Anda di halaman 1dari 170

MATERI AJAR

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DIREKTORAT PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
2013

KATA PENGANTAR
Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan merubah kurikulum mulai da
ri
pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang No 12 tah
un 2012,
bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi dalam penyusunan kurikulum, namun pada
pelaksanaannya diperlukan rambu-rambu yang sama agar dapat mencapai hasil yang o
ptimal.
Disamping itu, peserta didik di perguruan tinggi merupakan insan dewasa , sehing
ga dianggap sudah
memiliki kesadaran dalam mengembangkan potensi diri untuk menjadi intelektual, i
lmuwan, praktisi,
dan atau professional. Sehubungan dengan itu, maka perubahan pada proses pembela
jaran menjadi
penting dan akan menciptakan iklim akademik yang akan meningkatkan kompetensi ma
hasiswa baik
hardskills
maupun softskills. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Tinggi dalam UU No 12
tahun
12 yaitu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa da
n berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbuday
a untuk kepentingan
bangsa.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seluruh mahasiswa harus mengikuti pembelajaran
mata
kuliah dasar umum yang dikenal dengan MKDU (general education). Sebagian dari MK
DU telah
dinyatakan dalam UU No 12 tahun 2012 sebagai mata kuliah wajib, yaitu Agama, Pan
casila,
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Dalam rangka menyempurnakan capaian pembe
lajaran,
maka MKDU ditambah dengan bahasa Inggris, Kewirausahaan, dan mata kuliah yang me
ndorong
pada pengembangan karakter lainnya, baik yang terintegrasi maupun individu.
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila merupakan pelajaran yang memberikan pedoman kep
ada
setiap insan untuk mengkaji, menganalisis, dan memecahkan masalah-maslah pembang
unan bangsa
dan Negara dalam perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideology dan das
ar Negara Republik
Indonesia. Pada tahun ini dihasilkan rencana pembelajaran secara rinci, beserta
bahan ajar berupa ebook dan digital asset yang kami berharap dapat digunakan oleh kalangan dosen pe
ngampu di
perguruan tinggi. Penyusunan rencana pembelajaran dan bahan ajar ini didanai ole
h Satker
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti tahun 2012. Bahan ini aka
n diunggah di
web Dikti agar menjadi sumber belajar terbuka bagi semua.
Kepada tim penulis kami mengucapkan terima kasih atas dedikasi, waktu dan curaha
n
pemikirannya untuk menuangkan buah pemikiran untuk memantapkan Mata Kuliah Pendi
dikan
Pancasila di perguruan tinggi. Penyempurnaan secara periodic akan tetap dilakuka

n, untuk ini kami


mohon kepada para pengguna dapat memberikan masukan secara tertulis, baik langsu
ng kepada
penulis maupun kepada Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti.
Semoga bahan ajar ini bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya,
Jakarta 10 Januari 2012
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Djoko Santoso

BAB I
PENDAHULUAN
Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang
menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah diselenggarakan baik
oleh
masyarakat umum maupun kalangan akademisi. Tidak terkecuali lembaga negara yaitu
MPR
mencanangkan empat pilar berbangsa yang salah satunya adalah Pancasila. Memang a
da
perdebatan tentang istilah pilar tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Panc
asila
adalah dasar negara, namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila perl
u
disambut dengan baik.
Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
yang belum lama disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan
kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pa
ncasila,
Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa Indonesia. Menindaklanjuti undang undang terse
but,
Dikti juga menawarkan berbagai hibah pembelajaran untuk keempat mata kuliah ters
ebut.
Dan laporan ini merupakan bagian dari program yang dirancang oleh Dikti dalam ha
l ini
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Apabila dilakukan jejak pendapat dikalangan mahasiswa biasanya mereka cenderung
tidak menyukai empat mata kuliah yang dikenal sebagai Mata Kuliah Kepribadian (M
PK) ini.
Beberapa alasannya adalah pertama, mata kuliah ini bukan mata kuliah sesuai deng
an
bidang studi mereka, kedua, materinya tidak up to date, hanya mengulang apa yang
pernah
mereka dapatkan di jenjang pendidikan sebelumnya, ketiga, metode pembelajarannya
yang
tidak variatif dan inovatif sehingga menimbulkan kebosanan.
Alasan yang pertama perlu diberikan penjelasan kepada mahasiswa bahwa
mempelajari ilmu sesuai dengan bidangnya saja tidaklah cukup untuk bekal ketika
mereka
lulus kuliah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% keberhasilan
seseorang
tidak ditentukan pada penguasaan bidang ilmunya, namun pada kepribadiannya. Deng
an
menyadari pentingnya kepribadian ini diharapkan mahasiswa lebih tertarik pada ma
ta kuliah
ini.

Alasan kedua yaitu materi tidak up to date sebenarnya hal ini lebih terkait deng
an
masalah SDM (dosen pengampu). Bahan-bahan pendukung perkuliahan yang terkait den
gan
Pancasila sangat banyak. Tulisan dalam jurnal, majalah, buku maupun internet san
gat
mencukupi untuk digunakan sebagai bahan ajar. Persoalan sebenarnya juga tidak da
pat
ditimpakan sepenuhnya kepada dosen karena realitas di lapangan jumlah dosen Panc
asila
sangat terbatas, sehingga yang terjadi satu dosen dapat mengajar banyak kelas at
au dosen
yang tidak berkompeten mengajar Pancasila. Persoalan materi terkait pula dengan
metode
pembelajaran yang berujung pada SDM juga. Sehinggga perlu kiranya kedepan dilaku
kan up
grading bagi pengajar Pancasila dan pelatihan untuk calon dosen pengajar Pancasi
la.
Keberadaan Rancangan Pembelajaran Pendidikan Pancasila ini tentunya sangat
penting untuk memberikan panduan umum tentang bagaimana mengajarkan Pancasila
kepada mahasiswa. Rancangan ini sudah memilahkan antara Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan yang sebelumnya dijadikan satu, sehingga memperjelas
pokok
bahasan apa saja yang perlu disampaikan kepada mahasiswa terkait dengan Pendidik
an
Pancasila ini. Selain itu gambaran tentang metode pembelajaran juga diharapkan d
apat
memberikan inspirasi untuk dikembangkan lebih lanjut.

BAB II
KONSEP PENDUKUNG CAPAIAN DALAM PENYELENGGARAAN
PENDIDIKAN PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI
A. Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila
1. Dasar Filosofis
Ketika Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia
dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme.
Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi kebebasan d
an
hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham sosialisme atau
kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan
individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem kenegaraan yang berbeda.
Faham
individualisme melahirkan negara-negara kapitalis yang mendewakan kebebasan
(liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan superioritas in
dividu,
kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter deng
an
tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi segelintir wa
rga
pemilik kapital.
Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan perang dingin yang dampaknya
terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu
melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan
merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep filosof
is
yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa
berperan sebagai penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideolo
gi
dunia yang bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan
masyarakat diakui secara proporsional.
Rumusan tentang Pancasila tidak muncul dari sekedar pikiran logis-rasional,
tetapi digali dari akar budaya masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Maka Bung Ka
rno
hanya mengaku diri sebagai penggali Pancasila, karena nilai-nilai yang dirumuska
n dalam
Pancasila itu diambil dari nilai-nilai yang sejak lama hadir dalam masyarakat Nu
santara.
Oleh karena itulah Pancasila disebut mengandung nilai-nilai dasar filsafat (phil
osophische

grondslag), merupakan jiwa bangsa (volksgeist) atau jati diri bangsa (innerself
of nation),
dan menjadi cara hidup (way of life) bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Dengan
demikian nilai-nilai dalam Pancasila merupakan karakter bangsa, yang menjadikan
bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikan Pancasila perlu k
arena
dengan cara itulah karakter bangsa dapat lestari, terpelihara dari ancaman gelom
bang
globalisasi yang semakin besar.
2. Dasar Sosiologis
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa
yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah mempraktikan P
ancasila
karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya merupakan kenyataan-kenyataan
(materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat Indonesia. Kenyataan
objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang mengikat setiap warga bangs
a untuk
taat pada nilai-nilai instrumental yang berupa norma atau hukum tertulis (peratu
ran
perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) maupun yang tidak tertulis seper
ti adat
istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana
agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideologi
Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan bahw
a
setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa kelompok
masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai solusi untuk
menyatukan kembali. Begitu kuat dan ajaibnya kedudukan Pancasila sebagai kekuatan
pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir (G30S/PKI) pada 1
Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai Hari Kesaktian Pan
casila.
Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis membutuhkan ideologi pemersatu
Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila perlu dilestarikan dari generas
i ke generasi
untuk menjaga keutuhan masyarakat bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dila
kukan
khususnya lewat proses pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir
nilai
Pancasila tersebut dapat disemaikan dan dikembangkan secara terencana dan terpad
u.

3. Dasar Yuridis
Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang
berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negar
a
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis
Keputusan
Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar NNegara REpublik
Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang t
ertuang
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis berkedudukan seba
gai
Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis sebagai Dasar Negara
Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun
1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan hukum yang sah, kekuatan
hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.
Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praksis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang M
aha Esa,
nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Keraky
atan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan ni
lai
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pem
bukaan
UUD NRI Tahun 1945, dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai
dasar tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945,
bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.
Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya
adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembu
kaan
dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat peraturan perundangundan
gan
tersebut dikenal sebagai nilai instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental
harus merupakan penjelasan dari nilai dasar; dengan kata lain, semua perangkat
perundang-undangan haruslah merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasil
a
yang terdapat pada Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lembagalembaga


legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah adalah ora
ngorang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilainilai
instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan, penger
tian
dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik terhadap
kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak, mereka akan melahirkan nilainilai
instrumental yang menyesatkan rakyat dari nilai dasar Pancasila.
Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada sem
ua
peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran dari nilai da
sar
Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah wujud pada amaliyah s
etiap
warga. Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat strategis disemaikan pada s
emua
warga negara sesuai dengan usia dan tingkat pendidikannya, termasuk pada para
penyusun peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran,
bahkan keharusan, jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain melalu
i
pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal.
Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi lebih penting lagi
karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang melahirkan intelektual-intel
ektual
muda yang kelak menjadi tenaga inti pembangunan dan pemegang estafet
kepemimpinan bangsa dalam setiap strata lembaga dan badan-badan negara, lembagal
embaga
daerah, lembaga-lembaga infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan,
lembaga-lembaga bisnis, dan lainnya.
B. Tujuan Penyelenggaraan
Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapa
t
tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji,
menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam
perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republi
k Indonesia.
Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada merup
akan

rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan nasional
yang
diamanatkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi pun merupak
an
bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara spesifik tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
adalah
untuk :
1.
Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui
revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyar
akat,
berbangsa dan bernegara.
2.
Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila
kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3.
Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap
berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui
sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
4.
Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta
penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat
berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan
eksternal masyarakat bangsa Indonesia.
C.
Capaian Pembelajaran
1.
Memiliki kemampuan analisis, berfikir rasional, bersikap kritis dalam menghadapi
persoalan-persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.
Memiliki kemampuan dan tanggung jawab intelektual dalam mengenali masalahmasalah
dan memberi solusi berdasarkan nilai-nilai Pancasila
3.
Mampu menjelaskan dasar-dasar kebenaran bahwa Pancasila adalah ideologi yang
sesuai bagi bangsa Indonesia yang majemuk (Bhinneka Tunggal Ika).

4.
Mampu mengimplementasikan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam realitas
kehidupan
5.
Memiliki karakter ilmuwan dan profesional Pancasilais yang memiliki komitmen ata
s
kelangsungan hidup dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB III
METODE PEMBELAJARAN DAN MATRIKS KEGIATAN
MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA
a. Metode Pembelajaran
Pilihan strategi pengembangan metode pembelajaran Pendidikan Pancasila yang
berbasis kompetensi dengan pendekatan Student Active Learning membawa konsekuens
i
perubahan paradigma metode pembelajaran. Arah perubahannya adalah sebagai beriku
t;
Dari: Menjadi:
a. Berpusat pada pengajar
metode instruksi
a. Berpusat pada mahasiswa
metode konstruksi
b. Paradigma: mengajar b. Paradigma: belajar
c. Apa yang dipikirkan c. Apa yang dipelajari
d. Mengetahui apanya
transfer of knowledge
d. Mengetahui bagaimananya
transfer of values
Dengan pendekatan Student Active Learning, mahasiswa lebih banyak melakukan
eksplorasi daripada secara pasif menerima informasi yang disampaikan oleh pengaj
ar.
Keuntungannya mahasiswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
berkaitan dengan bidang keahliannya saja, tetapi juga berkembang keterampilan
komunikasi, bekerja dalam kelompok, insiatif, berbagi informasi, dan penghargaan
terhadap
orang lain. Metode pendekatan Student Active Learning ini meliputi antara lain:
1) Studi kasus
Pada metode pembelajaran ini mahasiswa diberikan kasus yang perlu dicari
pemecahan masalahnya sesuai dengan pokok bahasan yang sedang dibahas.
2) Diskusi
Penyajian bahan pelajaran dilakukan dengan cara mahasiswa ditugaskan untuk
membahas dan bertukar pendapat mengenai topik atau masalah tertentu untuk
memperoleh suatu pengertian bersama yang lebih jelas dan teliti.

3) Seminar
Mahasiswa diminta untuk mempersiapkan makalah/paper, kemudian
mempresentasikannya di depan mahasiswa lainnya dan dalam kesempatan ini akan
memperoleh masukan dan pertanyaan baik dari sesama mahasiswa lainnya maupun
dari staf pengajar.
4) Debat
Suatu metode pembelajaran dengan cara mahasiswa dibagi ke dalam beberapa
kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Di dalam kelompok tersebut
mahasiswa melakukan perdebatan tentang topik tertentu.
5) Kerja lapangan
Suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa mahasiswa langsung
kepada objek atau pokok bahasan yang akan dipelajari di luar kelas.
6) Bermain peran
Bermain peran adalah salah satu permainan pendidikan yang digunakan untuk
menjelaskan perasaan, sikap, perilaku dan nilai dengan tujuan untuk menghayati
peran, sudut pandang dan cara berpikir orang lain dengan memainkan peran orang
lain.
7) Simulasi
Suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan mahasiswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan
mahasiswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati.
Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu tergantung
kepada apa yang diperankan.
8) Tugas kelompok
Metode pembelajaran dengan memberikan tugas kepada mahasiswa yang telah
dibuat kelompok, misalnya dalam bentuk karangan atau makalah, kliping dan/atau
mengamati suatu kejadian.

9) Permainan
Merupakan cara penyajian bahan pengajaran dimana mahasiswa melakukan
permainan untuk memperoleh atau menemukan pemahaman dan konsep tertentu.
Metode permainan ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok.
10) Collaborative Learning (CL)
Merupakan proses belajar kelompok, di mana setiap anggota menyumbangkan
informasi, pengetahuan, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
11) Problem-Based Learning (PBL)
Metode belajar yang menggunakan masalah yang komplek dan nyata untuk memicu
pembelajaran sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru.
12) Bola salju menggelinding
Dalam pembelajaran ini mahasiswa melakukan tugas individu kemudian
berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang lain
sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang
menggelinding. Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan
dari mahasiswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangs
urangsur
kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan
memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh mahasiswa secara
kelompok.
Pilihan terhadap metode tersebut tergantung dari kebutuhan, kesiapan staf
pengajar, sarana, dan prasarana yang ada pada masing-masing perguruan tinggi.

B. Matriks Kegiatan Mata Kuliah Pancasila


Kompetensi : Mahasiswa mampu membangun paradigma baru dalam dirinya sendiri
berdasar nilai-nilai Pancasila melalui kemampuan menjelaskan sejarah,
kedudukan dan hakikat sila-sila Pancasila, merespon persoalan aktual bangsa
dan negara, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
MINGGU
KE
KEMAMPUAN
AKHIR YANG
DIHARAPKAN
BAHAN KAJIAN
(materi ajar)
BENTUK
PEMBELA
JARAN
KRITERIA
PENILAIAN
(indikator)
BOBOT
NILAI
1-2 Mampu
Menjelaskan
dan memahami
Pancasila dalam Kajian
Sejarah Bangsa
Indonesia:
.
Ceramah
.
Pemutaran
film
Kejelasan
pemahaman
10%
a. Era Pra dokumenter
Kemerdekaan (sidang
b. Era Kemerdekaan BPUPKI,
c. Era Orde Lama Proklamasi)
d. Era Orde Baru .
diskusi
e. Era Reformasi
3-4 Mampu
Menganalisis
dan
mengevaluasi
Pancasila sebagai
dasar negara:
a. Hubungan Pancasila
dengan Pembukaan
UUD NRI Tahun
.
Ceramah
.
Case study
kejelasan
dalam
mengkritisi/
mengevaluas

i kebijakan
15%
1945 pemerintah
b. Penjabaran
Pancasila dalam
yang
sesuai/tidak
Batang Tubuh UUD
NRI tahun 1945
sesuai
dengan
c. Implementasi
Pancasila dalam
Pancasila
pembuatan
kebijakan negara
dalam bidang
Politik, Ekonomi,
Sosial Budaya dan
Hankam

5 7 Mampu Pancasila sebagai .


ceramah Kekritisan 15%
Menganalisis Ideologi negara: .
Small group dan
dan a. Pengertian discussion ketajaman
membandingka Ideologi analisis
n b. Pancasila dan
Ideologi Dunia
c. Pancasila dan
Agama
8-9 Mampu Pancasila sebagai Kemampuan 20%
Memahami dan Sistem Filsafat: Problem base mengungkap
Menjelaskan a. Pengertian Filsafat learning and hakikat silab.
Filsafat Pancasila inquiry (PBL) sila Pancasila
c. Hakikat Sila-sila berdasar
Pancasila problem yg
ditemui
10 11 Mampu Pancasila sebagai Ceramah Mempraktek 20%
Memahami Sistem Etika: Diskusi film an sikap,
dan a. Pengertian Etika tindakan
menjadikan b. Etika Pancasila sesuai nilai
pola hidup c. Pancasila sebagai Pancasila
solusi problem dengan
bangsa, seperti menunjukka
korupsi, kerusakan n bukti
lingkungan, kegiatan.
dekadensi moral,
dll
12-14 Mampu Pancasila sebagai Dasar Problem base Menemukan 20%
Menganalisis Nilai Pengembangan learning (PBL) dan
dan menjadi Ilmu: mengungkap
pola hidup a. Nilai ketuhanan kan problem
sebagai dasar keilmuan
pengembangan yang
ilmu sesuai/tidak
b. Nilai kemanusiaan sesuai
sebagai dasar dengan nilaipengembangan
nilai
ilmu Pancasila
c. Nilai persatuan

sebagai dasar
pengembangan
ilmu
d.
Nilai kerakyatan
sebagai dasar
pengembangan
ilmu
e.
Nilai keadilan
sebagai dasar
pengembangan
ilmu
FORMAT RANCANGAN TUGAS (1)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 4 TUGAS KE : 1
I.
TUJUAN TUGAS
1.
Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengevaluasi kebijakan pemerintah
yang sesuai/tidak sesuai dengan Pancasila. Dengan cara demikian apabila mereka
kelak menjadi pejabat pemerintah akan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai
acuan dalam pembuatan kebijakan.
II.
URAIAN TUGAS
1.
Mahasiswa mencari salah satu kebijakan pemerintah baik melalui media cetak atau
elektronik yang menurut mereka menarik untuk dikaji. Kebijakan boleh yang sudah
berlangsung lama maupun yang baru.
2.
Mahasiswa dikelompokkan sesuai dengan tema kebijakan (politik, hukum, ekonomi,
sosial, budaya, lain-lain).
3.
Masing-masing kelompok melakukan diskusi, meliputi inventarisasi masalah dan
analisis sesuai/tidak sesuai dengan Pancasila, apa faktor-faktor yang menyebabka
n
kesesuaian atau ketidaksesuaian. Bagaimana sebaiknya merumuskan kebijakan yang
sesuai dengan Pancasila.
4.
Melakukan diskusi pleno dengan cara masing-masing kelompok menunjuk satu juru
bicara untuk membacakan hasil diskusi.
III. KRITERIA PENILAIAN
Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor penyebab, merumuskan solusi.

IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)


GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 Tema tidak menarik, urgen, menyebutkan faktorfaktor
penyebab, merumuskan solusi
Kurang 26-45 Tema menarik, tidak urgen, menyebutkan faktorfaktor
penyebab, merumuskan solusi
Cukup 46-65 Tema menarik, urgen, tidak menyebutkan faktorfaktor
penyebab, merumuskan solusi
Baik 66-85 Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor
penyebab, tidak merumuskan solusi
Sangat Baik >85 Tema menarik, urgen, menyebutkan faktor-faktor
penyebab, merumuskan solusi
FORMAT RANCANGAN TUGAS (2)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 6 TUGAS KE : 1
I.
TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat membandingkan perbedaan, kelebihan
dan kekurangan ideologi liberalisme, komunisme dan Pancasila.
II.
URAIAN TUGAS
1.
Mahasiswa dibagi tiga kelompok. Kelompok I membahas kelebihan liberalisme dan
kelemahan komunisme dan Pancasila. Kelompok II membahas kelebihan komunisme
dan kelemahan liberalisme dan Pancasila. Kelompok III membahas kelebihan
Pancasila dan kelemahan liberalisme dan komunisme
2.
Masing-masing kelompok memresentasikan tugas masing-masing dan didiskusikan
3.
Menginventarisis kelebihan dan kekurangan masing-masing ideologi dan
menunjukkan bagaimana posisi Pancasila diantara ideologi-ideologi lain.
III. KRITERIA PENILAIAN
Kedalaman bahasan dan kekuatan argumentasi
IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 Pemahaman tidak logis, argumentatif, jelas, runtut
Kurang 26-45 Pemahaman logis, argumentatif, tidak lengkap,
jelas, runtut

Cukup 46-65 Pemahaman logis, argumentatif, namun tidak jelas


dan runtut
Baik 66-85 Pemahaman logis, argumentatif, jelas namun tidak
runtut
Sangat Baik >85 Pemahaman logis, argumentatif, jelas, dan runtut
FORMAT RANCANGAN TUGAS (3)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 8 TUGAS KE : 1
I.
TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat menghayati sila kemanusiaan yang ad
il
dan beradab sekaligus menumbuhkan rasa empati dengan masyarakat yang tidak
beruntung dalam bidang ekonomi.
II.
URAIAN TUGAS
1.
Mahasiswa diminta mendatangi rumah keluarga yang paling miskin di lingkungannya,
mereka diminta memberikan santunan sesuai dengan kemampuannya, dan
mengajaknya berbincang-bincang seputar keadaan kehidupan mereka.
2.
Mahasiswa membuat laporan kunjungan serta merumuskan makna kemiskinan dan
makna sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.
Hasil laporan didiskusikan di kelas.
III. KRITERIA PENILAIAN
Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas
V.
INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,
sistematis dan jelas
Kurang 26-45 Laporan menyentuh aspek afeksi, namun tidak
logis, sistematis dan jelas
Cukup 46-65 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, namun
tidak sistematis dan jelas
Baik 66-85 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis
namun tidak jelas
Sangat Baik >85 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis
dan jelas

FORMAT RANCANGAN TUGAS (4)


MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 9 TUGAS KE : 1
I.
TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat merumuskan makna patriotisme dan
nasionalisme
II.
URAIAN TUGAS
1.
Mahasiswa mengunjungi museum yang mengungkap perjuangan para pahlawan
2.
Mahasiswa membuat laporan kunjungan dan membuat refleksi kritis makna
patriotisme dan nasionalisme pada jaman modern. Laporan dilampiri dengan tiket
masuk museum.
3.
Hasil laporan didiskusikan di kelas.
III. KRITERIA PENILAIAN
Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis dan jelas
IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 Laporan tidak menyentuh aspek afeksi, logis,
sistematis dan jelas
Kurang 26-45 Laporan menyentuh aspek afeksi, namun tidak
logis, sistematis dan jelas
Cukup 46-65 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, namun
tidak sistematis dan jelas
Baik 66-85 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis
namun tidak jelas
Sangat Baik >85 Laporan menyentuh aspek afeksi, logis, sistematis
dan jelas

FORMAT RANCANGAN TUGAS (5)


MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 9 TUGAS KE : 2
I.
TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa memraktikan suatu permainan yang menggambarkan
persatuan dan kesatuan
II.
URAIAN TUGAS
1.
Tiga kelompok maju ke depan kelas, masing-masing kelompok berjumlah enam
orang.
2.
Masing-masing orang bergandengan satu sama lain dengan cara tangan disilangkan.
3.
Tanpa melepas gandengan semua berbalik arah menghadap ke belakang.
5.
Setelah berhasil, sebaliknya berbalik arah ke depan
6.
Mahasiswa merumuskan syarat-syarat untuk menjaga dan mempertahankan
kesatuan dan pesatuan.
III. KRITERIA PENILAIAN
Tidak ada penilaian
FORMAT RANCANGAN TUGAS (6)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 11 TUGAS KE : 1
V.
TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa diharapkan dapat mengambil pelajaran pentingnya
keteguhan hati ketika mengalami kegalauan untuk menentukan suatu keputusan yang
dilematis
VI. URAIAN TUGAS
1.
Mahasiswa menonton film singkat berjudul Galau . Suatu kisah yang menceritakan
seseorang yang sedang mengalami situasi dilematis antara kebutuhan biaya untuk
melahirkan anaknya melalui cesar dan tawaran temannya untuk bergabung
melakukan korupsi.
2.
Mahasiwa mengungkapkan watak/karakter dari masing-masing tokoh dan
memberikan komentar tentang sebab-sebab terjadinya korupsi dan upaya
pencegahan dan penanggulangannya.

3. KRITERIA PENILAIAN
menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematis dan jelas
4. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 tidak menyentuh ranah psikomotorik, logis,
sistematis dan jelas
Kurang 26-45 menyentuh ranah psikomotorik, namun tidak logis,
sistematis dan jelas
Cukup 46-65 menyentuh ranah psikomotorik, logis, namun tidak
sistematis dan jelas
Baik 66-85 menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematis
namun tidak jelas
Sangat Baik >85 menyentuh ranah psikomotorik, logis, sistematis
dan jelas
FORMAT RANCANGAN TUGAS ( tidak wajib)
MATA KULIAH : PENDIDIKAN PANCASILA
SEMESTER : I SKS : 2
MINGGU KE : 14 TUGAS KE : 1
I. TUJUAN TUGAS
Melalui tugas ini mahasiswa berkontribusi terhadap sosialisasi Pancasila melalui
media
internet
II. URAIAN TUGAS
1. Mahasiswa membuat film singkat terkait dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Film tersebut diupload di youtube
III. KRITERIA PENILAIAN
Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai Pancasilanya, realistis, menarik.
IV. INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
GRADE SKOR INDIKATOR KINERJA (RUBBRIC)
Sangat kurang <25 Tidak di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai
Pancasilanya, realistis, menarik.
Kurang 26-45 Di upload di youtube, namun tidak jelas pesan nilainilai
Pancasilanya, realistis, menarik.
Cukup 46-65 Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai

Pancasilanya, namun tidak realistis, menarik.


Baik 66-85 Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai
Pancasilanya, realistis, namun tidak menarik.
Sangat Baik >85 Di upload di youtube, jelas pesan nilai-nilai
Pancasilanya, realistis, menarik.
C. Sistem Evaluasi Hasil Pembelajaran
1.
Penilaian hasil belajar mahasiswa dilakukan berdasarkan capaian pembelajarannya.
Adapun bentuknya bisa bermacam-macam seperti penugasan individual atau
kelompok, quis, ujian tengah semester, ujian akhir semester, penilaian diri (sel
f
assessment), penilaian sejawat (peer assessment), dan observasi kinerja mahasisw
a
melalui tampilan lisan atau tertulis.
2.
Kriteria penilaian dan pembobotannya diserahkan kepada dosen pengampu dan
disesuaikan dengan Pedoman Evaluasi Akademik yang berlaku pada perguruan tinggi
masing-masing.
3.
Sistem penilaian perlu dijelaskan kepada mahasiswa pada awal perkuliahan.

BAB IV
ALUR PEMBENTUKAN MATA KULIAH YANG MERUJUK PADA SKL DAN KKNI
SERTA PERUMUSAN KONSEPTUAL MATA KULIAH PANCASILA YANG DAPAT MENCAPAI
CAPAIAN PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah yang termasuk dalam
kelompok mata kulaih MPK (Pengembangan Kepribadian). MPK merupakan kelompok baha
n
kajian dan pembelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian
mantap
dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Berikut merupakan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang ditentukan oleh Dikti:
Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
No Domain DIKTI
1 Sikap a.
b.
Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang
dewasa yang beriman, berakhlak mulia, mandiri,
kreatif, bertanggung jawab, berbudaya dan
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
alam
Berkontribusi aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara termasuk berperan dalam pergaulan dunia
dengan menjungjung tinggi penegakkan hukum
2 Keterampilan a.
b.
Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan
inovatif dalam ranah abstrak dan konkret terkait
dengan pengembangan diri sesuai dengan bakat dan
kemampuannya
Mampu memberikan petunjuk dalam memilih
alternatif solusi secara mandiri dan/atau kelompok
3 Pengetahuan a.
b.
Memiliki pengetahuan prosedural dan metakognitif
dalam konsep teoretis bidang pengetahuan tertentu
secara umum dan khusus serta mendalam dengan
wawasan kebangsaan, kenegaraan dan peradaban
Terkait dengan fenomena dan kejadian yang mencakup
penyebab, alternatif solusi, kendala dan soluis akhir
Sedangkan untuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 8 Tahun 2012, tentang Kerangka Kual
ifikasi
Lulusan Diploma 3 paling rendah
Nasional Indonesia, dalam Pasal 5 disebutkan bahwa

setara dengan jenjang 5, Lulusan Diploma 4 atau Sarjana Terapan dan Sarjana, pal
ing rendah
setara dengan jenjang 6
Berikut ini deskripsi kualifikasi level 6 KKNI:
a.
Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya
dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadap
i.
b.
Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep
teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta
mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
c.
Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data dan
mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandir
i
dan kelompok.
d.
Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas
pencapaian hasil kerja organisasi.
B.
Perumusan Capaian Pembelajaran
1.
Standar Kompetensi 1: Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
Indikator:
a.
Mampu melakukan kajian dengan suatu proses kajian memanfaatkan berbagai
literatur dan tokoh sehingga menghasilkan kajian tentang kebenaran sejarah
Pancasila yang komprehensif.
b.
Dengan metode kajian literatur dan wawancara mendalam, mahasiswa diharapkan
dapat mengkaji sejarah Pancasila secara utuh dari berbagai perspektif.
c.
Menunjukkan hasil kemampuan membandingkan, mempersamakan dan
membedakan pendapat yang berkembang mengenai sejarah Pancasila.
d.
Dalam kondisi perbedaan pendapat mengenai sejarah Pancasila yang dilihat
berdasarkan berbagai perspektif, mahasiswa harus dapat memutuskan kajian sejarah
mana yang sesuai dengan pemahaman dan analisis yang telah dilakukan.
e.
Menguasai pengetahuan tentang kajian sejarah Pancasila pada era pra-kemerdekaan,
era kemerdekaan, era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi.

f.
Mampu mengelola perbedaan pendapat mengenai perbedaan versi sejarah Pancasila
menjadi khasanah yang harus digali lebih dalam tentang kebenaran dan kedalaman
kajian sejarah Pancasila tersebut.
g.
Memiliki sikap bertanggung jawab atas keputusan yang diambil dari pengambilan
kajian Pancasila yang dipandang benar berdasarkan hasil kajian yang dilakukan at
as
pencapaian kerja kelompok, komunikasi, estetis, etis, apresiatif dan pastisipati
f.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
2.
Standar Kompetensi 2: Pancasila sebagai Dasar Negara
Indikator:
a.
Mampu melakukan penyimpulan bahwa Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia dengan memberikan berbagai rasionalitas.
b.
Menunjukkan hasil pembelajaran melalui analisis pemahaman Pancasila yang hidup
dalam setiap tata peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.
c.
Dalam kondisi semangat jiwa Pancasila dalam tataperaturan, mahasiswa mampu
mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila apa saja yang hidup atau menjiwai tata
peraturan tersebut.
d.
Menguasai pengetahuan tentang hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, dan
Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan serta keamanan.
e.
Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan diberikan tugas berupa
tugas individu dan kelompok untuk melakukan diskusi mengenai nilai-nilai Pancasi
la
yang hidup dalam tata peraturan yang ada di Indonesia.

f.
Mampu mengelola hasil kerja individu dan kelompok menjadi suatu gagasan
mengenai Pancasila yang hidup dalam tata peraturan Indonesia.
g.
Memiliki sikap menjunjung tinggi penegakkan hukum dan norma dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai bukti kecintaan terhadap Pancasil
a
yang hidup dalam nilai-nilai hukum.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
3.
Standar Kompetensi 3: Pancasila sebagai Ideologi Negara
Indikator:
a.
Mampu melakukan kajian dalam kegiatan pembelajaran yang dikaji melalui suatu
proses pembelajaran yang membentuk dan membangun pengertian bahwa Pancasila
sebagai ideologi bangsa dan negara.
b.
Dengan metode kajian literatur dan diskusi mahasiswa dapat mengkaji pemahaman
mengenai ideologi dan pembuktian Pancasila sebagai ideologi.
c.
Menunjukkan hasil pembelajaran dengan cara membandingkan, mempersamakan
dan membedakan Pancasila dengan ideologi-ideologi besar lainnya di dunia.
d.
Dalam kondisi pemahaman mengenai persamaan dan perbedaan, mahasiswa
memiliki pemahaman yang holistik tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa dan
negara yang ideal bagi Indonesia.
e.
Menguasai pengetahuan tentang perbandingan antara Pancasila dan liberalisme,
Pancasila dan komunisme serta pemahaman hubungan Pancasila dan agama.
f.
Untuk dapat menguji pemahaman yang holistik mengenai Pancasila sebagai ideologi,
maka mahasiswa harus menyelesaikan tugas individu dan kelompok melalui
pengkajian dan diskusi kelompok.

g.
Mampu mengelola perbedaan pandangan dari hasil kajian literatur dan hasil kerja
kelompok sebagai khasanah kekayaan pemikiran dalam membentuk dan membangun
pemahaman yang kuat tentang Ideologi Pancasila.
h.
Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara mandiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Komunikatif, estetis, etis,
apresiatif dan partisipatif.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
4.
Standar Kompetensi 4: Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Indikator:
a.
Mampu melakukan kajian dengan suatu proses kajian yang dapat memanfaatkan
literatur tentang Pancasila sebagai sistem filsafat.
b.
Dengan metode kajian literatur diharapkan dapat mengkaji Pancasila sebagai filsa
fat
secara utuh dari berbagai perspektif dan pemahaman sudut pandang.
c.
Menunjukkan hasil kemampuan membandingkan, mempersamakan dan
membedakan pendapat yang berkembang mengenai filsafat Pancasila.
d.
Dalam kondisi perbedaan sudut pandang, diharapkan mampu menganalisis dan
membuat suatu keputusan berdasarkan pemahaman setelah mengkaji secara
mendalam tentang filsafat Pancasila.
e.
Menguasai pengetahuan tentang pengertian filsafat, filsafat Pancasila dan hakika
t
sila-sila dalam Pancasila.
f.
Untuk dapat membuktikan hakikat sila-sila dalam Pancasila mahasiswa harus
melakukan kajian individual dan diskusi kelompok.
g.
Mampu mengelola perbedaan sudut pandang sebagai pembentuk pemahaman yang
holistik mengenai Pancasila sebagai filsafat.

h.
Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara mendiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Dapat berkomunikasi, berlak
u
secara estetis, etis, apresiatif dan partisipatif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
5.
Standar Kompetensi 5: Pancasila sebagai Sistem Etika
Indikator:
a.
Mampu melakukan kajian dengan proses kajian pemanfaatan literatur yang dapat
menghasilkan kajian tentang Pancasila sebagai etika kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
b.
Dengan metode kajian literatur diharapkan dapat mengkaji Pancasila sebagai siste
m
etika dari berbagai perspektif.
c.
Menunjukkan hasil kajian literatur dengan kemampuan membandingkan,
mempersamakan dan membedakan pendapat mengenai Pancasila sebagai sistem
etika.
d.
Dalam kondisi perbedaan sudut pandang Pancasila sebagai etika, mahasiswa dapat
memutuskan dan merumuskan sudut pandang mana yang paling sesuai setelah
melakukan kajian dan analisis yang mendalam.
e.
Menguasai pengetahuan tentang pengertian etika, aliran-aliran etika, etika Panca
sila,
dan Pancasila sebagai solusi problem moralitas bangsa.
f.
Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut mahasiswa akan diberikan tugas berupa
tugas individu dan kelompok untuk melakukan diskusi mengenai permasalahan
moralitas bangsa.

g.
Mampu mengelola perbedaan pendapat dalam sikusi sebagai pembentukan
pemahaman bersama bahwa nilai-nilai Pancasila dapat menjadi solusi terbaik untuk
memperbaiki permasalahan moralitas yang mendera bangsa Indonesia.
h.
Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara mandiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok, komunikatif, estetis, etis,
apresiatif dan partisipatif.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
6.
Standar Kompetensi 6: Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Indikator:
a.
Mampu melakukan kajian dalam berbagai literatur yang dapat membentuk dan
membangun pemahaman bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan dasar
pengembangan ilmu.
b.
Dengan metode kajian literatur mahasiswa dapat mengkaji dan membuktikan nilainil
ai
Pancasila harus menjadi dasar dalam pengembangan setiap ilmu.
c.
Menunjukkan hasil pembelajaran melalui pengkajian literatur dengan
membandingkan, mempersamakan dan membedakan ilmu-ilmu yang didasari oleh
Pancasila dan ilmu-ilmu yang tidak didasari nilai-nilai Pancasila.
d.
Dalam kondisi perbedaan dasar keilmuan tersebut, mahasiswa harus memutuskan
nilai-nilai Pancasila apa saja yang harus selalu menyertai perkembangan keilmuan
yang ada di Indonesia.
e.
Menguasai pengetahuan tentang Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
yang religius, ilmu yang humanis dan ilmu untuk pembangunan bangsa.
f.
Untuk dapat menguji pemahaman yang holisitik mengenai Pancasila sebagai dasar
pengembangan ilmu, maka mahasiswa harus menyelesaikan tugas inividu dan
kelompok melalui kajian dan diskusi kelompok.

g.
Mampu mengelola mengelola perbedaan pandangan dari hasil kajian literatur dan
hasil kerja kelompok sebagai khasanah kekayaan pemikiran dalam membentuk dan
membangun pemahaman yang kuat tentang Pancasila sebagai dasar pengembangan
keilmuan.
h.
Memiliki sikap tanggung jawab pada pekerjaan secara mandiri dan dapat diberi
tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok, komunikatif, estetis, etis,
apresiatif dan partisipatif.
Metode Pembelajaran Penilaian
1. Experimental learning
2. Collaborative learning
3. Problem based learning
4. Presentasi
5. Penyusunan makalah
6. Project based learning
1. UTS
2. UAS
3. Lembar tugas mahasiswa
4. Penilaian presentasi
5. Penilaian makalah
6. Penilaian diskusi kelompok
Penutup
Alur perumusan mata kuliah Pendidikan Pancasila yang disesuaikan dengan SKL dan
KKNI, diharapkan output yang dihasilkan dapat memiliki sikap, keterampilan dan
pengetahuan tentang Pancasila yang holistik. Dengan demikian, mata kuliah Pendid
kan
Pancasila dapat memberikan kontribusi yang bermakna dalam mewujudkan Renstra
Pendidikan Tinggi Kemdiknas 2010-2014, yaitu menghasilkan insan cerdas konprehen
sif yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, k
reatif,
mendiri, terampil, kompten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa.

PANCASILA
DALAM KAJIAN SEJARAH
BANGSA INDONESIA
seka Presiden Soekarno pernah mengatakan janganli-kali meninggalkan sejarah .mempun
yai fungsi yangdapat dimaknai bahwa sejarah Dari perkataan tersebutberagam bagi
kehidupan. Seperti diungkap seorang filsufYunani yang bernama Cicero (106-43 SM)
yangmengungkapkan Historia Vitae Magistra , yang bermakna, sejarah memberikan kearif
an . Pengertian yang lebihumum yaitu sejarah merupakan guru kehidupan .
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwasemua bangsa memerlukan suatu kons
epsi dan cita-cita.Jika mereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan citacita
itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalahdalam bahaya (Soekarno, 1989:
64). Pentingnya cita-citaideal sebagai landasan moralitas bagi kebesaran bangsa
diperkuat oleh cendekiawan-politisi Amerika Serikat, JohnGardner, No nation can a
chieve greatness unless it believes
in something, and unless that something has moral
dimensions to sustain a great civilization (tidak ada bangsayang dapat mencapai k
ebesaran kecuali jika bangsamempercayai sesuatu, dan sesuatu yang dipercayainya
itu
ituitumemiliki dimensi-dimensiperadaban besar) (Madjid dalam Latif, 2011: 42mora
l guna ).menopang
Begitu kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwabangsa menjadikan Pancasila teru
s berjaya sepanjangmasa. Hal tersebut disebabkan ideologi Pancasila tidakhanya s
ekedar confirm and deepen identitas
nesia. Ia lebih dari itu. Ia adalah identitas Bangsa
BangsaBangsaIndo
IndoIndonesia sendiri sepanjang masa. Sejak Pancasila digalikembali dan dilahirk
an kembali menjadi Dasar dan IdeologiNegara, maka ia membangunkan dan membangkit
kan
1

identitas yang dormant, yang


1979: 22).

tertidur

dan yang terbius selama kolonialisme

(Abdulgani,

A. Pancasila Pra Kemerdekaan Ketika Dr. RadjimanWediodiningrat, selaku KetuaBada


n dan Penyelidik UsahaPersiapan Kemerdekaan(BPUPK), pada tanggal 29 Mei1945, mem
inta kepada sidanguntuk mengemukakan dasar(negara) Indonesia merdeka,permintaan
itu menimbulkanrangsanganmemutar kembaanamnesis yangli ingatan para
k menggali kekayaan
h (Latif, 2011: 4). Begitu lamanyai menyebabkan bangsa Indonesia
hilang arah dalam menentukan dasar negaranya. Dengan
permintaan Dr. Radjiman inilah, figur-figur negarawan
bangsa Indonesia berpikir keras untuk menemukan
kembali jati diri bangsanya.Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari-1
Juni 1945, tampil berturut-turut untukberpidato menyampaikanusulannya tentang da
sar negara.Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr.Muhammad Yamin mengusulkancalon rumusan d
asar negara
Indonesia sebagai berikut: 1)Kebangsaan, 2) Pe
PePeri
riri
pendiri bangsa ke belakang; halini mendorong mereka untukerohanian, kepribadian
dan wawasan kebangsaan yangterpendam lumpur sejarapenjajahan di bumi pertiwGamba
r: Burung Garuda Pancasila
Sumber: 3blogemen.blogspot.com
tanggal 29 Mei
Kemanusiaan, 3) Peri Ketuhanan, 4) Peri Kerakyatan dan 5)Kesejahteraan Rakyat. S
elanjutnya Prof. Dr. Soepomo pada
Gambar: Sidang BPUPKI
Sumber: hendra-prehaten.blogspot.com

3
tanggal 30 Mei 1945 mengemukakan teori-teori Negara,yaitu: 1) Teori negara perse
orangan (individualis), 2)Paham negara kelas dan 3) Paham negara integralistik.K
emudian disusul oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni1945 yang mengusulkan lima
dasar negara yang terdiridari: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2)Interna
sionalisme (peri kemanusiaan), 3) Mufakat(demokrasi), 4) Kesejahteraan sosial, d
an 5) KetuhananYang Maha Esa (Berkebudayaan) (Kaelan, 2000: 37-40).Pada pidato t
anggal 1 Juni 1945 tersebut, Ir Soekarno
mengatakan, Maaf, beribu maaf! Banyak anggota telahberpidato, dan dalam pidato mer
eka itudiutarakan hal-hal yang sebenarnya bukanpermintaan Paduka Tuan Ketua yang
mulia, yaitubukan dasarnya Indonesia Merdeka. Menurutanggapan saya yang diminta
oleh Paduka TuanKetua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: Philosofische grond
-slag daripada IndonesiaMerdeka. Philosofische grond-slag itulahpundamen, filsafa
t, pikiran yang sedalamdalamnya,
jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnyauntuk di atasnya didirikan gedung Indonesiaya
ng kekal dan abadi (Bahar, 1995: 63).
PancasBegitu hebatnya Ir. Soekarno dalam menjelaskan
ila dengan runtut, logis dan koheren, namun denganrendah hati Ir. Soekarno memba
ntah apabila disebutsebagai pencipta Pancasila. Beliau mengatakan,
kenapa
napanapa saya diagungerima kasih kepada saya, Ke diucapkan t-agungkan, padahal tsu
dah sering saya katakan, bahwa saya bukanohpencipta Pancasila. Saya sekedar peng
galiPancasila daripada bumi tanah air Indonesia ini,yang kemudian lima mutiara y
ang saya gali itu,saya persembahkan kembali kepada bangsa

4
Indonesia. Malah pernah saya katakan, bahwasebenarnya hasil, atau lebih tegas pe
nggaliandaripada Pancasila ini saudara-saudara, adalpemberian Tuhan kepada saya S
ebagaimanatiap ah
-tiap manusia, jikalau ia benar-benarmemohon kepada All Subhanahu Wataala,diberi
ilham oleh Allah
ahah Subhanahu Wataala (Soekarno dalam Latif, 2011: 21).
PancasSelain ucapan yang disampaikan Ir. Soekarno di atas,
ila pun merupakan khasanah budaya Indonesia,karena nilai-nilai tersebut hidup da
lam sejarah Indonesiayang terdapat dalam beberapa kerajaan yang ada diIndonesia,
seperti berikut:
1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakanpembuka zaman sejarah Indonesi
a untuk pertama kali,karena telah menampilkan nilai sosial politik,Ketuhanan dal
am bentuk kerajaan, kendurisedekah kepada para Brahmana (Kaelan, 2000: 29). dan
dandan
2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. MuhammadYamin disebut sebagai Negara
Indonesia Pertamadengan dasar kedatuan, itu dapat ditemukan nilai-nilaiPancasil
a material yang paling berkaitan satu sama lain,seperti nilai persatuan yang tid
ak terpisahkan dengannilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusatkekuasa
an dengan kekuatan religius berusahamempertahankan kewibawaannya terhadap para d
atu.Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomiyang terjalin satu sama
lain dengan nilaiinternasionalisme dalam bentuk hubungan dagang yangterentang da
ri pedalaman sampai ke negeri-negeriseberang lautan pelabuhan kerajaan dan Selat
Malakayang diamankan oleh para nomad laut yang menjadibagian dari birokrasi pem
erintahan Sriwijaya(Suwarno, 1993: 20-21).

3. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja PrabhuHayam Wuruk dan Apatih Mang
kubumi, Gajah Madatelah berhasil mengintegrasikan nusantara. Faktorfaktor
yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasannusantara itu adalah: kekuatan religi
o magis yangberpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosial kekeluargaanterutama antara
kerajaan-kerajaan daerah di Jawadengan Sang Prabhu dalam lembaga Pahom Narandra
.Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religioussosial dan politik yang meru
pakan materi Pancasilasudah muncul sejak memasuki zaman sejarah(Suwarno, 1993: 2
3-24). Bahkan, pada masa kerajaanNagarakertagamaila dikenali yang terdapat dalam
ini, istilah Pancaskarangan Prapanca danSutasoma karangan Empu Tantular. Dalam b
uku
bukubukubukutersebut istilah Pancasila di samping mempunyai arti berbatu sendi yan
g lima (dalam bahasa Sansekerta),juga mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yangli
ma (Pancasila Krama), yaitu
1. T
2.
idak boleh melakukan kekerasan
eh mencuri
3.
rjiwa dengki
4.
eh be
eh beeh berbohong
5. Tid
TidTidTidTidak
akakakak bol
bolbolbolboleh mabuk minuman keras(Darmodihardjo, 1978: 6).
Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahitdijadikan tonggak sejarah karena pad
a waktu itu bangsatelah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa yangmempunyai nega
ra. Baik Sriwijaya maupun Majapahitwaktu itu merupakan negara-negara yang berdau
lat,Nusantara. Pada zaman wilayah yang meliputi seluruhbersatu serta mempunyatie
rsebut bangsa Indonesia telahmengalami kehidupan yang gemah ripah loh jinawi, ta
ta
tentrem, kerta raharja (Darmodihardjo dkk, 1991: 21).Selain zaman kerajaan, masi
h banyak fase-fase yang harus

6
dilewati menuju Indonesia merdeka hingga tergalinyaPancasila yang setelah sekian
lama tertimbun olehpenjajahan Belanda.
Sebagai salah satu angsaan yangmerefleksikan dinamika kehidupan ketonggak bsejar
ah yangdijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasidalam Sumpah Pemu
da pada tanggal 28 Oktober 1928 yangberbunyi,
Kami putra dan putri Indonesia ubertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia;Ka
mi putra dan putri Indonesia mengak
mengakmengakuberbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kamiputra dan putri Indonesi
a menjunjung bahasapersatuan, bahasa Indonesia.
Penemuan kembali Pancasila sebagai jati diri bangsaterjadi pada sidang pertama B
PUPKI yang dilaksanakanpada 29 Mei sampai
Gambar:
Suasana sidang BPUPKI Tahun 1945
(Sumber: ANRI)
1 Juni 1945. Pada tanggal 1 Juni 1945di depan sidang BPUPKI, Ir.Soekarno menyebu
tkan limadasar bagi Indonesia merdeka.Sungguh pun Ir. Soekarno telahmengajukan l
ima sila dari dasarnegara, beliau juga menawarkankemungkinan lain, sekiranya ada
yang tidak menyukai bilanganlima, sekaligus juga cara beliaumenunjukkan dasar da
ri segaladasar kelima sila tersebut. Alternatifnya bisa diperasmenjadi Tri Sila
bahkan dapat dikerucutkan lagi menjadiEka Sila. Tri Sila meliputi: socio-nationa
lisme, socio
democratie dan ke-Tuhanan. Sedangkan Eka Sila yangdijelaskan oleh Ir. Soekarno y
aitu Gotong Royong karenamenurut Ir. Soekarno negara Indonesia yang kita dirikanha
ruslah negara gotong royong (Latif, 2011: 18-19). Tetapiyang lahir pada tanggal
1 Juni itu adalah nama Pancasila (di

Nasionalis netral agama


Gambar
Ir. Soekarno mengucapkan pidato dalam
Sidang BPUPKI Tahun 1945
(Sumber: ANRI) l agama
Gambar
Ir. Soekarno mengucapkan pidato dalam
Sidang BPUPKI Tahun 1945
(Sumber: ANRI)
7
samping nama Trisila dan Ekasila yang tidak terpilih) (Notosusanto, 1981: 21). I
ni bukan merupakan kelemahanIr. Soekarno, melainkan merefleksikan keluasan wawas
andan kesiapan berdialog dari seorang negarawan besar.Faktanya Ir, Soekarno diak
hir sejarah terbukti sebagaipenggali Pancasila, dasar negara Republik Indonesia.
Setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadiperdebatan sengit yang diseba
bkan perbedaan pendapat. Karena apabila dilihat lebih jauh para anggota BPUPKI
terdiri dari elit Nasionalis netralagama, elit Nasionalis Muslim dan elit Nasion
alis Kristen. ElitNasionalis Muslim di BPUPKImengusulkan Islam sebagai
dasar Negara, namun dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politi
k antara dengan Nasionalis Muslim untukmenyepakati Piagam Jakarta (22 Juni 1945)
yang berisi tujuh kata :
dengan kewajiban menjalankan syariatIslam bagi pemeluk-pemel
uknya diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa (Risalah Sidang BPUPKI, katanAnshari,
1981; Darmodihardjo, 1991). Kesepa1995; peniadaan tujuh kata itu dilakukan deng
an cepat danlegowo
demi kepentingan nasional oleh elit Muslim: Moh.Hatta; Ki Bagus Hadikusumo, Teuk
u Moh. Hasan dan tokohmuslim lainnya. Jadi elit Muslim sendiri tidak ingin repub
likyang dibentuk ini merupakan negara berbasis agamatertentu (Eleson dalam Suron
o dan Endah (ed.), 2010: 37). Pada awal kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi
Achdian, Pancasila tidak lebih sebagai kontrak sosial.negosiastersebut ditunjuk
kan oleh sengitnya perdebatan danHal i di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepaka
tidasar negara yang kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali,

8
2009: 17). Inilah perjalanan The Founding Fathers yang begitu teliti mempertimba
ngkan berbagai kemungkinandan keadaan agar dapat melahirkan dasar negara yangdap
at diterima semua lapisan masyarakat Indonesia.
B. Pancasila Era Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika S
erikatmenurunkan moral semangat tentara Jyang mulai kemudian BPUPKI berganti nam
aepang. Sehari menegaskan keinginan dan tujuan mencapai menjadi PPKI
kemerdekaanIndonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yangmembuat Jepang m
enyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indone
siauntuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada
tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antaragoGambar :
Teks Proklamasi Indonesia Merdeka
Sumber: 1ray.wordpress.com
ongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks lproklamasi yang berlangsungsi
ngkat, mulai pukul 02.00dini
hari. Teks proklamas i 04.00
sendiridisusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di rua
ng makan Laksamana Tadashi Maedatepatnya di jalan Imam Bonjol No
1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) men
gusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Dr
s. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Kemudian teks proklamasi Indonesia ter
sebut diketik oleh Sayuti Melik.
Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945sesuai dengan semangat yang te
rtuang dalam PiagamJakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis

yang memancarkan ProklamasIndonesia (Yamin, 1954: disahkan oleh sidang PGambar:


Pembacaan Teks Proklamasi
Indonesia Merdeka
Sumber: id.wikipedia.org
Indonesia (Yamin, 1954: disahkan oleh sidang PGambar: Pembacaan Teks Proklamasi
Indonesia Merdeka
Sumber: id.wikipedia.org
9
pemberontakan melawanimperialisme-kapitalisme danfasisme serta memuat dasarpembe
ntukan Negara RepublikIndonesia. Piagam Jakarta yanglebih tua dari Piagam Perjan
jianSan Francisco (26 Juni 1945) danKapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah
sumber berdaulati Kemerdekaan Republik16). Piagam Jakarta ini kemudian PKI pada
tanggal 18 Agustus 1945menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu di
hapus 7 (tujuh) kata dari kalimat Ketuhanan dengankewajiban menjalankan syariat I
slam bagi pemelukpemeluknya ,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan i
nterpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yangd
ikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokohberusaha menempatkan Pancasi
la lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pan
casila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuahfilsafat sosial atau weltans
chauung
bangsa. Kedua, merekayang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromipolitik.
Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPK
I. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golo
ngan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dk
k) dan nasionalis Islam(Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk)menge
nai dasar negara.

10
C. Pancasila Era Orde Lama
Terdapat dua pandanganbesar terhadap Dasar Negarayang berpengaruh terhadapmuncul
nya Dekrit Presiden.Pandangan tersebut yaitumereka yang memenuhi anjuran Presiden/
Pemerintahuntuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dengan
Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam JakartaGambar:
Suasana Saat Pembacaan Dekrit Presiden
Sumber: kubahidiologis.wordpress.com
kemba Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujuisebagaili ke Undang-Undang
Dasar 1945 , tanpa cadangan,artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKItanggal 18 Agustus 1945 sebagai
Dasar Negara. Namun,kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusansidang
konstituante (Anshari, 1981: 99).
Majelis (baca: konstituante) ini menemuipada bulan Juni 1959. Kejadian ini menye
babkjalan buntu
an sSoekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Pre
PrePresiden
idenidenyang disetujui oleh kabinet tanggal 3 tJukemudian dirumuskan di Istana B
ogor padaJuli 1959, yanganggal 4 litanggaldan diumumkan secara resmi oleh presid
en pada1959 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka(Anshari, 1981: 99-10
0). Dekrit Presiden tersebut berisi:
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan RakyatSementara.
Sosialisasi terhadap paham Pancasila yang konklusifmenjadi prelude
penting bagi upaya selanjutnya; Pancasiladijadikan ideologi negara yang tampil heg
emonik. Ikhtiartersebut tercapai ketika Ir. Soekarno memberi tafsirPancasila seb
agai satu kesatuan paham dalam doktrin

11
Manipol/USDEK . Manifesto politik (manipol) adalahmateri pokok dari pidato Soekarno
tanggal 17 Agustus1959 berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yakemudian ditetap
kan oleh Dewan Pertimbangan Agung
ngng(DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).Belakangan, materi pida
to tersebut dikukuhkan dalamPeneta an Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 danK
etetap
ppan MPRS No. 1/MPRS1960 tentang GBHN (Ali,2009: 30). Manifesto politik Republik
Indonesia tersebutmerupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpinoleh D.N
. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30September 1959 sebagai haluan neg
ara (Ismaun, 1978:
105). Oleh karena itu, mereka yang berseberangan pahammemilih taktik gerilya di da
lam kekuasaan Ir. Soekarno.Mereka menggunakan jargon-jargon Ir. Soekarno dengana
genda yang berbeda. Taktik demikian digunakan olehsebagian besar kekuatan politi
k. Tidak hanya PKI, merekayang anti komunisme pun sama (Ali, 2009: 33). Walaupun
kepentingan politik mereka berbeda, kedua arus tersebutsama-sama menggunakan Pan
casila sebagai justifikasi. Ir.Soekarno menghendaki persatuan di antara beragamg
olongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satupayung besar, bernama Pancas
ila (doktrinManipol/USDEK), sementara golongan antikomunismengkonsolidasi diri s
ebagai kekuatan berpaham Pancasilayang lebih murni dengan menyingkirkan pahamkomun
isme yang tidak ber-Tuhan (ateisme) (Ali, 2009: 34).
Dengan adanya pertentangan yang sangat kuatditambah carut marutnya perpolitikan
saat itu, maka Ir.Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia,melalui s
idang MPRS.

Pancasila, 1 Juni 196 Pancasila makin banyamakin bulat tekad kita mempertahankan
Gambar : Jenderal Soeharto
Sumber: barepsport.blogspot.com ncasila, 1 Juni 196 Pancasila makin banyamakin bul
at tekad kita mempertahankan
Gambar : Jenderal Soeharto
Sumber: barepsport.blogspot.com
12
D. Pancasila Era Orde Baru
Setelah lengsernya Ir.Soekarno sebagai presiden,selanjutnya Jenderal Soehartoyan
g memegang kendali terhadapnegeri ini. Dengan berpindahnyakursi kepresidenan ter
sebut, arahpemahaman terhadap Pancasilapun mulai diperbaiki.
Pada peringatan hari lahir7 Presiden Soeharto mengatakan,k mengalami ujian zaman
dan
Pitu, Presiden Soeharto juga mengatakan, ancasila . Selain
Pancasila samasekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan,Pancasila bukan
dasar falsafdikeramatkan dalam naskah ah negara yang sekedar ,
UUDharus diamalkan (Setiardja, 1994: 5). melainkan Pancasila
Jadi, Pancasila dijadikan sebagai political force disamping sebagai kekuatan rit
ual. Begitu kuatnya Pancasiladigunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 19
68Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagaipegangan hidup bangsa akan
membuat bangsa Indonesiatidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu maumen
gganti, merubah Pancasila dan menyimpang dariPancasila pasti digagalkan (Pranoto
dalam Dodo dan Endah(ed.), 2010: 42).
Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soehartomengeluarkan Instruksi Presiden Nom
or 12 tahun 1968yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasilasebagai dasar ne
gara, yaitu:
Satu e-Tuhan-an Yang Maha EsaDua : K
: K: Kemanusiaan yang adil dan beradabTiga : Persatuan Indonesia

Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/


perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia.Instruksi
April Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 131968.Pada tanggal 22 Maret
1978 ditetapkan k
(disingkat TAP) MPR Nomor II/MPR/19etetapan
78 tentangPedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(Ekaprasetya Pancakarsa)te
patnya Pasal 4 menjelaskan,yang salah satu pasalnya
Pedoman Penghayatan dan Pengamalanpancasila merupakan penuntun dan peganganhidup
dalam kehidupan bermasyarakatberbangsa dan bernegara bagi setiap warganegara Ind
onesia, setiap penyelenggara negaraserta setiap lembaga kenegaraan dan lembagake
masyarakatan, baik Pusat maupun di Daerahdan dilaksanakan secara bulat dan utuh .
Adapun nilai dan norma-norma yang terkandungdalam Pedoman Penghayatan dan Pengam
alan Pancasila(Ekaprasetya Pancakarsab
meliputi 36 butir, yaitu ) erdasarkan ketetapan tersebut:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esasesuai dengan agama dan keperca a
n masingmasing
menurut dasar kemanusiaan ya
yayang adil danberadab.pemelu menghormati dan bekerja sama antara
b. Hormatk-agama dan penganut-penganutpercayaan yang berbeda-beda, sehingga terb
ina
c. Sake
kekerukunan hidup.
ling menghormati kebebasan menjalankan ibadatsesuai dengan agama dan kepercayaan
nya.

d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.


2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak danpersamaan kewajiban antara sesam
a manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo
seliro.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagiandari seluruh umat manusia, kare
nadikembangkan sikap hormat menghormati dan itubekerja sama dengan bangsa lain.
3. Sila Persatuan Indonesia
a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negar
a di ataskepentingan pribadi dan golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuanbangsa yang ber-Bhinneka Tungg
al Ika.
4. Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.k
mat
a. Mengutamakan
kepentingan negara danmasyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambilkeputusan untuk kepentingan bersama.

15
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi olehsemangat kekeluargaan.
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawabmenerima dan melaksanakan hasil kep
utusanmu awara .
f.
Musy
sysyawarah
hh dilakukan dengan akal sehat dansesuai dengan hati nurani yang luhur.
g. Keputusan
yang diambil harusdipertanggungjawabkan secara moral kepada TuhanYang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkatmartabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
dandankeadilan.
5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhuryang mencerminkan sikap dan suasa
nakekeluargaan dan kegotong-royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-longan kepada orang lain.
e. Suka memberi pertohak orang lain.
f.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. rsifat boros.
h. be
bebergaya hidup mewah.
i.
Tid
TidTidTidak
akakak melakukan perbuatan yang merugikankepentingan umum.
j.
Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
l.
Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang meratadan berkeadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butirtersebut, kemudian pada tahun 19
94 disarikan/dijabarkankembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4. Perbedaanyan
g dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7(tujuh) butir; Sila Kedua, menj
adi 10 (sepuluh) butir; Sila

16
Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10(sepuluh) butir; dan Si
la Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir.Sumber hukum dan tata urutan peraturan per
undangundangan
di negara Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan ini
menegaskan,
Amanatdiberikan dengan pengamalan penderitaan rakyat hanya dapat
Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan kenegaraan dan kemasyarak
atan dan dengan pelaksanaan secara murni dan konsekuen jiwa serta ketentuan-kete
ntuan UUD 1945, untmenegakkan Republik Indonesia sebagai suatuuknegara hukum yan
g konstitusionil sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan UUS 1945 (Ali, 2009:
37).
Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah dengan m
enyatakan bahwapemerintah akan mengagamakan Pancasila. KemarahanPemerintah tidak
dapat dibendung sehingga PresidenSoeharto bicara keras pada Rapim ABRI di Pekan
baru 27 Maret 1980. Intinya Orba tidak akan mengubah Pancasiladan UUD 1945, mala
han diperkuat sebagai comparatist
ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru merasa perlu membentengi P
ancasila dan TAP itu meskidengan gaya militer. Tak seorang pun warga negara bera
nikeluar dari Pancasila (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.),2010: 43). Selanjutn
ya pada bulan Agustus 1982Pemerintahan Orde Baru menjalankan Azas Tunggal yaitu pe
ngakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik har
us mengakui posisi Pancasila(e agai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo dan End
ah sedb.), 2010: 43-44).
Dengan semakin terbukanya informasi dunia, padaakhirnya pengaruh luar masuk Indo
nesia pada akhir 1990

17
an yang secara tidak langsung mengancam aplikasiPancasila yang dilakukan oleh pe
merintah Orde Baru.Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritikpraktek peme
rintah Orde Baru yang tidak transparan danotoriter, represif, korup dan manipula
si politik yangsekaligus mengkritik praktekdengan lengsernya Presidenkondisi ini
bertahan sampai Pancasila. Meski demikianSoeharto pada 21 Mei 1998 (Pranoto dal
am Dodo danEndah (ed), 2010: 45).
E. Pancasila Era Reformasi
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral
etik bagi negara dan aparat pelaksana Negara, dalamkenyataannya digunakan sebaga
ialat legitimasi politik. Puncakdari keadaan tersebut ditandaidengan hancurnya e
konominasional, maka timbullahberbagai gerakan masyarakatyang dipelopori oleh ma
hasiswa,cendekiawan dan masyarakatsebagai gerakan moral litik
adanya reformasi
popolitik,

di segala bidang po

fobia terhadapPancasila. Dasar Negara itu untukdentik dengan rezim Ordedilupakan


karena hampir selalu isementara waktu seolahBaru. Dasar negara itu berubah menj
adi ideologi tunggaldan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Negaramenjadi
maha tahu mana yang benar dan mana yang salah.Nilai-nilai itu selalu ditanam ke
benak masyarakat melaluiindoktrinasi (Ali, 2009: 50).pada Era Reformas olah dike
sampingkannya Pancasila
Dengan seolah-i ini, pada awalnya memang tidaknampak suatu dampak negatif yang b
erarti, namun
yang menuntutekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245).Saat Orde Baru tumbang, muncu
l
Gambar:
Pengunduran Diri Soeharto sebagai
Presiden Repbulik Indonesia
Sumber: saputrafijai.blogspot.com

18
semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampaksangat fatal terhadap kehidupan
berbangsa dan bernegaraIndonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat -konflikke
ndali atas dirinya, akibatnya terjadi konflikkehilanganhorisontal dan vertikal s
ecara masif dan pada akhirnyamelemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangs
adan negara Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaranmasyarakat atas keluhuran b
udaya bangsa Indonesia mulailuntur, pada akhirnya terjadi disorientasi i muda.ba
ngsa ya
yayang
ngng diikuti dengan rusaknya moral generaskepribadianDalam bidang ekonomi, terja
di ketimpangan-ketimpangandi berbagai sektor diperparah lagi dengan cengkeraman
modal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam bidangpolitik, terjadi disorient
asi politik kebangsaan, seluruhaktivitas politik seolah-olah hanya tertuju padak
epentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu,aktivitas politik hanya sekedar
merupakan libido dominandi
tivitas memperjuangkanerkuasa, bukannya sebagai suatuatas hasrat untuk bkepentin
gan nasional yang padaak
akakhirnya menimbulkan carut marut kehidupan bernegaraseperti dewasa ini (Hidaya
t, 2012).
Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadidasar Negara Republik Indonesia sec
ara normatif,tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR NomorXVIII/MPR/1998 Pa
sal 1 menyebutkan bahwa Pancasilasebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945ada
lah dasar negara dari Negara Kesatuan RepublikIndonesia harus dilaksanakan secar
a konsisten dalamkehidupan bernegara (MD, 2011). Ketetapan ini terusdipertahankan
, meskipun ketika itu Indonesia akanmenghadapi Amandeman Undang-Kesatuan Republi
k Indonesia tahun 1945Undang Dasar Negara
.Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara,Pancasila pun menjadi sumber
hukum yang ditetapkan

dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat


(3) yang menyebutkan, Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila Undangagaimana
yang tertulis dalam Pembukaan seb-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha E
sa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta denga
n mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tub
uh Undang-Undang Dasar 1945 .
Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan berneg
ara membuat khawatir berbagai lapisan elemen masyarakat. Oleh sebab itu, sekitar
tahun 2004 Azyumardi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai fakto
r integratif dansalah satu fundamen identitas nasional. Seruan demikian tampak s
ignifikan karena proses amandeman UUD 1945 saat itu sempat memunculkan gagasan m
enghidupkan kembali Piagam Jakarta (Ali, 2009: 51). Selain keadaan diatas, juga
terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama.Tidak lama kemudian muncul gejala P
erda Syariah di sejumlah daerah. Rangkaian gejala tersebut seakanmelengkapi kege
lisahan publik selama reformasi yangmempertanyakan arah gerakan reformasi dandem
okratisasi. Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlahkalangan. Diskursus tentang P
ancasila kembali menghangat dan meluas usai Simposium Peringatan Hari LahirPanca
sila yang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31 Mei 2006 (Ali, 2009: 509 seca
ra intensifIndonesia, pada tahun 2). Sekretariat Wapres Republik2008/20
melakukan diskusi-diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai Pancasila
. Tahun 2009 Dirjen Dikti, juga

20
membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila diPerguruan Tinggi. Sementara itu,
beberapa perguruantinggi telah menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaituantara l
ain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada,Simposium Nasional Pancasila d
an Wawasan Kebangsaan
Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasiladi
didi Universitas Udayana. Lebih dari itu MPR-RI melakukankegiatan sosialisasi ni
lai-nilai Pancasila yang dikenaldengan sebutan Empat Pilar Kebangsaan , yang terdir
idari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945,Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhinneka Tunggal IkaNegara
.
Akan tetapi, istilah Empat Pilar Kebangsaan inimenurut Kaelan (2012: 249-252) meng
andung; 1) linguistic
mistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakankesalahan terminologi; 2
) ungkapan tersebut tidakmengacu pada realitas empiris sebagaimana terkandungdal
am ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatupengertian atau ide, berbangsa da
n bernegara dianalogikan bangunan besar (gedung yang besar); 3)itukesalahan kateg
ori (category mistake), ilepistemologis kategori pengetahuan Pancaskarena secara
a, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesiadan Bhinneka Tung
gal Ika bukanlah merupakan kategoriyang sama. Ketidaksamaan itu berkaitan dengan
realitasatau hakikat pengetahuannya, wujud pengetahuan,kebenaran pengetahuannya
serta koherensipengetahuannya.
Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untukmensosialisasikan kembali Pancasila d
alam kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegasUndang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundangmen
yebutkan
dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Undangan
Penempatan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara adalah sesuai

21
dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea
keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persat
uan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusya
waratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar fi
losofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan dengan nilaiundangan tida
k boleh bertentangan Perundang--nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini penekanannya pada kedudukan Pan
casila sebagai dasarnegara. Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasi
la dalam kedudukannya sebagai pandangan hidupbangsa perlu dihayati dan diamalkan
oleh seluruhsehingga cukup banyaKesadaran ini mulai tumbuh kembali, komponen ba
ngsa. k lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisa
si nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan nasional yang sejalandengan seman
gat melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang N
omor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakanbahwa Kurikulum Pend
idikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bah
asa Indonesia.
Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus sec
ara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila baik sebagai Dasar
Negara maupun sebagai

Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman kepadanilai-nilai Pancasila dan Pembuk


aan UUD 1945 dan secarakonsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasalUU
D 1945.[ ]
Daftar Pustaka
Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila di
Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta.
Ali, As ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan
Berbangsa, Pustaka LP3ES, Jakarta.
Anshari, Endang Saifuddin, 1981, Piagam Jakarta 22 Juni
1945 dan Sejarah Konsensus Nasional antara
Nasionalis Islam dan Nasionalis Sekular tentang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1959,Pustaka-Perpustakaan Salman ITB, Bandu
ng.
Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan PedomanPenghayatan dan Pengamalan Pancasi
la, 1994,Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP-7 Pusat,Jakarta.
Bahar, Safroedin, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945, SekretariatNegara Republik Indonesia, Jakart
a.
Darmodihard D, 1978, Orientasi Singkat Pancasila, PT.Gita Karya, Jakarta.
Darmodihardjo,
jo,jo, D dkk., 1991, Santiaji Pancasila EdisiRevisi, Usaha Nasional,
Dodo, Surono dan Endah (ed.)Surabaya. , 2010, Konsistensi Nilai-Nilai
Pancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya,
PSP-Press,Hidayat, Arief, Yogyakarta. , Negara Hukum Pancasa (Suatu
2012ilModel Ideal Penyelenggaraan Negara Hukum ,Makalah pada Kongres Pancasila IV
di UGMYogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juni 2012.

23
Ismaun, 1978, Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat Negara
Republik Indonesia, Carya Remadja, Bandung.Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, P
aradigma, Yogyakarta. _____, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa
dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,
Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta.
MD, Moh. Mahfud, 2011, Implementasi Nilai-nilai Pancasiladalam Menegakkan Konstit
usionalitas Indonesia ,Makalah pada Sarasehan Nasional 2011 diUniversitas Gajah Ma
da Yogyakarta tanggal 2-3 Mei2011.
Notosusanto, Nugroho, 1981, Proses Perumusan Pancasila
Dasar Negara, PN Balai Pustaka, Jakarta.Setiardja, A. Gunawan 1994, Filsafat Pan
casila Bagian II:
Moral Pancasila,
,, Universitas Diponegoro, Semarang.
Soekarno, 1989, Pancasila dan Perdamaian Dunia, CV HajiMasagung, Jakarta.
Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia,Kanisius, Yogyakarta.
Yamin, Muhammad, 1954, Proklamasi dan Konstitusi
Republik Indonesia, Djambatan, Jakarta/Amsterdam.

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA


Dasar negara Indonesia, dalam pengertian historisnya merupakan hasil pergumulan
pemikiran para pendirinegara (The Founding Fathers) untuk menemukan landasan ata
u pijakan yang kokoh untuk di atasnya didirikan negara Indonesia merdeka. Walaup
un rumusan dasar negara itubaru mengemuka pada masa persidangan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),namun bahan-bahannya telah
dipersiapkan sejak awalpergerakan kebangsaan Indonesia. Latif (2002: 5)menyebutk
an bahwa setidaknya sejak dekade 1920-anpelbagai kreativitas intelektual mulai d
igagas sebagai usahamensintesiskan aneka ideologidalam rangka membentuk blo k dan
gugus pergerakan bersama demi mencapai kemerdekaan.historis (blok nasional)
BPUPKI yang selanjutnya disebut dalam bahasa Jepang sebagai Dokuritsu Zyunbi Tyo
osakai (BadanPersiapan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) dibentuk pada 29 April
1945 sebagai realisasi janji kemerdekaanIndonesia pada 24 Agustus 1945 dari pem
erintah Jepang.Anggota BPUPKI berjumlah 63 orang, termasuk Dr. KRT. Radjiman Wed
yodiningrat sebagai ketua, Itibangase Yosio (anggota luar biasa yang berkebangsa
an Jepang) dan R.Pandji Soeroso (merangkap Tata Usaha) masing-masingsebagai waki
l ketua Pembicaraan mengenai rumusan dasar negara Indonesia melalui sidang-sidan
g BPUPKI berlangsung dalam dua babak, yaitu: pertama, mulai 29 Mei sampai 1 Juni
1945; dan kedua, mulai 10 Juli sampai 17 Juli
1945.Pergumulan pemikiran dalam sejarah perumusan dasar negara Indonesia bermula
dari permintaan Dr. KRT.Radjiman Wedyodiningrat, selaku Ketua BPUPKI pada 29
24

25
Mei 1945 kepada anggota sidang untuk mengemukakandasar (negara) Indonesia merdek
a. Untuk merespon permintaan Ketua BPUPKI, 1 Juni 1945, Muhammad pertama, yaitu
29 Mei sampai maka dalam masa sidangYamin dan Soekarno mengajukan usul berhubung
an dengan dasar negara. Soepomo juga menyampaikanpandangannya dalam masa sidang
ini namun hal yang dibicarakan terkait aliran atau paham kenegaraan, bukan menge
nai dasar negara
Dalam pidato 1 Juni 1945, bahasa Belanda,negara dengan menggunakan Soekarno meny
ebut dasarphilosophische grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische gronds
lag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang
sedalamdalamnya
untuk di atasnya didirikan gedung Indonesiamerdeka. Soekarno juga menyebut dasar
negara dengan istilah weltanschauung atau pandangan hidup (Saafroedin Bahar, Anan
da B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.),1995: 63, 69, 81, dan RM. A.B. Kusuma,
2004: 117, 121,
atau 129).Susunan nilai atau prinsip yang menjadi fundamen 128-dasar negara pada
masa sidang pertama BPUPKItersebut berbeda-beda. Usul Soekarno mengenai dasarne
gara yang disampaikan dalam pidato 1 Juni 1945 terdiri atas lima dasar. Menurut
Ismaun, sebagaimana dikutip oleh Bakry (2010: 31), setelah mendapatkan masukan d
ariseorang ahli bahasa, yaitu Muhammad Yamin yang pada waktu persidangan duduk d
i samping Soekarno, liila .tersebut dinamakan oleh Soekarno sebagai Pancasma dasarU
ntuk menampung usulan-usulan yang bersifatperorangan, dibentuklah panitia kecil
yang diketuai oleh Soekarno dan dikenal sebagai Panitia Sembilan . Dari rumusan usu
lan-usulan itu, Panitia Sembilan berhasilmerumuskan Rancangan Mukadimah (Pembuka
an) Hukum

26
Dasar yang dinamakan Piagam Jakarta atau Jakarta
Charter oleh Muhammad Yamin pada 22 Juni 19Rumusan dasar negara yang secara sist
ematik45tercantumdalam alinea keempat, bagian terakhir pada rancanganMukadimah t
ersebut adalah sebagai berikut:
1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang BPUPKI kedua, yaitu 10 Juli sampai 17 Juli1945 merupakan masa penentuan d
asar negara Indonesiamerdeka. Selain menerima Piagam Jakarta sebagai hasilrumusa
n Panitia Sembilan, dalam masa sidang BPUPKIkedua juga dibentuk panitia-panitia
Hukum Dasar yadikelompokkan menjadi tiga kelompok Panitia Pi 4Hukum Dasar. Sidan
g lengkap BPUPKI pada 14 Julerancang
ngng195mengesahkan naskah rumusan Panitia Sembilan berupaPiagam Jakarta sebagai
Rancangan Mukadimah
sar (RMHD) dan menerima seluruh Rancangan Hukum
HukumHukumDa
DaDasar (RHD) pada hari berikutnya, yaitu 16 Agustus 1945yang sudah selesai diru
muskan dan di dalamnya termuatPiagam Jakarta sebagai Mukadimah.
Setelah sidang BPUPKI berakhir pada 17 Juli 1945,maka pada 9 Agustus 1945 badan
tersebut dibubarkan olehpemerintah Jepang dan dibentuklah Panitia PersiapanKemer
dekaan atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu
Zyunbi Inkai yang kemudian dikenal sebagai PanitiaPersiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) denganmengangkat Soekarno sebagai ketua dan Moh. Hatta

sebagai wakil ketua. Panitia ini memiliki peranan yangsangat penting bagi penges
ahan dasar negara danberdirinya negara Indonesia yang merdeka. Panitia yangsemul
a dikenal sebagai Buatan Jepang untuk menerima hadiah kemerdekaan dari Jepang tersebu
t, setelahtakluknya Jepang di bawah tentara Sekutu pada 14 Agustus1945 dan prokl
amasi kemerdekaan negara Indonesia,berubah sifat menjadi Badan Nasional Indonesia
yangmerupakan jelmaan seluruh bangsa Indonesia.1945 Dalam sidang pertama PPKI, y
aitu pada 18 Agustus
, berhasil disahkan Undang-disertai denganRepublik Indonesia (UUD NRI) yangUndan
g Dasar NegaraPembukaan Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia. Sebelum pe
ngesahan, terlebih dahulu dilakukanperubahan atas Piagam Jakarta atau RancanganM
ukadimah Hukum Dasar (RMHD) dan Rancangan HukumDasar (RHD). Pengesahan dan penet
apan setelah dilakukanperubahan atas Piagam Jakarta ta. Atasmencantumkan lima da
sar yang diberi nama Pancasersebut iltetapprakarsa Moh, Hatta, sila Ketuhanan den
gan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ,dalam Piagam Jakar
ta sebagai Pembukaan Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia tersebut diuba
h menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa . Dengan demikian, Pancasilamenurut Pembukaan UUD
1945 adalah sebagai berikut:
1) tuhanan Yang Maha Esa
2) Ke
KeKemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

28
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sesuaidengan jiwa b60: 42) bSoekarno (1
9angsa Indonesia, sebagaimana dikatakan oleh
Indonesia merdeka itu harus dapat meletakkan negara ituahwa dalam mengadakan nega
raatas suatu meja statis yang dapat mempersatukan segenap
elemen di dalam bangsa itu, tetapi juga harus mempunyai
tuntunan dinamis ke arah mana kita gerakkan rakyat,
bangsa dan negara ini. Selanjutnya Soekarno menegaskan dengan berkata, Saya beri u
raian itu tadi agar saudarasaudara
mengerti bahwa bagi Republik Indonesia, kita
memerlukan satu dasar yang bisa menjadi dasar statis dan
yang bisa menjadi leitstar dinamis. Leitstar adalah istilah dari bahasa Jerman y
ang b
lanjut, Soekarno mengatakan, erarti bintang pimpinan . Lebih Kalau
kita mencari satu
dasar yang statis yang dapat mengumpulkan semua, dan
jikalau kita mencari suatu leitstar dinamis yang dapat
menjadi arah perjalanan, kita harus menggali sedalamdalamnya
di dalam jiwa masyarakat kita sendiri Kalau kita
mau memasukkan elemen-elemen yang tidak ada di dalam
jiwa Indonesia, tidak mungkin dijadikan dasar untuk duduk
di atasnya.
A. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
Tahun 1945
Berdasarkan ajaran Stuffen theory dari Hans Kelsen,menurut Abdullah (1984: 71),
hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar yang berbentuk piramidal di atasmenunjukkan Pancasila sebagai suatu citacita hukum yang berada di puncak segi tiga. Pancasila menjiwai seluruhbidang keh
idupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain,gambar piramidal tersebut mengandung p
engertian bahwaPancasila adalah cerminan dari jiwa dan cita-cita hukum bangsa In
donesia.
Pancasila sebagai cerminan dari jiwa dan cita-citahukum bangsa Indonesia tersebu
t merupakan norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara dan yang menjadi sumber
dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (recht-idee), baik tertuli
s maupun tidak tertulis diIndonesia. Cita hukum inilah yang mengarahkan hukum pa
da cita-cita bersama bangsa Indonesia. Citasecara
langsung merupakan cerminan kesamaan -cita ini kepentingan di antara sesama warg
a bangsa.kesamaan
Dalam pengertian yang bersifat yuridis kenegaraan, Pancasila yang berfungsi seba
gai dasar negara tercantum dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, ya
ng dengan jelas menyatakan, ...maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia i
tu dalam suatu

30
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentukdalam suatu susunan Negara I
ndonesia yang berkedaulatanrakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa
,
manusiaan yang adil beradab, PhKe
KeKerakyatan yang dipimpin oleh ersatuan Indonesia, dandalam permusyawaratan/per
wakilikmat kebijaksanaanserta dengan
an,mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia .
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitupada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945
, maka fungsi pokokPancasila sebagai dasar negara pada hakikatnya adalahsumber d
ari segala sumber hukum atau sumber tertibhukum di Indonesia, sebagaimana tertua
ng dalamKetetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo. Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978). Hal i
ni mengandung konsekuensiyuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundangundanga
n
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undangundang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden danPeraturan-peraturan Pelaksanaan lain
nya yang dikeluarkanoleh negara dan pemerintah Republik Indonesia) harussejiwa d
an sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isidan tujuan Peraturan Perundang
menyimpang
dari jiwa Pancasila.undangan RI tidak boleh
Berdasarkan penjelasan di atas, hubungan Pancasiladengan Pembukaan UUD NRI tahun
1945 dapat dipahamisebagai hubungan yang bersifat formal dan material.Hubungan
secara formal, seperti dijelaskan oleh Kaelan(2000: 90-91), menunjuk pada tercan
tumnya Pancasilasecara formal di dalam Pembukaan yang mengandungpengertian bahwa
tata kehidupan bernegara tidak hanyabertopang pada asas sosial, ekonomi, politi
k, akan tetapidalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yangmelekat padanya, ya
itu perpaduan asas-asas kultural,

31
religius dan asas-asas kenegaraan yang unsur-unsurnya terdapat dalam Pancasila.
Dalam hubungan yang bersifat formal antara Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI ta
hun 1945 dapatditegaskan bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar NegaraRepublik In
donesia adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea k
eempat. Menurut Kaelan (2000: 91), Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan Pokok K
aidah Negara yang Fundamental sehingga terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai
dua macam kedudukan, yaitu: 1) sebagai dasarnya, karena Pembukaan itulah yang m
emberikan faktor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia; 2) memasukkan
dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi.
Pembukaan yang berintikan Pancasila merupakansumber bagi batang tubuh UUD NRI ta
hun 1945. Haldisebabkan karena kedudukan hukum Pembukaan berbeda inidengan pasal
-pasal atau batang tubuh UUD NRI tahun 1945, yaitu bahwa selain sebagai Mukadima
h, PembukaanUUD NRI tahun 1945 mempunyai kedudukan atau eksistensi sendiri. Akib
at hukum dari kedudukan Pembukaan ini adalah memperkuat kedudukan Pancasilasebag
ai norma dasar hukum tertinggi yang tidak dapat diubah dengan jalan hukum dan me
lekat padakelangsungan hidup Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, Kaelan (2000: 91-92) menyatakan bahwa Pancasila adalah substansi e
sensial yangmendapatkan kedudukan formal yuridis dalam PembukaanUUD NRI tahun 19
45. Oleh karena itu, rumusan dan yuridiksi Pancasila sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945. Perumusan Pancasila ya
ng menyimpang dari

32
Pembukaan secara jelas merupakan perubahan secaratidak sah atas Pembukaan UUD NR
I tahun 1945.
Adapun hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 secara material ad
alah menunjukmateri pokok atau isi Pembukaan yang tidak lain adalahpadaUUD NRI a
. Oleh karena kandungan material PembukaanPancasiltahun 1945 yang demikian itula
h maka Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat disebut sebagaiPokok Kaidah Negara yan
g Fundamental, sebagaimanadinyatakan oleh Notonagoro (tt.: 40), esensi atau inti
sari Pokok Kaidah Negara yang Fundamental secara materialtidak lain adalah Panc
asila.
Menurut pandangan Kaelan (2000: 92), bilamana
proses perumusan Pancasilogis materi yang dibahas oleh
kembali maka secara krono la dan Pembukaan ditinjau BPUPKI yang pertama-tama ada
lah dasar filsafat Pancasila,baru kemudian Pembukaan. Setelah sidang pertama sel
esai,BPUPKI membicarakan Dasar Filsafat Negara Pancasila dan berikutnya tersusun
lah Piagam Jakarta yang disusun oleh Panitia Sembilan yang merupakan wujud perta
ma Pembukaan UUD NRI tahun 1945.
Dalam tertib hukum Indonesia diadakan pembagianyang hirarkis. Undang-Undang Dasa
r bukanlah peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya masih ada dasar pokok bagi
Undang-Undang Dasar, yaitu Pembukaan sebagaiPokok Kaidah Negara yang Fundamenta
l yang di dalamnyatermuat materi Pancasila. Walaupun Undang-Undang Dasaritu meru
pakan hukum dasar Negara Indonesia yang tertulis atau konstitusi, namun keduduka
nnya bukanlah sebagailandasan hukum yang terpokok.
Menurut teori dan keadaan, sebagaimana ditunjukkan oleh Bakry (2010: 222), Pokok
Kaidah Negara yangFundamental dapat tertulis dan juga tidak tertulis. PokokKaid
ah yang tertulis mengandung kelemahan, yaitu sebagai

33
hukum positif, dengan kekuasaan yang ada dapat diubahwalaupun sebenarnya tidak s
ah. Walaupun demikian, Pokok Kaidah yang tertulis juga memiliki kekuatan, yaitu
memiliki formulasi yang tegas dan sebagai hmempunyai sifat imperatif yang dapat
dipaksakan.ukum positif
Pokok Kaidah yang tertulis bagi negara Indonesiapada saat ini diharapkan tetap b
erupa Pembukaan UUD NRItahun 1945. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 tidak dapat diub
ah karena menurut Bakry (2010: 222), fakta sejarah yang terjadi hanya satu kali
tidak dapat diubah. Pembukaan UUD NRI tahun 1945 dapat juga tidak digunakan seba
gaiPokok Kaidah tertulis yang dapat diubah oleh kekuasaan yang ada, sebagaimana
perubahan ketatanegaraan yang pernah terjadi saat berlakunya Mukadimah Konstitus
i RIS 1949 dan Mukadimah UUDS 1950.
Sementara itu, Pokok Kaidah yang tidak tertulis memiliki kelemahan, yaitu karena
tidak tertulis makaformulasinya tidak tertentu dan tidak jelas sehingga mudahti
dak diketahui atau tidak diingat. Walaupun demikian, Pokok Kaidah yang tidak ter
tulis juga memiliki kekuatan,yaitu tidak dapat diubah dan dihilangkan oleh kekua
saan karena bersifat imperatif moral dan terdapat dalam jiwa bangsa Indonesia (B
akry, 2010: 223).
Pokok Kaidah yang tidak tertulis mencakup hukum Tuhan, hukum kodrat, dan hukum e
tis. Pokok Kaidah yang tidak tertulis adalah fundamen moral negara, yaitu Ketuhan
an Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
B. Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD NRI
Tahun 1945
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang meliputi suasan
a kebatinan, citacita
hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia. Pokok

34
pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa
Indonesia karena bersumberdari pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila
.Pokok-pokok pikiran yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dal
am batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang memuat Pancasila dengan batang tubuh
UUD NRI tahun1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan kausalmengandung pengert
ian Pembukaan UUD NRI tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan batang tubuh UUD
NRI tahun 1945, sedangkan hubungan organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UU
D NRI tahun 1945merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarka
nnya pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD NRI tahun 1945 yang bersumber dari Pancas
ila ke dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita h
ukum, tetapi telah menjadi huk
Sesuai dengan Penjelasan UUD NRI um positif.ahun 1945,
tPembukaan mengandung empat pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam b
atang tubuh. Keempatpokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut.1) Pokok pikir
an pertama berintikan Persatuan , yaitu;
negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia den
gan berdasar ataspersatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagiseluruh rakyat
Indonesia .
2) Pokok pikiran kedua berintikan Keadilan sosial , yaitu; negara hendak mewujudkan k
eadilan sosial bagiseluruh rakyat .
3) Pokok pikiran ketiga berintikan Kedaulatan rakyat ,yaitu; negara yang berkedaulat
an rakyat, berdasar ataskerakyatan dan permusyawaratan perwakilan .

4) Pokok pikiran keempat berintikan

Ketuhanan Yang

Esa , yaitu; negara berdasar atas Ketuhanan YangMaha


MahaMaha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil danberadab .
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliranpengertian negara persatuan diterim
a dalam PembukaanUUD NRI tahun 1945, yaitu negara yang melindungi bangsaIndonesi
a seluruhnya. Negara, menurut pokok pikiranpertama ini, mengatasi paham golongan
dan segala pahamperorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini makapersatuan
merupakan dasar negara yang utama. Olehkarena itu, penyelenggara negara dan set
iap warga negarawajib mengutamakan kepentingan negara di ataskepentingan golonga
n atau perorangan.
Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalamPembukaan UUD NRI tahun 1945 ya
ng menegaskan tujuanatau suatu cita-cita yang hendak dicapai. Melalui pokokpikir
an ini, dapat ditentukan jalan dan aturan-aturan yangharus dilaksanakan dalam Un
dang-Undang Dasar sehinggatujuan atau cita-lpokok pikiran cita dapat dicapai den
gan berdasar kepadapertama, yaitu persatuan. Ha
menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosialini merupakan tujuan negara yang
didasarkan pada kesadaranbahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajibanyang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensiyang menunjukkan bahwa
sistem negara yang terbentulogiskdalam Undang-Undang Dasar harus berdasar ataske
daulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan.Menurut Bakry (2010: 209), aliran
ini sesuai dengan sifatmasyarakat Indonesia. Kedaulatan rakyat dalam pokokpikir
an ini merupakan sistem negara yang menegaskan

36
kedaulatan sebagai berada di tangan rakyat dan dilakukansepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis,ya
itu Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yangmewajibkan pemerintah dan lainlain penyelenggaranegara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaanluhur dan meme
gang teguh cita-cita moral rakyat ya
yayang
ngngtaqwa Pokok pikiran ini juga mengandung pengertianluhur. terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan pokok pikirankemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung
maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhurdan berbudi pekerti kemanus
iaan yang luhur. Pokokpikiran keempat Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan asas
moral bangsa dan negara (Bakry, 2010:
210). MPR RI telah melakukan amandemen UUD NRI tahun1945 sebanyak empat kali yan
g secara berturut-turutterjadi pada 19 Oktober 1999, 18 Agustus 2000, 9November
2001, dan 10 Agustus 2002. Menurut Rindjin(2012: 245-246), keseluruhan batang tu
buh UUD NRI tahun1945 yang telah mengalami amandemen dapatdikelompokkan menjadi
tiga bagian, yaitu: pertama, pasalpasal
yang terkait aturan pemerintahan negara dankelembagaan negara; kedua, pasalhubun
gan
antara negara dan pendupasal yang mengaturduknya yang meliputiwarga negara, agam
a, pertahanan negara, pendidikan, dankesejahteraan sosial; ketiga, pasal-pasal y
ang berisi materilain berupa aturan mengenai bendera negara, bahasanegara, lamba
ng negara, lagu kebangsaan, perubahan UUD,aturan peralihan, dan aturan tambahan
Berdasarkan hasil-hasil amandemen danpengelompokan keseluruhan batang tubuh UUD
NRI tahun1945, berikut disampaikan beberapa contoh penjabaran

37
Pancasila ke dalam batang tubuh melalui pasal-pasal UUD NRI tahun 1945.
1. Sistem pemerintahan negara dan kelembagaan negara
a. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum.
Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk m
enegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak adakekuasaan yang tidak dipertanggun
gjawabkan(akuntabel). Berdasarkan prinsip negara hukum,penyelenggara negara tida
k saja bertindak sesuaidengan hukum tertulis dalam menjalankan tugas untuk menja
ga ketertiban dan keamanan, namun juga bermuara pada upaya mencapai kesejahteraa
n umum, kecerdasan kehidupan bangsa, dan perlindungan terhadap segenap bangsa In
donesia.
b. Pasal 3Ayat (1): Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan meneta
pkan UndangUndang Dasar;Ayat (2): Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden;Ayat (3): Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dapat memberhentikan Presiden dan/atau WakilPresiden dalam masa jabatannya menur
ut Undang-Undang Dasar.
Wewenang atau kekuasaan MajelisPermusyawaratan disebutkan pada Rakyat (MPR), seb
agaimana menunjukkan secara 3 ayat (1), (2), dan (3) di atas
Pasal jelas bahwa MPR bukanmerupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia danlemb
aga negara tertinggi. Ketentuan yang terkaitdengan wewenang atau kekuasaan MPR t
ersebut juga menunjukkan bahwa dalam ketatanegaraan Indonesia

38
dianut sistem horizontal-fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling
mengawasiantarlembaga negara.
2. Hubungan antara negara dan penduduknya yangmeliputi warga negara, agama, pert
ahanan negara, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.
a. Pasal 26Ayat (2): Penduduk ialah warga negara Indonesia danorang asing yang b
ertempat tinggal di Indonesia.
Orang asing yang menetap di wilayah Indonesiamempunyai status hukum sebagai pend
udukIndonesia. Sebagai penduduk, maka pada diri orang asing itu melekat hak dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (berdasarkan p
rinsip yuridiksi teritorial) sekaligus tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
hukum internasional yang berlaku umum (general
international law).
b. Pasal 27Ayat (3): Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
Pasal 27 ayat (3) tersebut bermaksud untukmemperteguh konsep yang dianut bangsa
dan negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yaitu bahwaupaya pembelaan nega
ra bukan monopoli TNI, namun juga merupakan hak sekaligus kewajiban setiapwarga
negara.
c. Pasal 29Ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiappenduduk untuk memeluk
agamanya masing-masingdan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya i
tu.
Pasal 29 ayat (2) tersebut menunjukkan bahwanegara menjamin salah satu hak manus
ia yang paling

39
asasi, yaitu kebebasan beragama. Kebebasanberagama bukanlah pemberian negara ata
u golongantetapi bersumber pada martabat manusia sebagaiciptaan Tuhan.
d. Pasal 31pendidikan Setiap warga negara wajib mengikuti Ayat (2): dasar dan pe
merintah wajib
membiayainya;Ayat (3): Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pendid
ikan
dasar menjadi wajib dan bagi siapa pun yang tidak
melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi.
Sementara itu, pemerintah wajib membiayai
kewajiban setiap warga negara dalam mendapatkan
pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa setiap
warga negara mempunyai pendidikan minimum yang
memungkinkannya untuk berpartisipasi dalam proses
pencerdasan kehidupan bangsa. Ketentuan ini juga
mengakomodasi nilai-nilai dan pandangan hidup
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius dan
tujuan sistem pendidikan nasional, yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
e. Pasal 33Ayat (1): Perekonomian disusun sebagai usahabersama berdasar atas asa
s kekeluargaan.
Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional dimaksudkan sebagai rambu-ra
mbu yangsangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasiekonomikepentingannya tia
da lain adalah selurudi Indonesia. Dasar pertimbangan
h sumber

40
daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan paham demokrasi eko
nomi yang mendatangkan manfaat optimal bagi seluruh warga negara dan penduduk In
donesia.
f. Pasal 34Ayat (2): Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rak
yat dan memberdayakmasyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuaanidengan martabat
kemanusiaan.
Dari ketentuan pasal 34 ayat (2) tersebut dapatdiperoleh pengertian bahwa sistem
jaminan sosialmerupakan bagian upaya mewujudkan Indonesiasebagai negara kesejah
teraan (welfare state) sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat danmarta
bat kemanusiaan.
3. Materi lain berupa aturan bendera negara, bahasa negara, lambang negara, dan
lagu kebangsaan
a. Pasal 35Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
b. Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
c. Pasal 36ALambang Negara ialah Garuda Psemboyan Bhinneka Tunggal Ika . ancasil
a dengan
d. Pasal 36B
Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
Bendera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaan merupakan simbol yang mempersatuka
n seluruhbangsa Indonesia di tengah perubahan dunia yangtidak jarang berpotensi
mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa, tak terkecuali bang
sa dan negara Indonesia (MPR RI,2011: 187). Dalam pengertian yang simbolik itu,b
endera, bahasa, lambang, dan lagu kebangsaan

41
memiliki makna penting untuk menunjukkan identitas dan kedaulatan negara dan ban
gsaIndonesia dalam pergaulan internasional.
C. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan
Kebijakan Negara Dalam Bidang Politik, Ekonomi,
Sosial Budaya Dan Hankam
Pokok-pokok pikiran persatuan, keadilan sosial,kedaulatan rakyat, dan Ketuhanan
Yang Maha Esa yangterkandung dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945merupakan pancara
n dari Pancasila. Empat pokok pikiran tersebut mewujudkan cita-cita hukum yang m
enguasaihukum dasar negara, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
Penjabaran keempat pokok pikiran Pembukaan ke dalam pasal-pasal UUD NRI tahun 19
45 mencakup empat aspek kehidupan bernegara, yaitu: politik, ekonomi, sosial bud
aya, dan pertahanan keamanan yang disingkat menjadiPOLEKSOSBUD HANKAM. Aspek pol
itik dituangkan dalam pasal 26, pasal 27 ayat (1), dan pasal 28. Aspek ekonomidi
tuangkan dalam pasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34.Aspek sosial budaya dit
uangkan dalam pasal 29, pasal 31,dan pasal 32. Aspek pertahanan keamanan dituang
kan dalam pasal 27 ayat (3) dan pasal 30 (Bakry, 2010: 276).Pasal 26 ayat (1) de
ngan tegas mengatur siapa-siapa saja yang dapat menjadi warga negara Republik In
donesia. Selain orang berkebangsaan Indonesia asli, orang berkebangsaan lain yan
g bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan be
rsikap setia kepada Negara Republik Indonesia yang disahkan oleh undang-undang s
ebagai warga negara dapat juga menjadi warga negara Republik Indonesia. Pasal 26
ayat
(2) menyatakan bahwa penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di

42
Indonesia. Adapun pada pasal 29 ayat (3) dinyatakanbahwa syarat-syarat menjadi w
arga negara dan pendudukIndonesia diatur dengan undang-an kesamaan ked
Pasal 27 ayat (1) menyatakundang.udukanwarga negara di dalam hukum dan pemerinta
han dengantidak ada kecualinya. Ketentuan ini menunjukkan adanyakeseimbangan ant
ara hak dan kewajiban, dan tidak adadiskriminasi di antara warga negara baik men
genai haknyamaupun mengenai kewajibannya.penduduPasal 28 menetapkan hak warga ne
gara dan
k untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkanpikiran dengan lisan dan tulisan d
an sebagainya, yangdiatur dengan undang-undang. Dalam ketentuan ini,ditetapkan a
danya tiga hak warga negara dan pendudukyang digabungkan menjadi satu, yaitu: ha
k bebasanberserikat, hak kebebasan berkumpul, dan hak ke
kekebebasanuntuk berpendapat.
Pasal 26, 27 ayat (1), dan 28 di atas adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikiran
kedaulatan rakyatdan kemanusiaan yang adil dan beradab yang masingmasing
merupakan pancaran dari sila keempat dan keduaPancasila. Kedua pokok pikiran ini
adalah landasan bkehidupan nasional bidang politik di negara RepublikagiIndones
ia.
Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikirantersebut, maka pembuatan kebijakan neg
ara dalam bidangpolitik harus berdasar pada manusia yang merupakansubjek penduku
ng Pancasila, sebagaimana dikatakan olehNotonagoro (1975: 23) bahwa yang berketu
hanan,rkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, danbe
beberkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subjek negaradan oleh karena itu po
litik negara harus berdasar danmerealisasikan harkat dan martabat manusia di dal
amnya.

43
Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara dapat menjamin hak-hak asasi manu
sia.
Dengan kata lain, pembuatan kebijakan negara dalam bidang politik di Indonesia h
arus memperhatikan rakyatyang merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatanberada
di tangan rakyat. Rakyat poitik Indonesia yang kekuasaan dan oleh karena itu ,
merupakan asal mula ldijalankan adalah politik yang bersumber dari rakyat, bukan
dari kekuasaan perseorangan atau kelompok dan golongan, sebagaimana ditunjukkan
oleh Kaelan (2000:238) bahwa sistem politik di Indonesia bersumber pada penjelm
aan hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wujud dan
kedudukannya sebagai
sistem yang memperhatikan tik yang dikembangkan adalahrakyat.Selain itu, sistem
poliPancasila sebagai dasar-dasarmoral politik. Dalam hal ini, kebijakan negara
dalam bidangpolitik harus mewujudkan budi pekerti kemanusiaan dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur untukmencapai keadilan sosial b
agi seluruh rakyat Indonesia.Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layakbagi kemanusiaan. Ketentu
an ini memancarkan asaskesejahteraan atau asas keadilan sosial dan kerakyatanyan
g merupakan hak asasi manusia atas penghidupan yang
layak.Pasal 33 ayat (1) menyatakan perekonomian disusun sebagai usaha bersama be
rdasar atas asas ksedangkan pada ayat (2) ditetapkan bahwa cabangekeluargaan,pro
duksi -cabang
haja yang penting bagi negara dan yang menguasai t hidup orang banyak dikuasai o
leh negara, dan pada ayat (3) ditegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alamyan
g terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besa
rnya kemakmuran

44
rakyat. Ayat (1) pada pasal ini menunjukkan adanya hakasasi manusia atas usaha p
erekonomian, sedangkan ayat
(2) menetapkan adanya hak asasi manusia ataskesejahteraan sosial.
Selanjutnya pada pasal 33 ayat (4) ditetapkan bahwaperekonomian nasional diselen
ggarakan berdasar atasdemokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensiber
keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
mandirian, serta dengan menjaga keseimbanganke
kekemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sesuai denganpernyataan ayat (5) pasal
ini, maka pelaksanaan seluruhayat dalam pasal 33 diatur dalam undang-undang.ana
Pasal 34 ayat (1) mengatur bahwa fakir miskin dan
k-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.Selanjutnya pada ayat (2) dinyataka
n negaramengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyatdan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidakmampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.dalam a
yat (2) ini menegaskan adanya hak asasKetentuanmanusaatas jaminan sosial.i i
Adapun pada pasal 34 ayat (4) ditetapkan bahwanegara bertanggung jawab atas peny
ediaan fasilitaspelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yanglayak. Pela
ksanaan mengenai isi pasal ini, selanjutnyadiatur dalam undangpada
ayat (5) pasal 34 ini.undang, sebagaimana dinyatakan
penjaPasal 27 ayat (2), pasal 33, dan pasal 34 di atas adalah
baran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyatdan keadilan sosial yang masingma Pancaspancaran dari sila keempat dan kelimasing merupakanila. Keduapokok piki
ran ini adalah landasan bagi pembangunansistem ekonomi Pancasila dan kehidupan e
konominasional.

45
Berdasarkan penjabaran pokok-pok alam bidangtersebut, maka pembuatan kebijakan n
egara dok pikiranekonomi di Indonesia dimaksudkan untuk menciptakansistem pereko
nomian yang bertumpu pada kepentinganrakyat dan berkeadilan. Salah satu pemikira
n yang sesuaidengan maksud ini adalah gagasan ekonomi kerakyatanyang dilontarkan
oleh Mubyarto, sebagaimana dikutip olehKaelan (2000: 239), yaitu pengembangan e
konomi bukanhanya mengejar pertumbuhan, melainkan demikemanusiaan, demi kesejaht
eraan seluruh bangsa. Dengankata lain, pengembangan ekonomi tidak bisa dipisahka
ndengan nilai-nilai moral kemanusiaan.
Dengan demikian, sistem perekonomian yangberdasar pada Pancasila dan yang hendak
dikembangkandalam pembuatan kebijakan negara bidang ekonomi diIndonesia harus t
erhindar dari sistem persaingan bebas,monopoli dan lainnya yang berpotensi menim
bulkan manusia. Sebaliknya dan penindasan terhadap sesamapenderitaan rakyat , si
stem perekonomian yang dapatdianggap paling sesuai dengan upayamengimplementasik
an Pancasila dalam bidang onomiadalah sistem ekonomi kerakyatan, yaitu sistem ek
ekekonomiyang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyatsecara luas.
Pasal 29 ayat (1) menyatakan negara berdasar atasKetuhanan Yang Maha Esa. Menuru
t Penjelasan Undang-Undang Dasar, ayat (1) pasal 29 ini menegaskankepercayaan ba
ngsa Indonesia terhadap Tuhan Yang MahaEsa. Adapun dalam pasal 29 ayat (2) ditet
apkan bahwanegara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya
masing-masing dan beribadat menurutagamanya dan kepercayaannya itu. Ketentuan in
i jelasmerupakan pernyataan tegas tentang hak asasi manusiaatas kemerdekaan bera
gama.

46
berhakPasal 31 ayat (1) menetapkan setiap warga negara
n. Ketentuan ini menegaskanbahwa mendapat
mendapatmendapat pendid
pendidpendidika
ikaikan adalah hak asasi manusia.Selanjutnya pada ayat (2) pasal ini dikemukakan
bahwasetiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, danpemerintah wajib
membiayainya. Dari ayat (2) pasal inidiperoleh pemahaman bahwa untuk mengikuti p
endidikandasar merupakan kewajiban asasi manusia. Sebagai upayamemenuhi kewajiba
n asasi manusia itu, maka dalam ayat
(3) pasal ini diatur bahwa pemerintah wajib mengusahakandan menyelenggarakan sat
u sistem pendidikan nasionalyang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhla
kmulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yangdiatur dalam undang-undan
g. Demikian pula, dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam ayat (4)
pasal 31 ini ditetapkan bahwa negara memprioritaskananggaran pendidikan sekurang
-kurangnya 20% (dua pulpersen) dari APBN (Anggaran Pendapatan dan BelanjauhNegar
a) serta dari APBD (Anggaran Pendapatan danBelanja Daerah) untuk memenuhi kebutu
hanpenyelenggaraan pendidikan nasional. Dalam pasal 31 ayat
(5) ditetapkan pula bahwa pemerintah memajukan ilmupengetahuan dan teknologi den
gan menjunjung tinggi nilainilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuanperadaban serta kesejahteraan umat manu
sia.
Pasal 32 ayat (1) menyatakan negara memajukankebudayaan nasional Indonesia di te
ngah peradaban duniadengan menjamin kebebasan masyarakat dalammemelihara dan men
gembangkan nilai-nilai budayanya.Ketentuan menegaskan mengembangkan nilai-nilai
budayamerupakan hak asasi manusia. Selanjutnya, ayat (2) pasal32 menyatakan nega
ra menghormati dan memeliharabahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

47
Pasal 29, pasal 31, dan pasal 32 di atas adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikir
an Ketuhanan YangMaha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, danpersatuan yang
masing-masing merupakan pancaran darisila pertama, kedua, dan ketiga Pancasila.
Ketiga pokokpikiran ini adalah landasan bagi pembangunan bidangkehidupan keagama
an, pendidikan, dan kebudayaannasional.
Berdasarkan penjabaran pokok-pokok pikirantersebut, maka implementasi Pancasila
dalam pembuatanpengertian bahwa nilaialam bidang sosial budaya mengandukebijakan
negara d-nilai yang tumbuh dan berkembang
ngngdalam masyarakat Indonesia harus diwujudkan dalamproses pembangunan masyarak
at dan kebudayaan diIndonesia. Menurut Koentowijoyo, sebagaimana dikutipoleh Kae
lan (2000: 240), sebagai kerangka kesadaran,Pancasila dapat merupakan dorongan u
ntuk: 1)universalisasi, yaitu melepaskan simbol-simbol dariketerkaitan struktur;
dan 2) transendentalisasi, yaitumeningkatkan derajat kemerdekaan, manusia, dank
ebebasan spiritual. Dengan demikian, Pancasila sebagaisumber nilai dapat menjadi
arah bagi kebijakan negaradalam mengembangkan bidang kehidupan sosial budayaInd
onesia yang beradab, sesuai dengan sila kedua,kemanusiaan yang adil dan beradab.
Selain itu, pengembangan sosial budaya harusdilakukan dengan mengangkat nilai-ni
lai yang dimilikibangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila. Hal ini tidakdap
at dilepaskan dari fungsi Pancasila sebagai sebuahharkat dan martabaeseluruhan n
ilainya bersumber darisistem etika yang kt manusia sebagai makhluk yangberadab.
Perbenturan kepentingan politik dan konfliksosial yang pada gilirannya menghancu
rkan sendi-sendikehidupan bangsa Indonesia, seperti kebersamaan atau

48
gotong royong dan sikap saling menghargai terhadapperbedaan suku, agama, dan ras
harus dapat diselesaikanmelalui kebijakan negara yang bersifat humanis danberad
ab.
Pasal 27 ayat (3) menetapkan bahwa setiap warganegara berhak dan wajib ikut sert
a dalam pembelaannegara. Dalam ketentuan ini, hak dan kewajiban warganegara meru
pakan satu kesatuan, yaitu bahwa untuk turutserta dalam bela negara pada satu si
si merupakan hak asasimanusia, namun pada sisi lain merupakan kewajiban asasiman
usia.
Pasal 30 ayat (1) menyatakan hak dan kewajibansetiap warga negara ikut serta dal
am usaha pertahanan dankeamanan negara. Ketentuan ini menunjukkan bahwausaha per
tahanan dan keamanan negara adalah hak dankewajiban asasi manusia. Pada ayat (2)
pasal 30 inidinyatakan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negaradilaksanakan m
elalui sistem pertahanan dan keamananKepo semesta oleh Tentara Nasional Indonesi
a danrakyalitsian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatanutama, dan rakyat s
ebagai kekuatan pendukung.Selanjutnya pada ayat (3) pasal 30 ini juga dijelaskan
bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiriDarat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, at
as Angkatan
sebagai alat negarabertugas mempertahankan, melindungi, dan memeliharakeutuhan d
an kedaulatan negara. Dalam ayat (4) pasal 30dinyatakan Kepolisian Negara Republ
ik Indonesia sebagaialat negara yang menjaga keamanan dan ketertibanmas at bertu
gas melindungi, mengayomi, melayanimasya
yayarak
rakrakat, serta menegakkan hukum. Ayat (5) pasal 30menyatakan susunan dan kedudu
kan Tentara NasionalIndonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,hubungan kew
enangan Tentara Nasional Indonesia danKepolisian Negara Republik Indonesia di da
lam

menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warganegara dalam usaha pertah


anan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dankeaman
an diatur dengan undang-undang. penjaPasal 27 ayat (3) dan pasal 30 di atas adal
ah
baran dari pokok pikiran persatuan yang merupakan pancaran dari sila pertama Pan
casila. Pokok pikiran iniadalah landasan bagi pembangunan bidang pertahanan keam
anan nasional.
Berdasarkan penjabaran pokok pikiran persatuantersebut, maka implementasi Pancas
ila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang pertahanan keamananharus diawa
li dengan kesadaran bahwa Indonesia adalahnegara hukum. Dengan demikian dan demi
tegaknya hakhak
warga negara, diperlukan peraturan perundangundangan
negara untuk mengatur ketertiban warga negara dan dalam rangka melindungi hak-de
ngan bidang Dalam hal ini, segala sesuatu yang terkait hak warga negara.pertahan
an keamanan harus diatur dengan memperhatikan tujuan negara untuk melindungi seg
enap wilayah dan bangsa Indonesia.
Pertahanan dan keamanan negara diatur dan dikembangkan menurut dasar kemanusiaan
, bukankekuasaan. Dengan kata lain, pertahanan dan keamananIndonesia berbasis pa
da moralitas kemanusiaan sehingga kebijakan yang terkait dengannya harus terhind
ar daripelanggaran hak-hak asasi manusia. Secara sistematis,pertahanan keamanan
negara harus berdasar pada tujuan tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebaga
i makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Sila pertama dan kedua), berdasarpada tujuan untu
k mewujudkan kepentingan seluruhmenjamin hakagai warga negara (Sila ketiga), har
us mampuwarga seb-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan (Sila
keempat), dan ditujukan

50
untuk terwujudnya keadilan dalam hidup masyarakat (Sila
lima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan danke
kekeamanan dapat ditempatkan dalam konteks negarahukum, yang menghindari kesewen
ang-wenangan negaradalam melindungi dan membela wilayah negara danbangsa, serta
dalam mengayomi masyarakat.
Ketentuan mengenai empat aspek k-pasalbernegara, sebagaimana tertuang ke dalam p
asalehidupanUUD NRI tahun 1945 tersebut adalah bentuk nyata dariimplementasi Pan
casila sebagai paradigma pembangunanatau kerangka dasar yang mengarahkan pembuat
ankebijakan negara dalam pembangunan bidang politik,ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan diIndonesia. Berdasarkan kerangka dasar inilah, pembuatankeb
ijakan negara ditujukan untuk mencapai cita-citanasional kehidupan bernegara di
Indonesia.[ ]
Daftar Pustaka
Abdullah, Rozali, 1984, Pancasila sebagai Dasar Negara dan
Pandangan Hidup Bangsa, CV. Rajawali, Jakarta.
Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan NannieHudawati (peny.), 1995, Risalah S
idang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
(BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945-22 Agustus 1945,
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.Bakry, Noor Ms., 2010, Pendidikan
Pancasila, PustakaPelajar, Yogyakarta.Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Parad
igma, Yogyakarta.
Kusuma, A.B., 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945,Badan Penerbit Fakultas Hu
kum UniversitasIndonesia, Jakarta.

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,


Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
MPR RI, 2011, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta.
Notonagoro, 1975, Pancasila secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tujuh, Jakarta.
_________, tt., Pancasila Yuridis Kenegaraan, Fakultas FilsafatUGM, Yogyakarta.
Rindjin, Ketut, 2012, Pendidikan Pancasila untuk Perguruan
Tinggi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
sedang berkembang, menurunegara yang baru merdeka dan
Ideologi di negara-t Prof. W. Howard Wriggins,berfungsi sebagai sesuatu yang conf
irm and deepen the
identity of their people (sesuatu yang memperkuat dan memperdalam identitas rakya
tnya). Namun, ideologi dinegara-negara tersebut, menurutnya, sekedar alat bagi r
ezim-rezim yang baru berkuasa untuk melanggengkankekuasaannya. Ideologi ialah al
at untuk mendefinisikan aktivitas polisuatu po tik yang berkuasa, atau untuk men
jalankan
litik cultural management , suatu muslihat manajemen budaya (Abdulgani, 1979: 20).
Oleh sebab itu,kita akan menemukan beberapa penyimpangan para pelaksana ideologi
di dalam kehidupan di setiap negara. Implikasinya ideologi memiliki fungsi pent
ing untukpenegas identitas bangsa atau untuk menciptakan rasakebersamaan sebagai
satu bangsa. Namun di sisi lain, ideologi rentan disalahgunakan oleh elit pengu
asa untuk melanggengkan kekuasaan.
Ideologi itu, menurut Oesman dan Alfian (1990: 6),berintikan serangkaian nilai (
norma) atau sistem nilaidasar yang bersifat menyeluruh dan mendalam yang dimilik
i dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa Ideologagai wawasan atau pandan
gan hidup bangsa mereka.sebi merupakan kerangka penyelenggaraan negara untuk mew
ujudkan cita-cita bangsa. Ideologi bangsa adalah cara pandang suatu bnegaranya.
Ideolog angsa dalam menyelenggarakan
i adalah suatu sistem nilai yang terdiriatas nilai dasar yang menjadi cita-cita
dan nilai instrumental yang berfungsi sebagai metode atau caramewujudkan cita-ci
ta tersebut. Menurut Alfian (1990)
52

53
kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensiyang terkandung di dalam
dirinya.
Pertama, adalah dimensi realita, bahwa nilai-nilaidasar yang terkandung dalam id
eologi itu secara riilberakar dan hidup dalam masyarakat atau bangsanya,terutama
karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber daribudaya dan pengalaman sejarahny
a.
Kedua, dimensi idealisme, bahwa nilai-nilai dasarideologi tersebut mengandung id
ealisme, bukan lambunganangan-angan, yang memberi harapan tentang masa depanyang
lebih baik melalui perwujudan atau pengalamannyadalam praktik kehidupan bersama
mereka sehari-haridengan berbagai dimensinya.
Ketiga, dimensi fleksibilitas atau dimensingan, bahwa ideologi tersebut memilike
luwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsangki
pengemba
pengembapengembangan pemikiran-ilangkan atau mengingkari
tentang dirinya, tanpa menghpemikiran baru yang relevanhakikat atau jati diri ya
ng terkandung dalam nilai-nilaidasarnya (Oesman dan Alfian, 1990: 7-8).
Selain itu, menurut Soerjanto Poespowardojo (1990),ideologi mempunyai beberapa f
ungsi, yaitu memberikan:
1. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yangdidapat merupakan landas
an untuk memahami danmenafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alamsekitrany
a.
2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yangmemberikan makna serta menunjukkan
tujuan dalamkehidupan manusia.
3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan peganganbagi seseorang untuk melangkah d
an betindak.
4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukanidentitasnya.

5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan ke


giatan dan mencapai tujuannya.
6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untukmemahami, menghayati serta mem
olakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yangterkandung di
dalamnya (Oesman dan Alfian, 1990: 48).
Dalam konteks Indonesia,Perhimpunan Indonesia (PI) yang
dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta(1926-1931) di Belanda, sejak1924 mulai konsepsi id
eolog i merumuskan politiknya,bahwa tujuan kemerdekaanpolitik haruslah didasarka
n pada empat prinsip: persatuannasional, solidaritas, nonkooperasi
dan kemandirian (selfhelp)
(Latif, ,
tahun yang sama2011: 5). Sekitar
mulai menulis buku Tan Malaka
Naar de
Republiek Indonesia (Menuju Dia percaya bahwa paham kedaulatan t
Keterlibatannya dengan organisasi komunis internasional tidak melupakan kepekaan
nya untukmemperhitungkan kenyataan-kenyataan nasional dengan kesediaannya untuk
menjalin kerjasama dengan unsurunsur
revolusioner lainnya. Dia pernah mengusulkan kepada Komintern (Komunisme Interna
sional) agar komunisme di Indonesia harus bekerjasama dengan Pan-Islamisme karen
a, menurutnya,Indonesia tidak bisa diabaikan begitu saja. Hampirkekuatan Islam d
i
Republik Indonesia).rakyat memiliki akar yang kuat dalam tradisi masyarakaNusant
ara.
Gambar: Drs. Moh. HattaSumber: id.wikipedia.org

55
bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto mulaimengidealisasikan suatu sintesis antara
i (Latif,
Gambar: Prof. Dr. Soepomo
Sumber: id.wikipedia.org
Islam, sosialismedan demokras 2011: 6).Soepomo, dalam sidang
BPUPKI pada tanggal 31 Mei1945, memberikan tiga pilihanideologi, yaitu: (1)indvi
dualisme, (2)kolektivisme dan (3)integralistik. Beliau dengan sangatmeyakinkan m
enolak paham
pahampahampahampahamindividualisme dan kolektivisme,dan menyarankan pahamintegra
listik yang dinilai sesuaidengan semangat kekeluargaanyang berkembang di pedesaa
n.
Paham integralistik merupakan kerangka konseptualmakro dari apa yang sudah menji
wai rakyat kita dikesatuan masyarakat yang kecil-Oesman dan Alfian (ed), 1990: 4
0).kecil itu (Moerdiono dalam
Pancasila sebagai ideologi Indonesia mempunyaiajaran-ajaran yang memang mengandu
ng nilai-nilai yangterkandung dalam ideologi
Pancasila bahkan dipu lain. Ajaran yang dikandung
ji oleh seorang filsuf Inggris,Bertrand Russel, yang menyatakan bahwa Pancasilas
ebagai sintesis kreatif antara Declaration of American
Independence (yang merepresentasikan ideologi demokrasikapitalis) dengan Manifes
to Komunis (yangmereprensentasikan ideologi komunis). Lebih dari itu,seorang ahl
i sejarah, Rutgers, mengatakan, Dari semuanegara-negara Asia Tenggara, Indonesialah yang dalamKonstitusinya, pertama-tama dan paling tegas melakukanlatar belaka
ng psikologis yang sesungguhnya daripadarevolusi melawan penjajah. Dalam filsafa
t negaranya, yaitu

56
Pancasila, dilukiskannya alasan-alasan secara lebihmendalam dari revolusi-revolu
si itu (Latif, 2011: 47). Daripendapat tersebut, Indonesia pun pernah merasakan
ngnya nilai-nilai ideologi-ideologi besar duniabe
beberkemba
rkembarkembang dalam gerak tubuh pemerintahannya.
A. Pancasila dan Liberalisme
Periode 1950-1959 disebut periode pemerintahandemokraspartai po i liberal. Siste
m parlementer dengan banyak
litik memberi nuansa baru sebagaimana terjadi didunia Barat. Ketidakpuasan dan g
erakan kedaerahan cukupkuat pada periode ini, seperti PRRI dan Permesta padatahu
n 1957 (Bourchier dalam Dodo dan Endah (ed), 2010:40). Keadaan tersebut mengakib
atkan perubahan yangbegitu signifikan dalam kehidupan bernegara.
Pada 1950-1960 partai-partai Islam sebagai hasilpemilihan umum 1955 muncul sebag
ai kekuatan Islam,yaitu Masyumi, NU dan PSII, yang sebenarnya merupakankekuatan
I
dalam bentuslam di Parlemen tetapi tidak dimanfaatkandalam Pemiluk koalisi. Mesk
i PKI menduduki empat besar
1955, tetapi secara ideologis belum merapattidak ada perubahan, artinya ancasila
itu dalam posisi yangpada pemerintah. Mengenai PPancasila adalah dasar negaraRe
publik Indonesia meski dengan konstitusi 1950 (Feithdalam Dodo dan Endah (ed.),
2010: 40).
Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakanindividualisme Barat yang mengut
amakan kebebasanmakhluknya, sedangkan paham integralistik yang kita anutmemandan
g manusia sebagai individu dan sekaligus jugamakhluk sosial (Alfian dalam Oesman
dan Alfian, 1990:201). Negara demokrasi model Barat lazimnya bersifatsekuler, d
an hal ini tidak dikehendaki oleh segenap elemenbangsa Indonesia (Kaelan, 2012:
254). Hal tersebutdiperkuat dengan pendapat Kaelan yang menyebutkan

57
bahwa negara liberal memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan m
enjalankan ibadahsesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara libera
l diberikan kebebasan untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis, bahkan neg
ara liberal memberi kebebasan warganya untuk menilai danmengkritik agama. Berdas
arkan pandangan tersebut,hampir dapat dipastikan bahwa sistem negara liberal mem
bedakan dan memisahkan antara negara dan agamaatau bersifat sekuler (Kaelan, 200
0: 231). Berbeda dengan Pancasila, dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa tmembe
rikan sifat yang khas kepada negara Indonesia , elahbukan merupakan negara sekul
er yang memisah -yaitu agama dengan negara (Kaelan, 2000: 220).misahkan
Tentang rahasia negara-negara liliberalismePoespowardojo mengatakan bahwa kekuat
an beral, Soerjonoterletak dalam menampilkan individu yang memiliki martabat tra
nsenden dan bermodalkan kebendaan pribadi.Sedangkan kelemahannya terletak dalam
pengingkaran terhadap dimensi sosialnya sehingga tersingkir tanggungjawab pribad
i terhadap kepentingan umum (Soepraptodalam Nurdin, 2002: 40-41). Karena alasanalasan seperti itulah antara lain kenapa Indonesia tidak cocokmenggunakan ideolo
gi liberalisme.
B. Pancasila dan Komunisme
Dalam periode 1945-1950 kedudukan Pancasilasebagai dasar negara sudah kuat. Namu
n, ada berbagaifaktor internal dan eksternal yang memberi nuansa tersendiri terh
adap kedudukan Pancasila. Faktor eksternal mendorong bangsa Indonesia untuk menf
okuskan diriterhadap agresi asing apakah pihak Sekutu atau NICA yangmerasa masih
memiliki Indonesia sebagai jajahannya. Dipihak lain, terjadi pergumulan yang se
cara internal sudah

58
merongrong Pancasila sebagai dasar negara, untuk diarahkan ke ideologi tertentu,
yaitu gerakan DI/TII yang akan mengubah Republik Indonesia menjadi negara Islam
dan Pemberontakan PKI yang ingin mengubah RI menjadinegara komunis (Marwati Djon
ed Poesponegoro danNugroho Notosusanto, 1982/83 kemudian dikutip oleh Pranoto da
lam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 39).
Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarnomengeluarkan Dekrit Presiden untuk ke
mbali ke UUD1945, berarti kembali ke Pancasila. PDr. Johanes Leimena pernah meng
atakanada suatu kesempatan,
, Salah satu faktorlain yang selalu dipandang sebagai sumber krisis yangpaling be
rbahaya adalah komunisme. Dalam situasi di manakemiskinan memegang peranan dan d
alam hal satu golongan saja menikmati kekayaan alam, komunisme dapat diterima da
n mendapat tempat yang subur di tengahtengah
masyarakat . Oleh karena itu, menurut Dr. Johanes Leimena, harus ada usaha-usaha y
ang lebih keras untuk meningkatkan kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lain untu
k memberantas komunisme ialah mempelajari dengan seksama ajaran-ajaran komunisme
itu. Mempelajari ajaranitu agar tidak mudah dijebak oleh rayuan-rayuankomunisme
. Bagi orang Kristen, ajaran komunisme bisamenyesatkan karena bertentangan denga
n ajaran Kristusdan falsafah Pancasila (Pieris, 2004: 212).
Komunisme tidak pernah diterima dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini di
sebabkan negara dalam suatu Negara ersifat atheis yang menolak agama komunisme l
azimnya . Sbedangkan Indonesia sebagai negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa,nkorporatif. pilihan kreatif dan merupakan proses elektis imerupakan Ar
tinya pilihan negara yang berdasar atas Ketuhanan YMaha Esa adalah khas dan namp
aknya sesuai dengan ang kondisi objektif bangsa Indonesia (Kelan, 2012: 254-255)
.

59
Selain itu, ideologi komunis juga tidak menghormatimanusia sebagai makhluk indiv
idu. Prestasi dan hak milik individu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat tot
aliter, karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam pikiran lain. Ideol
ogi semacam ini bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersikap dogmatis,
suatu ideologiyang bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yang bersifat te
rbuka, Pancasila memberikan kemungkinan dan bahkan menuntut sikap kritis dan ras
ional. Pancasila bersifat dinamis, yang mampu memberikan jawaban atas tantangan
yang berbeda3-204).(Poespowardojo, 1989: 20 beda dalam zaman sekarang
Pelarangan penyebaran ideologi komunis ditegaskan dalam Tap MPR No. XXV/MPRS/196
6 tentang pembubaran PKI, pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruhwila
yah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan larangan setiap
kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajarankomunisme/marxism
e dan leninisme yang diperkuat dengan Tap MPR No. IX/MPR/1978 dan Tap MPR No VII
I/MPR/1983.
C. Pancasila dan Agama
Pancasila yang di dalamnya terkandung dasarfilsafat hubungan negara dan agama me
rupakan karyabesar bangsa Indonesia melalui The Founding FathersNegara Republik
Indonesia. Konsep pemikiran para pendirinegara yang tertuang dalam Pancasila mer
upakan karyakhas yang secara antropologis merupakan local geniusbangsa Indonesia
(Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012).Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Panca
sila,maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran Tuhan menurut terminologk
semua orang dan berbagai agama. akan adanya Tuhan milii Pancasila adalah Tuhan
Yang

60
Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan denganagama Islam, Kristen, Bu
dha, Hindu dan bahkan jugaAnimisme (Chaidar, 1998: 36).
Menurut Notonegoro (dalam Kaelan, 2012: 47), asalmula Pancasila secara langsung
salah satunya asal mulabahan (Kausa Materialis) yang menyatakan bahwa bangsaIndon
esia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Panasila, yang digali dari bangsa Indone
sia yang berupa nilai-nilaiadat-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius y
angterdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia .Sejak zaman purbakala hi
ngga pintu gerbang(kemerdekaan) negara Indonesia, masyarakat Nusantaratelah mele
wati ribuan tahun pengaruh agama-agama lokal,
14 abad h Hinduisme dan Budhisme,(s
(s(sek
ekekitar)
itar)itar) 7 abad pengaru
pengarupengaruh Islam, dan (sekitar) 4 abadpengaruh Kristen (Latif, 2011: 57). l
imat yang kemudiankarangan Empu Tantular dijumpai kaDalam buku Sutasomadikenal B
hinneka Tunggal Ika. Sebenarnya kalimat tersebutsecara lengkap berbunyi Bhinneka
Tunggal Ika Tan Hanna
Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda, satu juaadanya,yang berbesebab tidak a
da agama yang mempunyai tujuan
Kuatnyaa (Hartono, 1992: 5).
d faham keagamaan dalam formasi kebangsaanIndonesia membuat arus besar pendiri S
ejak dekademembayangkan ruang publik hampa Tuhan.bangsa tidak dapat1920-an, keti
ka Indonesia mulai dibayangkan sebagaikomunitas politik bersama, mengatasi komun
itas kultural
ragam etnis dan agama, ide kebangsaan tidak terlepasdari
daridari Ketuhanan (Latif, 2011: 67). Secara lengkappentingnya dasar Ketuhanan k
etika dirumuskan oleh founding fathers negara kita dapat dibaca pada pidato Ir.S
oekarno pada 1 Juni 1945, ketika berbicara mengenaidasar negara (philosophische
grondslag) yang menyatakan,

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesiaber-Tuhan, tetapi masing-masing ora


ngIndonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannyasendiri. Yang Kristen menyembah Tuhanme
nurut k Isa Al Masih, yang Islammenurut petunju
petunjupetunjuk Nabi Muhammad s.a.w, orangBudha menjalankan ibadatnya menurut ki
tabkitab
yang ada padanya. Tetapi marilah kitasemuanya ber-Tuhan. Hendaknya negaraIndones
ia ialah negara yang tiap-tiap orangnyadapat menyembah Tuhannya dengan leluasa.S
egenap rakyat hendaknya ber-Tuhan. Secarakebudayaan yakni dengan tiada egoisme ag
ama .Dan hendaknya Negara Indonesia satu negarayang ber-Tuhan (Zoelva, 2012).
Pernyataan ini mengandung dua arti pokok. Pertamapengakuan akan eksistensi agama
-agama di Indonesiayang, menurut Ir. Soekarno, mendapat tempat yangsebaik-baiknya .
Kedua, posisi negara terhadap agama, Ir.Soekarno menegaskan bahwa negara kita ak
an ber-Tuhan . Bahkan dalam bagian akhir pidatonya, Ir. Soekarnomengatakan, Hatiku
akan berpesta raya, jikalau saudarasaudara
menyetujui bahwa Indonesia berasaskanKetuhanan Yang Maha Esa . Hal ini relevan den
gan ayat (1)dan (2) Pasal 29 UUD 1945 (Ali, 2009: 118).
Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila KetuhananYang Maha Esa dalam Pancasila d
engan ajaran tauhiddalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertamaPancasil
a yang merupakan prima causa atau sebab pertamaitu (meskipun istilah prima causa
tidak selalu tepat, sebabTuhan terus-menerus mengurus makhluknya), sejalandenga
n beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajarantentang tauhidus-shifat dan
tauhidul-af al, dalam pengertian

bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya.Ajaran ini juga diterima o
leh agama-Indonesia (Thalib dan Awwas, 1999: 63 ). agama lain di
Prinsip ke-Tuhanan Ir. Soekarno itu didapat dari atau
sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-uraian daripara pemimpin Islam yang berb
icara mendahului Ir. Soekarno dalam Badan Penyelidik itu, dikuatkan denganketera
ngan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi literkenal ini menerangkan bahwa dalam Badan
Penyeyang itu Ir. Soekarno merupakan pembicara terakhir ; dikmembaca pidatonya
orang mendapat kesan bahwa pikiranpikiran
para anggota yang b, )
dan
tercakup di dalam pidatonya ituerbicara sebelumnya telahperhatian tertuju kepada
(pidatodan dengan sendirinya yang terpenting.Komentar Roem, Pidato penutup yang
bersifatmenghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan sebelumnya (Thalib dan Awwa
s, 1999: 63).
Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandungmakna bahwa manusia Indonesia harus me
ngabdi kepadasatu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalahkan ilah-ilah ata
u Tuhan-Tuhan lain yang bisamempersekutukannya. Dalam bahasa formal yang telah d
isepakati bersama sebagai perjanjian bangsa sama maknanya dengan kalimat Tiada Tu
han selain Tuhan Yang Maha Esa . Di mana pengertian arti kata Tuhan adalah sesuatu
yang kita taati perintahnya dan kehendaknya.Prinsip dasar pengabdian adalah tid
ak boleh punya dua tuan, hanya satu tuannya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadiitul
ah yang menjadi misi utama tugas para pengembanrisalah untuk mengajak manusia me
ngabdi kepada satuTuan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa (Kitab Ulangan 6:4-5,Matius 6:
24, Lukas 16: 13, Quran surat: Al Mu minun [23]:23 dan 32) (Mulyantoro, 2012).

63
Pada saat kemerdekaan, sekularisme dan pemisahanagama dari negara didefinisikan
melalui Pancasila. Inipenting untuk dicatat karena Pancasila tidak memasukkankat
a sekularisme yang secara jelas menyerukan untuk memisahkan agama dan politik at
au menegaskan bahwanegara harus tidak memiliki agama. Akan tetapi, hal-halterseb
ut terlihat dari fakta bahwa Pancasila tidak mengakui satu agama pun sebagai aga
ma yang diistimewakankedudukannya oleh negara dan dari komitmennyaterhadap masya
rakat yang plural dan egaliter. Namun, dengan hanya mengakui lima agama (sekaran
g menjadi 6agama: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu,Budha dan Kon
ghucu) secara resmi, negara Indonesiamembatasi pilihan identitas keagamaan yang
bisa dimilikioleh warga negara. Pandangan yang dominan terhadap menyebutkan a se
bagai dasar negara Indonesia secara jelas Pancasiltempat bagi orang yang menganu
t agama tersebut, tetapi tidak bagi mereka yang tidak menganutnya. Pemahaman ini
juga memasukkan kalangan sekuler yang menganut agama tersebut, tapi tidak memas
ukkankalangan sekuler yang tidak menganutnya. Seperti yang telah ditelaah Madjid
, meskipun Pancasila berfungsi sebagai kerangka yang mengatur masyarakat di ting
katnasional maupun lokal, sebagai individu orang Indonesia bisa dan bahkan didor
ong untuk memiliki pandangan hiduppersonal yang berdasarkan agama (An-Na im, 2007:
439). Gagasan asas tunggal menimbulkan pro dan kontra selama tiga tahun diundan
gkan dalam Undang-UndangNomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatanyang
mengharuskan mendaftar ulang bagi semua ORMAS dan sekaligus mengharuskan semua
ORMAS menerima asas tunggal yang diberi batas akhir sampai tanggal 17 Juli 1987.
Golongan yang kontra bukan menolak Pancasila dan UUD 1945, melainkan ada kekhaw
atiran bahwa dengan

64
menghapuskan asas Islam , Pancasila akan menjadi agama baru (Moesa, 2007: 123-124). D
alam perkembangannya, kyai yang tergabung dalam organisasiNU yang pertama kali m
enerima Pancasila sebagai Asas Tunggal. KH. As ad Syamsul Arifin menegaskan bahwa
sebagian besar kyai dan umat Islam Indonesia berpendapat bahwa menerima Pancasil
a hukumnya wajib (Moesa, 2007:
124) .Dalam hubungan antara agama Islam dan Pancasilkeduanya dapat berjalan sali
ng menunjang dan sa lia,mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidakngbole
h dipertentangkan. Juga tidak harus dipilih salah satu Selanjutnya Kiaaligus mem
buang dan menanggalkan yang lain.dengan seki Achamd Siddiq menyatakan bahwa sala
hsatu hambatan utama bagi proporsionalisasi ini berwujudhambatan psikologis, yai
tu kecurigaan dan kekhawatiranyang datang dari dua arah (Zada dan Sjadzili (ed),
2010:
79). Pancasila menjamin umat beragama dalammenjalankan ibadahnya. Dalam kalimat
Menteri Agama (1983-1993), H. Munawir Sjadzali menyatakan,
Kata-kata

negara menjamin

tidak dapat

diartikan sekuler karena apabila demikian,


negara atau pemerintah harus hands off d
segala pengaturan kebutuhan hukum bagi para ari
pemeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Di negara sekuler Pemerintah
tidak akan mendirikan tempat-tempat ibadah
(Ahmad, 1996: 9-10).
Agama-agama dimandatkan oleh GBHN 1988 bahwasemua golongan beragama dan kepercay
aan terhadapTuhan Yang Maha Esa secara terus-menerus dan bersamasama
meletakkan landasan moral, etika dan spiritual yang

Pancas bagi pembangunan nasional sebagai pengalaman kokoh ila (Soetarman, 1996:
64). Dalam kontekspelaksanaan mandat GBHN ini (meskipun GBHN secara formal sudah
tidak berlaku tapi spirit hubungan agama danpembangunan masih sesuai), maka aga
ma-agama harus mampu mengembangkan kerja sama dalam rangkamenghadapi masalah-mas
alah yang dihadapi bersama (Soetarman, 1996: 65). sejPancasila dan agama dapat d
iaplikasikan seiring aplikasalan dan saling mendukung. Agama dapat mendorong
i nilai-nilai Pancasilluasnya terhadap memberikan ruang gerak yang seluasa, begi
tu -pula Pancasila usaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan danpengamalan
agama (Eksan, 2000). Abdurrahman Wahid (Gusdur) pun menjelaskan bahwa sudah tida
k relevan lagi untuk melihat apakah nilai-nilai dasar itu ditarik oleh Tuhan Yan
g Maha Esaagama dan kepercayaan terhadapPancasila dari agama-, karena ajaran aga
ma-agama juga tetap menjadi referensi umum bagi Pancasila, dan agamaagama
harus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai polisi lalu lintas yang akan me
njamin semuapihak dapat menggunakan jalan raya kehidupan bangsatanpa terkecuali
(Oesman dan Alfian, 1990: 167-168). Moral Pancasila bersifat rasional, objektif
danuniversal dalam arti berlaku bagi seluruh bangsa Indonesia.Moral Pancasila ju
ga dapat disebut otonom karena nilainilainya
tidak mendapat pengaruh dari luar hakikatmanusia Indonesia, dan dapat dipertangg
ungjawabkansecara filosofis. Tidak dapat pula diletakkan adanyabantuan dari nila
i-nilai agama, adat, dan budaya, karenasecara de facto nilai-nilai Pancasila ber
asal dari agamaagama
serta budaya manusia Indonesia. Hanya saja nilainilai
yang hidup tersebut tidak menentukan dasar-dasar

Pancasila, tetapi memberikan bantuan dan memperkuat (Anshoriy, 2008: 177).


Sejalan dengan pendapat tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyat
akan dalam Sambutan pada Peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober
2005.Bangsa kita adalah bangsa yang relijius; juga, bangsa yang menjunjung tingg
i, menghormati dan mengamalkan ajaran agama masing-masing.Karena itu, setiap uma
t beragama hendaknya memahami falsafah Pancasila itu sejalan dengan nilai-nilai
ajaran agamanya masing-masing.Dengan demikian, kita akan menempatkan falsafah ne
gara di posisinya yang wajar. Saya berkeyakinan dengan sedalam-dalamnya bahwalim
a sila di dalam Pancasila itu selaras dengan ajaran agama-agama yang hidup dan b
erkembang di tanah air. Dengan demikian, kita dapat menghindari adanya perasaan
k-ajaran antara meyakini dan mengamalkan ajaranesenjangan agama, serta untuk men
erima Pancasila sebagai falsafah negara (Yudhoyono dalam Wildan (ed.),2010: 172)
.
Dengan penerimaan Pancasila oleh hampir seluruh kekuatan bangsa, sebenarnya tida
k ada alasan lagi untukmempertentangkan nilai-nilai Pancasila dengan agama mana
pun di Indonesia. Penerimaan sadar ini memerlukan waktu lama tidak kurang dari 4
0 tahun dalam perhitungan Maarif, sebuah pergulatan sengit yang telah mengurasen
ergi kita sebagai bangsa. Sebagai buah dari pergumulan panjang itu, sekarang sec
ara teoretik dari kelima nilai Pancasila tidak satu pun lagi yang dianggap berla
wanandengan agama. Sila pertama berupa Ketuhanan Yang Maha

67
Esa dikunci oleh sila kelima Keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia, dari sud
ut pemahaman saya sebagaiseorang Muslim, sejalan dan senyawa dengan doktrintauhi
d yang menuntut tegaknya keadilan di muka bumi(Maarif, 2012).
Kaelan (dalam Wahyudi (ed.), 2009: 243-246)memetakan persoalan yang menyangkut h
ubungan agamadengan Pancasila, yang dikelompokkan dalam tiga tahap,yaitu:PancasP
ertama, terjadi ketika kaum nasionalis mengajukan
ila sebagai dasar filsafat negara menjelang
merdekaan Indonesia. Para tokoh pendiri negara darike
kekelompok nasionalis Islam dan nasionalis terlibatperdebatan tentang dasar fils
afat dan ideologi negaraIndonesia yang akan didirikan kemudian.
Kedua, respon umat Islam terhadap Pancasila tatkalapada tahun 1978 pemerintah Or
de Baru mengajukan P-4untuktokoh disahkan. Dalam hubungan ini pada awalnya banya
k
-tokoh Islam merasa keberatan, namun kemudianmenerimanya.PancasKetiga, ketika ta
hun 1985 pemerintah mengajukan
ila sebagai asas tunggal bagi semua organsiasibanyatik dan kemasyarakatan di Ind
onesia. Kebijakan inipolik mendapatkan tantangan dari umat Islam bahkanterdapat
beberapa ormas yang dibekukan karena asastersebut.
Namun untuk menengahi permasalahan tersebut,Abdurrahman Wahid (Oesman dan Alfian
(ed), 1990: 167168)
secara gamblang menyatakan bahwa tetapmenjadi referensi umum bagi Pancasila, dan
agama
agamaagama-agamaharus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai polisi lalu lin
tas yang menjamin semua pihak dapatmenggunakan jalan raya kehidupan bangsa tanpat
erkecuali . Sejalan dengan pendapat tersebut, tokoh

68
Masyumi, Muhammad Roem, berpendapat bahwa kitasepakat tentang dasar negara menge
nai Ketuhanan Yang Maha Esa, berarti bahwa masing-masing percaya kepada Tuhan me
nurut agamanya sendiri-sendiri, dengankesadaran bahwa bersama kita dapat mendiri
kan negara yang kuat sentosa karena esensi dari agama, ialah hidupberbakti, menj
unjung keadilan, cinta dan kasih sayangterhadap sesama makhluk (Roem dan Salim,
1977: 116).
Bilamana dirinci, maka hubungan negara denganagama menurut NKRI yang berdasarkan
Pancasila adalah sebagai berikut (Kaelan, 2012: 215-216):
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa. Kons
ekuensinya setiapwarga memiliki hak asasi untuk memeluk danmenjalankan ibadah se
suai dengan agama masingmasing.
c. Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekularisme karenahakikatnya manusia berke
dudukan kodrat sebagaimakhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter pem
eluk agama serta antarpemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karenaketakwaan itu bukan hasil peksaan
bagi siapapun juga.
f.
Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
g. Segala
aspek dalam melaksanakan danmenyelenggatakan negara harus sesuai dengan nilainil
ai
Ketuhanan yang Maha Esa terutama norma-normaHukum positif maupun norma moral bai
k moral agamamaupun moral para penyelenggara negara.
h. Negara pda hakikatnya adalah merupakan
berkatrahmat Allah yang Maha Esa .

Berdasarkan kesimpulan Kongres Pancasila (Wahyudi (ed.), 2009: 58), dijelaskan b


ahwa bangsa Indonesia adalahbangsa yang religius. Religiusitas bangsa Indonesia
ini, secara filosofis merupakan nilai fundamental yang meneguhkan eksistensi neg
ara Indonesia sebagai negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan Yang Ma
haEsa merupakan dasar kerohanian bangsa dan menjadipenopang utama bagi persatuan
dan kesatuan bangsadalam rangka menjamin keutuhan NKRI. Karena itu, agar terjal
in hubungan selaras dan harmonis antara agama dannegara, maka negara sesuai deng
an Dasar Negara Pancasilawajib memberikan perlindungan kepada agama-agama di Ind
onesia.
D. Penutup
Rodee dkk (1995: 54) menyatakan bahwahomogenitas kebudayaan adalah suatu kekuata
n luar biasa yang bekerja atas nama identitas nasional. Pada paparan selanjutnya
, secara implisit Rodee menyatakan bahwaidentitas nasional akan berpengaruh terh
adap kestabilan heterogen secara budaya, an bangsa Indonesia teramatnegara. Real
itas negara dbahkan paling heterogen di dunia, lebih dari itu merupakan negara k
epulauan terbesardi dunia. Kondisi tersebut mensyaratkan hadirnya ideologinegara
yang dihayati dan diamalkan oleh seluruhkomponen bangsa.
Implikasinya, fungsi ideologi negara bagi bangsa ideologi bagi negara ing diband
ingkan dengan pentingnya Indonesia amat pent-negara lain terutama yang bangsanya
homogen. Bagi bangsa Indonesia, ideologinasional merupakan prasyarat kestab ilse
bagai identitas
an negara, karena Hadirnya ideologa merupakan bangsa yang heterogen.bangsa Indon
esii Pancasila tersebut, paling tidak akan berfungsi untuk: 1) menggambarkan cit
a-cita bangsa, ke

70
arah mana bangsa ini akan bergerak; 2) menciptakan rasa kebersamaan dalam keluar
ga besar bangsa Indonesiasesuai dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika; dan 3) meng
gairahkan seluruh komponen bangsa dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara R
epublik Indonesia.ideologi negara hal yang amat penting dalam melaksanakan
Ada ha-Pancasila, agar ideologi tidakdisalahgunakan terutama dijadikan alat untu
k memperolehatau mempertahankan kekuasaan oleh elit politik. Maka untuk itu, ban
gsa Indonesia harus melaksanakan nilai-nilai instrumental ideologi Pancasila yai
tu taat asas terhadap nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada padaPembukaan
UUD 1945 dan Pasal-Pasal dalam UUD 1945.[ ]
Daftar Pustaka
Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila di
Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta.
Ahmad, Amrullah dkk., 1996, Dimensi Hukum Islam Dalam
Sistem Hukum Nasional, Gema Insani, Depok.
Ali As ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan
Berbangsa, Pustaka LP3ES, Jakarta.
An-Na im, Abdullahi Ahmed, 2007, Islam dan Negara
Sekular: Menegosiasikan Masa Depan Syariah, PTMizan Pustaka,
Anshoriy, HM. NasruddinBandung. , 2008, Bangsa Gagal: Mencari
Identitas Kebangsaan, LKiS, Yogyakarta.Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur: Ja
waban Islam
Terhadap Reformasi Total, Darul Falah, Jakarta. Dodo, Surono dan Endah (ed.), 20
10, Konsistensi Nilai-Nilai
Pancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya,
PSP-Press,
2000,
Eksan, Moch. , Yogyakarta. Kiai Kelana, LkiS, Yogyakarta.

71
Hartono, 1992, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, PTRineka Cipta, Jakarta.
Kaelan, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa
dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta. _____ 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigm
a, Yogyakarta.
_____,
,, dalam Proceeding Kongres Pancasila yangdiselenggarakan di Yogtakarta pada tan
ggal 30 Meisampai 1 Juni 2012.
Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas,
Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Maarif, Ahmad Syafii. 2012. Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila dalam Pers
pektif Agama, Sosial danBudaya , Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGMYogyakart
a tanggal 31 Mei-1 Juli 2012.Moesa, Ali Maschan, 2007, Nasionalisme Kiai Konstru
ksi
Sosial Berbasis Agama, LKiS, Yogyakarta.
Mulyantoro, Heru. 2012. Quantum Leap PancasilMembangun Peradaban Bangsa dengan Ka
raktera,Tuhan Yang Maha Esa , Makalah pada KongresPancasila IV di UGM Yogyakarta t
anggal 31 Mei-1Juni 2012.
Nurdin, Encep Syarief, 2002, Konsep-Konsep Dasar Ideologi:
Perbandingan Ideologi Besar Dunia, CV Maulana,Bandung.
Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.), 1990, Pancasila Sebagai
Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP-7Pusat, Jakarta.
Pieris, John, 2004, Tragedi Maluku: Sebuah Krisis
Peradaban-Analisis Kritis Aspek: Politik, Ekonomi,
Sosial-budaya dan Keamanan, Yayasan OborIndonesia, Jakarta.

Poespowardojo, Soerjono, 1989 Filsafat Pancasila: Sebuah


Pendekatan Sosio-Budaya,
,, PT Gramedia, Jakarta.
Roem, Muhammad dan Agus Salim, 1977, Ketuhanan Yang
Maha Esa dan Lahirnya Pancasila, Bulan Bintang,Jakarta.
Rodee, Carlton Clymer dkk., 1995, Pengantar Ilmu Politik,PT RajaGrafindo Persada
, Jakarta.
Soetarman dkk., 1996, Fundamentalisme, Agama-Agama
dan Teknologi, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.
Thalib, Muhammad dan Irfan S Awwas, 1999, Doktrin
Zionisme dan Idiologi Pancasila, Menguak Tabir
Pemikiran Politik Founding Fathers Republik
Indonesia, Wihdag Press, Yogyakarta.
Wahyudi, Agus dkk. (ed.), 2009, Proceeding: Kongres
Pancasila, Pancasila dalam Berbagai Perspektif,Sekretariat Jenderal dan Kepanite
raan danMahkamah Konstitusi, Jakarta.
Wildan, Dadan dkk. (ed.), 2010, Perspektif Pemikiran SBY:
Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-Nilai Agama,
Pendidikan dan Sosial Budaya, Sekretariat NegaraRepublik Indonesia, Jakarta.
Zada, Khamami dan A. Fawaid Sjadzili (Ed.), 2010, Nahdltul
Ulama: Dinamika Ideologi dan Politik Kenegaraan,PT. Kompas Media Nusantara, Jaka
rta.Zoelva, Hamdan, 2012, Pelembagaan Nilai-nilai Pancasiladalam Perspektif Kehid
upan Beragama, Sosial danBudaya Melalui Putusan MK , Makalah yangdisajikan pada Ko
ngres Pancasia IV di UGMYogyakarta pada tanggal 31 Mei 1 Juni 2012.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesiamengandung pengertian sebagai hasil
perenungan mendalamdari para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika
berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasarnegara untuk di atasnya
didirikan negara Republik Indonesia.Hasil perenungan itu secara resmi disahkan b
ersamaan denganUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)tahun 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI) pada 18 Agustus 1945 sebagai
Dasar Filsafat NegaraRepublik Indonesia.
Kelima dasar atau prinsip yang terdapat dalam sila-silaPancasila tersebut merupa
kan satu kesatuan bagian-bagiansehingga saling berhubungan dan saling bekerjasam
a untuk satutujuan tertentu sehingga dapat disebut sebagai sistem.Pengertian sua
tu sistem, sebagaimana dikutip oleh Kaelan(2000: 66) dari Shrode dan Don Voich m
emiliki ciri-ciri sebagaiberikut: 1) suatu kesatuan bagian-bagian; 2) bagian-bag
iantersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri; 3) salingberhubungan, saling keter
gantungan; 4) kesemuanyadimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuans
istem); dan 5) terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisilima sila, yaitu Sila Ketu
hanan yang Maha Esa, Sila KemanusiaanAdil dan Beradab, Sila Persatuan Indonesia,
Sila Kerakyatanya
yayang
ngng dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalamPermusyawaratan/ Perwakilan dan Sil
a Keadilan Sosial bagiSeluruh Rakyat Indonesia, saling berhubungan membentuk sat
ukesatuan sistem yang dalam proses bekerjanya salingmelengkapi dalam mencapai tu
juan. Meskipun setiap sila padahakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki
fungsi
73

74
sendiri-sendiri, namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masy
arakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pancasila sebagai sistem filsafat mengandung pemikiran tentang manusia yang berh
ubungan denganTuhan, dengan dirisendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa
yang semua itu dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sistem f
ilsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengansistem-sistem filsafat
lain yang ada di dunia, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalis
me, komunisme dan lain sebagainya.
Kekhasan nilaiberkembang dalam filsafat yang terkandung dalam Pancasila
budaya dan peradaban Indonesia, terutamasebagai jiwa dan asas kerohanian bangsa
dalam perjuangankemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai filsafat Pancasi
la, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup(Weltanschauung) bangsa maup
un sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist) nasional, memberikan identita
s dan integritas serta martabatperadaban dunia. bangsa dalam menghadapi budaya d
an
Menurut Darmodihardjo (1979: 86), Pancasila adalah ideologi yang memiliki kekhas
an, yaitu:
1) Kekhasan pertama, Tuhan Yang Maha Esa sebab
Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa
manusia Indonesia percaya adanya Tuhan;2) Kekhasan kedua, penghargaan kepada ses
ama umat
manusia apapun suku bangsa di3) Kekhasan ketiga, bangsa Indonesan bahasanya;a me
njunjung tinggi
persatuan bangsa;

75
4) Kekhasan keempat, kehidupan manusia Indonesia
bermasyarakat dan bernegara berdasarkan atas sistem
demokrasi; dan5) Kekhasan kelima, keadilan sosial bagi hidup bersama.
Kelahiran ideologi bersumber dari pandangan hidup yangdianut oleh suatu masyarak
at. Pandangan hidup kemudianberbentuk sebagai keyakinan terhadap nilai tertentu
yangdiaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Selain itu,ideologi berfungsi s
ebagai alat membangun solidaritasmasyarakat
tata nilai barudengan mengangkat berbagai perbedaan ke dalam
.
Sebagai ideologi, Pancasila berfungsi membentuk identitasbangsa dan negara Indon
esia sehingga bangsa danIndonesia memiliki ciri khas berbeda dari bangsa dan neg
ara
negaranegaralain. Pembedaan ini dimungkinkan karena ideologi memiliki ciriselain
sebagai pembeda juga sebagai pembatas dan pemisah dariideologi lain.
A. Pengertian Filsafat
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani,(philosophia), tersusun dari kata phil
os yang berarti cintaatau philia yang berarti persahabatan, tertarik kepada dank
ata sophos yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan,ketrampilan, pengalaman prakt
is, inteligensi (Bagus, 1996:
242). Dengan demikianmencintai kebijaksanaan. Kata kebijaphilosophia secara harf
iah berartisanaan jl
kuga dikenadalam bahasa Inggris, wisdom. Berdasarkan makna katatersebut maka mem
pelajari filsafat berarti merupakanupaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hid
up yangnantinya bisa menjadi konsep yang bermanfaat bagiperadaban manusia.
Suatu pengetahuan bijaksana akan mengantarkanseseorang mencapai kebenaran. Orang
yang mencintai

pengetahuan bijaksana adalah orang yang mencintai kebenaran. Cinta kebenaran ada
lah karakteristik darisetiap filsuf dari dahulu sampai sekarang. Filsuf dalam me
ncari kebijaksanaan, mempergunakan cara denganberpikir sedalam-dalamnya. Filsafa
t sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan pengetahuan yang
paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Adapun istilah philosophos pertama kali digunakan oleh Pythagoras (572 -497 SM) un
tuk menunjukkan dirinya sebagai pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom), bukan k
ebijaksanaan itu sendiri. Selain Phytagoras, filsuf-filsuflain juga memberikan p
engertian filsafat yang berbedabeda.
Oleh karena itu, filsafat mempunyai banyak arti,tergantung pada bagaimana filsuf
-filsuf menggunakannya.Berikut disampaikan beberapa pengertian filsafat menurutb
eberapa filsuf, yaitu antara lain:1) Plato (427-347 SM); filsafat adalah pengeta
huan tentang
segala yang ada atau ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli
;
2) Aristoteles (384-322 SM); filsafat adalah ilmupengetahuan yang meliputi keben
aran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika atau filsafatmenyelidiki sebab dan asas segala b
enda;
3) Marcus Tullius Cicero (106-43 SM); filsafat adalahpengetahuan tentang sesuatu
yang mahaagung dan usaha-usaha untuk mencapainya;
4) Immanuel Kant (1724-1804); filsafat itu ilmu pokok danpangkal segala pengetah
uan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu: apakah yang dapat kita keta
hui? (dijawab oleh metafisika), apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh e
tika), sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi) .

77
Secara umum, filsafat merupakan ilmu yang berusaha menyelidiki hakikat segala se
suatu untuk memperolehkebenaran. Berdasarkan pengertian umum ini, ciri-cirifilsa
fat dapat disebut sebagai usaha berpikir radikal, menyeluruh, dan integral, atau
dapat dikatakan sebagaisuatu cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam
dalamnya.Sejak kemunculannya di Yunani, dan menyusulperkembangan pesat ilmu peng
etahuan, kedudukan filsafatkemudian dikenal sebagai The Mother of Science (induk
ilmu pengetahuan). Sebagai induk ilmu pengetahuan, filsafat merupakan muara bagi
ilmu pengetahuan, termasukilmu pengetahuan yang bersifat positivistik, seperti
ilmukomunikasi dan teknologi informasi yang baru saja muncul dalam era kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK) saat ini. Demikian pula, dibandingkan deng
an ilmupengetahuan lain, filsafat merupakan kegiatan intelektual yang metodis da
n sistematis, namun lebih menekankanaspek reflektif dalam menangkap makna yang h
akiki darisegala sesuatu.
Dalam Kamus Filsafat, Bagus (1996: 242) mengartikan filsafat sebagai sebuah penc
arian. Beranjakdari arti harfiah filsafat sebagai cinta akan kebijaksanaan, menu
rut Bagus (1996: 242-243), arti itu menunjukkanbahwa manusia tidak pernah secara
sempurna memilikipengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yangdimaksudkan k
ebijaksanaan, namun terus-menerus harus mengejarnya. Berkaitan dengan apa yang d
ilakukannya,filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio manusia yang menembu
s dasarFilsafat menggumul dasar terakhir dari segala sesuatu.
i seluruh realitas, tetapi teristimewa eksistensi dan tujuan manusia.

Dalam pengertiannya sebagai pengetahuan yang


menembus dasar-dasar terakhir dari segala sesuatu, filsafat
memiliki empat cabang keilmuan yang utama, yaitu:
1) Metafisika; cabang filsafat
segala sesuatu yang yang mempelajari asal mula-ada dan yang mungkin-ada.
Metafisika terdiri atas metafisika umum
selanjutnya disebut sebagai ontologi, yaitu ilmu ya
yayang
ngng
membahas segala sesuatu yang-ada, dan metafisika
khusus yang terbagi dalam teodesi yang membahas
adanya Tuhan, kosmologi yang membahas adanya alam
semesta, dan antropologi metafisik yang membahas
adanya manusia.
2) Epistemologi; cabang filsafat mempelajari seluk belukpengetahuan. Dalam epist
emologi, terkandungpertanyaan-pertanyaan mendasar tentang pengetahuan,seperti kr
iteria apa yang dapat memuaskan kita untukmengungkapkan kebenaran, apakah sesuat
u yang kitapercaya dapat diketahui, dan apa yang dimaksudkanoleh suatu pernyataa
n yang dianggap benar.
3) Aksiologi; cabang filsafat yang menelusuri hakikat nilai.Dalam aksiologi terd
apat etika yang membahas hakikatnilai baik-buruk, dan estetika yang membahas nil
ai-nilaikeindahan. Dalam etika, dipelajari dasar-dasar benarsalah
dan baik-buruk dengan pertimbanganpertimbangan
moral secara fundamental dan praktis.Sedangkan dalam estetika, dipelajari kriter
iayang
mengantarkan sesuatu dapat disebut indah. kriteria4) Logika; cabang filsafat yan
g memuat aturan-aturanberpikir rasional. Logika mengajarkan manusia untukmenelus
uri struktur-struktur argumen yangmengandung kebenaran atau menggali secara opti
malpengetahuan manusia berdasarkan bukti-buktinya. Bagipara filsuf, logika merup
akan alat utama yang digunakandalam meluruskan pertimbangan-pertimbangan rasiona
l

79
mereka untuk menemukan kebenaran dari problem-problem kefilsafatan.
B. Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis dan rasional tent
ang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan un
tuk mendapatkan pokokdan
menyeluruh pokok pengertiannya yang mendasar
. Pancasila dikatakan sebagai filsafat,karena Pancasila merupakan hasil permenun
gan jiwa yangmendalam yang dilakukan oleh the founding fathers Indonesia, yang d
ituangkan dalam suatu sistem (AbdulGani, 1998).
Pengertian filsafat Pancasila secara umum adalahhasil berpikir atau pemikiran ya
ng sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yangbenar, adil, bijaksana, dan p
aling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai kekuasa
annya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan bahwa Pancasi
la merupakan filsafat asli Indonesia yang diambildari budaya dan tradisi Indones
ia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat (Kristen), dan
Arab (Islam). Filsafat Pancasila menurut Soeharto telah mengalami Indonesianisa
si. Semua sila dalam Pancasila adalah asli diangkat dari budaya Indonesia dan se
lanjutnyadijabarkan menjadi lebih rinci ke dalam butir-butir Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafatpraktis sehingga filsafat P
ancasil
pemikiran yang sedalam a tidak hanya mengandung
-dalamnya atau tidak hanyabertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwuju
d

80
filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman
p sehari-hari (way of life atau weltanschauung) agarhi
hihidu
dudup bangsa Indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahirdan batin, baik di dunia
maupun di akhirat (Salam, 1988:23-2
4).Sebagai filsafat, Pancasila memiliki dasar ontologis,epistemologis, dan aksio
logis, seperti diuraikan di bawahini.
1. Dasar Ontologis Pancasila
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelasbahwa Pancasila itu bena
r-benar ada dalam realitas denganidentitas dan entitas yang jelas. Melalui tinja
uan filsafat, dasarontologis Pancasila mengungkap status istilah yang digunakan,
isi dan susunan sila-sila, tata hubungan, serta kedudukannya.Dengan kata lmemper
jelas identain, pengungkapan secara ontologis itu dapat
itas dan entitas Pancasila secara filosofis.
Kaelan (2002: )pada hakikatnya adala69menjelaskan dasar ontologis Pancasila
h manusia yang memiliki hakikat mutlak mono-pluralis. Manusia Indonesia menjadi
dasar adanyaPancasila. Manusia Indonesia sebagai pendukung pokok sila-silaPancas
ila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaituterdiri atas susunan kod
rat raga dan jiwa, jasmani dan rohani,sifat kodrat manusia sebagai makhluk indiv
idu dan sosial, sertakedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdirisen
diri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (Kaelan,2002:72).
Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkansifat-sifat dasar manusi
a yang bersifat dwi-tunggal. Adahubungan yang bersifat dependen antara Pancasila
denganmanusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas

81
Pancasila amat bergantung pada manusia Indonesia. Selainditemukan adanya manusia
Indonesia sebagai pendukung pokokPancasila, secara ontologis, realitas yang men
jadikan sifat-sifatmelekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehinggaidentit
as dan entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas.
Soekarno menggunakan istilah Pancasila untuk memberilima dasar negara yang diaju
kan. Dua orang sebelumnyaSoepomo dan Muhammadkonsep dasar negara masingYamin mes
kipun menyampaikan
-masing tetapi tidak sampaimemberikan nama. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indone
sia(PPKI) atau Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yangdidalamnya duduk Soeka
rno sebagai anggota, menggunakanistilah Pancasila yang diperkenankan Soekarno me
njadi namaresmi Dasar Negara Indonesia yang isinya terdiri dari lima sila,tidak
seperti diusulkan Soekarno melainkan sepertirumusan PPKI ya
yayang
ngng tercermin dalam Pembukaan UUD 1945alinea keempat.
Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan,menurut Notonagoro (1983: 32),
maka lebih seyogyanya dantepat untuk menulis istilah Pancasila tidak sebagai du
a kata Panca Sila , akan tetapi sebagai satu kata Pancasila . PenulisanPancasila bukan
dua kata melmencerminkan bahwa Pancasila adalaainkan satu kata juga
h sebuah sistem bukan duabuah sistem.
Nama Pancasila yang menjadi identitas lima dasar negaraIndonesia adalah bukan is
tilah yang diperkenalkan Soekarnotanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, buk
an Pancasilayang ada dalam kitab Sutasoma, bukan yang ada dJakarta, melainkan ya
ng ada dalam alinea keempatalam Piagam
PembukaanUUD 1945.

Jika ditinjau menurut sejarah asal-usul pembentukannya,Pancasila memenuhi syarat


sebagai dasar filsafat negara. Adaempat macam sebab (causa) yang menurut Notona
goro dapatdigunakan untuk menetapkan Pancasila sebagai Dasar FilsafatNegara, yai
tu sebab berupa materi (causa material), sebabberupa bentuk (causa formalis), se
bab berupa tujuan (causa
finalis), dan sebab berupa asal mula karya (causa eficient)(Notonagoro,1983: 25)
. Lebih jauh Notonagoro menjelaskankeempat causa itu seperti berikut. Pertama, b
angsa Indonesiasebagai asal mula bahan (kebiasaan, kebudayaan dan dalam agamacau
sa materialis) terdapat dalam adatagamanyakedua,
-;seorang anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha PersiapanKemerdekaan Indonesia (B
PUPKI), yaitu Bung Karno yangkemudian bersama-sama Bung Hatta menjadi PembentukN
egara, sebagai asal mula bentuk atau bangun (causa formalis)dan asal mula tujuan
(causa finalis) dari Pancasila sebagai calondasar filsafat Negara; ketiga, seju
mlah sembilan orang, diantaranya kedua beliau tersebut ditambah dengan semuaangg
ota BPUPKI yang terdiri atas golongan-golongankebangsaan dan agama, dengan menyu
sun rencana PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 tempat terdapatnya Pancasila, danj
uga Badan Penyelidik Usaha-usaha PIndonesia yang menerima rencana tersebuersiapa
n Kemerdekaan
t dengan perubahansebagai asal mula sambungan, baik dalam arti asal mula bentukm
aupun dalam arti asal mula tujuan dari Pancasila sebagai CalonDasar Filsafat Neg
ara; keempat, Panitia Persiapan KemerdekaanIndonesia (PPKI) sebagai asal mula ka
rya (causa eficient),yang menjadikan Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara ya
yayangitu sebelumnya ditetapkan sebagai calon Dasar Filsafat Negara(Notonagoro,
1983: 25-26).

2. Dasar Epistemologis Pancasila


Epistemologi Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan Pancasila. Eksist
ensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan penyederhanaan terhadap realitas y
ang ada dalam masyarakat bangsa Indonesia dengan lingkungan yang heterogen, mult
ikultur, dan multietnik dengan cara menggalinilai-nilai yang memiliki kemiripan
dan kesamaan untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia
(Salam, 1998: 29).
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan pendidikan,
kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir sebagai respon
atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat bangsa Indonesia d
an sekaligus merupakan hPancasila menjadi cara yang efekti f arapan. Diharapkan
dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh silasila itu secara praktis didukung oleh realita yang dialamiPengetahuan Pancasila
dan dipraktekkan oleh manusia Indonesia.
bersumber pada manusia Indonesia danlingkungannya. Pancasila dibangun dan beraka
r pada manusia Indonesia beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.
Kaelan (2002: 96) mengemukakan bahwa Pancasilamerupakan pedoman atau dasar bagi
bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, ban
gsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyel
esaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

84
Dasar epistemologis Pancasila juga berkait erat dengandasar ontologis Pancasila
karena pengetahuan Pancasila berpijakpada hakikat manusia yang menjadi pendukung
pokok Pancasila (Kaelan, 2002: 97).Pancasila yang sila Secara lebih khusus, pen
getahuan tentang
-sila di dalamnya merupakan abstraksi atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dim
iliki oleh masyarakat yangpluralistik dan heterogen adalah epistemologi sosial.
Epistemologi sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanyaupaya masyarakat bangs
a Indonesia yang berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa merdeka, ber
satu, berdaulatdan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan bera
dab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksana
an dalampermusyawaratan/perwakilan, serta ingin mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sumber pengetahuan Pancasila dapat ditelusuri melaluisejarah terbentuknya Pancas
ila. Dalam penelusuran sejarahmengenai kebudayaan yang berkait dengan lahirnya P
ancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia telah diuraikan di depan yang s
ecara garis besar dapat dikemukakan sebagai berikut. Akar sila-sila Pancasila ad
a dan berpijak pada nilai sertabudaya masyarakat bangsa Indonesia.
Nilai serta bdapat diungkap mulaudaya masyarakat bangsa Indonesia yang
i awal sejarah pada abad IV Masehi di samping diambil dari nilai asli Indonesia
juga diperkaya dengan dimasukkannya nilai dan budaya dari luar Indonesia. Nilainilaidimaksud berasal dari agama Hindu, Budha, Islam, serta nilainilai
demokrasi yang dibawa dari Barat. Berdasarkan realitas yang demikian maka dapat
dikatakan bahwa epistemologis pengetahuan Pancasila bersumber pada nilasecara
ibudaya tradisional dan modern, budaya asli dan campuran. dan

85
Selain itu, sumber historis itu, menurut tinjauanepistemologis, Pancasila mengak
ui kebenaran pengetahuan yangbersumber dari wahyu atau agama serta kebenaranbers
umber pada akal pikiran manusia serta kebenaran ya
yayang
ngngbersifat empiris berdasarkan pada pengalaman. Dengan sifatnyayang demikian m
aka pengetahuan Padanya pemikiran masyarakat tradisionaancasila mencerminkan
l dan modern.
3. Dasar Aksiologis Pancasila
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dariaspek aksiologi, Pancas
ila tidak bisa dilepaskan dari manusiaIndonesia sebagai latar belakang, karena P
ancasila bukan nilaiyang ada dengan sendirinya (given value) melainkan nilai yan
gdiciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilaidalam Pancasila h
anya bisa dimengerti dengan mengenalmanusia Indonesia dan latar belakangnya.
Nilai berhubungan dengan kajian mengenai apa yangsecara intrinsik, yaitu bernila
i dalam dirinya sendiri danekstrinsik atau disebut instrumental, yaitu bernilai
sejauhdikaitkan dengan cara mencapai tujuan. Pada aliran hedonismeyang menjadi n
ilai intrinsik adalah kesenangan, padautilitarianisme adalah nilai manfaat bagi
kebanyakan orang(Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973: 71).
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupunekstrinsik atau instrumental. N
ilai intrinsik Pancasila adalahhasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa In
donesia dan nilaiyang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang diserap pada
saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masaimperialis, maupun yang
diambil oleh para kaum cendekiawanSoekarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara,
dan parapejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil nilai-nilaimodern saat belaj
ar ke negara Belanda.

86
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilaiintrinsik terletak pada
diakuinya nilai-nilai ketuhanan,kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadila
n sosial sebagaisatu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia darinegara
lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,kerak tan, dan keadilan memiliki sifat
umum universapersatuan,
l. Karenasifatnya
yaya yang universal, maka nilai-nilai itu tidak hanya milikmanusia Indonesia, me
lainkan manusia seluruh dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandungimperatif dan menjadi arah bahwa
dalam proses mewujudkancita-cita negara bangsa, seharusnya menyesuaikan dengan s
ifatsifat
ng ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,kerakya
yayatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental,Pancasila tidak hanya m
encerminkan identitas manusiaIndonesia, melainkan juga berfungsi sebagai cara (m
ean) dalammencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita negarabangsa, Indone
sia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,berketuhanan yang adil dan beradab,
berpersatuan,berkerakyatan yang menghargai musyawarah dalam mencapaimufakat, dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila juga mencerminkan nilai realitas dan idealitas.Pancasila mencerminkan
nilai realitas, karena di dalam sila-silaPancasila berisi nilai yang sudah dipra
ktekkan dalam hidupsehari-hari oleh bangsa Indonesia. Di samping mengandung nila
irealitas, sila-sila Pancasila berisi nilai-nilai idealitas, yaitu nilaiyang dii
nginkan untuk dicapai.
Menurut Kaelan (2002: 128), nilai-nilai yang terkandungdalam sila I sampai denga
n sila V Pancasila merupakan citaharapan,
dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkancita,dalam kehidupannya. Namun, Pan
casila yang pada tahun 1945secara formal menjadi das Sollen bangsa Indonesia, se
benarnya

87
diangkat dari kenyataan riil yang berupa prinsip-prinsip dasaryang terkandung da
lam adat-istiadat, kebudayaan dankehidupan keagamaan atau kepercayaan bangsa Ind
onesia. Olehkarena itu, sebagaimana dikutip oleh Kaelan (2002: 129),Driyarkara m
enyatakan bahwa bagi bangsa Indonesia, Pancasilamerupakan Sein im Sollen. Pancas
ila merupakan harapan, citacita,
tapi sekaligus adalah kenyataan bagi bangsa Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mempunyaitingkatan dan bobot yang be
rbeda. Meskipun demikian, nilainilai
itu tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi. Halin
i disebabkan sebagai suatu substansi, Pancasila merupakansatu kesatuan yang bula
t dan utuh, atau kesatuan organik(organic whole). Dengan demikian berarti nilainilaiterkandung dalam Pancasila merupakan satu kesatuan ya
yayang
ngngbulat dan utuh pula. Nilai-nilai itu saling berhubungan secaraerat dan nilai
-nilai yang satu tidak dapat dipisahkan dari nilaiyang lain. Atau nilai-nilai ya
ng dimiliki bangsa Indonesia itu akanmemberikan pola (patroon) bagi sikap, tingk
ah laku danperbuatan bangsa Indonesia (Kaelan, 2002: 129).
Notonagoro (1983: 39) menyatakan bahwa isi arti dariPancasila yang abstrak itu h
anya terdapat atau lebih tepatdimaksudkan hanya terdapat dalam pikiran atau anga
n-angan,justru karena Pancasila itu merupakan cita-cita bangsa, yangmenjadi dasa
r falsafah atau dasar kerohanian negara. Tidakberarti hanya tinggal di dalam pik
iran atau angan-angan saja,tetapi ada hubungannya dengan hal-hal yang sungguh-su
ngguhada. Adanya Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil adalah tidakbisa dibanta
h.

C. Hakikat Sila-Sila Pancasila


Kata hakikat dapat diartikan sebagai suatu intiterdalam dari segala sesuatu yang t
erdiri dari sejumlah yang
unsurtertentu dan yang mewujudkan sesuatu itu, sehingga terpisahdengan sesuatu l
ain dan bersifat mutlak. Ditunjukkan olehNotonagoro (1975: 58), hakikat segala s
esuatu mengandungkesatuan mutlak dari unsur-unsur yang menyusun ataumembentuknya
. Misalnya, hakikat air terdiri atas dua unsurmutlak,
tersebu yaitu hidrogen dan oksigen. Kebersatuan kedua unsur
t bersifat mutlak untuk mewujudkan air. Dengan katalain, kedua unsur tersebut se
cara bersamasehingga
terpisah dari benda yang lainnyasama menyusun air
, misalnya denganbatu, kayu, air raksa dan lain sebagainya.
Terkait dengan hakikat sila-sila Pancasila, hakikat
ori, yaitupengertian kata

dapat dipahami dalam tiga kateg

:
1) Hakikat abstrak disebut juga sebagai hakikat jenis atauhakikat umum ya
yayang
ngng mengandung unsur-unsur yang sama,tetap dan tidak berubah. Hakikat abstrak s
ila-sila Pancasilamenunjuk pada kata: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,kerakyat
an, dan keadilan. Menurut bentuknya, Pancasilaterdiri atas kata-kata dasar Tuhan
, manusia, satu, rakyat, danadil yang dibubuhi awalan dan akhiran, berupa ke dan
an (silaI, II, IV, dan V), sedangkan yang satu berupa per dan an (silaIII). Ked
ua macam awalan dan akhiran itu mempunyaikesamaan dalam maksudnya yang pokok, ia
lah membuatabstrak atau mujarad, tidak maujud
atau lebih tidak maujudarti daripada kata dasarnya (Notonagoro, 1967: 39).
2) Hakikat pribadi sebagai hakikat yang memiliki sifat khusus,artinya terikat ke
pada barang sesuatu. Hakikat pribadiPancasila menunjuk pada ciri-ciri khusus sil
a-sila Pancasila

89
yang ada pada bangsa Indonesia, yaitu adat istiadat, nilai-nilaiagama, nilai-nil
ai kebudayaan, sifat dan karakter yang melekat pada bangsa Indonesia sehingga me
mbedakanbangsa Indonesia dengan bangsa yang lain di dunia. Sifat-sifatdan ciri-c
iri ini tetap melekat dan ada pada bangsa Indonesia. Hakikat pribadi inilah yang
realisasinya sering disebutsebagai kepribadian, dan totalitas kongkritnya diseb
utkepribadian Pancasila.
3) Hakikat kongkritkenyataannya yang bersifat nyata sebagaimana dalam . Hakikat
kongkrit Pancasila terletak pada fungsi Pancasila sebagai dasar filsafat negara.
Dalamrealisasinya, Pancasila adalah pedoman praktis, yaitu dalam wujud pelaksan
aan praktis dalam kehidupan negara, bangsadan negara Indonesia yang sesuai denga
n kenyataan seharihari,
tempat, keadaan dan waktu. Dengan realisasi hakikatkongkrit itu, pelaksanaan Pan
casila dalam kehidupan negarasetiap hari bersifat dinamis, antisipatif, dan sesu
ai dengan perkembangan waktu, keadaan, serta perubahan zaman(Notonagoro, 1975: 5
8-61).
Pancasila yang berisi lima sila, menurut Notonagoro
(1967: 32) merupakan satu kesatuan utuh. Kesatuan sila-sila
Pancasila tersebut, diuraikan sebagai berikut:
1.
Kesatuan sila-sila Pancasila dalam struktur yang bersifathirarkis dan berbentuk
piramidalsila Susunan secara hirarkis mengandung pengertian bahwa
-sila Pancasila memiliki tingkatan berjenjang, yaitu sila yangada di atas menjad
i landasan sila yang ada di bawahnya. Sila pertama melandasi sila kedua, sila ke
dua melandasi sila ketiga,sila ketiga melandasi sila keempat, dan sila keempat m
elandasi sila kelima. Pengertian matematika piramimenggambarkan hubungan hirarki
s sila -dal digunakan untuk
sila Pancasila menurut

urut-urutan luas (kwantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya(kwalitas). Dengan


demikian, diperoleh pengertian bahwamenurut urut-urutannya, setiap sila merupak
an pengkhususandari sila-sila yang ada dimukanya.
Dalam susunan hirarkis dan piramidal, sila Ketuhananyang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia,kerakyatan dan keadilan sosial. Sebaliknya Ketu
hanan YaMaha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang
ngngmembangun, memelihara dan mengembangkan persatuanIndonesia, yang berkerakyat
an dan berkeadilan sosial. Demikianselanjutnya, sehingga tiap-tiap sila di dalam
nya mengandungsila-sila lainnya.
Secara ontologis, kesatuan sila-sila Pancasila sebagai suatusistem yang bersifat
hirarkis dan berbentuk piramidal tersebutdapat dijelaskan sebagai berikut, seba
gaimana diungkapkan olehNotonagoro (1984: 61 dan 1975: 52, 57), bahwa hakikat ad
anyaTuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa
prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasukmanusia ada karena dicipt
akan Tuhan atau manusia ada sebagaiakibat adanya Tuhan (sila pertama). Adapun ma
nusia adalahsebagai subjek pendukung pokok negara,lembaga kemanusiaan, negara ad
alah sebagakarena negara adalah
i persekutuan hidupbersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Dengande
mikian, negara adalah sebagai akibat adanya manusia yangbersatu (sila ketiga). S
elanjutnya terbentuklah persekutuanhidup bersama yang disebut rakyat. Rakyatmeru
pakan unsur negara di samping wilayah pada hakikatnya
dan pemerintah.Rakyat adalah totalitas individu-individu dalam negara yangbersat
u (sila keempat). Adapun keadilan yang pada hakikatnyamerupakan tujuan bersama a
tau keadilan sosial (sila kelima)

91
pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersamayang disebut negara.
2. Hubungan kesatuan sila-sila Pancasila yang salingmengisi dan saling mengkuali
fikasi
Sila-sila Pancasila sebagai kesatuan dapat dirumuskan puladalam hubungannya sali
ng mengisi atau mengkualifikasi dalamkerangka hubungan hirarkis piramidal sepert
i di atas. Dalamrumusan ini, tiap-tiap sila mengandung empat sila lainnya ataudi
kualifikasi oleh empat sila lainnya. Untuk kelengkapanhubungan kesatuan keseluru
han sila-sila Pancasila yangdipersatukan dengan rumusan hirarkis piramidal terse
but,berikut disampaikan kesatuan silamengisi
dan saling mengkualifikasi. sila Pancasila yang saling
a) Sila pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa adalahKetuhanan yang berkemanusiaan yan
g adil dan beradab,yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yangdipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yang berkeadilan sos
ialbagi seluruh rakyat Indonesia;
b) Sila kedua; kemanusiaan yang adil dan beradab adalahkemanusiaan yang ber-Ketu
hanan Yang Maha Esa,berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan ya
yayang
ngngdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalampermusyawaratan/ perwakilan, yang be
rkeadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia;
c) Sila ketiga; persatuan Indonesia adalah persatuan yangr-Ketuhanan YME, berkem
anusiaan yang adil danbe
beberadab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permu
syawaratan/perwakilyang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;an,d) S
ila keempat; kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawar
atan/perwakilan,

adalah kerakyatan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,rkemanusiaan yang adil dan be
radab, yangbe
beberpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia;
e) Sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesiaadalah keadilan yan
g ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,rkemanusiaan yang adil dan beradab, yangbe
beberkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaandalam permusyawaratan/per
wakilan (Notonagoro,1975: 43-44).[ ]
Daftar Pustaka
Abdul Gani, Ruslan, 1998, Pancasila dan Reformasi , MakalahSeminar Nasional KAGAMA,
8 Juli 1998, Yogyakarta.
Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, PT. Gramedia, Jakarta.
Kaelan, 2000, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta. _____, 2002, Filsafat
Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa
Indonesia, Paradigma, Yogyakarta.
Notonagoro, 1967, Beberapa Hal Mengenai Falsafah
Pancasila; Pengertian Inti-Isi Mutlak Daripada
Pancasila Dasar Falsafah Negara, Pokok Pangkal
Pelaksanaan Secara Murni Dan Konsekuen,Cetakan Kedua, Pancuran Tudjuh, Jakarta.
_________, 1983, Pancasila Secara Ilmiah Populer, CetakanKelima, Bina Aksara, Ja
karta.
Salam, H. Burhanuddin, 1998, Filsafat Pancasilaisme,RinekaCipta, Jakarta.
Smart, J.J.C., and Bernard Williams, 1973, Utilitarianism; For
and Against, Cambridge University Press, UnitedKingdom.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA1


Pancasila memiliki bermacam-macamkedudukan, antara lain sebagai dasar negara , f
ungsi dan
pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila
juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilaipersatuan, kerakyatan dan keadilan. Ole
hketuhanan, kemanusiaan,
karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atasti
ndakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai d
an norma yang berkembang dalam masyarakat.Sebagai suatu nilai yang terpisah satu
sama lain, nilai-nilaitersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun d
an kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh, nilainilai
tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-ankarena merupakan komponen ut
uh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Meskipun para founding fathers mendapat
pendidikan dari Barat, namun causa materialis Pancasila digali dan bersumber da
ri agama, adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasil
a yang pada awalnyamerupakan konsensus politik yang memberi dasar bagiberdirinya
negara Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sis
tem etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubunganb
erbangsa dan bernegara.
A. Apa itu Etika?
Dalam percakapan sehari-hari dan dalam berbagai tulisan sangat sering seseorang
menyebut istilah etika,meskipun sangat sering pula seseorang menggunakannyasecar
a tidak tepat. Sebagai contoh penggunaan istilah etika
1 Disampaikan dalam Seminar

Kurikulum/Modul Pembelajaran Pendidikan

Jarak Jauh Pancasila , yang diselenggarakan atas kerjasama UGM dan


DIKTI di Hotel Novotel Yogyakarta tanggal 28 November 2012.
93

pergaulan, etika jurnalistik, etika kedokteran dan lainpadahal


yang dimaksud adalah etiket, bukan etika . lain,
Etikaharus dibedakan dengan etiket. Etika adalah kajian ilmiah terkait dengan et
iket atau moralitas.maka istilah yang tepat adalah etike t Dengan demikian, perg
aulan, etiketjurnalistik, etiket kedokteran, dan lain-lain. Etiket secara sederh
ana dapat diartikan sebagai aturankesusilaan/sopan santun.
Secara etimologis (asal kata), etika berasal daribahasa Yunani, ethos, yang arti
nya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal da
ribahasa Latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti memiatau cara hidup.
Meskipun kata etika dan moraladat liki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari-har
i duakata ini digunakan secara berbeda. Moral atau moralitasdigunakan untuk perb
uatan yang sedang dinilai, sedangkanetika digunakan untuk mengkaji sistem nilai
yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab, padanan kata etikaadalah akhlak
yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai, tingkah laku atau tabiat
(Zakky, 2008: 20.)
B. Aliran-aliran Besar Etika
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar,deontologi, teleologi dan keu
tamaan. Setiap aliran memiliki yaitu sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai
apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk.
1.
Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan ap
akah tindakan itu sesuaidengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkatau
tidak
an akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseor
ang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.Tokoh yang mengemukakan teo
ri ini adalah Immanuel Kant

95
(1734-1804). Kant menolak akibat suatu tindakan sebagai dasaruntuk menilai tinda
kan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dal
am bertindak danmenilai suatu tindakan (Keraf, 2002: 9).
Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moraladalah sesuatu yang sudah te
rtanam dalam setiap diri pribadimanusia yang bersifat universal. Manusia dalam d
irinya secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik
atau buruk, dan keharusan untuk melakukan kebaikan dantidak melakukan keburukan
harus dilakukan sebagai perintahtanpa syarat (imperatif kategoris).
Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi,misalnya, merupakan tindakan tanpa
syarat yang harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya t
ujuan-tujuan tertentu yang akan diraih,moral setiap orang sudah memahami bnamun
karena secara korupsi adalah
ahwa tindakan yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahw
a kebijakan/tindakan harus didasari olehmotivasi dan kemauan baik dari dalam dir
i, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari tindakan yang dilakukan (Kuswanjono, 20
08: 7).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja ker
as dan otonomi bebas. Stindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didas
arietiapoleh kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bil
a didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan
perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya t
anpa ada paksaan dari luar.

2.
Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihatberdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.
Etikateleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihad
apkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan padadua atau lebih kewajiban yang b
ertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi b
ersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baikmeskipun harus me
langgar kewajiban, nilai norma yang lain.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos.Dalam keadaan seperti ini m
aka memenuhi kewajiban seringsulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengena
kan helmbagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokuspada satu t
ujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajiban membayar pajak dan hutang juga sulit
dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika tel
eologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik,beberapa kewajiban mendapat
toleransi tidak dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa?
Apakah baik menurut pelaku ataumenurut orang lain?digolongkan menjadi duaAtas pe
rtanyaan ini, etika teleologi dapat
, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme a)
Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baikadalah tindakan yang berakibat ba
ik untuk pelakunya.Secara moral setiap orang dibenarkan mengejarkebahagiaan untu
k dirinya dan dianggap salah atauburuk
dirugikan. apabila membiarkan dirinya sengsara dan
b)
Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatuperbuatan tergantung bagaimana
akibatnya terhadap

banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan yang besa
r danmemberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan sua
tu tindakan yangdilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yangmemiliki tin
gkat kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaat
banya an itu mana yang paling menguntungkan bagi k orang, karena bisa jadi keman
faatannya besarnamun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang
saja.Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai ataunorma yang ada karen
a pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tind
akan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi
banyak orang atau tidak.Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagiankeci
l orang atau bahkan merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan y
ang lain. Etikautilitarianisme lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beraga
m alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaat
banya an yang besar dan yang menguntungkan
k orang. Utilitarians try to produce maximum
pleasure and minimum pain, counting their own pleasure
and pain as no more or less important than anyone else s (Wenz, 2001: 86).
Etika utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa kemanfaatan b
anyak orang-lah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri diperbolehkan sewajarnya
,karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada yang lain.
Utilitarianisme, meskipun demikian, juga memiliki kekurangan. Sonny Keraf (2002:
19-21) mencatat ada enam kelemahan etika ini, yaitu:

98
(1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyakberarti akan ada sebagian masyar
akat yang
dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan adany
a ketidakadilanterutama terhadap minoritas.
(2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi
yang kuantitasmaterialistis,
kurang memperhitungkan manfaatyang nonhak
dan lainmaterial seperti kasih sayang, nama baik,-lain.
(3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan darisegi material yang tentu terka
it dengan masalahekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut halbangsa
hal yang ideal seperti nasionalisme, martabatakan terabaikan, misal atas namamem
asukkan investor asing aset-aset negara dijualkepada pihak asing, atau atas nama
meningkatkandevisa negara pengiriman TKW ditingkatkan. Halyang menimbulkan prob
lem besar adalah ketikalingkungan dirusak atas nama untuk menyejahterakan masyar
akat.
(4) Kemanfaatan
yang dipandang oleh etikautilitarianisme sering dilihat dalam jangka pendek, tid
ak melihat akibat jangka panjang. Padahal, misal dalam persoalan lingkungan, keb
ijakan yangdilakukan sekarang akan memberikan dampaknegatif pada masa yang akan
datang.
(5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi
lebih pada orientasihasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nam
a kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
(6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutama
kan

kemanfaatan yang besar namun dirasakan olehsedikit masyarakat atau kemanfaatan y


ang lebihbanyak dirasakan banyak orang meskipunkemanfaatannya kecil.
Menyadari kelemahan itu etika utilitarianismemembedakannya dalam dua tingkatan,
yaitu utilitarianismeaturan dan tindakan. Atas dasar ini, maka pertama, setiapke
bijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangandengan nilai dan norma atau
tidak. Kalau bertentangan makakebijakan dan tindakan tersebutmemiliki kemanfaata
n yang besar. harus ditolak meskipun
Kedua, kemanfaatan harusdilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga
yangnon-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakanlingkungan dsb. Ket
iga, terhadap masyarakat dirugikanperlu pendekatan personal dan kompensasi ya
yayang
ngng memadaiuntuk memperkecil kerugian material dan non-material.
3.
Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan,tidak juga mendasarkan pada
penilaian moralkewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
padapadapengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Orang tidak hanya mel
akukan tindakan yang baik,melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral inid
ibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatanbaik yang dilakukan oleh para
tokoh besar. Internalisasi inidapat dibangun melalui cerita, sejarah yang didala
mnyamengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiruoleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketikaterjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka to
kohtokoh
yang dijadikan panutan juga beragam sehinggakonsep keutamaan menjadi sangat bera
gam pula, dankeadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturansosial.

100
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi tokoh,cara mengarahkan keteladanan tidak
pada figur dengantetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itusendir
i, sehingga akan ditemukan prinsiptentang
karakter yang bermoral itu seperti apa.prinsip umum
Selanjutnya akan dibahas tentang etika Pancasilasebagai suatu aliran etika alter
natif, baik dalam kontekskeindonesiaan maupun keilmuan secara lebih luas.
C. Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda ataubertentangan dengan aliran
-aliran besar etika yangmendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan danpengemban
gan karakter moral, namun justru merangkum darialiran-aliran besar tersebut. Eti
ka Pancasila adalahmendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-ietika yang
nilaPancasila,yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dankeadi
lan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabilatidak bertentangan dengan
nilai-nilai tersebut, namun jugasesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila t
ersebut. Nilai-nilaiPancasila meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidupda
lam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaanbangsa Indonesia, namun se
benarnya nilai-nilai Pancasila jugabersifat universal dapat diterima oleh siapap
un dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilaisangat mendasar dalam kehidupan man
usia. Nilai ya
yayang
ngngpertama adalah ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisadikatakan sebagai ni
lai yang tertinggi karena menyangkutnilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai ke
baikanditurunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baikapabila tidak ber
tentangan dengan nilai, kaidah dan hukumTuhan. Pandangan demikian secara empiris
bisa dibuktikanbahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaidah dan

101
hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan antaramanusia maupun alam pasti
akan berdampak buruk.Misalnya pelanggaran akan kaidah Tuhan tentang menjalinhubu
ngan kasih sayang antarsesama akan menghasiltukkonflik dan permusuhan. Pelanggar
an kaidah Tuhan unkanmelestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan
lain-lainNilai yang kedua adalah kemanusiaan. Suatuperbuatan dikatakan baik apab
ila sesuai dengan nilai-nilaikemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaanP
ancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan, antara
lahir dan batin,jasmani rohani, individu dan sosial, makhluk bebasmandiri dan
dandan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukumTuhan. Keadaban mengindikasikan keu
nggulan manusiadibanding dengan makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan,dan benda ta
k hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakanbaik apabila sesuai dengan nilai-nila
i kemanusiaan yangdidasarkan pada konsep keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah persatuan. Suatu perbuatandikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dankesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakanperbua
tan buruk, demikian pula sikap yang memecah belahpersatuan. Sangat mungkin seseo
rang seakan-akanmendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila kenamun
apabila perbuatan tersebut dapat memecah1),persatuan dan kesatuan maka menurut p
andangan etikaPancasila bukan merupakan perbuatan baik.
Nilai yang keempat adalah kerakyatan. Dalam kaitandengan kerakyatan ini terkandu
ng nilai lain yang sangatpenting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan danpermusyawar
atan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasipada tindakan yang mengandung nilai
kebaikan tertinggi.Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum

102
tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangatbaik misalnya peristiwa pe
nghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota P
PKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun memperhatikan kelompok yang sedikit (d
ari wilayah Timur) yang secaraargumentatif dan realistis bisa diterima, maka pan
dangan minoritas dimenangkan atas pandangan mayoritas.Dengan demikian, perbuatan b
elum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, yang perbuatan
itu baik jika atas dasar musyawara hnamundidasarkan pada konsep hikmah/kebijaksa
naan.
Nilai yang kelima adalah keadilan. Apabila dalam silkedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat adalam konteks manusia selaku individu. Adapun
nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbu
atan dikatakan baik apabila sesuaidengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Men
urut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi
dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner
yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, makaPancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilaiyang ada tidak hanya bersifat mendasa
r, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan
bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan ni
lai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-citabangsa Indonesia yang harus diwuju
dkan dalam realitaskehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro meru
pakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkup
i realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tind
akan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai ketuhanan akan m
enghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.

Nilai kemanusiaan, menghasilkan nilai


menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasamakesusilaan, tolong dan lain-.
, lainNilai persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dll. Nilai
kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll. Nilai kead
ilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dll.
D. Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara
(Studi Kasus Korupsi)
Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah me
nimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, poli
tik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu p
ada krisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badanbadan
yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang notabe
ne
badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita dis
uguhi beritaberita
mal-amanah
yang dilakukan oleh orang-orang yangdipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pem
bangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegangkunci sangat penting dalam m
engatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalu
i moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diu
kur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dim
iliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang
teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arahtindakan
suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga,yaitu moralitas individu, m
oralitas sosial dan moralitas mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentangprinsip baik yang bersifat k
e dalam, tertanam dalam diri manusia

104
akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorangya
yayang
ngng memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalamsikap dan perilaku s
eperti sopan, rendah hati, tidak sukamenyakiti orang lain, toleran, suka menolon
g, bekerja keras,rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul
daridalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasiamoral yang ter
jadi di luar dirinya, seseorang yang memilikimoralitas individu kuat akan tidak
terpengaruh. Moralitasindividu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehing
gaakan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggidan rendah. Adapun
moralitas mondial adalah moralitas yangbersifat universal yang berlaku di manap
un dan kapanpun,moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan,kemerdekaan,
dan sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individudalam melihat kenyataan s
osial. Bisa jadi seorang yang moralindividunya baik tapi moral sosialnya kurang,
hal ini terutamaterlihat pada bagaimana mereka berinteraksi denganmasyarakat ya
ng majemuk. Sikap toleran, suka membantuseringkali hanya ditujukan kepada orang
lain yang menjadibagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luarkel
ompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidakcukup sebagai kumpulan
dari moralitas individu, namunsesungguhnya lebih pada bagaimana individu meliha
t orang lainsebagai manusia yang memiliki harkat dan martabatkemanusiaan yang sa
ma.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangaterat bahkan saling tarik-m
enarik dan mempengaruhi. Moralitasindividu dapat dipengaruhi moralitas social, d
emikian pulasebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketikahidup di
lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat

105
terpengaruh menjadi amoral. Kenyataan seperti ini seringkaliterjadi pada lingkun
gan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaanberisi orang orang yang bermoral buruk
, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil.Seo
rang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruhuntuk menyesuaikan diri da
n mengikuti. Namun sebaliknya,seseorang yang memiliki moralitas individu baik ak
an tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk te
rsebut.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir keretakuda yang mampu mengarah
kan ke mana kereta akan berjalan.Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari k
e mana tujuanhendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arahyang aka
n dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akandiarahkan kepada tujuan tersebut,
apakah tujuannya hanyauntuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kese
nangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, y
aitu pengabdian pada Tuhan.
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari parapendahulu kita yang ber
juang demi meraih kemerdekaan.Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat den
gan dipayungimoralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka,mesk
ipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buahperjuangannya sendiri. Dasar
moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalamalinea-alineanya.
Alinea pertama, bahwa kemerdekaan itu adalah hsegala bangsa, oleh karena itu penj
ajahan di atas dunia harus ak dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusi
aan dan perikeadilan . Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita

106
bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan padabangsa kita. Pelang n a
tas hak kemerdekaan itu sendirimerupakan pelanggara
garagaran atas moral mondial, yaituperikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bent
uknyapenjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.
Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara RepublikIndonesia tahun 1945 tampak je
las bahwa moralitas sangatmendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana
mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebutkemerdekaan karena penj
ajahan bertentangan dengan nilaikemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksp
lisit founding
fathersrahma menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karenat Allah dan adanya
keinginan luhur bangsa (alinea III). Adaperpaduan antara nilai ilahiah dan nilai
humanitas yang salingberkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke dep
andiperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilaiketuhanan, ke
manusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahalkarena semakin langka orang
yang masih betul-betul memegangmoralitas tersebut. Namun dapat juga dikatakan se
bagai barangmurah karena banyak oradengan beberapa lembar uang
ngng menggadaikan moralitas hanya
. Ada keterputusan (missing link)antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nila
i-nilaiseharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telayanghdigadaikan
dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta.Egoisme telah
sesama. Lalu mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada
bagaimana membangun kesadaran moral antikorupsi berdasarkan Pancasila?
Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan,keburukan, kebejatan, ketida
kjujuran, dapat disuap, tidakbermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis B
uku

107
Pendidikan anti korupsi, 2011: 23). Kasus korupsi yang terjadi diIndonesia semak
in menunjukkan ekskalasi yang begitu tOleh karenanya, penyelesaian korupsi harus
diselesaikan melainggi.ui
lberagam cara/pendekatan, yang dalam hal ini sayamenggunakan istilah pendekatan
eksternal maupun internal.Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur
dariluar diri manusia yang memiliki kekuatan memaksa oranguntuk tidak korupsi. Ke
kuatan eksternal tersebut misalnyahukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan pen
egakanhukum yang kuatbpenegak hokum , aik dari aspek peraturan maupun aparat
, akan mengeliminir terjadin korupsi.Demikian pula terciptanya budaya dan watak
masya
yayarakat yanganti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untukmelakukan korup
si. Adapun kekuatan internal adalah kekuatanyang muncul dari dalam diri individu
dan mendapat penguatanmelalui pendidikan dan pembiasaan. Pendidikan yang kuatte
rutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwaanti korupsi, diperkuat
dengan pendidikan formal di sekolahmaupun non-formal di luar sekolah.
Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsiberdasar Pancasila adalah memb
angun mentalitas melaluipenguatan eksternal dan internal tersebut dalam dirimasy
arakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapatdilakukan melalui pendidikan
kepribadian termasuk didalamnya pendidikan Pancasila. Melihat realitas di kelas
bahwamata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai matakuliah yang me
mbosankan, maka dua hal pokok yang harusdibenahi adalah materi dan metode pembel
ajaran. Materi harusselalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovati
fmenggunakan metode-metode pembelajaran yangdikembangkan. Pembelajaran tidak han
ya kognitif, namun harusmenyentuh aspek afektif dan konatif.

108
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayatidan diamalkan tentu
mampu menurunkan angka korupsi.Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Ma
ha Esa,apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagaimakhluk Tuhan, ten
tu tidak akan mudah menjatuhkan martabatdirinya ke dalam kehinaan dengan melakuk
an korupsi.Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri danketidakmam
puan untuk menahan diri melakukan kejahatan.Kebah n material dianggap segala-gal
anya dibandingkebahagiaa
agiaaagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangkapanjang. Keinginan me
ndapatkan kekayaan dan kedudukansecara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dik
esampingkan.
Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secaraeksistensial akan menempatkan
manusia pada posisi yang sangattinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki
eksistensialmanusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah,terhadap harta (hal
yang bersifat material), lpenghambaan
ebih tinggi lagiadalah hambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggiadalah pe
ng
pengpenghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai makhlukciptaan Tuhan yang paling sem
purna tentu tidak akanmerendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akanmenye
rahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari pemahamandan penghayatan nilai ketuha
nan ini adalah kerelaan untukdiatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan meni
nggalkanyang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memangtidak bisa dalam konteks Pan
casila, karena nilai-nilai Pancasilamerupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satudengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatanmoral bes
ar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputinilai ketuhanan, kemanusiaa
n, persatuan, kerakyatan dan

109
keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalamseluruh kehidupan berb
angsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendi
dikan dan media. Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama da
n kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarak
at. Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengar
uh yang sangat kuat bagi masyarakat. Media harus memiliki visi dan misi mendidik
bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian I
ndonesia.[ ]
Daftar Pustaka
Keraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap Perkembangan Moral, Kanisius, Yogyakarta.
Kuswanjono, Arqom, 2008, Etika Keanekaragaman Hayati ,Makalah Seminar Nasional Bioet
ika Lingkungan , Training Center Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakar
ta, 21 Juli 2008.
Mubarak, Zakky, 2008, Mata KuliahTerintegrasi, Buku Ajar II , Pengembangan Kepri
badian
dan Masyarakat. Depok, LemManusia, Akhlak, Budi Pekertibaga Penerbit FE UI.
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011, Pendidikan
Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, Kemen
terian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Wenz, Peter S., 2001, Environmental Ethics Today, Oxford


University Press, New York.Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali
Pers,
Jakarta.

PANCASILA
SEBAGAI DASAR NILAI
PENGEMBANGAN ILMU
A. Pendahuluan
Andaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten akan janji awalnya ditem
ukan ilmu, yaitu untukmensejahterakan manusiaa, memartabatkan manusia danmencerd
askan manusi, maka pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan
nya sendiri takperlu menimbulkan ketegangan-ketegangan antara ilmu(teknologi) da
n masyarakat.
Fakta yang kita saksikan saat ini ilmu-ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang s
entral dalam kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkann
ya dapat memenuhi kebutuhan praktisberkembang dengan cepalmu empiris tersebut tu
mbuh danhidup manusia. Ilmu-it melebihi ritme pertumbuhandan perkembangan perada
ban manusia. Ironisnya tidakdiimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat, k
hususnya di Indonesia.
Teknologi telah merambah berbagai bidangkehidupan manusia secara ekstensif dan m
empengaruhisendi-sendi kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola
pikir dan budaya manusia, bahkan nyarismenggoyahkan eksistensi kodrati manusia s
endiri(Iriyanto, 2005). Misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan
yang serba teknologis seperti playstation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat h
akikatkodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat permainantersebut secara send
irian. Mereka tidak sadar dengankehidupan yang termanipulasi teknologi menjadi m
anusiaindividualis. Masih terdapat banyak persoalan akibat
111

teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyatamanfaat teknologi tidak da


pat dipungkiri.
Problematika keilmuan dalam era millilmu pada ini tidak terlepas dari sejarah pe
rkembangan enium ketigamasa-masa sebelumnya. Karena itu untuk mendapatkanpemaham
an yang komprehensif perlu dikaji aspekkesejarahan dan aspek-aspek lainnya terka
it dengan ilmudan teknologi. Dari sini, problematika keilmuan dapat segera diant
isipasi dengan merumuskan kerangka dasarnilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka d
asar nilai iniharus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan
prinsip kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.
B. Ilmu dalam perspektif historis
Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secarabertahap menurut dekade waktu dan me
nciptakanjamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, Abad Tengah,Abad Modern, samp
ai Abad Kontemporer
Masa Yunani Kuno (abad ke-6 SM-6M) saat ilmupengetahun lahir, kedudukan ilmu pen
getahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis. Alam dengan berbagai
aturannya diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa yang merupaka
n unsur penentu segala sesuatu yang ada. Bagaimana pun corak mitologis initelah
mendorong upaya manusia terus menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk meng
etahui adanya sesuatu yang eka, tetap, dan abadi, di balik yang bhineka, berubah
dan sementara ( T. Yacob, 1993).
Setelah timbul gerakan demitologisasi yang dipelopori filsuf pra-Sokrates, yaitu
dengan kemampuan rasionalitasnya maka filsafat telah mencapaitrio filsuf perkem
bangan, seperti yang ditunjukkan ole h puncak

113
sar : Socrates, Plato dan Aristoteles. Filsafat yang semulabe
bebersifat mitologis berkembang menjadi ilmu pengetahuanyang meliputi berbagai m
acam bidang. Aristoteles membagiilmu menjadi ilmu pengetahuan poietis (terapan),
ilmupengetahuan praktis (etika, politik) dan ilmu pengetahuanteoretik. Ilmu pen
getahuan teoretik dibagi menjadi ilmualam, ilmu pasti dan filsafat pertama atau
kemudian disebutmetafisika.
Memasuki Abad Tengah (abad ke-5 M), pascaAristoteles filsafat Yunani Kuno menjad
i ajaran praksis,bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa,Epicuri, d
an Plotinus. Semua hal tersebut bersamaandengan pudarnya kekuasaan Romawi yang m
engisyaratkanakan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harusmengabdi kepa
da agama (Ancilla Theologiae). Filsuf besaryang berpengaruh saat itu, yaitu Augu
stinus dan ThomasAquinas, pemikiran mereka memberi ciri khas pada filsafatAbad T
engah. Filsafat Yunani Kuno yang sekuler kinidicairkan dari antinominya dengan d
oktrin gerejani, filsafatmenjadi bercorak teologis. Biara tidak hanya menjadi pu
satkegiatan agama, tetapi juga menjadi pusat kegiatanintelektual. Bersamaan deng
an itu kehadiran para filsufArab tidak kalah penting, seperti: Al Kindi, Al Fara
bi, IbnuSina, Ibnu Rusyd, Al Gazali, yang telah menyebarkan filsafatAristoteles
dengan membawanya ke Cordova (Spanyol)untuk kemudian diwarisi oleh dunia Barat m
elalui kaumPatristik dan kaum Skolastik. Wells dalam karyanya The
Outline of History (1951)
adalah Bapak metode mengatakan,
ng muslim adalah

Jika orang YunaniBapak angkatnya . ilmiah, maka ora

Muncullah Abad Modern (abad ke-18-19 M) dengandipelopori oleh gerakan Renaissanc


e di abad ke-15 dandimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18,melalui la
ngkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki

114
tahap baru atau modern. Kepeloporan revolusioner yang telah dilakukan oleh anakanak Renaissance dan Aufklaerung seperti: Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,De
scartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasiyang amat luas dan mendalam
. Di satu pihak otonomibeserta segala kebebasannya telah dimiliki kembali oleh u
mat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudian mengarahkan hidupnya ke dunia
sekuler, yaitu suatukehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semula merupaka
n koloni dan subkoloni agama dan gereja. Agamayang semula menguasai dan manungga
l dengan filsafatsegera ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing berdiri mandir
i dan berkembang menurutpemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985) dasar dan arah
Dalam perkembangan berikutnya filsafat ditinggalkanoleh ilmu-ilmu cabang yang de
ngan metodologinya masingmasing
mengembangkan spesialismenya sendiri-sendirisecara intens. Lepasnya ilmu-ilmu ca
bang dari batang filsafatnya diawali oleh ilmu-ilmu alam atau fisika, melaluitok
oh-tokohnya:1) Copernicus (1473-1543) dengan astronominya
menyelidiki putaran benda-benda angkasa. Karyanya de
Revolutionibus Orbium Caelistium
dikembangakan oleh Galileo Galilei (156yang kemudian
4-1642) dan Johanes Kepler (1571-1630), ternyata telahmenimbulkan revolusi tidak
hanya di kawasan ilmupengetahuan saja, tetapi juga di masyarakatimplikasinya ya
ng amat jauh dan mendalam. dengan
2) Versalius (1514 -1564) dengan karyanya De Humani
Corporis Fabrica telah melahirkan pembaharuanpersepsi dalam bidang anatomi dan b
iologi.
3) Isaac Newtown (1642-1727) melalui Philosopie Naturalis
Principia Mathematica telah menyumbangkan bentukdefinitif bagi mekanika klasik.

115
Perkembangan ilmu pengetahuan alam dan ilmusosial dengan gaya semacam itu mencap
ai bentuknyasecara definitif melalui kehadiran Auguste Comte (17981857)
dengan Grand Theory-nya yang digelar dalam karya utama Cours de Philosophie Posi
tive yang mengajarkanbahwa cara berfikir manusia dan juga masyarakat di mana pun
akan mencapai puncaknya pada tahap positif, setelahmelampaui tahap teologik dan
metafisik. Istilah positif diberi arti eksplisit dengan muatan filsafati, yaitu
untuk menerangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akur
at, dan memberi kemanfaatan (TimDosen Filsafat Ilmu UGM, 1997).
Metode observasi, eksperimentasi, dan komparasiyang dipelopori Francis Bacon (16
51-1ilmu pengetahuan. mendorong pesatnya perkembangan 626) telah semakinSemua it
u memberi isyarat bahwa dunia Barat telah berhasil melakukan tinggal landas untu
kdirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi. mengarungi
Battle cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa knowledge is power bukan sekeda
r mitos, melainkansudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikappandang ma
nusia yang meyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan mas
adepan, dan dengan optimismenya menguasai, berinovasisecara kreatif untuk membuk
a rahasia-rahasia alam. Didukung oleh roh kebebasan Renaissance dan Aufklaerung,
menjadikan masyarakat Barat sebagai masyarakat yang tiada hari tanpa temuan-temu
an baru, muncul secara historis kronologis berurutan dan berdampingan sebagaialt
ernatif.
Revolusi ilmu pengetahuan memasuki AbadKontemporer (abad ke-20-sekarang) berkat
teori relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton(semula sudah mapa
n) di samping teori kuantumnya yang

116
telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifatdasar dan perilaku materi.
Sedemikian rupa sehingga parapakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya,
danberhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti:astronomi, fisika, kimia, biol
ogi molekuler, hasilnya sepertiyang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini (S
utardjo,
1982).Optimisme bersamaan dengan pesimisme merupakansikap manusia masa kini dala
m menghadapi perkembanganilmu pengetahuan dengan penemuan-penemuanspektakulernya
. Di satu pihak telah meningkatkan fasilitashidup yang berarti menambah kenikmat
an. Namun di pihaklain gejala-gejala adanya malapetaka, bencana alam(catastrophe
) menjadi semakin meningkat dengan akibatakibat
yang cukup fatal.
Berdasarkan gejala yang dihadapi oleh masingmasing
cabang ilmu, Auguste Comte dalam sebuahEnsiklopedi menyusun hirarki ilbagi semua
cabangmeletakkan matematika sebagai dasarmu pengetahuan denganmu. Di atas matem
atika secara berurutan ditunjukkanil
ililmu astronomi, fisika, kimia, biologi dan fisika sosial atausosiologi. Ia men
jelaskan bahwa sampai dengan ilmu kimia,suatu tahapan positif telah dapat dicapa
i, sedangkan biologidan fisika sosial masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilait
heologis dan metafisis.
Pemikiran Auguste Comte tersebut hingga kinimenjadi semakin aktual dan relevan u
ntuk mendukungsikap pandang yang meyakini bahwa masyarakat industrisebagai tolok
ukur bagi tercapainya modernisasi, makaharus disiapkan melalui penguasaan basic
science, yaitumatematika, fisika, kimia, dan biologi dengan penyediaandana dan
fasilitas dalam skala prioritas utama (KoentoWibisono, 1985).

117
Bersamaan dengan itu logico positivisme, yaitu sebuah model epistemologi yang da
lam langkah-langkahprogresinya menempuh jalan : observasi, eksperimentasi, dan k
omparasi, sebagaimana diterapkan dalam penelitian ilmu alam, mendapatkan apresia
si yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian-p
enelitian ilmu-ilmu sosial.
Logico positivisme merupakan model atau teknikpenelitian yang menggunakan presis
i, verifiabilitas, konfirmasi, dan eksperimentasi dengan derajat optimal, bermak
sud agar sejauh mungkin dapat melakukan prediksidengan derajat ketepatan optimal
pula. Dengan demikiankeberhasilan dan kebenaran ilmiah diukur secara positivist
ik. Dalam arti yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan me
mberi kemanfaatan. Akibatnya adalah bahwa dimensi-dimensi kehidupan yang abstrak
dan kualitatif yang justru menjadi basis eksistensikehidupan manusia menjadi te
rabaikan atau terlepas daripengamatan. Kebenaran dan kenyataan diukur serta dima
nipulasikan secara positivistitik kuantitatif. Keresahan dan penderitaan seseora
ng atau masyarakat tidaktersentuh. Masalah objektivitas menjadi tema-temaunggula
n dalam kehidupan keseharian manusia saat ini,dengan mengandalkan penjelasan val
iditas kebenarannyasecara matematis melalui angka-angka statistik. Langkahmetodi
s semacam ini sering penuh dengan rekayasa dan kuantifikasi yang dipaksakan sehi
ngga tidak menjangkau akar-akar permasalahannya
Kritik dan koreksi terhadap positivisme banyakdilancarkan, karena sifatnya yang
naturalistik dandeterministik. Manusia dipandang hanya sebagai dependent
variable, dan bukan sebagai independent variable. Manusiabukan lagi pelaku utama
yang menentukan, tetapi objekyang diperlakukan oleh ilmu dan teknologi.

118
Wilhelm Dilthey (1833-1911) mengajukan klasifikasi,membagi ilmu ke dalam Natuurw
issenchaft dan Geisteswissenchaft. Kelompok pertama sebagai Science of
the World menggunakan metode Erklaeren, sedangkankelompok kedua adalah Science o
f Geist menggunakan metode Verstehen. Kemudian Juergen Habermas, salahseorang to
koh mazhab Frankfrut (Jerman) mengajukanklasifikasi lain lagi dengan the basic h
uman interest sebagaidasar, dengan mengemukakan klasifikasi ilmu-ilmuempiris-ana
litis, sosial-kritis dan historis-hermeneutik,yang masing-kintelektual rasionali
stik, dan hermeneutimasing menggunakan metode empiris,(Van Melsen,
1985).Adanya faktor heuristik mendorong lahirnya cabangcabang
ilmu yang baru seperti : ilmu lingkungan, ilmukomputer, futurologi, sehingga ber
apapun jumlahpengklasifikasian pasti akan kita jumpai, seperti yang kitalihat da
lam kehidupan perguruan tinggi dengan munculnyaberbagai macam fakultas dan progr
am studi yang baru.
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasaini beserta anak-anak kandungnya, y
aitu teknologi bukansekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kinitelah
menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari hargadiri (prestige) dan mitos, ya
ng akan menjamin survivalsuatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapaike
majuan (progress) dan kedigdayaan (power) yangdibutuhkan dalam hubungan antar se
sama bangsa. Dalamkedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telahmenyentuh se
mua segi dan sendi kehidupan secaraekstensif, dan pada gilirannya mengubah buday
a manusiasecara intensif. Fenomena perubahan tersebut tercermindalam masyarakat
kita ng dewasa ini sedang mengalamimasa transisi simultan, ya
yayaitu:

119
1) Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat deng
an budaya industri modern. oleh logos (akal pikirini peran mitos mulai diambil a
lih Dalam masa transisi ). Bukan lagi melalui kekuatankosmis yang secara mitolog
is dianggap sebagai penguasaalam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekua
tanpenalarannya yang handal dijadikan k Puntuk meramalkan dan mengatur kehidupan
.erangka acuanmengenai ruang dan waktu, etos kerja, kaidahandangan-kaidah normat
if yang semula menjadi panutan, bergesermencari format baru yang dibutuhkan untu
k melayanimasyarakat yang berkembang menuju masyarakatindustri. Filsafat sesama b
us kota tidak boleh salingmendahului tidak berlaku lagi. Sekarang yang dituntut a
dalah prestasi, siap pakai, keunggulan kompetitif,efisiensi dan produktif-inovat
if-kreatif.
2) Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan. Punc
ak-puncak kebudayaandaerah mencair secara konvergen menuju satu kesatuan pranata
kebudayaan demi tegak-kokohnya suatu negara kebangsaan (nation state) yang berw
ilayah dari Sabang sampai Merauke. Penataan struktur pemerintahan, sistem pendid
ikan, penanaman nilai-nilai etik dan moral secara intensif merupakan upaya seriu
s untuk membinadan mengembangkan jati diri sebagai satu kesatuan bangsa.
3) Masa transisi budaya nasional-kebangsaan menuju budaya global-mondial. Visi,
orientasi, dan persepsi mengenai nilai-nilai universal seperti hak azasi,demokra
si, keadilan, kebebasan, masalah lingkungan dilepaskan dalam ikatan fanatisme pr
imordial kesukuan,kebangsaan atau pun keagamaan, kini mengendor menuju ke kesada
ran mondial dalam satu kesatuansintesis yang lebih konkret dalam tataran operasi
onal.

Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namuntetap mentoleransi adanya plu


riformitas sebagaimanadigerakkan oleh paham post-modernism.
Implikasiberkembangnya suatu standarisasi yang sama dalamglobalisasi menunjukkan
pulakehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahandi mana pun, terlepas
dari sistem ideologi atau sistemsosial yang dimiliknya. Dipertanyakan apakah ha
k-hakazasi dihormati, apakah demokrasi dikembangkan, apakahkebebasan dan keadila
n dimiliki oleh setiap warganya,bagaimana lingkungan hidup dikelola.
Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadisemakin kompleks, karena masyarakat
hidup denganstandar ganda. Di satu pihak sementara orang inginmempertahankan nil
ai-nilai budaya lamadiimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru ya
yayang
ngngkemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan (subculture),
sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakan
ng bersifat melawan terhadap perubahan-perubahanya
yayang dirasakan sebagai penyebab kegerahan dan keresahandari mereka yang merasa
dipinggirkan, tergeser dantergusur dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu,
yangdisebut sebagai budaya tandingan (counter-culture).
C. Beberapa aspek penting dalam ilmu pengetahuan
Melalui kajian historis tersebut yang pada hakikatnyapemahaman tentang sejarah k
elahiran dan perkembanganilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmupenge
tahuan itu mengandung dfenomenal dan aspek struktural. ua aspek, yaitu aspek
Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmupengetahuan mewujud/memanifestasikan dalam
bentukmasyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmupengetahuan menamp
akkan diri sebagai suatu masyarakat

121
atau kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannyabegitu mematuhi kaidah-kaid
ah ilmiah yang menurutpartadigma Merton disebut universalisme, komunalisme,dan s
kepsisme yang teratur dan terarah. Sebagai proses,ilmu pengetahuan menampakkan d
iri sebagai aktivitas ataukegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untukme
nggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian,eksperimen, ekspedisi, seminar,
konggres. Sedangkanse produk, ilmu pengetahuan menampakkan diriseb
bbagai
agaiagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori,ajaran, paradigma, temua
n-temuan lain sebagaimanadisebarluaskan melalui karya-karya publikasi yangkemudi
an diwariskan kepada masyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmupengetahuan di dalamnya terdapat unsur-un
sur sebagaiberikut.1) Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui
(Gegenstand)
2) Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengansuatu cara (metode) terte
ntu tanpa mengenal titik henti.Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang akante
rus berkembang justru muncul permasalahanpermasalah
baru yang mendorong untuk terus menerusmempertanyakannya.
3) Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terusmenerus
dipertanyakan.4) Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusundalam suatu kesa
tuan sistem (Koento Wibisono, 1985).
Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitasmanusia Barat mempercayai akan
kemampuan rasio yangmenjadikan mereka optimis, bahwa segala sesuatu dapatdiketa
hui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini,mereka selalu berpetualang
untuk melakukan penelitiansecara kreatif dan inovatif.

Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasional, antroposentris
, dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan (akademis dan mimbar akadem
is).
Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif. Positif, dalam arti k
emajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemajuan(pro
gress, improvement) dengan tdikembangkan dan telah menghas ilkan kemudahaneknolo
gi yang kemudahan
yang semakin canggih bagi upaya manusiauntuk meningkatkan kemakmuran hidupnya se
cara fisikmaterial.
Negatif dalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmia
h dengan menjauhi nilainilai
agama, etika, yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.
Akhirnya tidak dapat dipungkiri, ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempunyai
kedudukan substantifdalam kehidupan manusia saat ini. Dalam kedudukan substantif
itu ilmu pengetahuan dan teknologi telah menjangkau kehidupan manusia dalam seg
ala segi dansendinya secara ekstensif, yang pada gilirannya ilmupengetahuan dan
teknologi merubah kebudayaan manusia secara intensif.
D. Pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu
pengetahuan
Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berub
ah dari paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu memban
gun teori absolut dalam kebenaran ilmiah.Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu e
ntitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan
pada kerangka objektif, rasional, metodologis,

123
sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannyailmu tidak mungkin lepas dar
i mekanisme keterbukaanterhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntutmencari
alternatif-alternatif pengembangannya melaluikajian, penelitian eksperimen, bai
k mengenai aspekontologis epistemologis, maupun ontologis.
Karena setiap pengembangan ilmu paling tidakvaliditas (validity) dan reliabilita
s (reliability) kaidahdipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-dapatkeilmu
an (context of justification) maupun berdasarkansistem nilai masyarakat di mana
ilmu ituditemukan/dikembangkan (context of discovery).
Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlahpilar-pilarnya, yaitu pilar ontolog
i, epistemologi danaksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilarfilosof
is keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat,dan bersifat integratif serta
prerequisite/salingmempersyaratkan. Pengembangan ilpada persoalan ontologi, epis
temolmu selalu dihadapkan
ogi dan aksiologi.
1. Pilar ontologi (ontology)
(eks Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan
istensi).a) Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual
atau plural (monisme, dualisme, pluralisme )b) Aspek kualitas (mutu, sifat) : ba
gaimana batasan, sifat,
mutu dari sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalisme
dan organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasanbagi penyusunan asumsi, dasar-inte
rdisipliner dan
dandanmembantu terciptanya komunikasidasar teoritis,
batasdisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan,multi-batas ilmu dan kemun
gkinan kombinasi antar ilmu.Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya dita
nganioleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada

kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmuekonomi, maka perlu bantuan i
lmu lain seperti politik,sosiologi.
2. Pilar epistemologi (epistemology)
Selalu menyangkut problematika teentang sumberpengetahuan, sumber kebenaran, car
a memperoleh
naran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasarke
kekebe
bebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalamanepistemologis dapat memberikan
sumbangan bagi kita : (a)sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahandisipli
n ilmu tertentu (b) memberi kerangka acuanmetodologis pengembangan ilmu (c) meng
embangkanketrampilinovatif. an proses (d) mengembangkan daya kreatif dan
3. Pilar aksiologi (axiology)
nilai (etisSelalu berkaitan dengan problematika pertimbanganpenerapan, moral, re
ligius) dalam setiap penemuan,
atau pengembangan ilmu. Pengalamanaksiologis dapat memberikan dasar dan arahpeng
embangan ilmu, mengembangkan etos keilmuanseorang profesional dan ilmuwan (Iriya
nto Widisuseno,
2009).Landasan pengembangan ililmuan tersebut yangmengacu ketiga pilar filosofis
kemu secara imperatifbersifat integratif dan prerequisite.
Berikut ilustrasinyadalam bagan 1.

Bagan 1. Landasan Pengembangan


Ilmu Pengetahuan
E. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah
1) Objektif: Cara memandang masalah apa adanya,terlepas dari faktor-faktor subje
ktif (misal :keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita) . perasaan,
2) Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapatdipahami dan diterima oleh orang l
ain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinandan otorita.
3) Logis: Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/ konsisten, implikatif.
Setiapmengandung unsur pemikiran yang kontradikti f. Tidak pemikiran logis selal
u rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.
4) Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metodekeilmuan yang khas dalam setia
p berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis,hermeneutik, intuit
if).
5) Sistematis: Setiap cara berfikir dan bertindakmenggunakan tahapan langkah pri
oritas yang jelas dan

126
saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arahtujuan yang jelas.
F. Masalah nilai dalam IPTEK
1. Keserbamajemukan ilmu pengetahuan
dan persoalannya
Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah keserbamaj
emukan ilmu itu sendiri. Ilmupengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengat
akaninilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi problem manusia de
wasa ini. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan keekaannya
daripada kebhinekaannya. Seperti pada awalperkembangan ilmu pengetahuan berada
dalam kesatuan
filsafat.Proses perkembangan ini menarik perhatian karenajustru bertentangan den
gan inspirasi tempat pengetahuan itu sendiri, yaitu keinginan manusia untuk meng
adakankesatuan di dalam keserbamajemukan gejala-gejala di dunia kita ini. Karena
yakin akan kemungkinannya maka timbullah ilmu pengetahuan. Secara metodis dan s
istematis manusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahamihubungan antara
gejala-gejala yang satu dengan yang lainsehingga bisa ditentukan adanya keanekaa
n di dalamkebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan berkembang ke arah keserbamajemukanilmu.
a) Mengapa timbul spesialisasi?
Mengapa spesialisasi ilmu semakin meluas? Misalnya dalam ilmu kedokteran dan ilm
u alam. Makin meluasnya spesialisasi ilmu dikarenakan ilmu dalam perjalanannya s
elalu mengembangkan macam metode, objek dan tujuan.Perbedaan metode dan pengemba
ngannya itu perlu demi

kemajuan tiap-tiap ilmu. Tidak mungkin metode dalamilmu alam dipakai memajukan i
lmu psikologi. Kalaupsikologi mau maju dan berkembang harusmengembangkan metode,
objek dan tujuannya sendiri.Contoh ilmu yang berdekatan, biokimia dan kimia umu
mkeduanya memakai hukum yang dapat dikatakan sama,tetapi seorang sarjana biokimia
perlu pengetahuan susunanbekerjanya organisme-organisme yang tidak dituntut oleh
seorang ahli kimia organik. Hal ini agar supaya biokimiasemakin maju dan mendala
m, meskipun tidak diingkariantara keduanya masih mempunyai dasar-dasar yang sama
.
Spesialisasi ilmu memang harus ada di dalam satucabang ilmu, namun kesatuan dasa
r azas-azas universalharus diingat dalam rangka spesialisasi. Spesialisasi ilmum
embawa persoalan banyak bagi ilmuwan sendiri danmasyarakat. Ada kalanya ilmu itu
diterapkan dapatmemberi manfaat bagi manusia, tetapi bisa sebaliknyamerugikan m
anusia. Spesialisasi di samping tuntutankemajuan ilmu juga dapat meringankan beb
an manusiauntuk menguasai ilmu dan mencukupi kebutuhan hidupmanusia. Seseorang t
idak mungkin menjadi generalis, itumenguasai dan memahami semua ilmu pengetahuan
ya
yayangada (Sutardjo, 1982).
b) Persoalan yang timbul dalam spesialisasi
Spesialisasi mengandung segi-segi siilmuwanjuga dapat menimbulkan segi negatif.
Segi po
popositiftif, namundapat lebih fokus dan intensif dalam melakukan kajian danpeng
embangan ilmunya. Segi negatif, orang yangmempelajari ilmu spesialis merasa tera
sing daripengetahuan lainnya. Kebiasaan cara kerja fokus danintensif membawa dam
pak ilmuwan tidak maubekerjasama dan menghargai ilmu lain. Seorang spesialisbisa
berada dalam bahaya mencabut ilmu pengetahuannyadari rumpun keilmuannya atau ba
hkan dari peta ilmu,

128
kemudian menganggap ilmunya otonom dan palinglengkap. Para spesialis dengan oton
omi keilsehingga tidak tahu lagi dari mana asal usulnya ,muannya apa yang harus
diberikan bagi manusia dan sumbangan
ilmu-ilmulainnya, dan sumbangan apa yang perlu diperoleh dari ilmu-ilmu lain dem
i kemajuan dan kesempurnaan ilmu spesialis yang dipelajari atau dikuasai.
Bila keterasingan yang timbul akibat spesialisasi ituhanya mengenai ilmu pengeta
huan tidak sangatNamun bila hal itu terjadi pada manus iberbahaya.
anya, maka akibatnya bisa mengerikan kalau manusia sampai terasing dari sesamany
a dan bahkan dari dirinya karenaterbelenggu oleh ilmunya yang sempit. Dalam prak
tikpraktik
ilmu spesialis kurang memberikan orientasi yang luas terhadap kenyataan dunia in
i, apakah dunia ekonomi,politik, moral, kebudayaan, ekologi dll.
Persoalan tersebut bukan berarti tidak terpecahkan,ada kemungkinan merelativisir
jika ada kerjasama ilmuilmu
pengetahuan dan terutama di antara ilmuwannya. Halini tidak akan mengurangi kekh
ususan tiap-tiap ilmupengetahuan, tetapi akan memudahkan penempatan tiaptiap
ilmu dalam satu peta ilmu pengetahuan manusia. Keharusan kerjasama ilmu sesuai d
engan sifat sosial manusia dan segala kegiatannya. Kerjasama seperti itu akan me
mbuat para ilmuwan memiliki cakrawala pandangyang luas dalam menganalisis dan me
lihat sesuatu. Banyak segi akan dipikirkan sebelum mengambil keputusan akhirapal
agi bila keputusan itu menyangkut manusia sendiri.
2. Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapan
ilmu pengetahuan
Tema ini membawa kita ke arah pemikiran: (a)apakah ada kaitan antara moral atau
etika dengan ilpengetahuan, (b) saat mana dalam pengembangan ilmu
mu

129
memerlukan pertimbangan moral/etik? Akhir-akhir inibanyak disoroti segi etis dar
i penerapan ilmu danwujudnya yang paling nyata pada jaman ini adalahteknologi, m
aka pertanyaan yang muncul adalah mengapakita mau mengaitkan soal etika dengan i
lmu pengetahuan? Mengapa ilmu pengetahuan yang makin diperkembangkanperlu sapa me
nyapa dengan etika? Apakah adaketegangan ilmu pengetahuan, teknologi dan moral?
Untuk menjelaskan permasalahan tersebut ada tiga tahap yang perlu ditempuh. Pert
ama, kita melihat kompleksitas permasalahan ilmu pengetahuan danteknologi dalam
kaitannya dengan manusia. Kedua,membicarakan dimensi etis serta kriteria etis ya
ng diambil.Ketiga, berusaha menyoroti beberapa pertimbangan sebagai semacam usul
an jalan keluar dari permasalahanyang muncul.
a) Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
Kalau perkembangan ilmu pengetahuan sungguhsungguh
menepati janji awalnya 200 tahun yang lalu, pasti orang tidak akan begitu memper
masalahkan akibatperkembangan ilmu pengetahuan. Bila penerapan ilmubenar-benar m
erupakan sarana pembebasan manusia dariketerbelakangan yang dialami sekitar 1800
-1900-andengan menyediakan ketrampilan know how memungkinkan manusia dapat mencari
nafkah sendiryang itanpa bergantung pada pemilik modal, maka pendapatbahwa il
patokan mu pengetahuan harus dikembangkan atas dasarmurni) -patokan ilmu pengeta
huan itu sendiri (secara abad ini. tidak akan mendapat kritikan tajam seperti pa
da
Namun dewasa ini menjadi nyata adanya keterbatasan ilmu pengetahuan itu menghada
pi masalahmasalah
yang menyangkut hidup serta pribadi manusia.

130
Misalnya, menghadapi soal transplantasi jantung, pencangkokan genetis, problem m
ati hidupnya seseorang, ilmu pengetahuan menghadapi keterbatasannya. Ia butuhker
angka pertimbangan nilai di luar disiplin ilmunya sendiri.
Kompleksitas permasalahan dalam pengembangan ilmu dan teknologi kini menjadi pem
ikiran serius, terutamapersoalan keterbatasan ilmu dan teknologi dan akibatakiba
tnya
bagi manusia. Mengapa orang kemudian berbicara soal etika dalam ilmu pengetahuan
dan teknologi ?
b) Akibat teknologi pada perilaku manusia
Akibat teknologi pada perilaku manusia munculdalam fenomen penerapan kontrol tin
gkah laku (behaviour mengatur orang melaksanaBehaviour control merupakan kemampu
an untukcontrol). kan tindakan seperti yang dikehendaki oleh si pengatur (the ab
ility to get some one to
do one s bidding). Pengembangan teknologi yang mengaturperilaku manusia ini mengak
ibatkan munculnya masalah
masalah etis seperti berikut. (1) Penemuan teknologi yang mengatur perilaku inim
enyebabkan kemampuan perilaku seseorang diubahdengan operasi dan manipulasi syar
af otak melalui psychosurgery s infuse kimiawi, obat bius tertentu.Electrical stimula
tion of the brain (E S B) : shock listriktertentu. Teknologi baru dalam bidang p
sikologi seperti dynamic psychoteraphy mampu merangsang secara baru bagian-bagian p
enting, sehingga kelakuan bisadiatur dan disusun. Kalau begitu kebebasan bertind
ak(2)manusia sebagai suatu nilai diambang kemusnahan.Makin dipacunya penyelidika
n dan pemahaman
mendalam tentang kelakuan manusia, memungkinkan adanya lubang manipulasi, entah
melalui iklan atau media lain.

131
(3)
Pemahaman njlimet tingkah laku manusia demitujuan ekonomis, rayuan untuk menghirup
kebutuhanbaru sehingga bisa mendapat untung lebih banyak,menyebabkan penggunaan
media (radio, TV) untukmengatur kelakuan manusia.
(4)
Behaviour control memunculkan masalah etis bilakelakuan seseorang dikontrol oleh
teknologi dan bukanoleh si subjek itu sendiri. Konflik muncul justru karena sip
engatur memperbudak orang yang dikendalikan,
bebasan bertindak si
ke
kekehendak si pengontro kontrol dan diarahkan menurut
(5)
Akibat teknologl.i pada eksistensi manusiadilontarkan oleh Schumacher. Bagi Schu
machereksistensi sejati manusia adalah bahwa manusia menjadimanusia justru karen
a ia bekerja. Pekerjaan bernilaitinggi bagi manusia, ia adalah ciri eksistensial
manusia,ciri kodrat kemanusiaannya. Pemakaian teknologimodern condong mengasing
kan manusia darieksistensinya sebagai pekerja, sebab di sana manusiatidak mengal
ami kepuasan dalam bekerja. -tenagatangan dan otak manusia diganti dengan tenaga
Pekerjaanmesin, hilanglah kepuasan dan kreativitas manusia (T.Yacob, 1993).
3. Beberapa pokok nilai yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan danteknologi dikembangkan secara konkr
it, unsur-unsur manayang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan ilmupengetahua
n dan teknologimasyarakat itu tetap manusiawi. dalam masyarakat agara) Rumusan h
ak azasi merupakan sarana hukum untuk
menjamin penghormatan terhadap manusia. Individu

132
individu perlu dilindungi dari pengaruh penindasanilmu pengetahuan.
b) Keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomisebagai hal yang mutlak. Pe
rkembangan teknologisudah membawa akibat konsentrasi kekuatan ekonomimaupun poli
tik. Jika kita ingin memanusiawikanpengembangan ilmu dan teknologi berarti berse
diamendesentralisasikan monopoli pengambilanputusan dalam bidang politik, ekonom
i. Pelaksanaanadilan harus memberi pada setiap individuke
kekekesempatan yang sama menggunakan hak-haknya. mengurasngkungan hidup. Tidak a
da seorang pun berhak
c) Soal li/mengeksploitasi sumber-sumber alam danmanusiawi tanpa memperhatikan a
kibat-bahwapada seluruh masyarakat. Ekologi mengajar kitaakibatnyaada kaitan era
t antara benda yang satu dengan bendayang lain di alam ini.
d) Nilai manusia sebagai pribadi. Dalam dunia yangdikuasai teknik, harga manusia
dinilai dari tempatnyaseb salah satu instrumen sistem administrasikantor terten
tu. Akibatnya manusia dinilai bukansebagai
agaiagai pribadi tapi lebih dari suduthanya dilihat sejauh ada manfaat kegunaann
ya ataui suatu
praktisnya bagsistem. Nilai sebagai pribadi berdasar hubungansosialnya, dasar ke
rohanian dan penghayatan hidupsebagai manusia dikesampingkan. Bila pengembangani
lmu dan teknologi mau manusiawi, perhatian padanilai manusia sebagai pribadi tid
ak boleh kalah olehmesin. Hal ini penting karena sistem teknokrasicenderung dehu
manisasi ( T. Yacob, 1993).

133
G. Pancasila sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi
Pengembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi
Karena pengembangan ilmu dan teknologi hasilselalu bermuara pada kehidupan manus
ia maka perlu nyamempertimbangan strategi atau cara-cara, taktik yang tepat, bai
k dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan
danmemartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secaraimperatif kita meletakkan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. P
engertian dasar nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan arah pe
ngembangan ilmu. Dalam konteks Pancasila sebagai dasar nilaimengandung dimensi o
ntologis, epistemologis dan aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahu
an sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yangtidak mengenal titik henti,
atau an unfinished journey .Ilmu tampil dalam fenomenanya sebagai masyarakat, pros
es dan produk. Dimensi epistemologis, nilai-nilai Pancasila dijadikan pisau anal
isis/metode berfikir dan nilai ukur kebenaran. Dimensi aksiologis, mengandung to
loknilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah sila-sila Pancasila sebagai satu
keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara utuh,mendasar, d
an kritis, maka diperlukan suatu situasikondusif baik struktural maupun kultural
. Ilustrasinyadapat dilihat pada bagan 2 berikut ini.

Bagan 2. Strategi Pengembangan IPTEK


Pancasila Sebagai Dasar Nilai
Peran nilai-nilai dalam setiap sila dalam Pancasila
adalah sebagai berikut.
1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa: melengkapi ilmupengetahuan menciptakan perimban
gan antara yangrasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila inimenempatkan
manusia dalam alam sebagai bagiannyadan bukan pusatnya.
2) Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab: memberi arahdan mengendalikan ilmu pe
ngetahuan. Ilmudikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untukkemanusiaan, tidak
hanya untuk kelompok, lapisan tertentu.
3) Sila Persatuan Indonesia: mengkomplementasikanuniversalisme dalam sila-sila y
ang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidar
itas dalam sub-sistem sangat penting untuk

135
kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidakmengganggu integrasi.
4) Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmahkebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilmengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan danan,teknologi berevolusi send
iri dengan leluasa.Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmupengetahuan harus
demokratis dapat dimusyawarahkansecara perwakilan, sejak dari kebijakan, peneli
tiansampai penerapan massal.
5) Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,menekankan ketiga keadilan
Aristoteles: keadilandistributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif.
Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara
individu dan masyarakat, karena
pentingan individu tidak boleh terinjak olehke
kekekepentingan
pentinganpentingan semu. Individualitas merupakan landasanyang memungkinkan timb
ulnya kreativitas dan inovasi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologiharus senantiasa berorientasi pada ni
lai-nilai Pancasila.Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia
merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yangmenjadi tuntutan peradaban manusia
. Peran Pancasilasebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai padapenyadaran
, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuanatau kemandirian ilmu hanyalah akan
menjebak diriseseorang pada masalah-masalah yang tidak dapat diatasidengan semat
a-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri,khususnya mencakup pertimbangan etis,
religius, dan nilaibudaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yangberbud
aya.[ ]

Daftar Pustaka
Iriyanto, Ws, 2009, Bahan Kuliah Filsafat Ilmu,
Pascasarjana, Semarang Kunto Wibisono, 1985, Arti Perkembangan MenurutSutardjo,
19Positivisme, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
92, Problematika Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Tarsito, Bandung.
T. Yacob, 1993, Manusia, Ilmu dan Teknologi, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta.Tim Do
sen Filsafat Ilmu UGM, 1997, Pengantar Filsafat
Ilmu, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta. Van Melsen, 1985, Ilmu Pengetahuan dan
Tanggungjawab
Kita, Kanisius, Yogyakarta.
Van Peursen, 1987, Susunan Ilmu Pengetahuan, Kanisius,Yogyakarta

137

Anda mungkin juga menyukai