Anda di halaman 1dari 12

KEADAAN GADUH GELISAH (Maramis)

Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatrik, bukan
karena frekuensinya yang cukup tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi
pasien sendiri maupun bagi lingkungannya, termasuk orang orang dan benda benda.
Tidak jarang seorang yang gelisah serta gaduh dibawa ke rumah sakit. Pusat Kesehatan
Masyarakat atau ke tempat praktik dokter. Pengantarnya sering tidak sedikit dan biasanya
mereka adalah anggota keluarga, tetangga dan juga kadang kadang anggota angkatan
bersenjata atau polisi. Sering mereka juga bingung dan gaduh.
Bila ia tiba di tempat dokter, maka apa tindakannya? Bila dokter sendiri belum begitu paham
tentang keadaan gaduh gelisah, maka iapun akan turut gelisah, kalau tidak gaduh juga, karena
tidak tahu akan berbuat apa dan mungkin juga karena merasa terganggu oleh begitu banyak
orang yang datang sekaligus dan tiba-tiba. Dokter merasa terganggu keseimbangan pekerjaannya
ataupun rumah tangganya oleh orang orang yang sebenarnya datang untuk meminta
pertolongan karena mereka juga tidak tahu harus berbuat apa. Karena keadaan gaduh gelisah
menyangkut kesehatan manusia, maka adalah wajar apabila mereka menganggap bahwa pak
dokterlah yang harus tahu!
Gejala gejala
Keadaan gaduh-gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah psikomotorik
yang sangat meningkat. Orang itu banyak sekali berbicara, berjalan mondar mandir, tidak
jarang ia berlari berlari dan meloncat loncat bila keadaan itu berat. Gerakan tangan dan kaki
serta ajuk (mimik) dan suaranya cepat dan hebat. Mukanya kelihatan bingung, marah-marah atau
takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses berpikir yang tidak realistik
lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdapat waham curiga. Tidak jarang juga timbul
halusinasi penglihatan (terutama pada sindrom otak organik yang akut) atau halusinasi
pendengaran (terutama pada skizofrenia).
Karena gangguan berpikir ini, serta waham curiga dan halusinasi (lebih lebih bila halusinasi itu
menakutkan), maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan gaduh. Ia bersikap bermusuhan
dan mungkin menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan/atau lingkungannya. Ia dapat melukai
diri sendiri atau mengalami kecelakaan maut dalam kegelisahan yang hebat itu. Jika waham
curiganya keras atau halusinasinya sangat menakutkan, maka ia dapat menyerang orang lain atau
merusak barang barang di sekitarnya.
Bila orang dalam keadaan gaduh-gelisah tidak dihentikan atau dibuat tidak berdaya oleh orang
orang di sekitarnya untuk mengamankan si pasien maupun lingkungannya, maka ia akan
kehabisan tenaga dengan segala akibatnya atau ia meninggal karena kecelakaan.

Tergantung pada gangguan primer, maka kesadaran dapat menurun secara kuantitatif (tidak
compos mentis lagi) dengan amnesia sesudahnya (seperti pada sindrom otak organik yang akut),
atau kesadaran itu tidak menurun, akan tetapi toh tidak normal, kesadaran itu berubah secara
kualitatif (seperti pada psikosis skizofrenia dan bipolar).
Seperti pada semua psikosis, maka individu dalam keadaan gaduh-gelisah itu sudah kehilangan
kontak dengan kenyataan: proses berpikir, afek-emosi, psikomotor dan kemauannya sudah tidak
sesuai lagi dengan realitas.
Sebab-musabab
Keadaan gaduh-gelisah bukanlah suatu diagnosis dalam arti kata yang sebenarnya, akan tetapi
hanya menunjuk kepada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala
tertentu. Keadaan ini dapat disebabkan oleh bermacam macam penyebab yang harus ditentukan
tiap kali pada setiap pasien. Istilah keadaan gaduh-gelisah hanya dapat dipakai sebagai
pemberian sementara tentang suatu gambaran psikologis dengan ciri-ciri utama seperti
dicantumkan pada namanya, yaitu gaduh dan gelisah.
Biasanya, keadaan gaduh-gelisah merupakan manifestasi salah satu jenis psikosis: F05 Delirium,
F20.2 Skizofrenia Katatonik, F21 Gangguan skizotipal, F23 Gangguan psikotik akut dan
sementara, F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manic dengan gejala psikotik, dan F68.8
Amok.
Kita akan membicarakan secara singkat beberapa jenis penyebab ini yang dapat menimbulkan
keadaan gaduh-gelisah.
Psikosis karena gangguan mental organic: delirium. Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah
karena delirium menunjukkan kesadaran yang menurun. Istilah sindrom otak organik menunjuk
kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah.
Penyakit badaniah itu yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Penyebab itu mungkin terletak
di dalam tengkorak atau otak sendiri dan karenanya menimbulkan kelainan patologis-anatomis
(misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intrakranial, dan
sebagainya). Mungkin juga terletak di luar otak (misalnya tifus abdominalis, pneumonia,
malaria, uremia, keracunan atropin/kecubung atau alcohol, dan sebagainya) dan hanya
mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosis atau keadaan gaduhgelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologis-anatomis pada otak sendiri.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada sindrom otak organic akut biasanya terdapat
kesadaran menurun, pada sindrom otak organik menahun biasanya terdapat dementia. Akan
tetapi suatu sindrom otak organik yang menahun (misalnya tumor otak, demensia paralitika,
aterosklerosis otak, dan sebagainya) dapat saja pada suatu waktu menimbulkan psikosis atau pun

keadaan gaduh-gelisah. Untuk mengetahui etiologinya secara lebih tepat, perlu sekali dilakukan
evaluasi internal dan neurologis yang teliti.
Skizofrenia dan gangguan skizotipal. Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan
gaduh-gelisah itu merupakan manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis yang
tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan
suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organic.
Gangguan psikotik akut dan sementara timbul mendadak tidak lama sesudah terjadi stress
psikologis yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi
atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak dan jelas, misalnya dengan
tiba-tiba kehilangan seorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.
Gangguan psikotik akut yang biasanya disertai keadaan gaduh-gelisah adalah gaduh-gelisah
reaktif dan kebingungan reaktif.
Skizofrenia merupakan psikokis yang paling sering terdapat di negara kita. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi serta afek-emosi
yang inadekuat, tanpa frustasi atau konflik yang jelas, maka hal ini biasanya suatu skizofrenia.
Diagnosis kita diperkuat bila kelihatan juga tidak ada perpaduan (disharmoni) antara berbagai
aspek kepribadian seperti proses berfikir, afek-emosi, psikomotor dan kemauan (kepribadian
yang retak, terpecah-pecah atau bercabang = schizo; jiwa = phren), yaitu yang satu meningkat,
tetapi yang lain menurun. Pokok gangguannya terletak pada proses berfikir.
Dalam berbagai jenis skizofrenia, yang sering menimbulkan keadaan gaduh-gelisah adalah
episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh-gelisah katatonik. Disamping psikomotor
yang meningkat, pasien menunjukkan inkoherensi dan afek-emosi yang inadekuat. Proses
berfikir sama sekali tidak realistik lagi.
Psikosis bipolar termasuk dalam kelompok psikosis afektif karena pokok gangguannya terletak
pada afek emosi. Tidak jelas ada frustasi atau konflik yang menimbulkan gangguan mental ini.
Belum ditemukan juga penyakit badaniah yang dianggap berhubungan dengan psikosis bipolar,
biarpun penelitian menunjukkan kearah itu. Tidak ditemukan juga disharmoni atau keretakan
kepribadian seperti pada skizofrenia. Pada jenis depresi ataupun mania, bila aspek afek-emosi
menurun, maka aspek yang lain juga menurun dan sebaliknya.
Pada psikosis bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya,
tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang (flight of
ideas). Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik
meningkat, banyak sekali bicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan marah.

Bila tidak dicegah, maka pasien dengan mania akan jatuh dalam hal kesukaran keuangan karena
menghambur-hamburkan uang, atau ia akan kehabisan tenaga yang menurunkan daya tahan fisik
dengan segala akibatnya.
Amok adalah keadaan gaduh-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sosiobudaya. Karena itu PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa ke-III di
Indonesia) memasukkannya ke dalam kelompok Fenomena dan Sindrom yang Berkaitan
dengan Faktor sosial Budaya di Indonesia. Efek malu (pengaruh sosiobudaya) memegang
peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah suatu periode meditasi atau suatu tindakan
ritualistik, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi sangat agresif dan
destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia malu, tetapi kemudian terhadap
siapa saja dan apa saja yang dirasakan menghalanginya.
Kesadarannya menurun atau berkabut (seperti dalam keadaan trance). Sesudahnya terdapat
amnesia total atau sebagian. Amok sering berakhir karena individu itu dibuat tidak berdaya oleh
orang lain, karena kehabisan tenaga atau karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai ia
menemui ajalnya.
Penanganan Pasien dengan Keadaan Gaduh-Gelisah
Pertama kita akan membicarakan penanganan pasien dewasa dengan keadaan gaduh-gelisah
yang mungkin sekali disebabkan oleh salah satu penyebab yang telah dibicarakan di atas ini.
Penanganan beberapa keadaan gaduh-gelisah yang lain yang khusus akan dibicarakan kemudian.
Bila seorang dalam keadaan gaduh-gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kta harus bersikap
tenang. Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang
menetramkan pasien maupun para pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai
keadaan.
Bila pasien itu masih diikat, sebaiknya ikatan itu disuruh dibuka sambil tetap berbicara dengan
pasien dengan beberapa orang yang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi. Biarpun pasien
masih tetap dipegang dan di kekang, kita toh berusaha memeriksanya secara fisik. Sedapatdapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh-gelisah itu dan mengobatinya secara
etiologis bila mungkin. Hal ini tidak akan dibicarakan disini. Kita akan menyoroti pengendalian
keadaan gaduh-gelisah itu sendiri dengan gejala-gejal psikiatriknya yang berbahaya, baik bagi
pasien sendiri maupun bagi lingkungannya.
Suntikan secra intramuskuler suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi
(misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat berguna untuk mengendalikan
psikomotorik yang meningkat. Bila tidakterdapat, maka suntikan suatu neuroleptikum yang
mempunyai dosis terapetik rendah, misalnya triflouperazine (stezaline), haloperidol atau
fluphenazine HCL (Anatensol) dapat juga dipakai, biarpun efeknya mungkin tidak secepat
neuroleptikum kelompok dosis terapetik tinggi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquilaizer pun

dapat dipakai, misalnya diazepam (valium atau stesolid), disuntik secara intravena, dengan
mengingat bahwa tranquilizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi.
Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis terapeutik tinggi
adalah hipotensi postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau
pasien lanjut usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkope, maka pasien jangan langsung
berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu menit (bila pasien
sudah tenang).
Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar ia jangan mengalami
kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang-barang.
Bila pasien sudah tenang dan mulai kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika
dilanjutkan per os (bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Tempat berbaringnya harus
memuaskan, jangan sampai mengganggu pasien sehingga ia gelisah karena ini. Pemberian
makanan dan cairan juga harus memadai.
Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum diketahui, terutama bila diduga suatu
sindrom otak organic yang akut. Bila ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara
etiologis.
Pasien dengan amok, bila sampai kepada kita, biasanya sudah tidak mengamuk lagi, kita tinggal
berusaha tambah menenteramkan saja dan mengobati keadaan fisik bila sudah terganggu sewaktu
ia dalam keadaan amok. Psikosis skizofrenia dan bipolar memerlukan pengobatan jangka
panjang dengan neuroleptika.
Keadaan Gaduh-gelisah Lain
Serangan kecemasan akut dan panik mungkin saja terjadi pada orang yang normal bila nilai
ambang frustrasinya mendadak dilampaui, misalnya kecemasan dan panik sewaktu kebakaran,
kecelakaan massal atau bencana alam serta serangan perang. Sebagian besar orang orang ini
lekas menjadi tenang kembali, bila perlu diberi pengobatan tranquilizer serta makanan dan
minuman.
Kebingungan pascakonvulsi tidak jarang terjadi sesudah konvulsi karena epilepsi grand mal
atau sesudah terapi elektrokonvulsi. Pasien menjadi gelisah atau agresif. Keadaan ini
berlangsung beberapa menit dan jarang lebih lama dari 15 menit. Pasien dikendalikan dengan
dipegang saja dan dengan kata-kata yang menenteramkan. Bila ia masih tetap bingung dan
gelisah, maka perlu diberi diazepam atau penthotal secara intravena untuk mengakhiri keadaan
bingungnya.
Reaksi disosiasi dan keadaan fugue memperlihatkan pasien dalam keadaan bingung juga.
Kedua-duanya merupakan jenis neurosis histerik yang disebabkan oleh konflik emosional.

Kesadaran pasien menurun, ia berbicara dan berbuat seperti dalam keadaan mimpi. Sesudahnya
terdapat amnesia total.
DI Negara-negara kita sering terjadi kesurupan. PPDGJ-III memasukkan keadaan ini ke dalam
Kategori Diagnosis Fenomena dan SIndrom yang Berkaitan dengan Faktor Sosial Budaya di
Indonesia, karena faktor sosiobudaya memegang peranan penting dalam menimbulkannya.
Dengan meminjam istilah psikodinamika, maka kesurupan memperlihatkan gejala disosiasi.
Biarpun terdapat gejala disosiasi, akan tetapi kesurupan bukan reaksi disosiasi, karena tidak
disebabkan oleh konflik emosional, tetapi karena faktor-faktor adat-istiadat dan kepercayaan.
Kadang-kadang orang yang kesurupan tidak mau sadar kembali sehingga perlu pengobatan
medis (bila dibawa ke dokter), Untuk menghentikan reaksi disosiasi, keadaan fugue atau pun
kesurupan, suntikan diazepam atau barbiturate (Penthotal,Amytal) secara intravena dapat
berguna.
Ledakan amarah (temper tantrums) tidak jarang timbul pada anak kecil. Mereka menjadi
bingung dan marah tidak karuan. Penyebabnya sering terdapat pada hubungan dengan dunia luar
yang dirasakan begitu menekan sehingga tidak dapat ditahan lagi dan anak kecil itu bereaksi
dengan caranya sendiri.
Hukuman dan amarah-balasan, apa lagi bila orang tua memukulnya secara membabi-buta, dapat
menyebabkan reaksi anak di hari kemudian menjadi lebih buruk. Sebaiknya mereka jangan
dimarahi dengan rasa dendam, tetapi dengan kata-kata yang menenteramkan dan sikap yang
tenang menunjuk kepada keadaan yang nyata serta akibat-akibat yang mungkin terjadi karena
reaksi itu.
Pada anak remaja kadang-kadang juga timbul keadaan bingung dan gelisah: amarah yang hebat,
pengrusakan atau tindakan delinkuensi lain.
Ilmu kedokteran Jiwa Darurat,
Agitasi
Agitasi merupakan satu kondisi meningkatnya kegaduhan mental dan kegiatan motorik. Dapat
terjadi pada rentangan kondisi gangguan mental yang luas. Hal ini dapat menjadi kondisi gawat
darurat karena agitasi biasanya mendahului tindak kekerasan.
Buku Ajar Psikiatri FKUI
Kondisi gaduh gelisah merupakan salah satu dari kasus kedaruratan psikiatrik selain Dampak
tindak kekerasan, Suicide, Gejala Ekstrapiramidal akibat penggunaan obat, dan Delirium yang
memerlukan intervensi terapeutik segera
Kondisi gaduh gelisah dapat bermanifestasi dalam 3 hal, yaitu :

Agitasi, merupakan perilaku patologi dengan manifestasi berupa aktivitas verbal atau
motorik yang tak bertujuan
Agresif, digunakan untuk binatang dan manusia. Pada manusia dapat berbentuk agresi
verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang
Kekerasan (violence), agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan melukai orang lain

Kekerasan (Kaplan)
Kekerasan merupakan agresi fisik yang dilakukan oleh satu orang kepada orang lain. Jika
ditujukan pada diri sendiri, kekerasan disebut sebagai mutilasi-diri atau perilaku bunuh diri.
Kekerasan dapt disebabkan oleh suatu kisaran luas gangguan psikiatrik, tetapi juga dapat terjadi
pada orang normal yang tidak dapat menghadapi stress hidup dengan cara yang tidak terlalu
berat. Keadaan psikiatrik yang paling sering disertai dengan kekerasan mencakup gangguan
psikotik seperti skizofrenia dan mania (terutama jika pasien paranoid atau mengalami halusinasi
perintah), intoksikasi alcohol dan obat-obatan, putus alcohol dan hipnotik-sedasi, kegairahan
katatonik, depresi teragitasi, gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan atau
pengendalian yang buruk (gangguan kepribadian antisosial) dan gangguan organik

EVALUASI
Menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat adalah tujuan utama
dalam melakukan evaluasi kedaruratan psikiatrik. Dalam proses evaluasi, dilakukan :

Wawancara Kedaruratan Psikiatrik. Secara umum, focus wawancara ditujukan pada


keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat. Keterangan tambahan dari pihak
pengantar, keluarga, teman, polisi, dapat melengkapi informasi terutama pada pasien
mutisme, negativistic, tidak kooperatif atau inkoheren.
Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi : riwayat perjalanan penyakit,
pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologic, dan kalau perlu
pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oleh dokter
di unit gawat darurat adalah menilai tanda tanda vital pasien (Tekanan darah, nadi,
pernapasan dan suhu) .Tanda vital adalah sesuatu yang mudah dukur yang dapat
memberikan suatu informasi yang sangat bermakna secara cepat. Misalnya, seorang yang
gaduh-gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120x/menit, dan tekanan

darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan dengan suatu


gangguan psikiatrik.
5 hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
1. Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di ruang
gawat darurat, pola pelayanan dan komunikasi antar staf, serta jumlah pasien dalam
ruangan tersebut cukup aman bagi pasien, baik secara fisik maupun emosional. Jika
intervensi verbal tidak cukup atau merupakan kontraindikasi, perlu diberikan obat atau
pengekangan. Perhatian perlu diberikan terhadap kemungkinan timbulnya agitasi atau
perilaku merusak.
2. Medik atau Psikiatrik?
Penting sekali bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medic, psikiatrik, atau
kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi-kondisi medic
umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam tinggi, kelainan metabolism,
tumor, AIDS, intoksikasi atau gejala putus zat, seringkali menyebabkan gangguan fungsi
mental yang menyerupai gangguan psikiatrik umumnya. Bila kondisi ini tidak ditangani
semestinya, dapat menyebabkan kematian. Karena itu dokter gawat-darurat tetap harus
menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi mental yang tampak,
meskipun sebenarnya secara medic telah dinyatakan tak ada kelainan oleh dokter lain.
3. Psikosis
Yang penting disini bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan mempengaruhi
hidupnya. Hal ini dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan
serta kepatuhannya dalam berobat
4. Suicidal atau homicidal
Pasien-pasien dengan kecenderungan ini sangat membahayakan dirinya sendiri atau
orang lain. Jangan pernah menyepelekan semua ancaman, pikiran, atau sikap yang
menunjukkan adanya kecenderungan bunuh diri, sampai terbukti bahwa hal itu tidak
benar. Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara ketat.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri harus
selalu ditanyakan kepada pasien.
5. Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu merawat
dirinya sendiri, mampu merawat dirinya sendiri, mampu menjalankan saran yang
dianjurkan.
Indikasi rawat inap adalah : (Kapita selekta)
Pasien mengancam keselamatan diri sendiri atau orang lain
Adanya ide/percobaan bunuh diri
Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun lingkungan
Perlu observasi lebih lanjut
TImbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa

DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada beberapa hal yang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data, misalnya penapisan toksikologi (tes urin
untuk opioid, amfetamin, benzodiazepine, kanabis, dsb), pemeriksaan radiologi, EKG, tes
laboratorium. Sedapat mungkin pemeriksaan dan konsultasi medic untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebab organic dilakukan di ruang gawat darurat. Data penunjang seperti
catatan medic sebelumnya, informasi alloanamnesis dari keluarga, polisi, dsb juga dikumpulkan
sebelum kita menentukan tindakan.
TERAPI
Asesmen pada kondisi gaduh gelisah
1. SIngkirkan kondisi fisik
Riwayat medik, pemeriksaan fisik, radiologi, laboratorium, bila ada indikasi tentukan
status HIV atau hepatitis C
2. Evaluasi adanya komorbiditas
Gangguan penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian antisocial atau ambang
3. Efek samping obat
Akatisia
4. Penilaian risiko
Riwayat kekerasan, ide/tindakan bunuh diri sebelumnya, akses ke senjata, catatan
pengadilan tentang criminal, isi waham/halusinasi

Evaluasi dan Penatalaksanaan


1. Lindungi diri anda. Kita harus memperkirakan bahwa mungkin saja terjadi suatu tindak
kekerasan sehingga kita tidak akan dikejutkan oleh suatu perilaku kekerasan yang
mendadak.
2. Waspada terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan, antara lain :
3. Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien secara aman.
4. Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang sudah terlatih. Biasanya sesudah
pasien diikat diberikan benzodiazepine atau antipsikotik (tergantung diagnosisnya) untuk
menenangkan pasien.
5. Lakukan evaluasi diagnostic yang tepat, meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik,
dan wawancara psikiatrik. Evaluasi risiko bunuh diri, dan buat rencana penatalaksanaan
yang meliputi penanganan tindak kekerasan yang mungkin muncul kemudian.
6. Eksplorasi kemungkinan dilakukannya intervensi psikososial untuk mengurangi risiko
kekerasan. Jika tindak kekerasan itu berhubungan dengan situasi tertentu, coba pisahkan
pasien dari orang atau situasi tersebut.

7. Mungkin pasien perlu dirawat untuk mencegahnya melakukan tindak kekerasan.


Observasi harus dilakukan terus-menerus, meskipun dilakukan di ruang perawatan
psikiatri yang terkunci.
8. Jika penanganan psikiatrik bukan hal yang sesuai dalam suatu kasus, anda mungkin perlu
melibatkan polisi atau aparat hukum.
9. Calon korban harus diperingatkan seandainya masih ada kemungkinan bahaya
mengancam, misalnya bila pasien dirawat

Panduan Wawancara dan Psikoterapi


1. Bersikaplah suportif dan tidak mengancam. Meskipun demikian, bersikaplah tegas dan
berikan batasan yang jelas bahwa kalau perlu pasien dapat diikat (physical restraints).
Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan (misalnya, pilih obat atau diikat), dan
bukan dengan menyuruh pasien secara provokatif : Minum tablet ini sekarang!.
2. Katakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima.
3. Tenangkan pasien bahwa ia aman disini, Tunjukkan dan tularkan sikap yang tenang serta
penuh control.
4. Tawarkan obat kepada pasien untuk membantunya menjadi lebih tenang.

Terapi Psikofarmaka (FKUI dan Kaplan, kedokteran jiwa darurat)


Untuk gaduh gelisah yang hebat dan cenderung meningkat, obat penenang akan dibutuhkan.
Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenangkan pasien diberikan obat
antipsikotik atau hipnotika sedatif (mis. Benzodiazepine atau barbiturate).
Periksalah tanda vital pasien bila mungkin. Anti psikotika yang ringan seperti klorpromazin
harus dihindarkan karena khawatir dapat menyebabkan hipotensi ortostatik. Bila ada demam,
hindari antipsikotika, karena menyebabkan poikilotermia dan dapat mengganggu
penanggulangan terhadap demamnya.
Bila diduga ada intoksikasi atau abstinensi terhadap alcohol atau hipnotika sedative,
benzodiazepine merupakan obat terpilih. Karena anti psikotika dapat mencetuskan kejang
abstinensi.
Bila pasien psikotik, pikirkanlah antipsikotika. Walau pasien psikotik dapat ditenangkan oleh
benzodiazepine, namun tidak dianggap sebagai terapi yang sesuai untuk psikosis. Namun begitu,
penggunaan benzodiazepine untuk menenangkan pasien psikotik di UGD atau praktek memberi
kesempatan kepada anggota tim rumah sakit untuk memeriksa secara tepat tanpa anti psikotika
esok harinya. Pilihan obat yang dapat diberikan adalah :

Flufenazin, trifluoperazin atau haloperidol diberikan 5 mg per oral atau IM;

Olanzapine 2,5 10 mg per IM, maksimal 4 injeksi sehari, dengan dosis rata-rata per hari
13-14 mg.
Atau lorazepam 2 4 mg per oral, IM atau IV, diazepam 5 10 mg per-IV secara
perlahan (dalam 2 menit).

Bila pasien sudah mendapat anti psikotik sebelumnya, berikan lagi obat yang sama. Bila dalam
20-30 menit kegelisahan pasien tidak berkurang, ulangi dosis yang sama sampai dicapai kondisi
tenang. Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang mempunyai risiko kejang. Untuk
pasien dengan epilepsy, antikonvulsan (mis. Carbamazepine) dapat efektif. Beberapa pasien
dapat mengalami gejala ekstrapiramidal ringan dalam 24 jam pertama setelah penanganan cepat,
meskipun efek sampan ini jarang, psikiater tidak boleh mengabaikannya. Kegawatdaruratan
ekstrapiramidal memberikan respon terhadap benztropin 2 mg per oral atau IM, difenhidramin
50 mg IM atau IV
Benzodiazepin mungkin tidak akan efektif pada pasien yang sudah toleran; benzodiazepine juga
dapat menurunkan inhibisi yang secara potensial dapat memperburuk kekerasan pada pasien.
Untuk penderita epilepsy, mula-mula berikan antikonvulsan, misalnya carbamazepine, baru
benzodiazepine.
Pasien yang menderita gangguan organic kronik seringkali memberikan respons yang baik
dengan pemberian -blockers, seperti propanolol.
Penilaian kondisi gaduh-gelisah secara objektif dapat menggunakan instrument., dimana
apabila skor menunjukkan angka 20 maka sudah dikategorikan dalam kondisi agitasi berat.
Pemberian terapi obat atau pengekangan (bila memang diperlukan) harus mengikuti prinsip
terapi : maximum tranquilization with minimum sedation.
Tujuannya adalah untuk :

Membantu pasien untuk dapat mengendalikan dirinya kembali,


Mengurangi/menghilangkan penderitaannya
Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat suatu kesimpulan akhir

Pasien yang tidur memang tidak membahayakan orang lain, tetapi kitapun tidak dapat melakukan
pemeriksaan status mental terhadap pasien tersebut.
Obat-obatan yang sering digunakan adalah :

Low-dose high potency antipsychotics, seperti haloperidol, trifluoperazine, perphenazine,


dsb. Karena batas keamanannya cukup luas. Haloperidol terdapat dalam kemasan injeksi
dan tetes (cairan) sehingga memudahkan pemberian
Atypical antipsychotics, seperti risperidone, quetiapine, olanzapine. Olanzapine juga
terdapat dalam bentuk injeksi.

Injeksi benzodiazepine

Kombinasi antipsikotik dan benzodiazepine kadang sangat efektif


Maramis WF, Maramis AA (2009), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2, Surabaya : Airlangga
University Press
Kaplan HI, Sadock Benjamin J (1998), Ilmu kedokteran Jiwa Darurat, Jakarta : Widya Medika
Elvira SD, Hadisukanto G (2013), Buku Ajar Psikiatri, Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Sadock BJ, Sadock VA (2010), Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock Edisi 2, Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai