KELAS : PAI 09
KELOMPOK 1
(140910302017)/087863783300
2) ALFI FIRMANSYA
(140210102087)/087802125878
UNIVERSITAS JEMBER
2014-2015
DAFTAR ISI
Daftar Isi..............................................................................................................ii
Kata Pengantar....................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................1
BAB 2. PEMBAHASAN...................................................................................2
2.1 Pengertian Manusia dan Agama....................................................2
2.2 Proses Penciptaan Manusia dan Terbentuknya Agama..................4
2.3 Macam-Macam Pembagian Agama...............................................9
2.4 Kebutuhan Manusia terhadap Agama............................................10
BAB 3. PENUTUP............................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah dengan judul Manusia dan Agama adalah salah satu syarat untuk
melengkapi tugas pada mata kuliah wajib umum Pendidikan Agama Islam (PAI)
di Universitas Jember. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Kami
ucapkan terima kasih pula kepada semua pihak yang telah membantu , khususnya
kepada teman-teman yang telah meluangkan waktu,tenaga,materi serta pikiran
demi terselesaikannya tugas makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak,kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
pembuatan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar tugas makalah ini menjadi lebih
baik .Semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jember, 24 Februari 2015
Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia Dan Agama
pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia
dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang amat baik.
Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan
Allah, berupa Al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia mampu
berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin :
95:4).
Al-Quran memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan
mulia, bukan sebagai manusia yang kotor
dan penuh
menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan
melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari
surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah
pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk
surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang
suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan
dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.
Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah
berpembawaan baik (positif, hanif).
Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik,
benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan
kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan
hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam
proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses
perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu.
2.1.2 Pengertian Agama
Dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata
din dari bahasa Arab yang artinya menguasai, memudahkan, patuh, utang,
balasan atau kebiasaan sedangkan din dalam bahasa Semit berarti undangundang atau hukum dan kata religi dalam bahasa Latin yang artinya
mengumpulkan dan membaca.(Sumardi, 1974: 9-10)
Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang
berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Intisari yang
terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama mengandung arti
ikatan-ikatan yang harus dipegang dan di patuhi manusia. Jadi, dapat dikatakan
bahwa agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai
petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia
dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan
dengan tanggung jawab kepada Allah SWT dan kepada masyarakat dan alam
sekitarnya.
Agama juga merupakan peraturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup
sehingga dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak mendasarkannya pada
selera masing-masing. Dengan adanya peraturan (agama), manusia akan terhindar
dari kehidupan yang memberlakukan hukum rimba, yaitu manusia yang kuat akan
menindas manusia yang lemah (Mahfud, 2011: 2).
Agama sebagai sumber sistem nilai merupakan petunjuk, pedoman dan
pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti
dalam ilmu agama, politik, ekonomi, sosial, budaya, militer, sehingga terbentuk
pola motivasi, tujuan hidup dan akan perilaku manusia yang menuju kepada
keridhaan Allah SWT (Ahmadi, 1994: 4).
2.2 Proses Penciptaan/Terbentuknya Manusia Dan Agama
2.2.1
kumpulan daging, darah, urat, tulang, urat-urat darah dan alat pencernaan. Akal
dan pikiran, dianggap barang atau benda, yang dihasilkan oleh otak. Pandangan
mereka hanya sampai benda, dan hanya mempercayai adanya benda-benda yang
dapat diraba. Maka oleh karena itu dalam anggapan mereka, tidak ada
keistimewaan manusia dibanding makhluk lain yang hidup di muka bumi ini
bahkan dimasukkannya ke dalam bangsa kera, yang setelah melalui masa panjang,
berubah menjadi manusia, yang dikenal dengan teori evolusi. Teori ini
berpendapat bahwa hayat berasal dari makhluk satu sel, yang berevolusi kedua
arah yaitu binatang dan tumbuhan. Evolusi ini berlangsung setingkat demi
setingkat membentuk sejuta jenis hewan dan sepertiga juta jenis tanaman.
Binatang satu sel sebagai awal evolusi, sedangkan manusia sebagai akhir evolusi.
Pandangan tersebut menimbulkan kesan seolah-olah manusia merupakan
makhluk yang rendah dan hina, sama dengan hewan-hewan, yang hidupnya hanya
untuk memenuhi keperluan dan kepuasan kebendaan semata. Pandangan hidup
semacam ini merupakan kesesatan (Daradjat, 1996: 44-45).
Dalam pandangan orang beriman, proses kejadian manusia didasarkan
pada Al-Quran dan As Sunnah yang terjadi dalam dua tahap yaitu tahap
primodial dan tahap biologis.
Asal-usul manusia dalam pandangan Islam tidak terlepas dari figur Adam
sebagai manusia pertama. Adam adalah manusia pertama yang diciptakan Allah
SWT di muka bumi dengan segala karakter kemanusiaannya. Figur Adam tidak
dilihat dari sisi fisik semata, tetapi yang lebih penting adalah bahwa Adam adalah
manusia sempurna lengkap dengan kebudayaannya, sehingga diangkat sebagai
khalifah di muka bumi. Manusia yang baru diciptakan Allah SWT itu (Adam)
memiliki intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah SWT
lainnya. Allah SWT menciptakan Adam sebagai manusia pertama yang memiliki
kemampuan akal yang sempurna sebagai manusia. Karena itu dapat dikatakan
bahwa Adam adalah manusia pertama yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang
dengan itu manusia membentuk kebudayaannya. Dalam hal ini penciptaan Adam
oleh Allah SWT merupakan tahap primordial.
Penciptaan manusia secara fisik pada kejadian selanjutnya melalui proses
atau tahap biologis yaitu pencampuran bahan dari laki-laki dan perempuan yang
jika masuk ke dalam rahim terjadi proses kreatif, tahap demi tahap membentuk
wujud manusia sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah (QS.Al-Mukminun,23:12).
Tahap pertama manusia dibuat dari saripati tanah melalui makanan yang
dimakan oleh laki-laki dan perempuan dan sebagian dari inti zat yang dimakan
menjadi bahan sperma (air mani), bahan awal terciptanya manusia. Unsur-unsur
perkembangan dari tahap pertama, yaitu tahap metafisik. Pada tahap ini manusia
menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti
tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. (Azra, 2002: 31-32)
Terkait dengan masalah ketuhanan dan hal-hal gaib yang ada dalam
perkembangan pemikiran manusia, telah muncul berbagai pandangan antara lain
dinamisme, animisme, politeisme dan monoteisme.
Dinamisme adalah kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib yang
dimiliki oleh benda-benda tertentu, yang merupakan kepercayaan masyarakat
primitif. Tujuan manusia yang mempunyai paham dinamisme adalah memiliki
kekuatan sebanyak-banyaknya melalui benda-benda tertentu yang mereka
percayai memiliki kemampuan-kemampuan tertentu.
Animisme adalah kepercayaan masyarakat primitif lainnya yang
merupakan perkembangan dari ajaran dinamisme. Kepercayaan ini berpendapat
bahwa semua benda, baik yang bernyawa atau tidak bernyawa mempunyai roh
yang tersusun dari suatu zat atau materi yang halus, roh ini mempunyai kekuatan
dan kehendak, bisa merasa senang dan marah. Jika roh ini marah akan melahirkan
malapetaka, karena itu manusia harus mencari keridhaannya dengan memberi
makan atau pengorbanan dan mengadakan pesta-pesta tertentu.
Politeisme adalah perkembangan dari animisme, kepercayaan
ini
kekuatan yang maha besar dan yang tidak tertandingi oleh kekuatan manusia.
Kekuatan itu adalah kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Jika
dalam
agama-agama
sebelumnya
asal-usul
manusia
belum
agama budaya. Agama Samawi atau Samai tidak langsung diturunkan kepada
masyarakat, akan tetapi melalui Rasul atau Utusan Allah SWT. Wahyu-wahyu itu
diturunkan melalui makhluk gaib yang disebut Malaikat.
Penunjukan seorang manusia menjadi utusan oleh Tuhan adalah gaib,
karena penyampaian wahyu oleh Malaikat kepada manusia itu bersifat gaib.
Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah:
1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya dan bukan tumbuh dari masyarakat,
melainkan diturunkan kepada masyarakat.
2) Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah SWT sebagai Utusan-Nya.
Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.
3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesuai dengan
kecerdasan dan kepekaan manusia.
5) Konsep ketuhanannya adalah Monotheisme mutlak (Tauhid).
6) Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia, masa, dan
keadaan. (Ahmadi, 1994: 6)
B. Agama Budaya
Agama Budaya adalah ajaran yang dihasilkan oleh pikiran atau persamaan
manusia secara kumulatif. Adapun ciri-ciri Agama Budaya itu ialah :
1) Tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya.
2) Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan (Rasul Allah SWT).
3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada akan mengalami
perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.
4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiran
masyarakatnya (penganutnya).
5) Konsep ketuhanannya animisme, dinamisme, politheisme, dan paling tinggi
adalah monotheismi nisbi.
6) Kebenaran ajarannya tidak universal yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia,
masa, dan keadaan. (Ahmadi, 1994: 6-7)
2.4 Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatarbelakangi perlunya
manusia terhadap agama. Ketiga alasan tersebut secara singkat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Latar belakang Fitrah manusia
10
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu.
Adanya potensi fitrah beragama yang terdapat pada manusia tersebut
dapat pula dianalisis dari istilah insan yang digunakan Al-Quran untuk
menunjukkan manusia. Menurut Musa Asyari, bahwa manusia insan adalah
manusia yang menerima pelajaran dari tentang apa yang tidak diketahuinya.
Adanya perjanjian manusia dengan Allah yang telah diikat oleh fitrah
mereka. Kenyataan manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut diatas, untuk
pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran Islam bahwa agama adalah kebutuhan
fitrah manusia. Informasi mengenai potensi beragama dimiliki manusia itu dapat
dijumpai pada ayat Al-Quran (surat al-A'raf ayat 172):
11
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara
fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal
demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu hadisnya yang
mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi
beragama), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti
historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang
kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka
mempercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas
pada daya khayalnya. Misalnya saja, mereka mempertuhankan benda-benda alam
yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan serta memiliki kekuatan
yang selanjutnya mereka jadikan Tuhan, kemudian kepercayaan ini disebut
dengan dinamisme. Selanjutnya, kekuatan misterius tersebut mereka ganti
istilahnya dengan ruh atau jiwa yang memiliki karakter dan kecenderungan baik
dan buruk yang selanjutnya mereka beri nama agama animisme. Roh dan jiwa itu
selanjutnya mereka personifikasikan dalam bentuk dewa yang jumlahnya banyak
dan selanjutnya disebut agama politeisme. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
manusia memiliki potensi ber-Tuhan. Namun karena potensi tersebut tidak
diarahkan, maka mengambil bentuk bermacam-macam yang keadaannya serba
relatif. Dalam keadaan demikian itulah para nabi diutus kepada mereka untuk
menginformasikan bahwa Tuhan yang mereka cari itu adalah Allah yang memiliki
sifat-sifat sebagaimana juga dinyatakan dalam agama yang disampaikan para nabi.
Dengan demikian, sebutan Allah bagi Tuhan bukanlah hasil khayalan manusia dan
12
bukan pula hasil seminar, penelitian, dan sebagainya. Sebutan atau nama Allah
bagi Tuhan adalah disampaikan oleh Tuhan sendiri.
Ketika kita mengkaji paham hulul dari Al-Hallaj (858-922 M). Misalnya
kita jumpai pendapatnya bahwa pada diri manusia terdapat sifat dasar ke-Tuhanan
yang disebut lahut, dan sifat dasar kemanusiaan yang disebut nasut. Demikian
pula pada diri Tuhan pun terdapat sifat lahut dan nasut. Sifat lahut Tuhan mengacu
pada dzat-Nya, sedangkan sifat nasut Tuhan mengacu pada sifat-Nya. Sementara
itu sifat nasut manusia mengacu kepada unsur lahiriah dan fisik manusia,
sedangkan sifat lahut manusia mengacu kepada unsur batiniah dan Ilahiah. Jika
manusia mampu meredam sifat nasutnya maka yang tampak adalah sifat lahutnya.
Dalam keadaan demikian terjadilah pertemuan antara nasut Tuhan dengan lahut
manusia, dan inilah yang dinamakan hulul.
2) Kelemahan dan kelebihan manusia
Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah
karena di samping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki
kekurangan. Hal ini antara lain diungkapkan oleh kata an-nafs. Menurut Quraish
Shihab, bahwa dalam pandangan Al-Quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna yang
kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh AlQuran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Seperti yang tertera dalam
Al-Quran surat Al-Syams ayat 7-8: