Disusun Oleh :
ERLINA
Kelas : X IPA 2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah tentang “Kiri loko
( tujuh bulan )”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ………………..…………………………............…...……
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Rumusan Masalah ......................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Budaya mbojo kiri loko ..............................................................
B. Upacara Salama Loko ................................................................
C. Upacara Cafi Sari ........................................................................
D. Upacara Dore Ro Boru ................................................................
A. LATAR BELAKANG
Salah satu siklus hidup yang dilalui oleh masyarakat Suku Mbojo, adalah kehamilan
(bagi perempuan). Sejak anak dalam kandungan, prosesi adat mulai menyertai hingga si
anak tersebut (jika perempuan) mengandung kembali nantinya. Seperti halnya pada Suku
Sasak dan Samawa, masyarakat Mbojo juga, memiliki tradisi tujuh bulanan, yang disebut
Kiri Loko. Tidak kalah uniknya dengan kedua suku tersebut, Kiri Loko juga disertai
dengan simbol-simbol kehidupan manusia, seperti kain, benang, api atau cahaya, buah-
buahan hingga mandi air kelapa. Seluruh simbol kehidupan itu merupakan pelengkap
dalam upacara adat Kiri Loko.
Upacara Salama Loko disebut juga dengan Kiri Loko dilakukan ketika kandungan
seorang ibu berumur tujuh bulan. Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang
pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh
sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di
sekitar jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis ditaburi beras
dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen). Selain itu disimpan pula dua liku atau
dua leo mama (dua bungkus bahan untuk menyirih). Maksud dan taburan beras kuning,
ialah agar ibu beserta calon bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai
peringatan kepada ibu bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal
dalam kehidupan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa budaya mbojo kiri lok?
2. Apa Upacara Salama Loko.?
3. Apa Upacara Cafi Sari?
4. Apa Upacara Dore Ro Boru?
C. Tujuan
1. Mengetahui Tentang budaya mbojo kiri lok
2. Untuk Mengetahui Upacara Salama Loko.
3. Mengetahui Upacara Cafi Sari
4. Mengetahui Upacara Dore Ro Boru
BAB II
PEMBAHASAN
Bagi keluarga yang mampu, upacara cafi sari dilaksanakan bersamaan dengan
upacara qeqa atau aqiqah. Yaitu upacara yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang
menganjurkan orang tua untuk menyembelih seekor kambing yang sehat. Sebagai tanda
syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
A. KESIMPULAN
Upacara Salama Loko disebut juga dengan Kiri Loko dilakukan ketika kandungan
seorang ibu berumur tujuh bulan. Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang
pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh
sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di
sekitar jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis ditaburi beras
dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen). Selain itu disimpan pula dua liku atau
dua leo mama (dua bungkus bahan untuk menyirih). Maksud dan taburan beras kuning,
ialah agar ibu beserta calon bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai
peringatan kepada ibu bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal
dalam kehidupan.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Naniek I. Taufan.(2011).Tradisi dalam Siklus Hidup Masyarakat Sasak, Samawa dan Mbojo.
Penerbit: Museum Kebudayaan Samparaja Bima. Bima.