Anda di halaman 1dari 24

A.

DEFINISI
Hematothoraks

atau

hemothoraks

adalah

akumulasi

darah pada rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari


pembuluh darah sistemik maupun pembuluh darah paru, dan
pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub Bagian Bedah
Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan, 2000).
Hemothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura.
Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim
paru, jantung, atau pembuluh darah besar (Mancini, 2011).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti
luka penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar,
atau dinding dada. Trauma tumpul pada dada juga dapat
menyebabkan

hematothoraks

karena

laserasi

pembuluh

darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman (2010)


penyebab hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
C. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi
dalam 3 golongan, yaitu:
1. Hematothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto
thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematothoraks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc

35% tertutup bayangan pada foto thoraks


Perkusi pekak sampai iga IV

D. MANIFESTASI KLINIK
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka
yang berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis
umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang
anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala
yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan
distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat,
takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti
dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung
(Hudak & Gallo, 1997).
Respon
tubuh

degan

adanya

hemothoraks

dimanifestasikan dalam 2 area mayor (Mancini, 2011)


1. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah
perdarahan

yang

terjadi.

Tanda-tanda

shock

seperti

takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat muncul


pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
darah
2. Respon respiratori
Akumulasi darah

pada

pleura

dapat

menggangu

pergerakan napas. Pada kasus trauma, dapat terjadi


gangguan

ventilasi

dan

oksigenasi,

khususnya

jika

terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam


jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea.
Secara umum manifestasi klinik dari hematothorak
sebagai berikut :

Gangguan pengembangan

dada
Perubahan kedalaman
pernapasan

Sesak napas mendadak dan


terjadi serangan

yspnea

dari ringan hingga berat.


Perkusi dada pekak
Nyeri dada
Perdarahan nyata (massif)
Sianosis
2

Hipoksia
Takikardi
Hipotensi

Gelisah
Hb turun

E. PATOFISIOLOGI / Path Way

Trauma tumpul / penetrasi pada dada


Nyeri akut

Volume darah

Perdarahan

Akumulasi darah pada rongga pleura

Syok hipovolemik

Defisit volume cairan

Kolaps paru parsial atau total


Penurunan curah jantung

Hipotensi

Pergeseran mediastinum pada sisi yang tidak terkena

Penekanan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan trakea pada paru normal

Penurunan ekspansi paru

Pemasangan WSD/Thorakostomy

Risiko Infeksi

Ventilasi Ketidakefektivan pola napas


Oksigenasi

Hipoksia

Hambatan mobilitas fisik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada

area pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan

struktur mediastinal (jantung)


2. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru
yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan, dan
kemampuan mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis

Menunjukkan
darah/cairan

serosanguinosa

(hemothoraks)
4. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun

G. KOMPLIKASI
Kegagalan pernapasan
Kematian
Fibrosis atau parut dari membran pleura
Syok

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien,
menghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan
udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemothoraks
adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian
volume

darah

yang

dilakukan

bersamaan

dengan

dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan


kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudian
pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya.
Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam

penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan


dengan pemberian infus dipasang pula chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar
darah pada toraks dapat cepat keluar sehingga tidak

membeku di dalam pleura. Hemotoraks akut yang cukup


banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di
terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube
tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura,
mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam
rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya.
WSD
adalah
suatu

sistem

drainase

yang

menggunakan air. Fungsi WSD sendiri adalah untuk


mempertahankan tekanan negatif intrapleural. Macam
WSD antara lain:
WSD aktif, yaitu continous suction, gelembung berasal

dari udara sistem.


WSD pasif, yaitu gelembung udara berasal dari cavum
toraks pasien.

Tujuan dari pemasangan WSD sebagai berikut :

Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga


pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga
tersebut

Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan


negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Perubahan Tekanan Rongga Pleura


Tekanan
Istirah
Inspira
at
si
Atmosfir
760
760
Intrapulmoner
760
757
Intrapleural
756
750

Ekspira
si
760
763
756

Indikasi pemasangan WSD sebagai berikut :

Hemotoraks, efusi pleura

Pneumotoraks ( > 25 % )

Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontra Indikasi Pemasangan sebagai berikut:

Infeksi pada tempat pemasangan

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

Cara Pemasangan WSD sebagai berikut :

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga


ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah
ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir
iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan

Kelly

klemp

melalui

pleura

parietalis

kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang


tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga
pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang
telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi
dengan jahitan ke dinding dada

7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah


disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.

Ada Beberapa Macam WSD sebagai berikut :

1. WSD dengan satu botol

Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

Botol berfungsi selain sebagai water seal juga


berfungsi sebagai botol penampung.

Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu


level.

Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

Botol

ke tiga

sebagai

suction

kontrol,

tekanan

dikontrol dengan manometer.

3. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml,
kemungkinan besar penderita tersebut membutuhkan
torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang
keluar < 1500ml, tetapi perdarahan tetap berlangsung
terus.
c. Bila didapatkan

kehilangan

darah

terus

menerus

sebanyak 200cc / jam dalam waktu 2 4 jam.


d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis
puting susu atau luka di daerah posterior, medial dari
scapula

harus

dipertimbangkan

kemungkinan

diperlukannya torakotomi karena kemungkinan melukai


pembuluh darah besar, struktur hilus atau jantung yang
potensial menjadi tamponade jantung
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk
torakotomi. Selama penderita dilakukan resusitasi, volume
darah awal yang dikeluarkan dengan chest tube dan
kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan ke dalam
cairan pengganti yang akan diberikan. Warna darah

(arteri / vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk


di pakai sebagai dasar dilakukannya torakotomi
Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di
bawah lengan (aksilaris torakotomi); di bagian depan,
melalui dada (rata-rata sternotomy); miring dari belakang
ke samping (posterolateral torakotomi); atau di bawah
payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa
kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk
(interkostal disebut pendekatan) untuk meminimalkan
memotong tulang, saraf, dan otot. Sayatan dapat berkisar
dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm

Berdasarkan klasifikasi, penatalaksanaannya sebagai


berikut :

1. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan


tidak memerlukan tindakan khusus.
2. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh
dipasang penyalir sekat air.
3. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan
transfusi.

I. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji

Pengkajian
1. Data fokus

Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas

Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur,

tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop


Integritas : ketakutan dan gelisah
Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila

bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri


Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi
interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri
(paradoksal).

Kulit pucat, sianosis, berkeringat


Penggunaan ventilator mekanik
Keamanan : riwayat trauma

Pengumpulan Data
Hal yang penting dalam riwayat keperawatan adalah sebagai berikut :
1.
Identitas
a. Umur : Biasanya terjadi usia 18 30 tahun.
b. Alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
c. Pengobatan terakhir.
d. Pengalaman pembedahan.
e. Riwayat penyakit dahulu.
f. Riwayat penyakit sekarang.
g. Dan Keluhan.
2. Data subyektif

Klien mengeluh sesak napas

Klien mengungkapkan nyeri dada

Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya

Klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan

3.

Data obyektif :

Perubahan kedalaman pernapasan


Gangguan pengembangan dada
Takikardia
Gelisah
Sianosis
Kontur nadi kecil dan lemah
Perkusi dada pekak berbatas
Klien tampak gelisah
Ekspresi wajah meringis
4.

Pemeriksaan fisik

a. Sistem Pernapasan :

Sesak napas, Nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi pada klavikula


atau dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan adanya
suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup). Pada asukultasi,
suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang . Pekak
dengan batas seperti, garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas
ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler :

10


c.
d.
e.
f.

Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia

lemah, Pucat, Hb turu normal, dan hipotensi.


Sistem Persyarafan :

Tidak ada kelainan.


Sistem Perkemihan.

Tidak ada kelainan.


Sistem Pencernaan :

Tidak ada kelainan.


Sistem Muskuloskeletal Integumen.

Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.


Terdapat kelemahan .Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya

kripitasi sub kutan.


g. Sistem Endokrine :

Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.


h. Sistem Sosial / Interaksi.

Tidak ada hambatan.


i. Spiritual :

Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.


j. Pemeriksaan Diagnostik :

Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area


pleural. Pa Co2 kadangkadang menurun. Pa O2 normal/menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan
darah). Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

J. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut
5. Risiko infeksi
6. Gangguan mobilitas fisik

11

K. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)


L.
No.
Q.
1.

M.
R.

Diagnosa
Ketidakefekti

fan pola nafas


berhubungan dengan
S.
Deformitas
dinding dada, nyeri,
gangguan
muskuloskeletal
T.
U.
Batasan
karakteritik
- Perubahan
kedalaman
-

pernapasan
Dispneu
Penurunan

kapasitas vital
Pernapasan

cuping hidung
Penggunaan otot

N.
V.

NOC

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama


1x 24 jam diharapkan pola
nafas pasien efektif.
W.
X.
NOC
- Respiratory status:
Z.
-

ventilation
respiratory status:

O.

NIC

AA. Airway management


1. Monitor respiratory rate,
kedalaman, kenyamanan
bernapas.
AB.
AC.
AD.
AE.

P.

Rasional

1. Ketika respiratory rate


meningkat lebih 30x/mnt,
dilanjutkan dengan
pengukuran fisiologis lain,
studi menunjukkan bahwa
perubahan fisiologis signifikan
terjadi
2. Studi menunjukkan penyebab

airway patency
2. Tentukan jika penyebab,
dispneu psikologis
vital sign status
apakah fisiologis atau
berhubungan dengan
Y.
Kriteria hasil:
psikologis.
kecemasan, sedangkan dispneu
Menunjukkan jalan nafas
AF.
fisiologis berhubungan dengan
yang paten (irama nafas,
AG.
batuk, sputum, dan palpitasi
frekuensi pernafasan
3. Penelitian menunjukkan duduk
AH.
dalam rentang normal,
tegak menghasilkan volume
3. Baringkan pasien dalam
tidak ada suara nafas
tidal dan menit ventilasi lebih
posisi yang nyaman, dalam
abnormal).
tinggi daripada posisi duduk
posisi duduk, dengan kepala

aksesorius untuk
-

bernafas
Takipnea
Penurunan

tekanan ekspirasi
Penurunan
tekanan inspirasi

Tanda-tanda vital dalam


rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan).

tempat tidur ditinggikan 6090 derajat.


AI.
4. Catat penggunaan otot
nafas tambahan yang
digunakan, retraksi,
konfusi, atau letargy.
5. Auskultasi suara napas,

dengan kepala tempat tidur


<45%
4. Ada gejala yang menjadi
signal meningkatnya kesulitan
bernafas dan hipoksia
AR.
5. Suara nafas abnormal dapat
mengindikasikan patologi

catat penurunan dan

respiratori yang berhubungan

hilangnya suara nafas,


crackles atau wheezing
AJ.
AK.
Kolaborasi
6. Monitor saturasi oksigen

dengan perubahan pola nafas


AS.
AT.
AU.
AV.

6. Saturasi oksigen kurang dari


90% mengindikasikan masalah

secara berkesinambungan

oksigenasi yang signifikan.


AW.
dengan menggunakan pulse
7. Pemberian oksigen dapat
oximetry.
mengatasi hipoksia
7. Berikan oksigen sesuai
8. Mengawasi kemajuan
resep.
perbaikan
8. Kaji seri foto thorak
hemothorak/pneumotho
AL.
AM.

rak dan ekspansi paru.

AN.

Mengidentifikasi posisi

AO.

selang endotracheal

AP.

mempengaruhi inflasi

AQ.

9. Awasi GDA dan nadi

paru
9. Mengkaji status

oksimetri, kaji

pertukaran gas dan

kapasitas

ventilasi.

vital/pengukuran
AX.
2.

AY.

Penurunan

volume tidal.
BK.Setelah dilakukan 1. Catat adanya tanda

1. Mengetahui status

curah jantung

intervensi selama 1

dan gejala penurunan

kesehatan klien

berhubungan

x 24 jam penurunan

curah jantung

sehingga dapat

dengan
Perubahan
kontraktilitas,
perubahan
afterload,
perubahan
irama.
AZ.

curah jatung teratasi


BM.
Tanda-tanda vital
2. Monitor status
dalam rentang
pernapasan
normal
BN.
Tidak ada distensi
BO.
vena leher
BL. AGD dalam batas BP.
normal

BQ.

menentukan intervensi
yang tepat
2. Status pernapasan yang
menandakan gagal
jantung dapat
ditemukan secara dini
sehigga dapat dilakukan
intervensi dengan cepat

BA.

Batasan

Karakteristik :
BB.
Perubahan
irama jantung
: Takikardi
BC.
Perubahan
Afterload :
kulit lembab,
penurunan

3. Monitor balance
cairan

menyebabkan

BS.

penurunan curah

4. Atur periode latihan


dan istirahat untuk
menghindari
kelelahan
5. Monitor adanya
dyspnea dan takipnea
BT.

penurunan

BU.

resistensi

BV.

dispnea.
BD.
Perubahan
kontraktilitas :
batuk,

yang kurang dapat

BR.

nadi perifer,

vaskular paru,

3. Volume cairan tubuh

jantung
4. Aktivitas yang berlebih
dapat meningkatkan
kerja jantung
CG.
5. Dyspnea dan takipnea
mungkin terjadi karena
kurangnya oksigen yang
dibawa oleh darah
akibat penurunan curah

6. Monitor tekanan

jantung
darah, nadi, suhu, dan 6. Mengetahui

RR
BW.
7. Monitor jumlah, bunyi,
dan irama jantung
BX.

perkembangan kondisi
klien setelah dilakukan
intervesi
7. Jumlah, bunyi, dan

dispnea
paroksismal
nokturnal
BE.
Perilaku :
Gelisah
BF.
BG.
BH.
BI.
BJ.

BY.
8. Kaji

irama jantung
kulit

terhadap

pucat dan sianosis.


BZ.

menurunnya perfusi

CB.

perifer sekunder

CC.

terhadap tidak

CD.
9. Tinggikan kaki, hindari
tekanan pada bawah

refraktori GJK.
9. Menurunkan stasis vena

CF.
Berikan

oksigen

tambahan

indikasi.

jantung, vasokontriksi,
dapat terjadi sebagai

CE.

masker

adekuatnya curah
dan anemia. Sianosis

lutut.

nasal

jantung dalam
memompa darah
8. Pucat menunjukkan

CA.

10.

menunjukkan kerja

kanula

dengan

dan dapat menurunkan


insiden thrombus atau

atau

pembentukan embolus.
sesuai 10.
Meningkatkan
sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard

untuk melawan efek


hypoxia atau iskemia.
CH.
CI.
CJ.
CK.
CM.

CL.
3.

Nyer

CP.Setelah dilakukan

DF.

Manageme

Langkah

tindakan

berhubung

keperawatan

an dengan

selama 3x 60

nyeri secara

pengkajian nyeri untuk

agen

menit pasien

komprehensif

menentukan jika klien

injury.

menunjukkan

termasuk lokasi,

tidak dapat

penurunan nyeri,

karakteristik, durasi,

mendiskripsikan

dibuktikan

frekuensi, kualitas

nyerinya sendiri.

asan

dengan kriteria

dan symbol

Tanyakan kepada klien

Karakteri

hasil:

presipitasi

tentang intensitas

CS.

nyerinya kemudian

CO.

Bat

stik:

Tanda

n Nyeri

1.

i akut

CN.

CR.

1. Lakukan pengkajian

pertama dalam

Perubahan

vital dalam rentang

CT.

memilih symbol yang

selera makan

normal

CU.

sesuai dengan tingkatan

Perubahan

Tidak

2. Observasi reaksi

frekuensi

mengalami

nonverbal dari

pernapasana,

gangguan tidur dan

ketidaknyamanan

tampak tenang

CV.

jantung
Laporan

CQ.

CW.

isyarat
Mengekspresi

kan perilaku
Melaporkan
nyeri secara
verbal

2.

nonverbal dari pasien


seringkali
mengungkapkan nyeri
yang tidak bias

3. Kontrol lingkungan

disampaikan secara

yang dapat
mempengaruhi nyeri

3.

seperti suhu

merupakan faktor yang

pencahayaan dan

memperparah rasa nyeri

kebisingan

yang dirasakan .

4. Tingkatkan istirahat
CY.
5. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama

langsung.
Lingkungan
yang tidak kondusif juga

ruangan,

CX.

nyerinya.
Reaksi

DG.

4.

Dengan
beristirahat perasaan
nyeri yang dialami
pasien akan lebih bias

diminimalkan.
5.
Dengan

kali

memonitor vital sign

CZ.

sebelum dan sesudah

DA.

pemberian analgesik

DB.

dapat diketahui

DC.

seberapa efektif

DD.

analgesik bisa
mengurangi rasa nyeri

DE.

pasien. Karena nyeri


yang meningkat

6. Kolaborasi: Berikan

dicerminkan oleh

analgetik untuk

perubahan vital sign di

mengurangi nyeri
6.

luar batas normal.


Penatalaksana
an secara medis

DI.
4.

DJ. Kekuranga
n

volume

DM.

Setelah

dilakukan

cairan

tindakan

berhubung

keperawatan

DP.

Manageme

n Cairan
1. Kaji BB, penyakit yang
mendasari,

dan

DH.
EC.
1. Informasi
untuk

disediakan
menjelaskan

penggantian cairan.
2. Memperlihatkan tingkat

an dengan

2x24

kehilangan

diharapkan

cairan

volume

secara

klien

aktif.

seimbang.

DK.
DL.

kembali

cairan
Hidrasi
Status

Penurunan

status mental
Penurunan
dan

DN.

frekuensi

nadi
Penurunan

turgor kulit
Membran

Kriteria

Hasil:
-

Tekanan

darah,

nadi,

tubuh

suhu

dalam
-

kehilangan

cairan

cairan

yang

4. Berikan caiaran sesuai


nutrisi:

batas

normal.
Tidak ada
tanda
elastisitas

tanda-

dehidrasi,
turgor

kebutuhan dan yang


diprograrmkan
DQ.
DR.
DS.
DT.
DU.
DV.
DW.
DX.
DY.
DZ.
EA.
EB.

kehilangan cairan pada

klien.
tanda 3. Untuk

masuk dan keluar.

minuman

dijalani.
2. Monitor

3. Monitor

intake makanan dan

stik:

prosedur bedah yang

pada pasien.

Keseimbangan

karakteri

tekanan

cairan

Bat

asan

jam

mengetahui

keseimbangan
tubuh
4. Mencegah
dehidrasi

cairan

terjadinya

ED.
5.

mukosa

kulit

membrane mukosa

kering
Peningkatan

hematokrit
Peningkatan

ras

suhu tubuh
Penurunan

DO.

berat badan
EE.
Risiko
Infeksi
EF.
EG. Faktor
risiko
Pertahanan tubuh
primer dan
sekunder yang

tidak adekuat
Imunologis tidak

adekuat
Malnutrisi

baik,

lembab, tidak ada


haus

yang

berlebihan.

EH.

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama


6 jam diharapkan Klien tidak
mengalami infeksi
EI.
EJ.
NOC
- Kontrol risiko
- Keamanan infeksi :
newborn
EK.
EL. Kriteria hasil
- Pasien bebas dari tanda
-

dan gejala infeksi.


Jumlah leukosit dalam
batas normal

EM. Infection Control


1. Instruksikan pada

ER.
1. Standard precaution harus

pengunjung untuk

diterapkan pada semua pasien,

mencuci tangan saat

semua pasien diasumsikan

berkunjung dan setelah

sebagai pembawa pathogen

berkunjung

ES.

meningggalkan klien
2. Gunakan sabun tangan
antimikroba untuk
mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan

ET.
2. Untuk mensterilkan tangan
dari bakteri
EU.
3. Pencegahan infeksi yang baik

sesudah tindakan

dibutuhkan untuk mencegah

keperawatan. Ikuti

infeksi saat perawatan, dengan

Temperatur suhu stabil

standard precautions dan

hygiene tangan dan standard

gunakan sarung tangan

precautions
EV.
ketika bersentuhan dengan
EW.
darah, membran mukosa,
EX.
EY.
kulit terbuka, atau
EZ.
substansi tubuh lainnya.
FA.
FB.
Gunakan juga goggle dan
4. Studi surveillance prospective
celemek sesuai kebutuhan.
tentang infeksi yang didapat
EN. Kolaborasi
4. Observasi dan laporkan
dari perawatan pada unit
tanda infeksi seperti

hamatologi terdapat demam

kemerahan, hangat, pus,

yang tidak diketahui asalnya

dan peningkatan suhu

sebagai tanda klinik yang

tubuh.
EO.
EP.
5. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
EQ.
FD.

penting dan umum terjadi


FC.
5. Antibiotik mampu mencegah
terjadinya infeksi dengan cara
membunuh mikroorganisme.

FE.

FF.

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing diagnosis handbook an evidence-based

guide to planning care. United Stated of America: Elsevier, 2011.


FG. Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan
Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran,
Bandung
FH. Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
FI.

Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual:


Planning, Individualizing, and Documenting Client Care 3 th

FJ.

Edition . Philadelphia: F. A. Davis Company


Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI

Vol.1, EGC, Jakarta


FK. Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan
Holistik, Edisi VI Vol.1. Jakarta: EGC
FL. Lestari,

S.

2010.

Hematothoraks.

Universitas

Fakultas

Muhammdiyah

Kedokteran
Yogyakarta.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=HEMATOTHORAX
FM. Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer
notes Cape Peninsula University of Technology Faculty of
Health

&

Wellness

Science.

Paper

25.

http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
FN. Mancini. . 2011. Hemothoraks.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview
FO. Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing, 2013.
FP.

Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.

FQ. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.
FR. Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS
HAM

RS

Pirngadi

Medan.

2000.

Pengamatan

Hasil

Penanganan
Continous

Evakuasi

Hemothoraks
Suction

antara

WSD

dan

Drainage.

http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMOTHORAKS.

Anda mungkin juga menyukai