Anda di halaman 1dari 24

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

SD/MI

: SDN Utan Kayu Selatan 13 Pagi

Mata Pelajaran

: PLBJ

Kelas / Semester

: V (Lima) / 1 (Satu)

Alokasi Waktu

: 3 x 35 menit

I. Standar Kompetensi
4. Memahami upacara adat betawi
II.

Kompetensi Dasar
4.1 Mengenal upacara adat Nujuh Bulan

III.

Indikator
1. Siswa dapat menjelaskan tata cara upacara adat Nujuh Bulan.
2. Siswa dapat menjelaskan asal-usul upacara nujuh bulan.
3. Siswa dapat menjelaskan tata cara upacara nujuh bulan.

IV.

Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat menjelaskan tata cara upacara adat Nujuh Bulan
dengan cermat dan teliti.
2. Siswa dapat menjelaskan asal-usul upacara nujuh bulan dengan
benar.
3. Siswa dapat menjelaskan tata cara upacara nujuh bulan dengan
percaya diri.

V.

Karakter yang diharapkan :


1. Religius
2. Toleransi
3. Peduli lingkungan
4. Tanggung jawab

VI.

Alokasi Waktu: 3 x 35 menit

VII.

Materi Pembelajaran
1. Upacara adat Nujuh Bulan

VIII.

Pendekatan dan Metode


Pendekatan : Scientific
Strategi
: Cooperative Learning
Metode
: Ceramah, tanya-jawab, diskusi, dan penugasan

IX.

Langkah-langkah Pembelajaran
Komponen

No
1.

Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Pendahuluan 1.

Guru mengajak semua

menanya,

dengan agama dan

menalar.

masing sebelum memulai


pelajaran.
Mengecek kehadiran
siswa
3.

Memeriksa kebersihan
kelas

4.

Scientific
Mengamati,

siswa untuk berdoa sesuai


kepercayaannya masing-

2.

pendekatan

Apersepsi:
a. Guru menyampaikan

Alokasi
Waktu
15 menit.

fenomena, yaitu: Guru


mengadakan tanya jawab
dengan siswa tentang
upacara adat yang sudah
dikenal siswa. Pertanyaan
ini sekaligus untuk
mengarahkan jawaban
siswa tentang upacara
adat yang berasal dari
daerah Betawi, yaitu
upacara adat nujuh bulan.
b. Guru menginformasikan
materi pelajaran yang
akan dipelajari hari ini
yaitu tentang perubahan
sifat benda.
c. Guru menuliskan materi
pelajaran di papan tulis.
d. Guru menyampaikan
tujuan dan langkahlangkah pembelajaran
yang akan dipelajari hari
2.

Inti

ini kepada seluruh siswa.


Eksplorasi:

Mengamati,
menanya,

1. Guru bertanya kepada para


siswa, apakah

di antara

mereka ada yang sudah


mengenal
nujuh bulan.

upacara

adat

mengumpulk
an data,
mengkomuni
kasikan.

80 menit.

1. Jika di antara mereka ada


yang

sudah

upacara

adat

tersebut

mengenal
ini,

diminta

siswa
untuk

menjelaskan upacara adat


nujuh bulan kepada temantemannya.

Adapun

siswa

yang

diminta

untuk

lain

menyimak

penjelasan

tersebut.
2. Guru menjelaskan

materi

tentang nujuh bulanan.


3. Guru menampilkan gambar
di

depan

kelas

tentang

upacara adat nujuh bulan.


4. Siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok, tiap
kelompok terdiri dari 5-6
orang.
5. Siswa diinstruksikan untuk
membaca cerita pada buku
PLBJ karangan Erlangga
halaman 29-32.
6. Guru bersama-sama siswa
melakukan tanya jawab isi
bacaan tersebut.
7. Selanjutnya, guru
menjelaskan kepada siswa
tentang asal-usul upacara
adat nujuh bulanan.

8. Siswa diminta mencatat halhal penting yang


disampaikan oleh guru.
9. Guru menampilkan video
pembelajaran tentang nujuh
bulanan
10. Siswa diminta menyimak
video tersebut
11. Guru menugaskan tiap
kelompok untuk berdiskusi
tentang asal-usul nujuh
bulan serta mengurutkan tata
cara upacara nujuh bulanan
berdasarkan video
sebelumnya.
Elaborasi:
1. Siswa bersama kelompoknya
menyajikan data dalam
bentuk laporan.
2. Guru meminta tiap kelompok
untuk menjelaskan asal-usul
dan tata cara upacara adat
nujuh bulan. Siswa juga
diminta untuk menyebutkan
beberapa manfaat upacara
adat nujuh bulan.
Konfirmasi:
1. Siswa menampilkan hasil

diskusi kelompoknya di
depan kelas, kemudian
siswa lain diberi
kesempatan untuk
menanggapi.
2. Guru memberikan
penguatan atas jawabanjawaban siswa dan
memberikan tambahan
penjelasan tentang upacara
adat nujuh bulan untuk
menambah pemahaman
siswa terhadap upacara
adat ini.
3. Guru memberikan umpan
balik positif dan penguatan
dalam bentuk lisan, tulisan,
isyarat, maupun hadiah
terhadap keberhasilan
siswa.
4. Guru memberikan
konfirmasi terhadap hasil
eksplorasi siswa melalui
3.

Penutup

berbagai sumber.
a. Guru bersama-sama siswa

Menanya,

mengulas kembali materi

menyimpulka

pelajaran yang telah

n.

dipelajari hari ini untuk


mengetahui hasil
ketercapaian materi.

10

b. Guru membimbing siswa


untuk membuat kesimpulan
dari pelajaran yang telah
berlangsung.
c. Guru memberikan tindak
lanjut berupa tugas rumah /
PR.
d. Guru dan siswa mengakhiri
pelajaran dengan berdoa
menurut agama dan
kepercayaannya masingmasing.
X.

Sumber dan Media


1. Buku PLBJ Kelas V SD.
2. Video pembelajaran nujuh bulanan
3. Gambar batik,buah,dan bunga yang dipakai dalam nujuh bulan.
4. Lingkungan.

XI.

Penilaian
1. Teknik Penilaian
a. Tes tertulis.
b. Tes lisan.
2. Bentuk Instrumen
a. Isian.
b. Uraian.
3. Contoh Instrumen
a. Instrumen Isian
Lengkapilah kalimat di bawah ini dengan jawaban yang tepat !
1) Upacara adat nujuh bulan dilaksanakan ketika kehamilan
berusia ..................
2) Upacara adat nujuh
kehamilan ke .............

bulan

biasanya

dilakukan

untuk

3) Jenis bunga yang disiapkan untuk upacara nujuh bulan


adalah ..................
4) Tujuh kue kas Betawi untuk upacara nujuh bulan adalah
.............................
5) Acara terakhir yang biasanya dilakukan pada upacara adat
nujuh bulan adalah
Skor: Setiap jawaban yang benar mendapat skor 2
Jumlah Skor Maksimum: 10
b.

Instrumen Uraian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar !
1) Dari mana upacara adat nujuh bulan berasal ?
2) Siapakah yang boleh melakukan upacara adat nujuh bulan ?
3) Sebutkan contoh persiapan menjelang upacara adat nujuh
bulan !
4) Sebutkan contoh urutan acara pada upacara adat nujuh
bulan !
5) Sebutkan manfaat upacara adat nujuh bulan !
Skor: Setiap jawaban yang benar mendapat skor 2
Jumlah Skor Maksimum: 10
Lembar Tes Observasi Perilaku
No.

Nama

Perilaku yang dinilai


Baik
(3)

Jumlah
Skor
Maksimal
: 12

Religius

Toleransi

Peduli lingkungan

Tanggung jawab

CEK ( )
Sedang Kurang
(2)

(1)

Dalam Penilaian: guru mengamati perilaku yang menonjol baik dan kurang
dan perilaku yang rata-rata diabaikan. Hal ini untuk memudahkan guru
dalam penilaian.
Nilai akhir yang diperoleh peserta didik = (nilai tes unjuk kerja + nilai
observasi + nilai kuis) jumlah penilaian

Jakarta,

26

Oktober

2015
Dosen Pembimbing/Guru Pamong

Pelaksana

Materi

Asal usul Mitoni atau Tingkeban (Nujuh Bulan)


Ritual mitoni atau tingkeban telah ada sejak zaman kuno.Menurut
penuturan yang diceritakan secara turun temurun, asal usulnya sebagai
berikut : Sepasang suami istri, Ki Sedya dan Niken Satingkeb, pernah
punya anak sembilan kali, tetapi semuanya tidak ada yang berumur panjang.
Mereka telah meminta bantuan banyak orang pintar, dukun, tetapi belum juga
berhasil. Karena sudah tak tahan lagi mengahadapi derita berat dan panjang,
kedua suami istri itu memberanikan diri memohon pertolongan dari Jayabaya,
sang raja yang terkenal sakti dan bijak.
Raja Jayabaya yang bijak dan yang sangat dekat dengan rakyatnya,
dengan senang hati memberi bantuan kepada rakyatnya yang menderita.
Kedua suami istri tersebut dinasihati supaya melakukan ritual, caranya :
Sebagai syarat pokok, mereka harus rajin manembah kepada Gusti Allah,
selalu berbuat yang baik dan suka menolong dan welas asih kepada sesame,
berdoa dengan khusyuk, memohon kepada Tuhan.

Mereka harus menyucikan diri,manembah kepada Gusti, Tuhan dan


mandi suci dengan air yang berasal dari tujuh sumber. Kemudian berpasrah
diri lahir batin. Sesudah itu memohon kepada Gusti Allah, apa yang menjadi
kehendak mereka, terutama untuk kesehatan dan kesejahteraan si bayi.
Dalam ritual itu sebaiknya diadakan sesaji untuk penguat doa dan
penolak bala, supaya mendapat berkah Gusti Tuhan.
Rupanya,

Tuhan

memperkenankan

permohonan

mereka. Ki

Sedya dan Niken Satingkeb mendapatkan momongan yang sehat dan


berumur panjang. Untuk mengingat Niken Satingkeb, upacara mitoni juga
disebut Tingkeban.
Mitoni sendiri berasal dari kata pitu atau tujuh. Hal itu karena mitoni
diadakan ketika usia kandungan masuk tujuh bulan. Ritual ini bertujuan agar
calon bayi dan ibu selalu mendapatkan keselamatan. Ada beberapa
rangkaian upacara yang dilakukan dalam mitoni, yaitu siraman sebagai
simbol, memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang
suami, ganti busana, memasukkan kelapa gading muda, memutus lawe/lilitan
benang/janur, memecahkan periuk dan gayung, minum jamu sorongan, dan
nyolong endhog (mencuri telur). Rangkaian upacara itu dipercaya sebagai
prosesi pengusiran marabahaya dan petaka dari ibu dan calon bayinya.
Ritual mitoni sarat dengan simbolisasi. Upacara siraman, misalnya,
adalah simbol pembersihan atas segala kejahatan dari bapak dan ibu si calon
bayi. Sedangkan memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu
adalah perwujudan dari harapan agar bayi bisa dilahirkan tanpa hambatan
yang berarti. Memasukkan kelapa gading muda ke dalam sarung dari perut
atas calon ibu ke bawah adalah simbolisasi agar tidak ada aral melintang
yang menghalangi kelahiran si bayi.

Setelah itu calon ibu akan berganti pakaian dengan kain 7 motif. Para
tamu diminta untuk memilih kain yang paling cocok dengan calon ibu.
Sedangkan pemutusan lawe/lilitan benang atau janur yang dilakukan setelah
pergantian kain masih bermakna agar kelahiran berjalan dengan lancar.
Lilitan itu harus diputus oleh suami.
Pemecahan gayung atau periuk mengandung makna agar saat nanti
sang ibu mengandung lagi, diharapkan kehamilannya berjalan dengan lancar.
Sedangkan upacara minum jamu sorongan (dorongan) berarti bayi bisa lahir
dengan cepat dan lancar seperti disurung (didorong). Dan yang terakhir,
mencuri endhog atau telur, merupakan perwujudan atas keinginan calon
bapak agar proses kelahiran berjalan dengan cepat, secepat maling yang
mencuri.

Materi
Tujuh Bulanan Di Betawi
Upacara kehamilan dilakukan sebagai upaya memberitahukan kepada
masyarakat, tetangga-tetangga dan kerabat keluarga, bahwa seorang wanita
sudah betul-betul hamil dan akan melahirkan keturunan. Selain itu, juga
mengandung harapan agar ibu yang mengandung dan bayi yang
dikandungnya mendapat keselamatan.
Kepercayaan yang berkenanan dengan siklus hidup idividu seperti
upacara nujuh bulanan ini masih kuat melekat pada orang Betawi di
Kampung Bojong. Mereka percaya bahwa upacara nujuh bulanin perlu
dilakukan demi keselamatan ibu dan anak yang dikandungnya. Selain itu
mereka juga percaya bahwa upacara nujuh bulanin merupakan penangkal
agar anak yang akan dilahirkan kelak patuh kepada orang tuanya dan tidak
nakal.

Upacara nujuh bulanin di lakukan pada saat mengandung pertama,


dan usia kandungannya sudah tujuh bulan. Karena itulah upacara ini disebut
nujuh bulanin. Pada kehamilan kedua dan seterusnya tidak dilakukan
upacara semacam ini lagi.
Upacara ini selalu menggunakan sajian, dan salah satu sajian yang
terpenting adalah bunga yang berjumlah tujuh macam. Bunga ini bermakna
bila bayi yang lahir kelak laki-laki akan dapat membawa nama yang harum
bagi orang tuanya sebagai harumnya bunga, dan kalau bayi tersebut wanita,
supaya cantik seperti cantiknya bunga.
Salah satu upacara tradisional yang berkaitan dengan masa
kehamilan pada masyarakat Betawi ialah upacara kekeba atau nujuh
bulanin.
Nujuh bulanin berasal dari kata tujuh bulan, maka dan itu upacara
ini selalu dilakukan pada bulan ketujuh kehamilan. Diambil pada bulan
ketujuh karena pada usia kehamilan tersebut janin dianggap telah sempurna,
sudah berbentuk dan sudah diberi roh oleh Tuhan Yang Maha Esa. Untuk
menyatakan rasa bersyukur kepada Tuhan, maka dilaksanakan upacara ini.
Upacara nujuh bulanin atau kekeba dilakukan dengan maksud
untuk mendapatkan rasa aman serta mensyukuri nikmat Tuhan, dan
memohon keberkahan kepada Tuhan atas karuniaNya, dengan harapan anak
yang akan dilahirkan mendapat keselamatan dan kelak menjadi anak yang
saleh, berbudi pekerti luhur, dan patuh kepada orang tuanya.
Waktu penyelenggaraan upacara Nujuh Bulanin ditetapkan menurut
perhitungan bulan Arab dengan berpatokan pada bilangan 7. Upacara ini
dilakukan pada bulan ketujuh kehamilan. Tanggalnya dipilih antara 7, 17, atau
27.
Upacara ini dilaksanakan pada pagi hari, dimulai pada sekitar pukul
09.00 WIB sampai dengan selesai. Pada waktu itu biasa diadakan
pembacaan ayat-ayat suci Al Quran, terutama Surat Yusuf , yang
diselenggarakan oleh pengajian kaum wanita. Selanjutnya acara mandi bagi
si ibu yang hamil. Memandikan biasanya dimulai oleh seorang dukun wanita,
dilanjutkan oleh suami, orang tua (ibu) si hamil, mertua perempuan dan
kerabat dekat hingga mencapai jumlah tujuh orang. Selesai acara
memandikan, dilanjutkan dengan ngorogatau ngirag.
Setelah semua acara yang pokok selesai dilaksanakan, kemudian
dilanjutkan dengan acara makan siang. Setelah itu acara pembagian rujak
kepada tamu yang hadir.

Upacara Nujuh Bulanin biasa silaksanakan di rumah yang punya


hajat, apabila mereka telah memiliki rumah. Bila tempatnya kurang
mengijinkan, adakalanya diselenggarakan di rumah orang tuanya atau di
rumah mertuanya. Dukun beranak serta pembaca doa/kelompok pengajian
ibu-ibu dipanggil supaya hadir pada hari yang telah ditetapkan
Ruang tamu bagian depan biasa dipakai untuk tempat pembacaan doa
yang dilakukan oleh kelompok pengajian ibu-ibu. Mereka membacakan ayatayat suci Al Quran, antara lain Surat Yusuf, Surat Maryam, dan lain-lain .
Ruang keluarga yang biasanya berada di tengah-tengah rumah, dipakai
sebagai tempat untuk meIaksanakan upacara yang dihadiri oleh sanak
keluarga pihak wanita dan keluarga pihak laki-laki, tetangga yang hadir
kebanyakan terdiri dari kaum ibu-ibu.
Tamu-tamu yang hadir mencicipi rujak yang disuguhkan. Bila rasa
rujak pedas, diramalkan anak yang akan lahir adalah laki-laki. Kalau bumbu
rujaknya manis, maka anak yang akan lahir diramalkan adalah perempuan.
Adapun acara ngorog/ngirag, tempatnya di didam kamar atau di ruangan
yang tertutup.
Sebelum upacara dimulai, wakil dari keluarga, biasanya seorang yang
dituakan dan merangkap sebagai pembawa acara, memberikan penjelasan
mengenai maksud diselenggarakan upacara selamatan tersebut, serta
mengucapkan selamat datang dan terima kasih kepada sanak keluarga serta
para tamu yang hadir. Pada saat upacara berlangsung, teknis
pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada seorang dukun beranak
yang biasanya sudah berumur lanjut. Dukun ini menguasai benar seluk beluk
mantera-mantera yang berhubungan dengan kehamilan, serta urut-urutan
upacara dan mulai hingga selesai.
Peranan dukun beranak ini amat penting dan menempati posisi sentral
dalam upacara selamatan Nujuh Bulanin, sehingga semua yang hadir
menyimak dan mengikutinya dengan seksama. Di samping sebagai
penanggung jawab teknis upacara, dukun ini dibantu oleh beberapa kaum ibu
yang bertugas mempersiapkan kain batik, baju, handuk, air yang ditempatkan
di dalam ember dengan diberi 7 macam bunga-bungaan, gayung mandi dan
sebagainya, untuk pelaksanaan upacara memandikan.
Kelompok pengajian dipimpin oleh seorang ibu yang biasa memimpin
pengajian. Kelompok ini terdiri dari kaum ibu yang berjumlah antara 10
hingga 15 orang dengan berbusana muslim.

Pada pelaksanaan upacara ini, kaum wanita memegang peranan


penting. Ini sekaligus menunjukkan unsur emansipasi dan kegotongroyongan pada masyarakat Betawi. Mereka dengan senang hati membantu
melaksanakan sepenuhnya kegiatan upacara tersebut sejak dimulai hingga
selesai pelaksanaannya.
Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan upacara Nujuh Bulanin
meliputi : dukun beranak, pembawa acara (biasanya seorang ibu yang
dituakan), pembaca doa-doa dan ayat suci Al Quran, keluarga dan pihak istri
dan dan pihak suami, para tetangga, dan tamu-tamu lainnya. Semua pihak ini
mengikuti acara hingga selesai. Keterlibatan wanita hamil yang
diupacarakan, karena memang dialah pelaku utama dalam upacara ini, dan
dia yang akan dimohonkan keselamatannya serta bayi yang dikandungnya.
Keluarga dari pihak istri dan keluarga dari pihak suami terutama dari
kaum ibu-ibunya, juga sangat berperanan, karena mereka yang membantu
tenaga dan pikiran supaya upacara dapat berlangsung dengan baik.
Dukun beranak sebagai penyelenggara teknis upacara, merupakan
pihak yang bertanggung jawab atas terselenggaranya selamatan ini. Dukun
ini bertugas sebagai penghubung untuk menyampaikan berbagai keinginan
dan harapan yang punya hajat.
Pembacaan Surah Yusuf mengandung permohonan doa agar kelak
bayi yang akan dilahirkan berparas tampan dan berperangai saleh seperti
Nabi Yusuf dalam keluhuran budi dan akhlaknya, kesabaran dan
kepatuhannya kepada orang tua.
Selain surah Yusuf dibaca juga Surah Maryam dengan mengandung
permohonan doa agar kelak jika bayi yang lahir adalah perempuan semoga
menjadi anak yang salehah, diberikan wajah yang cantik jelita, dan budi
pekerti yang mulia, sopan, serta lemah lembut seperti Maryam.
Sanak keluarga kaum ibu yang masih muda dan gadis-gadis bertugas
menyiapkan penganan berupa kue-kue, seperti dodol, wajik, uli, dan lain-lain.
Juga kadang dibuat nasi tumpeng dengan lauk pauknya dan sayur urapan.
Tamu-tamu lainnya termasuk para tetangga ikut terlibat sebagai
undangan. Mereka hadir untuk berpartisipasi dan ikut memanjatkan doa bagi
si ibu yang hamil serta bayi yang dikandungnya. Semua hadirin yang terlibat
dalam upacara ini hadir sesuai yang dijadwalkan.
Menjelang usia kandungan tujuh bulan, si suami dan istri sudah mulai
bersiap-siap untuk merencanakan upacara Nujuh Bulanin. Rencana ini
segera diberitahukan kepada orang tua kedua belah pihak, dan

penyelenggaraannya dapat dikerjakan bersama-sama pula. Rencana ini


biasanya mendapat dukungan dan diselesaikan secara gotong royong, hal ini
karena ikatan kekeluargaan yang sudah erat di antara mereka.
Bila sudah tiba waktunya, mereka mempersiapkan segala yang
diperlukan, seperti mempersiapkan bahan untuk membuat rujak yang terdiri
dari 7 macam buah-buahan, yaitu : buah delima, mangga muda, jeruk
merah (jeruk Bali), pepaya Mongkal, bengkuang, kedondong, ubi jalar, serta
bumbu rujak yang terdiri dari gula merah (gula jawa), asam jawa, cabe rawit,
garam, terasi, dan lain-lain.
Buah delima jangan sampai ketinggalan, begitu juga jeruk bali merah.
Menurut mereka, buah delima yang masak dan berwarna merah akan
membuat bayi yang akan dilahirkan kelak sangat menarik dan disenangi
orang. Jeruk bali merah mempunyai maksud tersendiri. Jeruk merah
biasanya rasanya manis dan enak dibuat rujak, dan bila dikupas kulitnya
mudah terkelupas. Hal ini diumpamakan agar bayi yang akan dilahirkan kelak
akan mudah dan lancar serta tidak mengalami kesulitan, semudah mengupas
jeruk merah tersebut.
Untuk keperluan mandi disiapkan tempat air. Orang Betawi dulu
menggunakan jolang berbentuk lonjong dan terbuat dari kaleng atau seng,
sekarang dipergunakan ember plastik yang berukuran cukup besar. Ke dalam
ember itu diisikan 7 macam bunga yang harum baunya, seperti : bunga
mawar merah, melati, kenanga, cempaka, sedap malam, kim hong dan
bunga kacapiring. Dipilihnya jenis-jenis bunga ini karena banyak digemari
orang, dengan harapan bayinya kelak juga akan disenangi orang-orang di
lingkungannya.
Selain tujuh macam bunga, untuk mandi juga dipergunakan 7 helai
kain batik dan baju kebaya (blouse) 1 potong, telur ayam kampung 1 butir,
dan minyak wangi. Air untuk mandi digunakan air yang bersih dan diambil
dari tujuh mata air atau tujuh sumur.
Untuk keperluan ngorog atau ngirag perlu disediakan kembang dan
beberapa mata uang lobam ratusan atau lima puluhan serta kain putih
sebanyak kurang lebih satu meter. Kembang yang dipakai sama dengan
kembang yang digunakan untuk mandi. Kembang dan uang logam digulung
longgar dengan kain putih, seperti orang menggulung tembakau dengan
kertasnya. Gulungan kain putih yang berisi kembang dan uang logam tadi
dismpan dahulu untuk dipergunakan nanti setelah acara mandi.

Sesajen yang ditempatkan pada buah bakul berisi antara lain: beras 3
liter, sebutir kelapa, garam satu bata, dan bumbu dapur (cabe, bawang,
terasi, kunyit, dan lain-lain). Bakul sesajen ditutup dengan sehelai kain putih.
Sedangkan perlengkapan di atas, yang tidak boleh dilupakan ialah
kemenyan dan perasapannya. Menurut kepercayaan masyarakat Betawi,
asap kemenyan dalam nujuh bulanin dipandang sebagai sesuatu yang
mempunyai kekuatan magis sebagai media untuk dapat berhubungan
dengan alam semesta. Selain itu juga mempunyai makna untuk memanggil
roh nenek moyang mereka di mana diharapkan roh tersebut akan menjaga
anak cucunya dari segala gangguan makhluk halus.

Prosesi Adat Nujuh Bulanan


Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, seorang ibu wakil dari pihak
keluarga yang punya hajat menyampaikan sambutan dan menjelaskan
maksud penyelenggaraan upacara tersebut. Acara dilanjutkan dengan
pengajian dengan membaca ayat-ayat suci Al Quran, terutama Surat Yusuf,
serta memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembacaan ayat
Surat Yusuf dimaksudkan agar bayi yang akan lahir kelak dapat meneladani
sifat-sifat Nabi Yusuf serta mempunyai paras yang rupawan.
Selesai pembacaan doa-doa, lalu air putih di dalam gelas yang telah
dipersiapkan sebelumnya dan diletakkan di tengah-tengah ibu-ibu yang
tengah mengaji, diminumkan kepada calon ibu yang diselamatkan, dengan

harapan agar bayi yang dikandungnya dapat lahir selamat dan lancar tanpa
aral rintangan.
Dukun beranak yang memegang peranan di sini menggandeng si ibu
hamil menuju ke tempat mandi atau halaman rumah yang akan dipakai untuk
tempat memandikan, diikuti oleh kaum Ibu Iainnya. Di tempat ini si ibu hamil
didudukkan di atas kursi dengan baju lengkap dan kain sedikit dilongarkan.
Ibu dukun mulai mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim, lalu diikuti
dengan membacakan doa-doa yang diucapkan di dalam hati. Setelah itu
dukun beranak itu memegang ubun-ubun kepala si ibu hamil dengan tangan
kirinya, sementara tangan kanannya memegang gayung yang dicidukkan ke
dalam air kembang lain diguyurkan di atas kepala si ibu hamil, kemudian
diulang sampai tujuh kali hingga sekujur tubuh si ibu hamil basah kuyup.
Tugas siraman kedua diserahkan kepada suami si ibu hamil. Dengan
mengucapkan Bismillaahirrakhmaanirrakhim si suami pun mengguyurkan
air ke kepala istrinya. Selanjutnya berturut-turut dilakukan oleh ibu, mertua,
dan kerabat wanita si ibu hamil hingga seluruhnya berjumlah 7 orang.
Selesai acara siraman, si ibu hamil lalu mengeringkan badan dan rambutnya
dengan handuk. Setelah itu kain dan baju si ibu hamil diganti yang baru.
Selanjutnya si ibu hamil berdiri dengan posisi kedua kaki agak melebar
dan kainnya agak dilonggarkan sambil kainnya dipegangi oleh ibu-ibu yang
lain, sehingga tampak seolah-olah si ibu hamil itu berada dalam kurungan
kain. Kemudian dukun beranak mengambil sebutir telur yang diletakkan di
dalam air kembang. Telur itu diletakkan di ubun-ubun si ibu hamil. Sambil
tetap digenggam, telur itu seolah-olah digelindingkan dari kepala sampai ke
dada dan perut si ibu hamil. Sebelum telur diluncurkan, si dukun
mengucapkan mantera yang berbunyi :
Assalaamualaikum, waalaikum salam Sami Allah nutup iman
Masuk aken si jabang bayi
Masuk aken si putih
Si jabang bayi rep sirep
sing idup putih
Mengucapkan mantera di atas oleh dukun disebut disampurnain. Selesai
membacakan mantera, telur kemudian diluncurkan, lalu dijatuhkan hingga
pecah.
Dengan demikian, maka selesailah tahap kedua upacara Nujuh
Bulanin.

Selanjutnya si ibu hamil diberi handuk dan berganti pakaian dengan kain
yang baru, dibimbing oleh dukun berjalan menuju ke dalam kamar untuk
dirorog. Acara ini dilaksanakan di dalam kamar yang tertutup. Pada acara
ini yang ada hanya dukun beranak dan si ibu hamil saja. Minyak kelapa dan
kain putih sudah tersedia untuk acara ngorog ini. Mula-mula si ibu hamil
disuruh tidur terlentang, perutnya diperiksa oleh si dukun. Bila terdapat
kelainan pada kandungannya maka sang dukun dapat membetulkannya,
namun apabila normal kandungannya cukup diusap-usap beberapa kali
sebagai syarat sambil membaca mantera yang berbunyi :
Assalamualaikum,
Sekarang si jabang bayi lu ditutupi bulan supaya lu selamet menjadikan
orang bener nanti kali udah waktu medal di surga yang lempeng, yang bener
Kemudian dukun beranak mengorog-orognya dengan cara mengurut bagian
tubuh dari atas bahu sampai ke bawah berulang kali hingga tiga kali. Selesai
dirorog, si ibu hamil berpakaian kembali secara lengkap dan berhias menurut
kebiasaannya.
Selanjutnya si ibu hamil bersama dukun beranak ke luar dari kamar
dan disalami oleh para kerabat yang hadir, sekaligus memberi doa restunya,
lalu duduk bersama menunggu acara makan.
Selesai acara makan bersama, tahap selanjutnya acara membagikan
rujak oleh si ibu hamil kepada para tamu yang hadir. Rujakan terdiri dari 7
macam buah-buahan, diberi bumbu gula asam serta cabe rawit. Para
kerabat dan para tamu akan mencicipi dan menilai rasa rujak buatan si ibu
hamil. Bila rasa rujak pedas, diramalkan anak yang akan lahir adalah laki-laki.
Kalau bumbu rujaknya manis, maka anak yang akan lahir diramalkan adalah
perempuan.
Demikian, upacara ditutup dengan makan rujak bersama-sama.
Selesai acara makan rujak, para tamu pun kembali ke rumahnya masingmasing. Waktu ibu dukun mau pulang, diantar oleh keluarga si ibu hamil di
depan rumah, sambil menyerahkan sajen, satu kain basah bekas mandi
nujuh bulan, uang, dan makanan serta lauk-pauknya.

Gambar untuk motif Wahyu Temurun:


Temurun:
Maknanya agar bayi
yang akan lahir menjadi
orang
yang
selalu
mendekatkan diri pada
Allah SWT dan selalu
mendapat perlindungan
Nya.

Gambar untuk motif Sido Asih:

Maknanya agar bayi


yang akan lahir akan
selalu
mendapatkan
cinta dan kasih oleh
sesama dan memiliki
sifat belas kasih.

Gambar untuk motif Sido Mukti:

Maknanya agar keluhuran budi kedua


orang tua menurun pada sang bayi

Maknanya agar
yang
akan
memiliki
berwibawa
dan
segani
sekelilingnya

bayi
lahir
sifat
di
oleh

Gambar untuk
Truntum:

motif

Gambar untuk motif Sido Luhur:


Maknanya agar bayi
yang akan lahir akan
memiliki sifat berbudi
pekerti luhur dan sopan
santun

Gambar untuk motif Semen Romo:


Maknanya agar bayi
yang
dilahirkan
memiliki rasa cinta
kasih kepada sesama
layaknya cinta kasih
Rama
dan
Sinta
kepada rakyatnya.
Gambar untuk motif
Sido Dadi:
Maknanya agar bayi yang di lahirkan kelak akan selalu sukses dalam
hidupnya

Gambar untuk
Babon Anggrem:

motif

Maknanya berisi harapan agar calon ibu


dapat melahirkan secara normal dan lancar.

Gambar untuk motif Sido Derajat :


Maknanya agar bayi yang dilahirkan mendapat derajat yang baik dalam
hidupnya.

Anda mungkin juga menyukai