Gawat Darurat Onkologi
Gawat Darurat Onkologi
KEGAWAT DARURATAN
DI BIDANG ONKOLOGI
Pendahuluan
Keadaan gawat darurat yang terjadi pada pasien onkologi adalah suatu hal
yang kompleks, sehingga memerlukan penanganan multi disipliner. Penatalaksanaan
gawat darurat penderita di bidang onkologi dipengaruhi oleh ketepatan, umur
penderita, keadaan umum, tipe tumor, ekstensi, staging, harapan hidup dari penderita
sendiri dan keluarganya. Keadaan gawat darurat di bidang onkologi dapat
dikelompokan menjadi metabolok dan non metabolik.
I. Non Metabolik
1. Obstruksi Vena Cava Superior
Merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh obstruksi aliran darah yang
melalui vena cava superior (VCS).
Epidemiologi dan etiologi
a. Keganasan (78% - 86%)
Kanker paru (65%). Paling sering adalah small cell carcinoma (38%),
squamous cell carcinoma (14%), lain-lain (9%).
Limfoma maligna, sekitar 10% penyebab obstruksi. Paling sering
kasus high grade histologi.
Keganasan mediastinal primer lainnya (10%) seperti thymoma dan
germ cell tumor, metastase (terutama dari ca mammae).
b. Lesi jinak (12%)
Fibrosis mediastinum
Histoplasmosis, actinomycosis
Behcets syndrome
idiopatik
Goiter, sarcoidosis
Patogenesis
a. Obstruksi dan trombosis
Pertumbuhan tumor di mediastinum menekan VCS sehingga collaps.
Trombosis disebabkan stasis atau invasi tumor, juga bertanggung jawab
terhadap onset akut sindroma VCS.
b. Sirkulasi kolateral
Obstruksi vena cava yang disebabkan keganasan lebih cepat membentuk
sirkulasi kolateral. Jika obstruksi terjadi diatas vena azygos, bagian
obstruksi vena cava superior akan terlihat mengalihkan drainage ke sistem
azygos. Obstruksi v.azygos lebih sering karena keganasan yang berasal di
bawahnya.
c. Inkompeten katup vena juguralis interna
Jarang terjadi, merupakan kasus emergensi yang mematikan. Penderita
akan meninggal dalam beberapa jam atau hari jika tidak diterapi segera
karena terjadi edema cerebri.
Diagnosis
Umumnya berdasarkan penemuan klinis dan adanya massa di mediastinum.
Gejala
Muncul 2 minggu sebelum didiagnosis pada 20% kasus dan lebih dari 8
minggu pada 20% kasus lainnya.
a. Gejala tersering adalah mengeluh sesak napas (63%), wajah dan leher
bengkak (50%), badan dan ekstemitas bengkak (18%), batuk (24%),
rasa penuh dan tertekan di kepala serta nyeri kepala walaupun jarang
timbul, nyeri dada (15%), lakrimasi, nyeri menelan (9%), halusinasi
dan kejang jarang terjadi.
b. VCS sindroma obstruksi mungkin berhubungan dengan kompresi
sumsum tulang belakang, biasanya meliputi daerah vertebra cervical
bagian bawah dan vertebra thoracal bagian atas. VCS sindroma dengan
compresi spinal cord harus dipikirkan pada pasien yang mengeluh
nyeri punggung atas.
Pemeriksaan fisik
Umumnya ditemukan distensi vena di dinding thorak (65%), distensi venavena leher dan edema wajah (55%), tachypneu (40%), plethora wajah dan
sianosis (19%), edema ekstremitas superior (10%), paralisis pita suara dan
Horners sindroma (3%). Vena fossa cubiti tidak collaps jika lengan
diletakan lebih tinggi dari jantung. Pada funduscopy vena retina mungkin
dilatasi. Dullnes di atas sternum mungkin ada, stridor dan koma
merupakan tanda lebih lanjut.
Radiografi
a. Foto thoraks tampak pelebaran mediastinum superior (64%), efusi
pleura (26%), massa di hillus kanan (12%), infiltrat difuse bilateral
(7%), kardiomegali (6%), kalsifikasi paratrakeal (5%), massa di
mediastinum anterior (3%), normal (16%).
b. CT scan dada dengan kontras akan terlihat daerah pin point obstruksi,
derajat oklusi dan adanya kolateral.
c. Superior venocavogram menunjukan letak obstruksi secara tepat
d. MRI daerah vertebra cervical dan thoracal atas harus diplanning pada
pasien dengan VCS dan nyeri punggung atas.
Diagnosis histologis
3
Terapi
Suportif
Koreksi obstruksi, oksigenasi pada hipoksia, pemberian kortikosteroid
untuk mengurangi edema otak dan mengurangi obstruksi karena reaksi
inflamasi karena tumor atau karana radioterapi tahap awal. Pemberian
diuretik mungkin membantu.
Stenting
Penempatan self expanding metal endoprotesis secara percutaneus
mengurangi obstruksi secara nyata
Radioterapi
Total dosis bervariasi antara 3000-5000 cGy, tergantung dari kondisi
pasien dan beratnya gejala, letak anatomi serta tipe histologis tumor
Median survival rata-rata 10 bulan untuk SLCL dan 3-5 bulan untuk
tipe kanker paru lainnya
Relaps lokal dan rekurensi sydroma ini 15-20% tetapi jarang untuk
pasien limfoma
Mekanisme
Paling sering ekstensi langsung tumor dari corpus vertebra ke ruang epidural
(kompresi langsung). Tumor lain seperti limfoma dan neuroblastoma masuk
melalui foramen intravertebra. Akibat sekunder terhadap penekanan pembuluh
darah menyebabkan infark dan perubahan yang irreversibel. Penyebaran
langsung ke sumsum tulang belakang amat jarang. Pada pemeriksaan post
mortem ditemukan 75% kolaps pada corpus vertebra dan 25% sisanya berupa
ekstensi tumor epidural.
Gejala
Manifestasi klinik berupa nyeri punggung yang diikui gejala radikulopati dan
myelopati. Nyeri lokal dirasakan beberapa minggu atau bulan. Gejala
radikuler jika keadaan berlanjut tetapi masih awal. Setelah kompresi nyata
maka gejala menjadi semakin cepat memberat. Midline atau paravertebra back
pain merupakan keluhan utama pada 90% kasus. Nyeri tumpul dan nyeri
tulang belakang biasanya ada. Radikulopati, nyeri pada dermatom, juga
sensasi dan motorik pada daerah roots saraf yang terkena. Mielopati akibat
progresi penyakitnya tergantung level yang terkena, bilateral mielopati bisa
menyebabkan kelamahan atau kekakuan dari ekstremitas bawah, kehilangan
fungsi berkemih dan BAB.
Pemeriksaan
a. Foto plain : loss of pedicle, lesi destruksi, kolaps corpus vertebra
b. Bone scan : bila foto plain masih meragukan dan masih curiga
c. MRI : akurat untukmelihat derajat kompresi
d. Myelografi : jika MRI tidak dapat dilakukan, bila kontras terblok
diperlukan dari kedua daerah dari kompresi dan cairan serebrospinal
sekaligus diperiksa etiologinya
e. Punksi lumbal : hanya pada pasien dengan kompresi epidural jika hanya
diduga adanya konkomitan meningeal diseminasi dari tumor
Terapi
Pemberian kortikosteroid, dexamethason 10 mg i.v. diikuti 4 mg tiap 6 jam
membantu mengurangi nyeri dan mengurang gejala neurologis, dimulai
5
Dapat terjadi pada sepanjang ureter proximal sampai distal, buli-buli dan
urethra
Mekanisme
o Mekanik : sumbatan langsung massa tumor dan merupakan yang
paling sering
o Neurofisiologis : metastasis tumor otak atau spinal cord menyebabkan
gangguan pusat miksi
Gejala
Nyeri pada flank, mual, muntah, hematuri, BAK menetes sampai overflow
incontinence, azotemia
Terapi
Diversi urine
Perdarahan
saluran
kemih
Dapat mikroskopik sampai gross hematuri
Terjadi pada:
o Tumor primer traktus urinarius : renal cell ca, transitional cell ca,
ginjal, ureter, buli, dan urethra serta prostat
o Metastasis ca cervic serta keganasan GIT bawah
o Sistitis hemoragika akiba agen sitotoksik
Terapi
Bila pasien dapat BAK tanpa ada bekuan darah maka tidak ada
tindakan khusus
Bila banyak bekuan darah dilakukan kateterisasi dan irigasi dengan
NaCl fisiologis
Pada sistitis hemoragika selain irigasi kontinu juga dilakukan koreksi
anemia, trombositopenia dan gangguan faktor pembekuan darah
Formalin intravesikal
Gagal ginjal akut
Penyebab
Agen kemoterapi
Tumor lysis sindroma
Kontras radiologis
Drugs induced renal failure seperti aminoglikosid
Dehidrasi
Syok septik
Akut bilateral hydroneprosis
Penyebab tersering adalah obat kanker terutama cisplatin. Insidensi 1-2%
dan meningkat pada pasien yang diare berat, dehidrasi, gangguan ginjal
sebelumnya
Penanganan
o Menyesuaikan dosis cisplatin 20-50 mg/m2 dibantu cairan 1-2 liter bila
diuresis sampai dengan 100 cc/jam, 50 mg/m 2 dibantu dengan cairan 23 liter bila diuresis > 100 cc/jam
faktor yang dilepaskan oleh sel kanker yang menyebabkan resorbsi kalsium
tulang. Faktor ini juga merangsang responsi kalsium di tubulus ginjal.
Penatalaksanaan
Meskipun terapi terbaik adalah menangani penyakit dasarnya, hiperkalsemia
paling sering timbul pada pasien dengan kanker lanjut yang mengalami kegagalan
terapi sitostatik. Terapi secara langsung ditujukan untuk menurunkan kadar
kalsium serum dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urine atau
menurunkan resorbsi kalsium tulang dengan cara menghambat osteoclast. Bila
memungkinkan, immobilisasi harus diminimalisasi karena akan meningkatkan
kadar kalsium serum. Obat-obatan yang menghambat ekskresi kalsium melalui
urine dan yang menurunkan renal blood flow, diet dan obat yang mengandung
kalsium tinggi, vitamin D, vitamin A atau retinoid harus dihentikan.
Penderita hiperkalsemia dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pasien yang tidak
memerlukan dan yang memerlukan penanganan segera dirumah sakit.
Outpatient
Serum calcium < 12 mg/dl
No significant nausea
Able to ingest fluids
Fatique
Normal renal function
Stable cardiac rhythm
Mild constipation
Companion for supervision
Access to EMG care
Inpatient
Serum calcium 12 mg/dl
Nausea or vomiting
Dehydration
Altered mental status
Renal insufficiency
Cardiac arythmia
Obstipation, ileus
Lives alone
Limited access to medical care
10
IGF seperti halnya proinsulin terikat pada protein di sirkulasi dan memediasi
aktifitas biologisnya setelah mengikatnya pada reseptor permukaan sel reseptor
khusus. IGF ini tidak bereaksi dengan antibodi anti insulin dan hanya memilik 12% dari aktifitas insulin. Insulin sendiri memiliki afinitas yang rendah terhadap
reseptor IGF-1, namun tidak terhadap IGF-2. IGF tampaknya bertindak sebagai
GF untuk beberapa tumor dan telah diusulkan sebagai target pada terapi anti
kanker.
Percepatan penggunaan glukosa oleh tumor yang besar mungkin juga
berhubungan dengan hipoglikemia pada tumor. Diperkirakan bahwa 1 kg tumor
menggunakan 50-200 mg glukosa per hari. Dengan kemampuan hepar
memproduksi glukosa 700 mg per hari, secara teori akan terjadi kegagalan dalam
pencegahan terjadinya hipoglikemia. Bagaimanapun pasien dengan tumor yang
besar (beberapa kg) disertai metastase ke hepar merupakan kombinasi keadaan
yang mempercepet terjainga hipoglikemia. Kegagalan fungsi hepar akan
menurunkan kemampuan glikolisis dan glukoneogenesis.
Terapi
Pada hipoglikemia ringan dapat diatasi dengan meningkatkan fekuensi makan.
Pada pasien dengan gejala lanjut atau yang tidak dapat diprediksi, pemberian
kortikosteroid atau glukagon mungkin akan mengurangi gejala. Infus glukosa
diberikan sementara terapi lain dijalankan (operasi, kemoterapi, radiasi).
Pemberian glukagon secara infus kontinua menggunakan pompa portable
memberikan hasil yang memuaskan.
Adrenal failure
Insufisiensi adrenocortical akibat metastase adalah kurang umum terjadi. Lebih
umum terjadi akibat iatrogenic bedah, terapi menggunakan inhibitor steroid
seperti aminoglutethimide, terapi kortikosteroid kronik dan kadang karena
perdarahan adrenal. Dalam suatu studi, penderita tumor dengan metastasis ke
kelenjar adrenal dan terjadi pembesaran kelenjar adrenal sebanyak 19% terjadi
insufisiensi adrenal. Pada penelitian yang terpisah dari 15 pasien sepaetiganya
mengalami insufisiensi adrenal dengan gejala lanjut seperti mual, anoreksia dan
hipotensi orthostatik. CT-scan den tes ACTH berguna sebagai pemeriksaan
diagnostik.
13
Gejala klinik
Tanda dan gejala yang klasik seperti kelemahan, berat badan turun,
hiperpigmentasi dan hipotensi postural. Salah satu dari gejala ini hampir selalu
ada dan onset nya tanpa disadari. Sering terdapat asidosis ringan, hiponatemi, dan
hipokalsemia.
Terapi
Penggantian glukokortikoid fisiologis dapat dengan cara pemberian cortison acetat
(25 mg pagi dan 12,5 mg sore). Selama terjadinya stres (prosedur operatif, infeksi)
mungkin
memerlukan
dosis
double
atau
tripel.
Kadang
pengganti
14
Daftar pustaka
1. Yaholom J., Fuller BG., Heiss JD., Oldfield EH., Warrell RP., Walther MM.
Oncologic Emergency De Vita VT, editors. In cancer : Principle & Practice of
Oncology Philadelphia. Lippincott Raven. 2001: 1609-1651.
2. Feig BW., Berger DH., Fuhrrnan GM., The M.D. Andreson Surgical Oncology
Handbook, 2nd edition, Lippincott William & Wilkins, Philadelphia, 1999.
3. Schwartz., Shires., Spencer. Principles of Surgery, 7th edition, McGraw Hill Inc,
2005.
15