusia sebagaimana firman Allah SWT,....Iblis berkata: Aku lebih
baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau
ciptakan dari tanah (QS.Shaad,38:76). (Syamsuddin, 1996: 12-15)
Berdasarkan QS.Al-Insyqaq, 84:19, yang berbunyi sesungguhnya kamu
melalui tingkat demi tingkat dalam kehidupan, Ibn kasir menyatakan bahwa
Ikrimah (salah satu murid Ibn Abbas) menerjemahkan ayat ini dalam pengertian
bahwa manusia tumbuh dari satu keadaan ke keadaan lain sedemikian rupa,
menjadi kanak-kanak setelah bayi, menjadi tua setelah muda dan kuat. (Hasan,
2006: 24)
2.2.2

Proses Terbentuknya Agama


Menurut beberapa ahli psikolog, antara lain Freud yang memandang

bahwa agama berasal dari ketidakmampuan manusia menghadapi kekuatan alam


di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya (Azra, 2002: 30).
Menurut seorang sosiolog, Aguste Comte yang menilai agama sebagai
salah satu bagian dari tahap-tahap pemikiran yang berkembang pada sejarah
peradaban dunia. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual.
Pertama, dinamakan tahap teologis atau fiktif yaitu tahap dimana manusia
menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis. Terdapat kekuatankekuatan yang mengendalikan alam semesta ini berupa roh dewa-dewa atau
Tuhan Yang Maha Kuasa. Penafsiran ini penting bagi manusia untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memusuhinya dan untuk melindungi
dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak terduga timbulnya. Kedua, merupakan

perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap metafisik. Pada tahap ini manusia
menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti
tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. (Azra, 2002: 31-32)
Terkait dengan masalah ketuhanan dan hal-hal gaib yang ada dalam
perkembangan pemikiran manusia, telah muncul berbagai pandangan antara lain
dinamisme, animisme, politeisme dan monoteisme.
Dinamisme adalah kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang
dimiliki oleh benda-benda tertentu, yang merupakan kepercayaan masyarakat
primitif. Tujuan manusia yang mempunyai paham dinamisme adalah memiliki
kekuatan sebanyak-banyaknya melalui benda-benda tertentu yang mereka
percayai memiliki kemampuan-kemampuan tertentu.
Animisme adalah kepercayaan masyarakat primitif lainnya yang
merupakan perkembangan dari ajaran dinamisme. Kepercayaan ini berpendapat
bahwa semua benda, baik yang bernyawa atau tidak bernyawa mempunyai roh
yang tersusun dari suatu zat atau materi yang halus, roh ini mempunyai kekuatan
dan kehendak, bisa merasa senang dan marah. Jika roh ini marah akan melahirkan
malapetaka, karena itu manusia harus mencari keridhaannya dengan memberi
makan atau pengorbanan dan mengadakan pesta-pesta tertentu.
Politeisme adalah perkembangan dari animisme, kepercayaan

ini

berpendapat bahwa roh-roh atau yang dipercayai dalam animisme lebih


mempunyai bentuk dan sifat yang jelas. Dalam politeisme dewa-dewa mempunyai
kepribadian, misalnya Sang Surya kepribadiannya memberi cahaya. Dalam
politeisme sesuatu yang misterius segera didewakan apapun bentuknya bisa dalam
bentuk benda nyata maupun pikiran. (Suryana, 1996: 21-22)
Monoteisme adalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (agama
tauhid). Kepercayaan ini muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman dari
masyarakat. Melalui pengalaman itu, pola pikir manusia berkembang. Manusia
mulai berfikir terhadap apa-apa yang dialaminya, kemudian mempertanyakan
siapakah yang menghidupkan dan mematikan manusia, siapakah yang
menghidupkan tumbuh-tumbuhan, siapakah yang menciptakan binatang-binatang,
bulan dan matahari. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terus dipikirkan oleh
manusia, sehingga muncul suatu kesimpulan bahwa, di luar dirinya ada suatu

kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manusia.
Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Jika

dalam

agama-agama

sebelumnya

asal-usul

manusia

belum

memperoleh perhatian, dalam agama monoteisme manusia telah diyakini berasal


dari tuhan dan akhirnya akan kembali ke tuhan. Oleh karena itu, kesadaran bahwa
hidup manusia tidak terbatas hanya pada hidup didunia, tetapi setelah kehidupan
ini masih ada kehidupan lain sebagai lanjutan dari kehidupan pertama. Manusia
percaya bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah pencipta alam semesta beserta
isinya. Oleh karena itu, manusia wajib melestarikan alam semesta agar dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, atau menjaga keseimbangan alam semesta agar
dapat menjadi tumpuan hidup manusia.
Agama-agama yang termasuk dam monoteisme adalah agama yang
memiliki kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan (hanya menyembah satu
Tuhan), seperti Agama Islam, Agama Yahudi, dan Agama Nasrani.
Agama Islam merupakan ajaran Allah SWT yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW yang bertugas menyampaikan ajaran dan sekaligus juga
memberikan contoh. Agama Yahudi dan Agama Nasrani merupakan agama-agama
yang diwahyukan kepada para rasul sebelum agama islam.
Agama-agama yang diwahyukan kepada rasul-rasul sebelum Nabi
Muhammad SAW ini telah mengalami perubahan-perubahan, itulah sebabnya
Nabi Muhammad diutus dengan membawa kitab suci Al-Quran untuk
meluruskan sekaligus menyempurnakannya. Sehingga Agama Islam merupakan
agama yang paling benar dan diridhai Allah SWT.

2.3 Macam-Macam Pembagian Agama


Pada dasarnya agama dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
A. Agama wahyu
Agama Wahyu ialah ajaran Allah SWT yang disampaikan kepada para
Rasul-Nya, yaitu Islam. Agama wahyu/samawi (langit) merupakan kebalikan dari

agama budaya. Agama Samawi atau Samai tidak langsung diturunkan kepada
masyarakat, akan tetapi melalui Rasul atau Utusan Allah SWT. Wahyu-wahyu itu
diturunkan melalui makhluk gaib yang disebut Malaikat.
Penunjukan seorang manusia menjadi utusan oleh Tuhan adalah gaib,
karena penyampaian wahyu oleh Malaikat kepada manusia itu bersifat gaib.
Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah:
1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya dan bukan tumbuh dari masyarakat,
melainkan diturunkan kepada masyarakat.
2) Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah SWT sebagai Utusan-Nya.
Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesuai dengan
kecerdasan dan kepekaan manusia.
5) Konsep ketuhanannya adalah Monotheisme mutlak (Tauhid).
6) Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa, dan
keadaan. (Ahmadi, 1994: 6)
B. Agama Budaya
Agama Budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran atau persamaan
manusia secara kumulatif. Adapun ciri-ciri Agama Budaya itu ialah :
1) Tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya.
2) Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul Allah SWT).
3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada akan mengalami
perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.
4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran
masyarakatnya (penganutnya).
5) Konsep ketuhanannya animisme, dinamisme, politheisme, dan paling tinggi
adalah monotheismi nisbi.
6) Kebenaran ajarannya tidak universal yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia,
masa, dan keadaan. (Ahmadi, 1994: 6-7)
2.4 Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya
manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Latar belakang Fitrah manusia

10

Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan pertama kali ditegaskan


dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitri manusia.
Sebelumnya, manusia belum mengenal kenyataan ini. Baru di masa akhir-akhir
ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya. Fitrah
keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya
manusia pada agama. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Tuhan yang menyeru
manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan
fitrahnya itu. Dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa agama adalah kebutuhan fitri
manusia.

Dalam Surat Al-Rum, 30: 30


Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu.
Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut
dapat pula dianalisis dari istilah insan yang digunakan Al-Quran untuk
menunjukkan manusia. Menurut Musa Asyari, bahwa manusia insan adalah
manusia yang menerima pelajaran dari tentang apa yang tidak diketahuinya.
Adanya perjanjian manusia dengan Allah yang telah diikat oleh fitrah
mereka. Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut diatas, untuk
pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran Islam bahwa agama adalah kebutuhan
fitrah manusia. Informasi mengenai potensi beragama dimiliki manusia itu dapat
dijumpai pada ayat Al-Quran (surat al-A'raf ayat 172):


11

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara
fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal
demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang
mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi
beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti
historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang
kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka
mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas
pada daya khayalnya. Misalnya saja, mereka mempertuhankan benda-benda alam
yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan serta memiliki kekuatan
yang selanjutnya mereka jadikan Tuhan, kemudian kepercayaan ini disebut
dengan dinamisme. Selanjutnya, kekuatan misterius tersebut mereka ganti
istilahnya dengan ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik
dan buruk yang selanjutnya mereka beri nama agama animisme. Roh dan jiwa itu
selanjutnya mereka personifikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak
dan selanjutnya disebut agama politeisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki potensi ber-Tuhan. Namun karena potensi tersebut tidak
diarahkan, maka mengambil bentuk bermacam-macam yang keadaannya serba
relatif. Dalam keadaan demikian itulah para nabi diutus kepada mereka untuk
menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allah yang memiliki
sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang disampaikan para nabi.
Dengan demikian, sebutan Allah bagi Tuhan bukanlah hasil khayalan manusia dan

12

bukan pula hasil seminar, penelitian, dan sebagainya. Sebutan atau nama Allah
bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan sendiri.
Ketika kita mengkaji paham hulul dari Al-Hallaj (858-922 M). Misalnya
kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri manusia terdapat sifat dasar ke-Tuhanan
yang disebut lahut, dan sifat dasar kemanusiaan yang disebut nasut. Demikian
pula pada diri Tuhan pun terdapat sifat lahut dan nasut. Sifat lahut Tuhan mengacu
pada dzat-Nya, sedangkan sifat nasut Tuhan mengacu pada sifat-Nya. Sementara
itu sifat nasut manusia mengacu kepada unsur lahiriah dan fisik manusia,
sedangkan sifat lahut manusia mengacu kepada unsur batiniah dan Ilahiah. Jika
manusia mampu meredam sifat nasutnya maka yang tampak adalah sifat lahutnya.
Dalam keadaan demikian terjadilah pertemuan antara nasut Tuhan dengan lahut
manusia, dan inilah yang dinamakan hulul.
2) Kelemahan dan kelebihan manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah
karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Quraish
Shihab, bahwa dalam pandangan Al-Quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna yang

berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat

kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh AlQuran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Seperti yang tertera dalam
Al-Quran surat Al-Syams ayat 7-8:



Artinya: Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (Asy-Syams,
91:7-8).
Menurut Quraish Shihab bahwa kata mengilhamkan berarti potensi agar
manusia melalui nafs menangkap makna baik dan buruk, serta dapat
mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan. Tetapi kata nafs dalam
pandangan kaum sufi merupakan sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan

13

periaku buruk. Pengertian kaum sufi tentang nafs ini sama dengan yang terdapat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan bahwa nafs
adalah dorongan hati yang kuat untuk berbuat yang kurang baik. Selanjutnya,
Quraish Shihab mengatakan, walaupun Al-Quran menegaskan bahwa nafs
berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada
hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada daya tarik negatifnya,
hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan. Untuk
menjaga kesucian nafs ini manusia harus selalu mendekatkan diri pada Tuhan
dengan bimbingan agama, dan di sinilah letaknya kebutuhan manusia terhadap
agama.
3) Tantangan manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena
manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik
yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa
dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan tantangan dari luar dapat
berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja
berupaya ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela
mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai
bentuk kebudayaan yang di dalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari
Tuhan. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan
setan. Lihat Surat Al-Isra ayat 53:



Artinya: Dan katakanlah kepada hamba - hamba-Ku: " Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagi manusia.

14

Sementara tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya


yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya ingin memalingkan
manusia dari Tuhan. Seperti yang tertera dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat 36:



Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta
mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.
Untuk itu, upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan
mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup
demikian itu, saat ini semakin meningkat, sehingga upaya mengagamakan
masyarakat menjadi sangat penting.

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, adapun kesimpulan yang dapat diambil
yaitu:
1.
Manusia adalah makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang
diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik serta manusia adalah mahkluk
biologis, psikologis dan sosial. Sedangkan Agama adalah risalah yang
disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukumhukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata
cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan tanggung jawab

15

kepada Allah SWT dan kepada masyarakat dan alam sekitarnya untuk
2.

mencapai keridhaan Allah SWT.


Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Quran dan As Sunnah terjadi
dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial, yakni proses penciptaan nabi
Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yakni manusia
diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang
tersimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan
darah beku (alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut
kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah), lalu terbentuk tulang
belulang (idzam) dan selanjutnya tulang belulang itu dibungkus oleh daging
(fakasaunal Idzama lahma) lalu kepadanya ditiupkan ruh sehingga
terbentuklah manusia seutuhnya. Sedangkan dalam proses terbentuknya
agama, terkait dengan masalah ketuhanan dan hal-hal gaib yang ada dalam
perkembangan pemikiran manusia, muncul berbagai pendangan antara lain

dinamisme, animisme, politeisme dan monoteisme.


3.
Berdasarkan jenisnya agama dibagi menjadi dua yaitu Agama Wahyu dan
Agama Budaya. Agama Wahyu adalah ajaran Allah SWT yang disampaikan
kepada para Rasul-Nya yaitu Islam. Sedangkan Agama Budaya adalah adalah
ajaran yang dihasilkan oleh pikiran atau persamaan manusia secara kumulatif.
4.
Ada tiga alasan mendasar yang melatarbelakangi perlunya manusia
terhadap agama yaitu latar belakang fitrah manusia, kelemahan dan kelebihan
manusia serta tantangan manusia.

16

6.

5. DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, H. Abu dan Noor Salimi. 1994. MKDU Dasar-Dasar Pendidikan

7.

Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.


Azra, Azyumardi, dkk. 2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama
Islam Departemen Agama RI
Daradjat, Zakiah, dkk. 1996. Dasar-Dasar Agama Islam (Buku Teks

8.

Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum). Jakarta: Bulan


9.

Bintang
Hasan, Aliah B. Purwakania. 2006. Psikologi Perkembangan Islami.

10.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Mahfud, Rois. 2011. Al-Islam Pendidikan Agama Islam. Palangka Raya:

11.

Erlangga
Sumardi,Drs.Muljanto.

12.

Jakarta: Bumi Aksara


Suryana, Toto, dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga

13.

Mutiara
Syamsuddin,Drs.E. 1996. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan

1974. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.

Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara


14.

Anda mungkin juga menyukai