Anda di halaman 1dari 9

No.

ID dan Nama Peserta :


No. ID dan Nama Wahana:
Topik: Bronkopneumonia
Tanggal (kasus) : 31 Juli 2013
Nama Pasien : An. BK
Tanggal presentasi : September 2013

/ dr. Andi Rahmat Hidayat


/ Ruang Perawatan Anak RSUD Enrekang
No. RM : 046969
Pendamping: dr. Hj. Sitti Syuwarni Silipu,

M.Kes
dr. Hj. Indrawati Kaelan
Tempat presentasi: RSUD Massenrempulu Enrekang
Obyek presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Bayi 12 bulan MRS dari poliklinik dengan keluhan demam yang dialami sejak 1
minggu, demam tidak terus menerus terutama dialami pada sore-malam hari. Bayi batuk dan
terlihat sesak. Bayi nampak rewel dan gelisah, nafsu makan menurun, berat badan tidak
menurun, BAB biasa, BAK lancar, riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada, riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada.
Tujuan: memberikan penanganan pertama pada pasien dengan Kejang demam
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Audit
bahasan:
pustaka
Cara
Diskusi
Presentasi dan E-mail
Pos
membahas:
diskusi
Data Pasien:
Nama klinik

Nama: An. BK
No.Registrasi: 046969
Ruang Perawatan Anak RSUD
Massenrempulu Enrekang
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Bayi 12 bulan MRS dari poliklinik dengan keluhan demam yang dialami sejak 1
minggu, demam tidak terus menerus terutama dialami pada sore-malam hari. Bayi batuk
dan terlihat sesak. Bayi nampak rewel dan gelisah, nafsu makan menurun, berat badan
tidak menurun, BAB biasa, BAK lancar. HR : 120 x/menit, P : 44 x/menit, S: 38.50C
2. Riwayat pengobatan: Telah diberikan pengobatan simtomatis dari puskesmas berupa
obat penurun panas, obat batuk serta antibiotik
3. Riwayat kesehatan/penyakit: pasien belum pernah menderita penyakit serupa
sebelumnya.
4. Riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien
5. Riwayat pekerjaan: pasien belum bekerja
6. Lain-lain:
Daftar Pustaka:
a. Pudjiadi, AH. Pneumonia. Dalam: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, Jilid 1. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010:250256.
b. Mansjoer, A., dkk. Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Jilid 2.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000 : 465-468
c. Buku Diagnosis dan Terapi Subbagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM
FKUI, Jakarta 1999
1

Hasil pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis bronkopneumoni
2. Memberikan penatalaksanaan yang tepat terhadap kasus bronkopneumonia

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:


1. Subyektif
Bayi 12 bulan MRS dari poliklinik dengan keluhan demam yang dialami sejak 1
minggu, demam tidak terus menerus terutama dialami pada sore-malam hari. Bayi batuk
dan terlihat sesak. Bayi nampak rewel dan gelisah, nafsu makan menurun, berat badan
tidak menurun, BAB biasa, BAK lancar
2. Obyektif:
Pemeriksaan fisik umum : Sakit sedang/gizi cukup/kompos mentis.
HR: 120x/menit, P: 44x/menit, S: 38.50C
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), bibir sianosis (-), rinorea (+)
Leher : nyeri tekan (-), massa tumor (-), pembesaran KGB colli (-)
Dada :
Inspeksi : Simetris kiri = kanan, retraksi dinding dada (-), ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-), ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Sonor, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bronkial, ronki +/-, wheeze -/-, S1-2 murni regular
Abdomen :
Inspeksi : Datar, ikut gerak nafas
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepatosplenomegali (-)
Perkusi : Timpani, pekak hepar (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : Edema (-)
Genitalia : Dalam batas normal
3. Assesment
Pneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacammacam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah
salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak
kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering
menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang
anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi
pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat
menurunkan angka kematian anak.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa
Definisi
Bronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution)
3

Epidemiologi
Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena
pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001
kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa
pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir
300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Etiologi
Faktor Infeksi :
Neonatus : Streptococcus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
Bayi : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis.
Anak-Anak : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV. Mycoplasma pneumonia,
Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa.
Anak besar-Dewasa muda : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis. Pneumokokus,
B. Pertusis, M. tuberculosis
Faktor Non Infeksi
Patogenesis
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai
cara, antara lain :
Inhalasi langsung dari udara
Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring
Perluasan langsung dari tempat-tempat lain
Penyebaran secara hematogen
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi yang terdiri dari :
Susunan anatomis rongga hidung
Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret
lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Refleks batuk.
Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A.
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja
sebagai antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
sekitarnya.
Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan
yang meliputi empat stadium, yaitu :
4

Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Diagnosis
Gambaran Klinis
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 0C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan
dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pemeriksaan Fisik
Dinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi
epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu. Pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi
satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras,
5

ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium permulaan dan
stadium resolusi sedangkan pada stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar.
Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.
Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
Peningkatan LED.
Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman
penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman
diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak
sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan
masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat
Penatalaksanaan
Tatalaksana Umum
Pada pneumonia berat, asupan oral dikurangi atau dihentikan, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan
mengontrol batuk.
Nebulisasi B2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki
mucocilliary clearance
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen
Antibiotik
Rekomendasi UKK Respirologi
Neonatus-2 bulan : Ampisilin + Gentamisin
> 2 bulan :
Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
kloramfenikol
Lini kedua Seftriakson
Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia
6

Antibiotik
Penisilin G

Frekuensi
Tiap 4 jam

Ampisilin
Kloramfenikol
Ceftriaxone

Dosis
50.000 unit/kg/x.
Dosis tunggal
maksimal
4.000.000 unit
100 mg/kg/hari
100 mg/kg/hari
50 mg/kg/kali

Cefuroxime

50 mg/kg/kali

Tiap 8 Jam

Tiap 6 jam
Tiap 6 Jam
Tiap 24 Jam

Keterangan
S. Pneumonia

S. Pneumonia, H.
Influenzae
S. Pneumonia, H.
Influenzae

Clindamycin
10 mg/kg/kali
Tiap 6 Jam
Eritromisin
10 mg/kg/kali
Tiap 6 jam
Gentamisin
3-5 mg/kg/hari
Tiap 12 Jam
Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan, pemberian makanan peroral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan lewat NGT atau Intravena. Tetapi harus
diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernafasan khususnya pada
bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormone
antidiueretik.
Kriteria Pulang
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asuhan per oral adekuat
Pemberian antibiotic dapat diteruskan di rumah (per oral)
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana control
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
Diagnosis Banding
Secara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat
dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik:
Bronkhiolitis
TB Paru
Payah jantung
Aspirasi benda asing
Komplikasi
Otitis media
Bronkiektasis
Abses paru
Empiema
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi
7

berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya
zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif
pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan
terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti:
cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan, beristirahat
yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lain
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara
lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Pengobatan yang diberikan pada pasien ini :
Stop intake oral
O2 1-2 liter/menit via NK (Cek SO2 tiap 4 jam)
IVFD Asering 10 tpm makrodrips
Inj. Cefotaxim 175 mg/12 jam/IV (Skin test)
Inj. Gentamisin 17.5 mg/12 jam/IV
Ibuprofen syrup 3 x sendok takar
Mucera syrup 3 x 1/3 sendok takar
Awasi tanda vital dan tanda distress pernafasan
4. Plan:
Diagnosis:
Pemeriksaan Darah
Hasil Laboratorium Darah Rutin

WBC : 18 x 103/ul

RBC : 5.0 x 106/ul

HGB : 11.0 g/dL


HT : 34.3 %
PLT : 268.000
MCV : 68.5 fl
MCH : 22.0 pg
MCHC: 32.1 g/dL

Kesan : Leukositosis
Pemeriksaan Radiologis
Cor tidak membesar
Sinus dan diafragma normal
Pulmo : corakan bronkovaskular dalam batas normal, tampak perselubungan
8

inhomogen dilapangan atas paru kanan dengan air bronchogram sign (+)
Kesan : Pneumonia Lobaris Dextra
Pendidikan:
Kita menjelaskan prognosis dari pasien, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Konsultasi:
Dijelaskan adanya indikasi rawat ICU dan konsultasi dengan spesialis anak untuk
penanganan lebih lanjut.
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit dengan
sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Enrekang, September 2013
Peserta

dr. Andi Rahmat Hidayat

Pendamping

dr. Hj. Sitti Syuwarni Silipu, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai