Anda di halaman 1dari 72

HUBUNGAN ANTARA SKALA BARTHEL UNTUK MENGUKUR TINGKAT

KEMANDIRIAN DENGAN SKALA BRADEN


UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS
PADA PASIEN STROKE DI RS Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

A. SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh derajat Sarjana Keperawatan
Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh :
Dita Witisnasari
00/137974/KU/09790

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA
2005

B. HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA SKALA BARTHEL UNTUK MENGUKUR TINGKAT
KEMANDIRIAN DENGAN SKALA BRADEN
UNTUK MENGUKUR RISIKO DEKUBITUS
PADA PASIEN STROKE DI RS Dr. SARDJITO
YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Dita Witisnasari
NIM : 00/ 137974/ KU/ 09790

Telah Diseminarkan dan Diujikan


Pada Tanggal : 17 Januari 2005

C.

Penguji I

Penguji II
Penguji III

Khudazi Aulawi,SKp Christantie Effendy,SKp Lely Lusmilasari,SKpM.Kes NIP:


140 234 509
NIP: 140 310 081
NIP : 132 231 106

Mengetahui,
Dekan
u.b. Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran UGM

Yogyakarta

dr. Iwan Dwiprahasto, M. Med. Sc.,PhD


NIP :131 860 994

D. PERSEMBAHAN DAN MOTO

Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang
dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia.
Sebaliknya, aku telah bekerja keras daripada mereka semua tetapi bukannya
aku melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.
( I Kor 15 : 10)

~ Tiada yang mustahil bagi Allah, Ia akan memberikan yang terbaik bagimu tepat
pada waktunya sebab kasih-Nya lebih daripada hidup.
~ You see things and you say why?
But I dream of things and I say why not.

Karya ini kupersembahkan kepada :

E. Papa dan Mama tersayang


Dik Galang dan dik Ganang terkasih

Mas Koko Riyanto, S.H. tercinta


Sahabat-sahabatku dalam suka dan duka
Semua orang yang cinta damai

F. KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan kasihNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Hubungan Antara Skala Barthel
Untuk Mengukur Tingkat Kemandirian Dengan Skala Braden Untuk Mengukur Risiko
Dekubitus Pada Pasien Stroke di RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu perkenankanlah
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr Hardyanto Soebono, SpK&K, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada atas ijin yang telah diberikan.
2. dr. Sunartini, PhD., SpA(K) selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
3. Ibu Lely Lusmilasari, S.Kp, M.Kes, selaku Penguji yang telah memberikan masukan
selama penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Khudazi Aulawi, SKp selaku pembimbing I atas segala dukungan, semangat
dan masukan yang sangat berarti.
5. Ibu Christantie Effendy, SKp selaku pembimbing II atas saran dan bimbingan yang
telah diberikan.

6. Direktur RS Dr. Sardjito Yogyakarta atas ijin yang diberikan kepada peneliti untuk
melaksanakan penelitian ini.
7. Ibu Ngatini, SKp, Ns selaku penanggung jawab unit stroke RS Dr. Sardjito yang telah
membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.
8. Mas Rustam Prihono, AMK yang telah banyak membantu baik tenaga dan waktu
dalam penelitian ini.
9. Kepada para perawat unit stroke RS Dr. Sardjito atas keramahan dan kerjasama yang
baik.
10. Kepada orangtuaku tersayang Bapak Drs. Bambang DP, Ibu Ediyati dan kedua
adikku Galang dan Ganang atas segala cinta, doa, semangat dan dukungannya.
11. Kepada Mas Koko Riyanto, S.H. tercinta atas cinta, doa dan semangat yang terus
menerus diberikan.
12. Untuk sahabatku tersayang Mama Banie, Ophiek, Suci, Hana, Gusti, Ayu atas segala
canda tawa kita bersama.
13. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesainya skripsi ini.
Penulis hanya memanjatkan doa kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan
kelimpahan berkat dan kasihNya kepada mereka yang telah membantu penulis
dengan tulus ikhlas.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
adanya kritik dan saran perbaikan sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak terutama dunia keperawatan.

Yogyakarta, Januari 2005

Penulis
Dita Witisnasari

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .i
HALAMAN PENGESAHAN.. ii
PERSEMBAHAN DAN MOTO . iii
KATA PENGANTAR . iv
DAFTAR ISI ........ vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
INTISARI . xii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .. 1
B. Rumusan Masalah . 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian .. 5
E. Keaslian Penelitian .. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Pustaka 7
1. Stroke 7

2. Kemandirian ... 11
3. Skala Barthel.... 12
4. Dekubitus.... 17
5. Skala Braden... 20
B. Kerangka Konsep.... 27
C. Kerangka Penelitian ..

28

D. Hipotesis Penelitian .... 29


BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 30
B. Subjek Penelitian ..... 30
C. Waktu dan Tempat Penelitian ..... 30
D. Variabel Penelitian ...... 31
E. Definisi Operasional ... 31
F. Instrument Penelitian . 32
G. Cara Pengumpulan Data .. 33
H. Analisis Data ... 34
I. JalannyaPenelitian ....35
J. Keterbatasan Penelitian ....... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Karakteristik Responden ..37
2. Pengukuran Skala Barthel .39
3. Pengukuran Skala Braden 40

4. Distribusi Tingkat Ketergantungan ADL Berdasarkan Risiko


Dekubitus 42
5. Distribusi Jenis Stroke Berkaitan Dengan Tingkat Ketergantungan
ADL

dan

Dekubitu.... 43
6. Analisa Data 44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .....49
B. Saran 49

DAFTAR PUSTAKA .. 51
LAMPIRAN .54

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep
Gambar 2. Bagan Kerangka Penelitian

Risiko

G. DAFTAR TABEL
Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden
Tabel 2. Pengukuran dengan Skala Barthel
Tabel 3. Pengukuran dengan Skala Braden
Tabel 4. Distribusi tingkat ketergantungan ADL berdasarkan risiko dekubitus
Tabel 5. Distribusi jenis stroke berkaitan dengan tingkat ketergantungan ADL dan
risiko dekubitus
Tabel 6. Korelasi antara Skala Barthel dan Skala Braden
Tabel 7. Hasil perhitungan Nilai Barthel dengan menggunakan rumus persamaan regresi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian


Lampiran 2. Surat Pengantar Pengambilan Data Penelitian
Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 4. Identitas Pasien Stroke
Lampiran 5. Format Penilaian Skala Braden
Lampiran 6. Format Penilaian Skala Barthel
Lampiran 7. Data Responden
Lampiran 8. Uji Korelasi Product Moment Pearson

INTISARI

Latar Belakang : Stroke merupakan penyakit degeneratif yang akut dan berat sehingga
menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia, stroke menjadi penyebab
kematian ketiga setelah penyakit infeksi dan jantung. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
selama satu tahun (2003) dari 90 pasien yang meninggal sebanyak 19 pasien. Masalah
yang muncul akibat stroke antara lain adalah gangguan motorik, gangguan eliminasi,
gangguan persepsi sensori, gangguan komunikasi dan gangguan kognitif. Hal di atas
menimbulkan ketergantungan pemenuhan aktivitas dasar sehari-hari (ADL) dan
meningkatkan risiko dekubitus pada pasien. Oleh sebab untuk mengidentifikasi tingkat
ketergantungan ADL dapat digunakan Skala Barthel dan identifikasi risiko dekubitus
dapat digunakan skala Braden.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Skala
Barthel untuk mengukur kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko
dekubitus pada pasien stroke.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen korelasional,
dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien stroke yang
dirawat inap di Unit Stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta, selama 1 bulan mulai tanggal 8
November 2004 sampai 8 Desember 2004. Dilakukan pengukuran Skala Barthel dan
Skala Braden, pengukuran dilakukan dua kali yaitu hari ketiga rawat inap dan sewaktu
pasien akan pulang, dan didapatkan 44 pengukuran. Analisa data menggunakan uji
korelasi Product Moment (Pearson) dan Regresi Linear.
Hasil : Pasien stroke kebanyakan mempunyai tingkat ketergantungan total terhadap
pemenuhan ADL dan berisiko sangat tinggi terjadi dekubitus. Hasil uji korelasi dengan
Product Moment Pearson diperoleh nilai r = 0,923 dengan tingkat kemaknaan p <
0,05 menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara Skala Barthel dengan
Skala Braden pada pasien stroke. Semakin besar nilai Barthel maka semakin besar pula
nilai Braden.
Kesimpulan : Semakin besar nilai Barthel, semakin besar nilai Braden (semakin tinggi
kemandirian pasien maka semakin rendah risiko terjadi dekubitus).

Kata Kunci : Stroke, Skala Barthel, Kemandirian, Skala Braden, Dekubitus.

BAB I
PENDAHULUAN
H. Latar Belakang Masalah
Keperawatan merupakan bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk
pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual secara komprehensif, ditujukan
kepada individu, keluarga dan masyarakat sehat maupun sakit mencakup siklus
hidup manusia (Seminar Nasional Keperawatan, 1983). Ada empat area keperawatan
yang menggambarkan lingkup dan tujuan pemberian asuhan keperawatan yaitu
meningkatkan status kesehatan, mencegah penyakit (preventif), memperbaiki status
kesehatan dan memfasilitasi koping (Gaffar, 1999).
Salah satu tujuan asuhan keperawatan untuk pencegahan (preventif) adalah
menurunkan faktor resiko penyebab timbulnya penyakit, meningkatkan kebutuhan
hidup sehat dan memelihara agar fungsi tubuh optimal. Peran perawat dalam upaya
preventif salah satunya berfokus pada pemeliharaan kesehatan atau pencegahan
komplikasi dan ketidakmampuan (Gaffar, 1999).
Mengingat kecenderungan penyakit saat ini mulai berubah dari penyakit infeksius
ke penyakit degeneratif. Adanya peningkatan kematian akibat penyakit degeneratif
seperti: jantung, kanker dan stroke menunjukkan bahwa kausa penyakit yang paling
utama ternyata adalah penyakit yang dapat dicegah (Beaglehole et.al, 1997).
Stroke merupakan salah satu penyakit degeneratif yang insidensi kejadiaannya
meningkat akhir-akhir ini. Gejala yang ditimbulkan bersifat akut dan berat sehingga
menyebabkan insidensi kematian yang cukup tinggi (Chandra, 1980). Sebagai
perbandingan, di Amerika Serikat, stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah

penyakit jantung dan kanker (Black, 1993). Insidensi stroke pada tahun 1997 di
negara Malaysia adalah 68,38 per 10.000 populasi dan kejadiannya tertinggi di
kalangan bangsa Cina dan diikuti dengan bangsa Melayu dan India.
Kejadian stroke di Indonesia juga menjadi penyebab kematian ketiga setelah
penyakit infeksi dan jantung koroner. Sebanyak 28,5% penderita stroke di Indonesia
meninggal (Lumbantobing, 2002). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito, menurut data
rekam medis (2003), selama satu tahun terhitung mulai tanggal 1 januari hingga 31
desember 2002 terdapat 90 penderita stroke dan meninggal dunia sebanyak 19 pasien
stroke. RSUP Dr. Sardjito sekarang sudah mempunyai unit tersendiri yang khusus
untuk merawat pasien stroke yaitu Unit Stroke. Unit stroke mulai dibuka sejak awal
tahun 2004 dan rata-rata ada 20 hingga 30 pasien yang dirawat setiap bulannya.
Menurut Black (1993), masalah yang dapat muncul akibat penyakit stroke antara
lain : gangguan perfusi jaringan, gangguan komunikasi verbal, gangguan persepsi
sensori, gangguan eliminasi urin dan konstipasi, gangguan menelan, gangguan
mobilitas fisik serta ketidakmampuan merawat diri.
Akibat gangguan diatas dapat menimbulkan ketergantungan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan dasar sehari-harinya (ADL). Perawat perlu memperhatikan
status fungsional dan mengidentifikasi masalah kesehatan aktual dan potensial yang
berhubungan dengan kemampuan ADL pasien (Handayani, 2003). Untuk mengukur
tingkat ketergantungan pasien terhadap ADL dapat digunakan Skala Barthel.
Skala Barthel merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat kemandirian terhadap aktivitas dasar sehari-hari dan mobilitas (fungsi fisik)
seseorang. Semakin tinggi nilai skala Barthel berarti semakin tinggi pula tingkat

kemandirian terhadap ADL, sebaliknya semakin rendah nilai skala Barthel berarti
semakin rendah pula tingkat kemandirian terhadap ADL. Penggunaan skala Barthel
akan membantu perawat dalam melakukan pengkajian dan identifikasi dini tingkat
kemandirian pasien dalam pemenuhan ADLnya.
Selain menimbulkan ketergantungan ADL, gangguan mobilitas fisik (imobilisasi)
pada umumnya sering terjadi pada pasien stroke. Pada pasien yang mengalami
gangguan mobilitas dan dirawat dalam jangka waktu yang lama biasanya mempunyai
risiko terjadi dekubitus (Setiati, 2000). Menurut hasil penelitian Purwaningsih (2001)
yaitu diagnosa medis yang dominan untuk terjadi dekubitus adalah pada pasien
stroke infark, paraparese dan PPOK. Hal ini menunjukkan bahwa ada risiko terjadi
gangguan integritas kulit (dekubitus) pada pasien stroke. Untuk mengukur risiko
dekubitus pada pasien dapat menggunakan Skala Braden.
Skala Braden merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur
risiko terjadinya dekubitus pada pasien. Jika nilai Braden naik berarti risiko
dekubitus semakin rendah, tetapi sebaliknya jika nilai Braden turun berarti risiko
dekubitus semakin tinggi. Penggunaan skala Braden dengan tepat dan konsisten akan
membantu perawat dalam mengidentifikasi lebih dini pasien yang mempunyai risiko
terjadi dekubitus, dengan demikian peran perawat dalam mencegah kejadian
dekubitus dapat dilakukan (Elizabeth, 1999).
Berdasarkan penjelasan di atas pasien stroke perlu dinilai Skala Barthelnya untuk
mengetahui tingkat ketergantungan dan juga Skala Braden untuk mengukur risiko
dekubitusnya.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan antara Skala
Barthel untuk mengukur kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko
dekubitus pada pasien stroke di RS Dr. Sardjito Yogyakarta.

I. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil rumusan masalah
yaitu Bagaimana hubungan antara Skala Barthel untuk mengukur tingkat
kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien
stroke di RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
J. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian :
Mengetahui hubungan antara Skala Barthel untuk mengukur tingkat kemandirian
dengan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien stroke di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta.
K. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Dengan mengetahui hubungan antara kedua alat ukur ini (Skala Barthel untuk
mengukur tingkat ketergantungan dan Skala Braden untuk mengukur risiko
dekubitus) maka hanya dengan menggunakan satu alat ukur saja, bisa langsung
mendapatkan dua hasil penilaian sekaligus sehingga lebih efektif. Artinya dengan
menggunakan Skala Barthel saja dapat diketahui tingkat ketergantungan ADL
sekaligus risiko dekubitus pasien.

L. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang hubungan antara Skala Barthel
untuk mengukur kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus
pada pasien stroke belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya dengan judul Penilaian tingkat risiko terhadap dekubitus
pada pasien yang dirawat di ruang B3 (dahlia) penyakit saraf di RS Sardjito
Yogyakarta (Khoiriyati, 2002). Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif
dengan pendekatan prospektif dan sampel yang diambil merupakan total populasi
pasien di ruang B3 penyakit saraf. Hasil penelitian adalah : risiko dekubitus lebih
tinggi pada usia tua dibanding usia muda ; risiko dekubitus pada perempuan lebih
tinggi dibanding laki-laki ;

diagnosa medis yang dominan untuk tingkat risiko

dekubitus adalah stroke 18,75% , paraparese 18,75% , PPOK 18,75%. Persamaan


dengan penelitian ini yaitu alat ukur dengan menggunakan Skala Braden. Sedangkan
perbedaan penelitian yang dilakukan yaitu jenis penelitian dan subyek penelitian.
Penelitian mengenai Profil intervensi keperawatan pada pasien stroke di bangsal
saraf RSUP dr. Sardjito Yogyakarta (Indayani, 2000). Jenis penelitiannya adalah
deskriptif analitik. Sampel yang diambil sebanyak 25 klien stroke fase akut yang
dirawat di bangsal saraf sardjito. Hasil penelitian yaitu : penderita stroke fase akut
mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi sehingga butuh perawatan yang
profesional dan intensif. Persamaan dengan penelitian ini adalah subyek
penelitiannya pada pasien stroke yang dirawat inap. Sedangkan perbedaan penelitian
ini yaitu alat ukur yang dipakai.

Penelitian lain mengenai Hubungan tingkat kemampuan dalam aktivitas dasar


sehari-hari dengan tingkat depresi pada lansia yang tinggal di panti sosial Tresna
Werdha Abiyoso Jogjakarta (Handayani, 2003). Jenis penelitian ini adalah non
eksperimen korelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil
adalah semua lansia di PSTW. Instrument yang dipakai yaitu Barthel Index untuk
mengukur tingkat ADL. Persamaan dengan penelitian ini adalah alat ukur yang
digunakan, sedangkan perbedaannya adalah sampel penelitian.

M. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah gangguan serebral (otak) yang terjadi akibat aliran darah ke otak
mengalami gangguan (berkurang) karena adanya sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah di otak (Black, 1993).
b. Klasifikasi Stroke
1). Hemorragic stroke
Jenis stroke ini muncul saat pembuluh darah di otak pecah sehingga darah menyebar
ke sekitar jaringan otak dan merusak sel-sel. Umumnya disebabkan karena tidak
terkontrolnya tekanan darah tinggi (hipertensi). Hipertensi dapat menyebabkan arteri
kecil dalam otak rapuh dan mudah pecah.
2). Non hemorragic stroke
Non hemorragic stroke disebut juga iskemik stroke, dapat timbul saat aliran
darah ke otak terganggu karena adanya sumbatan. Sel-sel otak mulai mati
karena kurangnya oksigen dan nutrisi. Adanya atherosclerosis di arteri
seringkali mengarah pada iskemik stroke.

c. Penyebab Stroke

1). Trombosis
Adanya sumbatan di pembuluh darah otak, dapat terjadi karena adanya
reaksi inflamasi (radang) di dinding pembuluh darah. Trombosis merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan

stroke dan sering dikaitkan

dengan aterosklerosis.
2). Emboli
Adanya penyumbatan mendadak arteri oleh bekuan atau benda asing yang
terbawa oleh aliran darah ke tempat tersangkutnya. Sumbatan tersebut seperti
: fragmen bekuan darah, tumor, bakteri atau udara. Insidensi emboli otak
dapat meningkat pada usia diatas 40 tahun.
3). Perdarahan intraserebral
Perdarahan yang terjadi karena adanya ruptur pada pembuluh darah di otak .
Hal ini sering berkaitan dengan arterosklerosis dan terjadi pada usia diatas 50
tahun.
4). Spasme
Yaitu kontraksi pembuluh darah secara mendadak atau kuat sehingga
menyebabkan gangguan fungsi karena terjadi penyempitan.
5). Compresi
Compresi yaitu penekanan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
penurunan volume aliran darah (Black, 1993).

d. Manifestasi Klinik

Biasanya gejala awal pusing, kepala terasa berputar (vertigo), mati rasa tiba-tiba,
tubuh lemah, kelumpuhan pada wajah, lengan dan kaki, pandangan kabur,
berbayang atau ganda, gangguan berbicara, gangguan sistem memory dan emosi,
kehilangan kemampuan koordinasi badan.
Gejala lain yang bisa muncul seperti : sakit kepala, muntah, kejang, demam,
peningkatan

tekanan

darah,

abnormalitas

pada

hasil

elektrokardiografi,

kebingungan, dan disorientasi.


e. Komplikasi yang bisa muncul pada pasien stroke
Komplikasi yang bisa muncul akibat imobilisasi yaitu :
Masalah psikologis, muskuloskeletal (osteoporosis, sakit pada persendian, atrofi
otot, kontraktur), integumen (ulkus dekubitus), saluran perkemihan (statis urin,
pembentukan batu, retensi urin, inkontinensia), pernafasan (penurunan gerakan
pernafasan, ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida), gastrointestinal
(masalah digesti, eliminasi sehingga muncul anoreksia, diare atau konstipasi),
kardiovaskuler (hipotensi ortostatik) ( Priharjo cit. Purwanti, 2004 ).
f. Tindakan Keperawatan pada Pasien Stroke
Menurut Penatalaksanaan Medik (1987), Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan pada pasien stroke antara lain :
1). Tujuan : mencegah terjadinya kontraktur dan mencegah dekubitus.
Tindakan : Melakukan bed positioning seperti ; Alas tempat tidur cukup
keras, sprei tidak boleh melipat-lipat, selalu bersih dan kering.
Penderita berbaring lurus dengan bantal dipasang diantara dada dan lengan
atas ( abduksi ).

Pasang papan telapak kaki untuk mencegah pes equinus, dapat dipasang
kaos kaki lunak untuk mengurangi tekanan pada tumit.
Posisi jari tangan harus lebih atas dari sendi siku dan posisi sendi siku lebih
atas dari sendi bahu ( mencegah edema tangan ).
Pasang kantong pasir di bawah sendi lutut atau pergelangan kaki dan
penyangga disamping tungkai.
Posisi penderita harus selalu dirubah, siang diubah tiap 1 jam, sore diubah
tiap 2 jam.
Jika penderita koma lama, tiap anggota gerak yang lumpuh harus digerakkan
secara penuh (full range of motion) minimal sehari sekali.
2). Tujuan : mengembalikan fungsi tubuh sampai optimal.
Tindakan :
Evaluasi mengenai defisit neurologik, pemeriksaan medis lengkap dan
evaluasi sosial psikologik untuk mengetahui tingkat kemampuan.
Bila kondisi penderita mengijinkan bisa dilakukan latihan aktif dan pasif
seperti ; menggerakkan sendi yang lumpuh.
Lakukan mobilisasi seperti ; latihan duduk, latihan keseimbangan pada posisi
duduk, latihan berdiri dengan pegangan pada tangan yang sehat.

Latihan berjalan dengan tongkat kaki tiga (tripot) atau quadripot.


Latihan gerakan otomatis untuk tangan dan kaki.

Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan Activity of Daily Living


(ADL) serta meningkatkan kemandirian pasien.
2. Kemandirian
a. Pengertian
1). Kemandirian adalah pengambilan inisiatif, mengatasi hambatan, melaksanakan
sesuatu tanpa bantuan orang lain.
2). Mobilisasi adalah suatu keadaan / kualitas untuk melakukan gerak dan juga
termasuk aspek penting dari fungsi fisiologi karena untuk mempertahankan
kemandirian (Engram, 1990).
b. Definisi aktivitas dasar sehari-hari (ADL)
1). Menurut WHO cit. Astuti, dkk, 1997, Aktivitas dasar sehari-hari adalah suatu
kelompok macam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu dalam mengurus
dirinya sendiri.
2). Menurut Morton (1991), ADL adalah aktivitas dasar sehari-hari yang
dibutuhkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan fisiologis dan
psikologis. Aktivitas ini juga merupakan ukuran kemampuan pasien untuk
menolong atau membantu dirinya sendiri.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dasar sehari-hari (ADL)
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dasar sehari-hari antara lain : umur
dan status perkembangan, budaya, kesehatan fisiologis, fungsi kognitif, fungsi
psikososial, tingkat stress, dan ritme biologi (ritme serkadian) ( Morton, 1991).
d. Komponen aktivitas dasar sehari-hari (ADL)
Menurut Morton, 1991 :

Ada lima komponen yaitu ; kebersihan diri, tanggung jawab keluarga, bekerja,
rekreasi dan sosialisasi.
Menurut Sidney Katz :
Ada enam komponen yaitu : mandi, berpakaian, toileting, berpindah, BAB dan
BAK, serta makan.
3. Skala Barthel
a. Definisi
Adalah suatu alat untuk mengukur kemandirian individu dan mobilitas (fungsi
fisik) seseorang terhadap aktivitas dasar sehari-hari. Alat ini dirumuskan oleh
Mahoney FI dan Barthel D. Skala Barthel terdiri dari 10 subskala yaitu : transfer,
mobilisasi, toileting, membersihkan diri, mengontrol BAB, mengontrol BAK,
mandi, berpakaian, makan, dan naik turun tangga (Mahoney&Barthel, 1965).
b. Tujuan
Skala Barthel digunakan untuk memudahkan dalam melakukan pengkajian dan
menetapkan derajat kemandirian terhadap Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADL)
seseorang.

c. Penggunaan
1). Dapat digunakan sebagai catatan mengenai keadaan pasien (mengidentifikasi),
bukan untuk menginstruksikan apa yang harus dilakukan klien.
2). Pasien yang membutuhkan bantuan / asisten menandakan bahwa pasien
tersebut tidak mandiri.

3). Keadaan pasien yang sebenarnya perlu dikaji dengan seksama berdasarkan
bukti yang kuat seperti : bertanya pada pasien, berkomunikasi, pengkajian
fisik / mengobservasi pasien secara langsung.
4). Kondisi pasien selama 24-48 jam pertama penting untuk dipantau, begitu juga
pemantauan untuk waktu-waktu selanjutnya.
5). Intervensi berfokus untuk memandirikan pasien.
6). Penilaian skala Barthel nilainya berkisar antara 0 sampai 100, semakin
rendah nilai skala Barthel berarti semakin rendah pula tingkat kemandirian
pasien (Mahoney&Barthel, 1965).
d. Komponen Skala Barthel
1). Transfer (tidur-duduk)
,

15 = Pasien dapat melakukan kegiatan di bawah ini tanpa bantuan, seperti :


a.

berbaring di tempat tidur

b. bangkit dari tempat tidur


c.

duduk di tempat tidur

d. turun dan naik dari dan ke tempat tidur


10 = Pasien dapat melakukan kegiatan a, b, c tanpa bantuan dan d dengan
bantuan.
5 = Pasien dapat melakukan kegiatan a, b, c dan d dengan bantuan.
0 = Pasien tidak dapat melakukan kegiatan di atas meski dengan bantuan.
2). Mobilisasi
15 = Pasien dapat mengambil posisi berdiri, kemudian jalan paling sedikit 50
m, tanpa bantuan.

10 = Pasien dapat mengambil posisi berdiri kemudian jalan paling sedikit 50


m, dengan menggunakan alat bantu : kruk atau tongkat.
5

= Pasien dapat melakukan kegiatan di atas dengan bantuan.

= Pasien tidak dapat melakukan kegiatan di atas meskipun dengan


bantuan.

3). Toileting (ke/ dari WC, menyiram, menyeka)


10 = Pasien dapat melakukan kegiatan di bawah ini tanpa bantuan, seperti :
melepas dan mengenakan kembali pakaian bawahnya, menggantung
pakaian pada tempatnya, jongkok di kloset, mengguyur kotorannya,
berdiri kembali.
5

= Pasien membutuhkan bantuan dalam menjalankan beberapa atau semua


kegiatan di atas.

= Pasien tidak dapat melakukan kegiatan di atas meskipun dengan


bantuan.

4). Membersihkan diri (lap muka, sisir, gosok gigi)


5 = Pasien dapat melakukan kegiatan di bawah ini tanpa bantuan, seperti :
mencuci tangan dan muka, menyisir rambut, menyikat gigi, mencukur
kumis (laki-laki), menggunakan make-up (wanita).
0 = Pasien tidak dapat melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan.
5). Mengontrol BAB
10 = Pasien ttidak pernah tidak dapat menahan BAB
5

= Kadang-kadang pasien tidak dapat menahan BAB

0 = Pasien tidak dapat menahan BAB

6). Mengontrol BAK


10 = Pasien tidak pernah tidak dapat menahan BAK
5

= Kadang-kadang pasien tidak dapat menahan BAK

0 = Pasien tidak dapat menahan BAK (kateter)


7). Mandi
5 = Pasien dapat melakukan kegiatan di bawah ini tanpa bantuan, seperti :
mengambil air dengan gayung, menyiramkan air ke seluruh tubuh,
menyabun seluruh tubuh.
0

= Pasien tidak dapat melakukan beberapa atau semua kegiatan di atas tanpa
bantuan.

8). Berpakaian
10 = Pasien dapat melakukan kegiatan seperti di bawah ini tanpa bantuan (
memakai baju, mangancing dan membuka baju, melepas baju, memakai
sepatu/sandal ).
5 = Pasien membutuhkan bantuan dalam mengerjakan kegiatan di atas.
0 =

Pasien tidak dapat menjalankan kegiatan di atas meskipun dengan


bantuan.

9). Makan
10 = Pasien dapat melakukan kegiatan di bawah ini tanpa bantuan,
a. menyuap makanan, jika ditaruh dalam jangkauannya
b. mengambil sendok atau garpu bila diperlukan
c. mengunyah dan menelan makanan

= Pasien dapat melakukan a, b dengan bantuan dan c tanpa bantuan

= Pasien dapat melakukan kegiatan a, b, c dengan bantuan

10). Naik turun tangga


10 = Pasien dapat naik dan turun tangga tanpa bantuan
5

= Pasien dapat naik dan turun tangga dengan bantuan

=Pasien tidak dapat naik dan turun tangga meskipun dengan bantuan

4. Dekubitus
a. Definisi
Dekubitus adalah area jaringan nekrosis yang muncul ketika jaringan lunak
tertekan antara tulang yang menonjol dan permukaan eksternal (tempat berbaring
dalam waktu lama) (Potter&Perry, 1993).
b. Tanda-Tanda Dekubitus
1). Adanya erithema, pembengkakan pada kulit dimana fase ini masih bersifat
reversibel jika tekanan cepat dihindari. Lepuh merupakan tanda adanya
kematian kulit superfisial.
2). Ulkus, adanya lapisan kulit yang nekrose jika dibiarkan akan sampai ke
jaringan lemak, otot, fasia, membran sinovia.
3). Bila dekubitus berlangsung lama maka dapat terjadi artritis septic.
c. Faktor Risiko Dekubitus
1). Imobility

Adalah keterbatasan kemampuan untuk menggerakkan keseluruhan tubuh /


sebagian tubuh (Barbara Engram, 1990).
2). Inactivity
Berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk aktivitas secara mandiri.
Kondisi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas, seperti: lansia, pasien
dengan penyakit kronis gangguan pernafasan, penyakit jantung, neuromuskular
akan meningkatkan risiko terjadi dekubitus.

3). Inkontinensia
Inkontinensia fecal maupun urin menyebabkan kondisi yang lembab pada kulit
sehingga meningkatkan risiko terjadi pengikisan kulit yang jika dibiarkan bisa terjadi
ulkus. Pada pasien inkontinensia dapat diberikan salep seperti vaseline atau zinc
oxide yang bertujuan untuk mengurangi kelembaban yang berlebihan dan
melindungi dari toksin.
4). Malnutrisi / inadekuat nutrisi
Umumnya malnutri dapat mengakibatkan penurunan berat badan, atropi otot,
kehilangan bantalan lemak di kulit. Hal inilah yang meningkatkan risiko terjadi
dekubitus. Nutrisi yang ikut berperan seperti : protein, karbohidrat, keseimbangan
cairan elektrolit dan vitamin C.
5). Penurunan sensasi sensori dan status mental
Adanya paralisis/gangguan neurologik menyebabkan terjadi penurunan sensasi sensori
di area tubuh sehingga seseorang menjadi tidak peka terhadap sensasi panas dingin,
nyeri, dan tekanan.

6). Usia
Dengan bertambah usia maka bertambah pula risiko gangguan integritas kulit karena
adanya perubahan seperti: penipisan epidermis, penurunan elastisitas kulit, dan
penurunan vaskularisasi.
7). Faktor lain
Adanya peningkatan suhu tubuh, kesalahan posisi tubuh, injeksi di tempat yang sama
(Olivieri, 1995).

d. Derajat Dekubitus
1). Derajat I
Timbul area kemerahan, ada reaksi radang akut meliputi semua jaringan lunak, batas
tidak tegas, ulkus terbatas pada epidermis.
2). Derajat II
Kulit lepuh dan rusak, ulkus meliputi semua lapisan kulit, meluas sampai ke jaringan
lemak.
3). Derajat III
Kerusakan kulit mencapai jaringan subkutan, ulkus terinfeksi, nekrose dan
purulen berbau busuk, terbatas pada fasia.
4). Derajat IV
Ulkus mencapai jaringan lemak bawah kulit, otot, periosteum dan sendi ikut terkena,
sering disertai febris, dehidrasi dan anemia.
e. Lokasi Yang Sering Terkena Dekubitus

Derah sakrum paling sering terkena, ischial tuberositas tronchanter. Jika dalam
posisi supine yang terkena daerah occiput, skapula, sakrum, dan tumit. Pada
posisi miring yang terkena daerah daun telinga, siku, pangkal paha, pergelangan
kaki, bagian atas jari-jari kaki.
f. Pencegahan Terhadap Dekubitus
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan :
1). Menggunakan skala skoring yang bisa diandalkan untuk mengenali pasien
yang beresiko.
2). Perawat mampu membedakan pasien menjadi kelompok beresiko dan
kelompok dengan resiko parsial. Kelompok beresiko memerlukan perubahan
posisi setiap dua jam sekali sedangkan kelompok resiko parsial memerlukan
perubahan posisi setiap empat jam sekali.
3). Mengawasi pasien dan bertanggungjawab terhadap kebutuhan pasien seperti:
masukan diet.
4). Mengusahakan tersedianya peralatan yang akan membantu menjaga keutuhan
kulit pasien.
5). Mengurangi tekanan dan gaya yang menimbulkan regangan / tarikan kulit.
6). Mengajarkan pada pasien yang sudah mampu untuk mengenali saat dan cara
mengurangi tekanan.
7). Mengenali tanda-tanda munculnya luka dekubitus.
8). Menerapkan prinsip membantu pasien mencegah dekubitus dalam pro
ses pada konteks keperawatan (Roper, 1996).
5. Skala Braden

a. Pengertian
Skala Braden (Braden scale) adalah suatu instrumen yang digunakan untuk
menilai resiko terhadap terjadinya dekubitus pada seorang individu (Bergstrom,
1998).
b. Tujuan
Untuk memudahkan perawat dalam mengidentifikasi resiko terhadap dekubitus
pada pasien sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih dini. Dengan
mengetahui tingkat resiko terjadinya dekubitus akan

membantu dalam

merencanakan intervensi yang tepat bagi pasien sesuai outcome yang diharapkan.
Pengkajian dan intervensi yang dilakukan secara konsisten sesuai prosedur juga
dapat menurunkan insidensi terjadinya dekubitus (Elizabeth, 1999).
c. Penggunaan Skala Braden
Alat ini dapat digunakan oleh perawat maupun pemberi pelayanan kesehatan
untuk mengidentifikasi resiko dekubitus pada pasien. Faktor primer yang sering
berkaitan dengan dekubitus adalah imobilisasi, keterbatasan aktivitas, dan pasien
yang dirawat dalam jangka waktu lama. Identifikasi pada pasien sangat penting
untuk mencegah terjadinya dekubitus. Selain digunakan di klinik, alat ini dapat
dipakai untuk individu yang dirawat di rumah (home care).
Skala Braden terdiri dari enam (6) subskala yaitu: persepsi sensori,
kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, dan gesekan. Setiap subskala
mempunyai rentang nilai antara 1-3 atau 4, dan total nilai antara 6-23. Semakin
rendah nilai skala braden berarti semakin tinggi resiko terhadap dekubitus.
d. Komponen Skala Braden

1). Persepsi sensori


Persepsi sensori adalah kemampuan untuk merespon adanya penekanan yang
berhubungan dengan ketidaknyamanan, terdiri dari :
Keterbatasan total = 1
Tidak responsif terhadap stimulus nyeri berhubungan dengan keterbatasan tingkat
kesadaran atau kemampuan yang terbatas untuk merasakan nyeri pada sebagian besar
permukaan tubuh.
Sangat terbatas = 2
Hanya berespon terhadap stimulus nyeri, tidak dapat mengkomunikasikan
ketidaknyamanan, hanya menyatakan stimulus nyeri dengan merintih/
menunjukkan tidak mampu beristirahat/ ketidaknyamanan pada separuh tubuh.
Agak terbatas = 3
Berespon terhadap perintah secara verbal tetapi tidak selalu dapat
mengkomunikasikan ketidaknyamanan / kebutuhan untuk berubah posisi.
Ketidaknyamanan pada satu atau dua ekstrimitas.
Tidak ada kelemahan = 4
Berespon terhadap perintah verbal, tidak memiliki penurunan sensori yang
akan membatasi kemampuan untuk merasakan atau mengeluh nyeri atau
ketidaknyamanan.
2). Kelembaban
Kelembaban pada kulit meningkatkan resiko terjadi dekubitus, kelembaban
menurunkan ketahanan kulit terhadap faktor fisik lain seperti penekanan.
Kelembaban terdiri dari :

Kelembaban konstan = 1
Kulit selalu lembab secara konstan oleh keringat, urin, dan lain-lain. Kelembaban kulit
dapat dideteksi setiap kali pasien bergerak/ pindah.
Sangat lembab = 2
Kulit sering lembab tapi tidak selalu lembab, linen harus diganti paling tidak sekali
dalam shift.
Kadang-kadang lembab = 3
Kulit kadang-kadang lembab, membutuhkan pergantian linen kira-kira sekali dalam
sehari.
Jarang lembab = 4
Kulit biasanya kering, membutuhkan pergantian linen hanya pada waktu-waktu
tertentu.
3). Aktivitas
Aktivitas dalam hal ini adalah tingkat aktivitas fisik baik di tempat tidur, kursi,
mampu berjalan-jalan. Aktivitas pasien terdiri dari :
Aktivitas pasien di tempat tidur = 1
Kursi = 2
Kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau tidak ada, tidak bisa menahan berat
badan dan harus dibantu ke kursi atau kursi roda.
Kadang-kadang berjalan = 3
Kadang-kadang berjalan tetapi untuk jarak yang sangat dekat dengan atau tanpa
bantuan. Menghabiskan sebagian waktu di tempat tidur/ kursi.
Sering berjalan = 4

Berjalan keluar ruangan sedikitnya dua kali dan berada dalam ruangan sedikitnya
sekali tiap dua jam.
4). Mobilitas
adalah kemampuan untuk mengontrol dan mengubah posisi tubuh.
Imobilitas total = 1
Tidak dapat merubah posisi tubuh / posisi ekstrimitas sedikitpun tanpa bantuan.
Sangat terbatas = 2
Kadang-kadang dapat merubah posisi tubuh atau ekstrimitas tetapi tidak dapat
melakukan gerakan yang signifikan / sering secara mandiri.
Agak terbatas = 3
Sering melakukan walaupun sedikit dengan mengubah posisi tubuh secara
mandiri.
Tidak ada keterbatasan = 4
Mampu mengubah posisi tubuh tanpa bantuan.
5). Nutrisi
Status nutrisi kurang dapat menyebabkan hipoalbuminemia, dapat juga berhubungan
dengan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Sangat kurang = 1
Tidak pernah menghabiskan makanan, jarang makan lebih dari 1/3 makanan
yang disediakan. Makan hanya dua kali perhari (kurang protein/daging/susu)
tiap hari. Sangat kekurangan cairan, tidak minum suplemen cairan / NPO
(nothing per oral) atau cairan intravena lebih dari lima hari.

Tidak adekuat = 2
Jarang makan seluruh hidangan dan umumnya hanya makan setengah dari
makanan yang dihidangkan. Kadang-kadang minum suplemen/ menerima
kurang dari jumlah cairan optimum lewat nasogastrik tube atau NGT.
Adekuat = 3
Makan lebih dari separuh dari yang diberikan atau memakan seluruh hidangan,
kadang-kadang menolak makan tetapi kadang minum suplemen yang diberikan
atau lewat NGT/parenteral yang kemungkinan memenuhi sebagian besar
kebutuhan nutrisi.
Sangat baik = 4
Makan sebagian besar makanan yang biasa diberikan, selalu tidak pernah
menolak makan, kadang-kadang makan di sela jam makan, tidak membutuhkan
suplemen.
6). Gesekan
Gesekan bisa disebabkan oleh adanya pergerakan pasien yang secara terus menerus
antara kulit dengan permukaan tempat tidur/sprei sehingga menyebabkan kerusakan
kulit yang dapat menimbulkan sensasi nyeri pada pasien.
Masalah = 1
Membutuhkan bantuan dari sedang sampai maksimal untuk bergerak. Tidak
dapat mengangkat dengan sempurna tanpa menggeser sprei, sering meluncur di
tempat tidur/ kursi dan sering membutuhkan perbaikan posisi dengan bantuan
secara maksimal untuk perubahan posisi seperti semula.
Masalah potensial = 2

Bergerak lemah atau membutuhkan bantuan minimal dapat mempertahankan


posisi yang baik di kursi atau tempat tidur pada waktu yang lama tetapi kadang
dapat menggelincir.
Tidak ada masalah = 3
Bergerak di tempat tidur/ kursi secara mandiri dan mempunyai kekuatan otot
yang baik untuk mengangkat dengan sempurna selama bergerak. Memelihara
posisi yang baik di tempat tidur / kursi (Bergstrom, 1988).

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimen korelasional, dengan
menggunakan pendekatan cross sectional untuk mengetahui hubungan antara Skala
Barthel untuk mengukur tingkat kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur
risiko dekubitus pada pasien stroke di RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
B. Subjek Penelitian
1. Populasi
Semua pasien stroke yang dirawat inap di RS Dr. Sardjito Yogyakarta selama
penelitian berlangsung.
2. Sampel
Sampel yang diambil adalah semua pasien stroke yang dirawat inap di Unit Stroke
RS Dr.Sardjito Yogyakarta, dengan memenuhi syarat sebagai berikut :
Kriteria Inklusi :
a. Pasien stroke yang tidak mengalami dekubitus pada waktu pengambilan
data.
b.

Pasien dirawat inap minimal > 2 hari perawatan.


C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama satu bulan mulai tanggal 8 November 2004 sampai 8
Desember 2004 di Unit Stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
D. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah :
1. Variabel Bebas : Skala Barthel.

2. Variabel Terikat : Skala Braden.

E. Definisi Operasional
1. Pasien Stroke
Adalah pasien yang didiagnosa medis terkena stroke yang dirawat inap di unit
stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta, minimal telah dirawat inap lebih dari 2 hari
dan tidak mengalami dekubitus pada waktu pengambilan data.
2. Skala Barthel (Barthel Index)
Adalah suatu alat untuk mengukur derajat kemandirian pasien terhadap aktivitas
dasar sehari-hari. Ada 10 item skala Barthel yang dinilai yaitu transfer, mobilisasi,
toileting, membersihkan diri, mengontrol BAB, mengontrol BAK, mandi,
berpakaian, makan dan naik turun tangga. Skala Barthel mempunyai rentang skor
0-100, semakin tinggi nilai skala Barthel maka semakin rendah tingkat
ketergantungan ADLnya.
3. Skala Braden (Braden Scale)
Adalah suatu alat / instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko
dekubitus pada pasien stroke. Ada 6 item skala Braden yang dinilai yaitu persepsi
sensori, kelembaban, aktivitas fisik, mobilitas, nutrisi dan gesekan. Skala Braden
mempunyai rentang skore 023, semakin tinggi nilai skala Braden maka semakin
rendah risiko terhadap dekubitus.
F. Instrumen Penelitian
1. Skala Barthel (Barthel Index)
Skala Barthel disusun kembali oleh Mahoney FI dan Barthel D. Alat ukur ini
telah beberapa kali diuji coba dan hasilnya telah terbukti valid dan reliabel.
Penelitiannya antara lain oleh Shah S (Occupational Therapy, University of

Queeensland, St Lucia, Australia), penelitian ini dilakukan pada 258 pasien stroke
dan hasilnya menunjukkan nilai reliabilitas sebesar 0,90 yang berarti bahwa alat
ini dapat dipercaya.
Skala Barthel digunakan untuk mengukur tingkat kemandirian terhadap ADL
seseorang. Skala Barthel mempunyai rentang skor 0-100, yang terdiri dari 10
subskala yaitu : transfer, mobilisasi, toileting, membersihkan diri, mengontrol
BAB, mengontrol BAK, mandi, berpakaian, makan, dan naik turun tangga.
Kemudian hasilnya dikategorikan sebagai berikut :
1. Ketergantungan total : skor 0-20
2. Ketergantungan berat : skor 25-40
3. Ketergantungan sedang : skor 45-55
4. Ketergantungan ringan : skor 60-95
5. Mandiri / tanpa bantuan : skor 100
2. Skala Braden (Braden Scale)
Skala Braden disusun oleh Nancy Bergstrom dan Barbara Braden. Alat ini
telah diujicobakan dan hasilnya telah dinyatakan valid dan reliabel. Ada penelitian
yang menyebutkan bahwa nilai reliabilitasnya yaitu antara :
0,83-0,99, berarti bahwa instrument tersebut dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.
Skala Braden digunakan untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien. Skala
Braden terdiri dari 6 subskala yaitu : persepsi sensori, kelembaban kulit, aktivitas
fisik, mobilitas, nutrisi, gesekan, dengan rentang skor antara 6-23. Kemudian
hasilnya diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Risiko sangat tinggi

: skor 6-10

2. Risiko tinggi

: skor 11-15

3. Risiko sedang

: skor 16-19

4. Risiko rendah

: skor 20-23
G. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yaitu peneliti dibantu oleh satu orang perawat observer
sehingga peneliti perlu memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai penilaian
Skala Barthel dan Skala Braden. Perawat observer melakukan observasi pada pasien
stroke yang dirawat inap di unit stroke RS Dr. Sardjito untuk menentukan sampel
yang diambil. Kemudian dilakukan penilaian Skala Barthel dan Skala Braden pada
pasien stroke yang tidak mengalami dekubitus. Penilaian ini dilakukan dua kali yaitu
pada hari ketiga pasien dirawat inap dan sewaktu pasien akan pulang. Hasil
pengukuran yang kedua (sewaktu pasien akan pulang) diharapkan berbeda dengan
hasil pengukuran pertama (hari ketiga rawat inap) sehingga didapat dua hasil
pengukuran pada setiap pasien, namun apabila hasil pengukuran kedua sama dengan
hasil pengukuran pertama maka hanya dianggap satu hasil pengukuran saja. Perawat
observer tinggal memberi tanda check pada pilihan jawaban yang telah tersedia pada
format atau blangko pengamatan. Data yang dikumpulkan berupa data primer baik
dari nilai Barthel maupun nilai Braden.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah data terkumpul dengan langkah sebagai berikut :
melakukan pengecekan kembali data-data yang diperoleh, kelengkapan data-data dan
isian data, kemudian tabulasi data nilai Skala Barthel untuk mengukur tingkat

kemandirian dan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus. Selanjutnya untuk
mengetahui hubungan antara Skala Barthel dengan Skala Braden dilakukan dengan
menggunakan statistik korelasi, yang dikenal dengan

Korelasi Product-moment

Pearson.
Korelasi Product-moment digunakan untuk menentukan hubungan antara dua
gejala interval (Arikunto, 2002).
Rumus yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien korelasi adalah :

NXY (X) (Y)

rxy =
{NX2 (X)2} {NY2 (Y)2}

Setelah diperoleh nilai r, lalu dikonsultasikan ke tabel r- product moment atau


menggunakan cara lain yaitu dengan interpretasi terhadap koefisien korelasi (r).

Interpretasi nilai r tersebut adalah sebagai berikut :


0,01 0,39 : Korelasi lemah
0,4 0, 69 : Korelasi sedang
0,7 0,9

: Korelasi kuat

0,9 1

: Korelasi sangat kuat

Setelah diketahui hubungan antara kedua variabel tersebut, kemudian


dilanjutkan dengan analisis Regresi, regresi digunakan dalam analisis statistik
dalam mengembangkan suatu persamaan untuk meramalkan sesuatu variabel dari
variabel kedua yang telah diketahui.

Dalam analisis regresi, ada beberapa hal yang harus dicari yaitu :
1. Grafik regresi, termasuk garis regresi yaitu garis yang menyatakan hubungan
antara kedua variabel.
2. Persamaan regresi.
I.

Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, peneliti melakukan kegiatan pengajuan judul, persetujuan
judul, studi pendahuluan ke RS Dr. Sardjito, menyusun proposal, mengurus
perijinan dari fakultas dan RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama satu (1) bulan yaitu mulai tanggal 8
November 2004 8 Desember 2004 di Unit Stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta.
Pengumpulan data dilakukan oleh satu orang perawat observer, yang sebelumnya
telah diberi penjelasan oleh peneliti mengenai cara pengukuran Skala Barthel dan
Skala Braden. Skala Barthel digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan
ADL pasien dan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus pasien. Setiap
pasien stroke yang sesuai kriteria inklusi dilakukan pengukuran Skala Barthel dan
Skala Braden sebanyak dua (2) kali yaitu pada hari ketiga rawat inap dan sewaktu
pasien akan pulang. Hasil pengukuran kedua (sewaktu pasien akan pulang)
diharapkan berbeda dengan hasil pengukuran pertama (hari ketiga rawat inap)
sehingga didapatkan dua hasil pengukuran pada setiap pasien. Namun apabila
hasil pengukuran kedua ternyata sama dengan hasil pengukuran pertama maka

hanya dianggap satu hasil pengukuran saja. Pada penelitian ini didapatkan empat
puluh empat (44) hasil pengukuran Skala Barthel dan Skala Braden.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh diedit, dianalisis dengan menggunakan statistik korelasi
dan analisis regresi, kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
J. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah subjek penelitian yang diambil hanya pasien
stroke yang dirawat inap di Unit Stroke RS Dr. Sardjito saja yang sebagian besar
pasien stroke fase akut sehingga data hasil pengukuran kurang bervariasi, namun
untuk mengatasi hal tersebut diatas peneliti melakukan pengukuran sebanyak dua
kali pada pasien, Hasil pengukuran yang kedua diharapkan akan berbeda dengan
hasil pengukuran pertama sehingga akan didapatkan data hasil pengukuran yang
lebih bervariasi.

C. BAB IV
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Unit Stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta selama satu bulan
yaitu mulai tanggal 8 November 2004 sampai 8 Desember 2004.
1. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, dan jenis
stroke.

E.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


Variabel

Frekuensi

Usia (tahun)
* <45 tahun

7,4%

* 45-59 tahun

15

55,6%

* 60-74 tahun

29,6%

* >75 tahun

7,4%

* Laki-laki

15

55,6%

* Perempuan

12

44,4%

* Hemorragic

12

44,4%

* Infark

15

55,6%

Jenis Kelamin

Jenis Stroke

(non hemorragic)

Pada tabel 1. Menunjukkan bahwa kebanyakan responden berusia antara 45-59


tahun sebanyak 15 orang (55,6%). Berdasarkan karakteristik responden ini, dapat

diketahui bahwa penyakit stroke banyak diderita oleh usia di atas 45 tahun, hal ini
didukung oleh pernyataan Meiwanto (2003) yang mengatakan bahwa risiko terkena
stroke bertambah seiring bertambahnya usia, khususnya usia diatas 60 tahun.
Menurut Luckmann&Sorensens (1993) mengatakan bahwa usia juga merupakan
faktor risiko terjadinya stroke, insidensi kejadian stroke meningkat seiring
bertambahnya usia seseorang. Umumnya stroke diderita oleh orang tua karena
adanya proses penuaan yang menyebabkan pembuluh darah mengeras, menyempit
dan adanya lemak yang menyumbat pembuluh darah (atherosclerosis).
Sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 orang (55,6%).
Menurut Meiwanto (2003) yang mengatakan bahwa resiko terkena stroke pada pria
lebih tinggi daripada wanita sampai usia 55 tahun, setelah usia 55 tahun wanita
mempunyai tingkat resiko yang sama dengan pria. Hal ini sama dengan hasil
penelitian diatas, dari 27 responden sebagian besar responden yang menderita stroke
adalah laki-laki sebanyak 15 orang (55,6%), sedangkan wanita ada 12 orang
(44,4%).
Jenis stroke yang dialami responden kebanyakan termasuk stroke infark (non
hemorragic stroke) sebanyak 15 orang (55,6%). sedangkan jenis hemorragic stroke
44,4% (12 orang). Diketahui bahwa kasus non hemorragic stroke mencapai 80%
dari seluruh kasus stroke. Menurut American Heart Association (1993) mengatakan
bahwa insidensi untuk kasus non hemmoragic stroke paling banyak disebabkan
karena adanya trombosis (arteri yang mensuplai darah ke otak terblok) sehingga
terjadi penurunan aliran darah. Sedangkan untuk jenis hemorragic stroke kira-kira
20% dari seluruh kasus stroke (LeMone&Burke, 1996).

2. Pengukuran Skala Barthel


Skala Barthel digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan terhadap
aktivitas dasar sehari-hari (ADL) pasien. Skala Barthel terdiri dari sepuluh item.
Tingkat ketergantungan terhadap ADL dikategorikan menjadi ketergantungan total
dengan skors 0-20, berat skors 25-40, sedang skors 45-55, ringan skors 60-95, dan
mandiri / tanpa bantuan skors 100.
Setiap pasien stroke diukur nilai Barthelnya sebanyak dua kali (hari ketiga rawat
inap dan sewaktu akan pulang), jika hasil pengukuran yang kedua sama dengan hasil
yang pertama maka hanya dianggap sebagai satu hasil pengukuran saja. Jumlah
pengukuran Skala Barthel yang didapatkan sebanyak 54 pengukuran, yang memenuhi
kriteria penelitian sebanyak 44 pengukuran dan yang dikeluarkan ada 10 pengukuran
yaitu yang hasil pengukuran kedua ternyata sama dengan hasil yang pertama.

F.
No
1.
2.
3.
4.
5.

Tabel 2. Pengukuran dengan Skala Barthel


Rentang Nilai Barthel
0 20
25 40
45 55
60 95
100

N
24
4
2
9
5
44

Kategori
Ketergantungan total
Ketergantungan berat
Ketergantungan sedang
Ketergantungan ringan
Mandiri/tanpa bantuan

Berdasarkan tabel 2. Di atas didapatkan hasil bahwa sebagian besar hasil


pengukuran nilai Barthel ada dalam rentang nilai 0-20 dan termasuk dalam tingkat
ketergantungan total terhadap ADL ; ada 2 pengukuran yang termasuk dalam kategori
ketergantungan sedang sedangkan yang mandiri ada 5 pengukuran. Hal ini sama
dengan hasil penelitian Indayani (2000) yang mengatakan bahwa pada penderita

stroke fase akut cenderung mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
pemenuhan aktivitas dasar sehari-hari (ADL) sehingga perlu perawatan yang
profesional dan intensif. Selain itu gangguan yang muncul pada pasien stroke seperti;
kelumpuhan, kesulitan bicara, gangguan kognitif juga dapat menimbulkan
ketergantungan ADL pada pasien.
3. Pengukuran Skala Braden
Skala Braden (Braden Scale) digunakan untuk mengukur risiko dekubitus. Rentang
nilai Braden antara 6 23 dan dikategorikan menjadi risiko sangat tinggi skors 6-10,
tinggi skors 11-15, sedang skors 16-19, dan rendah skors 20- 23.
Pada pasien stroke diukur nilai Bradennya sebanyak dua kali yaitu hari ketiga rawat
inap dan sewaktu pasien akan pulang, jika hasil pengukuran nilai Braden yang kedua
sama dengan hasil pengukuran yang pertama maka hanya dianggap sebagai satu hasil
pengukuran saja. Jumlah pengukuran Braden ada 54 pengukuran, yang sesuai kriteria
penelitian sebanyak 44 pengukuran dan yang keluar ada 10 pengukuran karena hasil
yang kedua sama dengan hasil yang pertama.

G.
No

Tabel 3. Pengukuran dengan Skala Braden


Rentang Nilai Braden

Kategori

1.

6 10

18

Risiko sangat tinggi

2.

11 15

Risiko tinggi

3.

16 19

Risiko sedang

4.

20 23

11

Risiko rendah

44
Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 3. diatas menunjukkan bahwa


kebanyakan hasil pengukuran pada responden ada dalam rentang
nilai Braden 6-10 dan termasuk kategori risiko dekubitus sangat
tinggi. Dan yang masuk dalam rentang nilai Braden 16-19 (risiko
dekubitus sedang) sebanyak 6 pengukuran.
Hal tersebut karena sebagian besar pasien yang dirawat di Unit Stroke adalah
pasien stroke fase akut yang dikirim dari Unit Gawat Darurat, pasien membutuhkan
perawatan intensif dan minimal ditirah baringkan selama 2 (dua) hari. Menurut
Setiati (2000), pada pasien stroke terutama fase akut umumnya mengalami
ketidakmampuan bergerak atau gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik
ini yang meningkatkan risiko pasien terhadap dekubitus, seperti yang dikemukakan
oleh Olivieri (1995) bahwa gangguan mobilitas fisik

merupakan faktor risiko

terjadinya dekubitus. Hasil penelitian dari Khoiriyati (2002) juga menjelaskan bahwa
diagnosa medis yang dominan beresiko dekubitus adalah stroke.
4.

Distribusi Tingkat Ketergantungan ADL berdasarkan Risiko Dekubitus

Tabel 4. Distribusi frekuensi tingkat ketergantungan ADL berdasarkan risiko


dekubitus.

Rsk. Dekubitus

Sangat tinggi Tinggi Sedang


(6 10)
(1115) (16-19)

Rendah
(20-23)

Ketergantungan
ADL
Total (0-20)
Berat (25-40)
Sedang (45-55)
Ringan (60-95)
Mandiri (100)

18
0
0

6
3
0
0

0
1
2
0

0
0
0
3

24
4
2
6
5

18

11

44

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden


stroke

dengan

risiko

dekubitus

sangat

tinggi

mempunyai

tingkat

ketergantungan total terhadap ADL (18 pengukuran) ; ada 6 pengukuran


yang juga menunjukkan bahwa responden dengan risiko dekubitus tinggi juga
mempunyai

tingkat

ketergantungan

total

terhadap

ADL.

Sebagian

pengukuran dengan resiko dekubitus rendah ternyata juga mempunyai tingkat


ketergantungan yang rendah pula atau bahkan mandiri / tanpa bantuan
sebanyak 11 pengukuran. Data diatas menunjukkan kecenderungan yang
sama antara keduanya artinya bahwa semakin rendah risiko dekubitus
seseorang maka semakin rendah pula tingkat ketergantungan terhadap ADL.
Hal tersebut bisa disebabkan karena beberapa kondisi pasien seperti : pasien harus
ditirahbaringkan total (bedrest) minimal dua hari, kelemahan dan penurunan fungsi
vital tubuh sehingga pasien membutuhkan bantuan / pertolongan orang lain terutama
dalam memenuhi kebutuhan ADLnya. Kondisi pasien yang serba tergantung dan
lama perawatan pasien stroke juga mengakibatkan meningkatnya risiko terjadi
dekubitus. Dari penjelasan di atas, menunjukkan ada kecenderungan bahwa semakin
meningkat tingkat ketergantungan pasien maka semakin besar risiko pasien terkena
dekubitus.
5.

Tabel 5. Distribusi jenis stroke berdasarkan tingkat ketergantungan ADL dan risiko
dekubitus.
No

Jns Stroke

1.

Hemorragic

Tingkat ket.
ADL
Total
Berat

N
11
2

Risiko
dekubitus
Sangat tinggi
Tinggi

N
9
4

2.

Infark

Sedang
Ringan
Mandiri

0
4
2

Sedang
Rendah

1
5

Total
Berat
Sedang
Ringan
Mandiri

13
2
2
5
3
44

Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah

8
6
5
6
44

Sumber : Data Primer


Pada tabel 5. terlihat bahwa kebanyakan responden dengan stroke
hemorrhagic mempunyai resiko dekubitus sangat tinggi dan tingkat
ketergantungan total terhadap ADL. Menurut LeMone&Burke (1996) yaitu
pada pasien dengan stroke hemorragic lebih berisiko cepat mengalami koma
karena adanya perdarahan di otak, keadaan ini membuat pasien menjadi
sangat tergantung dalam pemenuhan ADLnya. Selain itu pasien yang
mengalami perdarahan diharuskan untuk bedrest total minimal tiga hari
supaya perdarahan tidak bertambah parah, pasien dilarang bangun dan tidak
boleh banyak bergerak sehingga pada pasien seperti inilah yang berisiko
terjadi dekubitus.
Begitu pula responden

dengan stroke infark juga mempunyai resiko

sangat tinggi terjadinya dekubitus dan tingkat ketergantungan total terhadap


ADL, karena sebagian besar responden yang diteliti termasuk stroke fase akut
sehingga kondisi pasien cenderung masih labil dan adanya gangguan yang
muncul seperti : gangguan kesadaran, gangguan motorik, gangguan
komunikasi dan lain-lain yang membuat pasien membutuhkan perawatan

intensif. Sedangkan yang mandiri dan risiko dekubitusnya rendah hanya


sebagian kecil saja,
6.

Analisis Data
a. Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara Skala Barthel untuk mengukur tingkat
kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien
stroke dilakukan dengan menggunakan uji statistik korelasi Product Moment
(Pearson). Korelasi Product Moment digunakan untuk menentukan hubungan
antara dua gejala interval (Arikunto, 2002).
Uji Korelasi Product Moment Pearson
Tabel 6. Korelasi antara Skala Barthel dan Skala Braden
Nilai Barthel
Nilai Barthel

Nilai Braden

Nilai Braden

Korelasi Pearson

0,923 (**)

Sig. (2-tailed)

0,000

44

44

Korelasi Pearson

0,923 (**)

Sig. (2-tailed)

0,000

44

44

** Correlation is significant at the 0,01 level (2-tailed)


Korelasi antara skala Barthel dan Skala Braden dengan uji korelasi Product
Moment Pearson, pada tabel 6. didapatkan nilai r = 0,923 dengan p < 0,05 yang
berarti ada hubungan positif dan signifikan antara nilai Barthel dan nilai Braden.
Nilai r = 0,923 menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat kuat antara Skala
Barthel untuk mengukur tingkat kemandirian dan Skala Braden untuk mengukur

risiko dekubitus pada pasien stroke. Hal ini bisa juga dilihat dari adanya tanda **
pada angka korelasi, yang artinya sama yaitu angka korelasi memang signifikan.
Data dan koefisien yang diperoleh dalam sampel tersebut dapat digeneralisasikan
pada populasi dimana sampel diambil atau data tersebut mencerminkan keadaan
populasi.

b. Regresi Linear
Grafik Regresi Linear antara Skala Barthel dan Skala Braden :

Nilai Braden
30

20

10

Observed
0

Linear

-20

20

40

60

80

100

120

Nilai Barthel

Gambar grafik regresi di atas menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
nilai Barthel dengan nilai Braden. Analisis regresi digunakan untuk memprediksi /
meramalkan suatu variabel dari variabel kedua yang telah diketahui. Perhatikan
grafik regresi antara nilai Barthel dan nilai Braden yang menunjukkan hubungan

nilai Barthel dengan nilai Braden. Pada grafik tersebut terlihat bentuk garis yang
linear, dengan grafik data observasi hampir berhimpit dengan garis hasil model
regresi. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi tersebut layak untuk
memprediksi Nilai Braden. Dari grafik tersebut juga menunjukkan bahwa
semakin besar nilai Barthel maka semakin besar pula nilai Braden. Artinya
semakin mandiri seseorang maka risiko dekubitusnya semakin rendah.
Berdasarkan grafik data observasi dapat ditarik suatu garis linear yang
menghasilkan suatu rumus persamaan regresi. Persamaan regresi digunakan untuk
meramalkan nilai Braden dengan menggunakan nilai Barthel yang sudah
diketahui sebelumya.

Persamaan Regresi
Secara Umum Model Persamaan Regresi Linear adalah:
Y = a + bx
a = 7, 836933
b = 0, 166648
Jadi Persamaanya adalah:
Y = 7, 836933 + 0, 166648 X

Nilai Braden = 7, 836933 + 0, 166648 Nilai Barthel

Dibulatkan menjadi :
1
Nilai Braden =

x Nilai Barthel

+8

Dengan rumus persamaan regresi di atas dapat dihitung nilai Braden berdasarkan
nilai Barthel yang sudah diketahui. Lihat pada tabel 7. di bawah ini.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Nilai Barthel berdasarkan rumus persamaan regresi di


atas.
No.

Nilai Barthel

Nilai Braden

Risiko dekubitus

1.

0 10

6 10

Risiko sangat tinggi

2.

15 35

11 15

Risiko tinggi

3.

40 55

16 19

Risiko sedang

4.

60 100

20 23

Risiko rendah

Tabel 7. di atas merupakan hasil perhitungan nilai Barthel (sudah diketahui)


dengan menggunakan rumus persamaan regresi yang menghasilkan nilai Braden,
dimana hasil tersebut dapat dibagi menjadi empat (4) kategori risiko dekubitus.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.

Mayoritas responden (Pasien Stroke) mempunyai tingkat ketergantungan total terhadap


pemenuhan aktivitas dasar sehari-hari (ADL).

2.

Mayoritas responden (Pasien Stroke) mempunyai risiko sangat tinggi terjadi dekubitus.

3.

Hasil perhitungan dengan uji statistik Product Moment (Pearson) menunjukkan bahwa ada
hubungan atau korelasi yang sangat kuat dan signifikan antara Skala Barthel dan Skala Braden
pada pasien stroke.

4.

Hasil Regresi Linear menunjukkan bahwa semakin besar nilai Barthel maka semakin besar pula
nilai Braden ( semakin tinggi tingkat kemandirian pasien maka semakin rendah risiko terjadinya
dekubitus)

B. Saran
1.

Bagi Perawat :

Pada pasien yang perlu dilakukan dua pengukuran yaitu Skala Barthel (mengukur tingkat
kemandirian/ketergantungan ADL) dan Skala Braden (mengukur risiko dekubitus),
maka perawat dapat menggunakan satu alat ukur saja yaitu Skala Barthel dan
dengan rumus persamaan :
Nilai Braden = (0,2 x Nilai Barthel) + 8.

2.

Bagi Peneliti Lain :


a.

Meneliti tentang keefektifan

penggunaan Skala Braden dalam mengidentifikasi risiko

dekubitus
b.

Meneliti tentang perbedaan antara tingkat ketergantungan ADL pada pasien stroke
hemorragic dan stroke infark.

H. DAFTAR PUSTAKA
Agus, M.B. (1999). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Latihan Secara
Mandiri Dengan Pelaksanaan Latihan Bagi Pasien Stroke di RSUP Dr.Sardjito
Yogyakarta (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Beaqlehole, R. et al. (1997). Dasar-Dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Blocker, WP. (1992). Maintaining Functional Indepedence by Mobilizing The Aged,
Geriatrics,
Capobianco, ML and Mc Donald, DD. (1996). Factors Affecting The Predictive Validity
of The Braden Scale. Adv Wound care.
Catur Meiwanto. (2003). Stroke: Masalah dan Pencegahannya. Jakarta. Available from
URL: http//www.detikhealth.com.
De haan, R. et al. (2000). Clinicmetric Evaluation of The Barthel Index:
a measure of limitations in daily activities. Amsterdam: Academisch Medisch
Centrum.
Elizabeth, A. (1999). Predicting Pressure Ulcer Risk. Hartford Institute for Geriatrics
Nursing.
Ellis, J. et al. (1996). Modules for Basic Nursing Skills. (6th ed), Volume I. Lippincott.
Gaffar, J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.
Granger, CV. et al. (1998). Stroke Rehabilitation: Analysis of Repeated Barthel Index
Measures. Available from URL: http//www.ncbi.com.
Huddak and Gallo. (1995). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. (7th ed). Jakarta:
EGC.
Joyce, MB. et al. (1997). Medical-Surgical Nursing: Clinical Management for Continuity
of Care. Philadelphia: WB Saunders Company.
Joyce, MB. et al. (1993). Medical-Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach. (4th
ed). Philadelphia: WB Saunders Company.
LeMone, P and Burke, KM. (1996). Medical Surgical Nursing : Critical Thinking in
Client Care. Addison Wesley Nursing.
Mahoney, FI and Barthel, DW. (1965). Functional Evaluation: The Barthel Index. Md
Med State.

Morton, PG. (1991). Health Assesment in Nursing. Pennsylavania: Springhouse.


Nancy Roper. (1996). Prinsip-Prinsip Keperawatan. Yogyakarta: Yayasan Essential
Medica dan Yayasan Andi.
Olivier, K. (1995). Fundamental of Nursing: Concepts Process and Practice. (4th ed).
Menlo Park, CA: Addison-Wesley.
Olshansky, K. (1998). Pressure Ulcer Risk Assesment Scales-The Missing Link.
Pennsylavania: Springhouse.
Potter, PA and Perry, AG. (1993). Fundamental of Nursing: Concepts Process and
Practice. (9th ed). Missouri: Mosby Year Book.
Prita Handayani. (2000). Profil Intervensi Keperawatan Pada Pasien Stroke di Bangsal
Saraf RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
UGM.
Sanusi, R. (1995). Epidemiologi Modern. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara dan
Yayasan Essential Medica.
Shah, S. et al. (1984). Improving The Sensitivity of The Barthel Index for Stroke
Rehabilitation. Australia: St Lucia University of Queensland.
Siti Setiati. (2000). Imobilisasi: Masalah dan Pengelolaannya di Bidang Geriatric.
Jakarta: RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo.
Soekidjo Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sri Purwaningsih. (2002). Analisis Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring di Ruang A1,
B1, C1, D1 dan Ruang B3 Irna I RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta (skripsi).
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Steve Selvin. (1996). Statistic Analysis of Epidemiologic Data. (2nd ed). Oxford
University Press.
Sue Hinchliff. (1999). Kamus Keperawatan. (17th ed). Jakarta: EGC.
Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Susan, MT. Et al. (1998). Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis
dan Evaluasi.(5th ed). Jakarta: EGC.

Sutrisno Hadi. (1976). Metodologi Research. Jilid I (4th ed). Yogyakarta: Yayasan
Penerbitan, Fakultas Psikologi UGM.
Vaughan, JP and Morrow, RH. (1993). Panduan Epidemiologi. Bandung: Penerbit ITB.
Vitri Handayani. (2003). Tingkat Kemandirian Pasien PascaBedah Mayor Dalam
Pemenuhan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari di Irna RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta (skripsi). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
Walpole, R. (1988). Pengantar Statistika. (3th ed). Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
William, C. (1987). Statistik untuk Biologi, Farmasi, Kedokteran dan Ilmu yang
bertautan. Bandung: Penerbit ITB.

DATA
RESPO
NDEN
NAMA USIA (th)

JNS KEL

JENIS STROKE

Dlm

57

Hemorragic

Spr

42

Hemorragic

Stm

72

Infark

Umi

59

Infark

Ryt

72

Infark

Tmn

79

Infark

Sph

57

Infark

Sdd

49

Infark

Hrd

50

Hemorragic

Yhd

64

Infark

Agd

52

Sgd

63

Whd

NILAI BRADEN NILAI BARTHEL


14
21
22
23
7
13
16
21
14
17
8

10
60
60
100
5
25
25
90
20
50
0

10
23
7
19
8

10
100
5
95
0

Hemorragic

11
23
6

5
100
0

Hemorragic

46

Infark

10

Irn

40

Hemorragic

Swd

55

Hemorragic

Ktn

68

Infark

12
20
10
17
6

25
65
0
65
0

Skr

46

Infark

Brt

56

Hemorragic

6
20
6
14

0
70
0
20

Hrg

90

Infark

14
18
8
23

10
80
5
100

Tbn

58

Hemorragic

Wsn

58

Infark

Mnc

59

Infark

63

Infark

Krt

59

Hemorragic

18
23
13
22
7

45
100
5
90
0

Mrs

Pry

72

Infark

Sgy

60

Hemorragic

10

Pri

50

Hemorragic

6
15

0
40

Curve Fit
MODEL:

MOD_3.

Dependent variable.. BRADEN

Method.. LINEAR

Listwise Deletion of Missing Data


Multiple R
R Square
Adjusted R Square
Standard Error

.92783
.86086
.85819
2.36754

Analysis of Variance:
DF

Sum of Squares

Mean Square

1
52

1803.3616
291.4717

1803.3616
5.6052

321.72870

Signif F =

Regression
Residuals
F =

.0000

-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable


BARTHEL
(Constant)

SE B

Beta

Sig T

.166648
7.836933

.009291
.410126

.927826

17.937
19.109

.0000
.0000

The following new variables are being created:


Name

Label

FIT_1

Fit for BRADEN with BARTHEL from CURVEFIT, MOD_3 LINEAR

Nilai Braden
30

20

10

Observed
Linear

0
-20

Nilai Barthel

20

40

60

80

100

120

Analisis:
1.

Model Summary

Variabel Independent adalah Nilai Barthel, sedangkan variabel dependen adalah Nilai Braden. Angka
R Sq ( R Square ) atau Koefisien determinasi sebesar 0, 86086 yang menunjukkan bahwa 86, 086 %
Nilai Braden dapat dijelaskan oleh Nilai Barthel. Koefisien ini sangat tinggi dan menunjukkan eratnya
hubungan output Nilai Braden dengan Nilai Barthel. Perhatikan nilai Multiple R atau koefisien
korelasinya 0, 92383 yang apabila dibulatkan menjadi 0, 923, tentunya hasil ini sama dengan hasil
koefisien korelasi Product Moment
2. Anova
Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung adalah 321, 72870 dengan tingkat signifikansi 0, 000
yang lebih kecil dari 0, 05. Hal ini berarti model regresi bisa dipakai untuk memprediksi Nilai Braden.
3.

Persamaan Regresi

Secara Umum Model Persamaan Regresi Linear adalah:


Y = a + bx
Pada output dapat dilihat:
a = 7, 836933
b = 0, 166648
Jadi Persamaanya adalah:
Y = 7, 836933 + 0, 166648 X

Nilai Braden = 7, 836933 + 0, 166648 Nilai Barthel

4.

Grafik

Perhatikan grafik yang menunjukkan hubungan Nilai Braden dengan Nilai Barthel. Terlihat bentuk
garis yang linear, dengan grafik data observasi hampir berhimpit dengan garis hasil model regresi. Hal
ini menunjukkan model regresi layak untuk memprediksi Nilai Braden.

KATEGORI PENILAIAN
SKALA BRADEN
Nomor

Subskala

Skore

Persepsi - sensori

1
2

keterbatasan total
sangat terbatas

agak terbatas

tidak ada kelemahan

kelembaban konstan

sangat lembab

kadang-kadang lembab

jarang lembab

aktifitas di tempat tidur

di kursi

kadang-kadang berjalan

sering berjalan

imobilitas total

sangat terbatas

agak terbatas

tidak ada keterbatasan

sangat kurang

tidak adekuat

adekuat

sangat baik

masalah

masalah potensial

tidak ada masalah

Kelembaban

Aktifitas

Mobilitas

Nutrisi

Gesekan

Kemampuan

Skore Hasil
I
II

Skore
Total

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

INTISARI
Latar Belakang : Stroke merupakan penyakit degeneratif yang akut dan berat sehingga menyebabkan
kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia, stroke menjadi penyebab kematian ketiga setelah penyakit
infeksi dan jantung. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta selama satu tahun (2003) dari 90 pasien yang
meninggal sebanyak 19 pasien. Masalah yang muncul akibat stroke antara lain adalah gangguan motorik,
gangguan eliminasi, gangguan persepsi sensori, gangguan komunikasi dan gangguan kognitif. Hal di atas
menimbulkan ketergantungan pemenuhan aktivitas dasar sehari-hari (ADL) dan meningkatkan risiko
dekubitus pada pasien. Oleh sebab untuk mengidentifikasi tingkat ketergantungan ADL dapat digunakan
Skala Barthel dan identifikasi risiko dekubitus dapat digunakan skala Braden.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Skala Barthel untuk
mengukur kemandirian dengan Skala Braden untuk mengukur risiko dekubitus pada pasien stroke.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen korelasional, dengan pendekatan
cross sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien stroke yang dirawat inap di Unit Stroke RS Dr. Sardjito
Yogyakarta, selama 1 bulan mulai tanggal 8 November 2004 sampai 8 Desember 2004. Dilakukan
pengukuran Skala Barthel dan Skala Braden, pengukuran dilakukan dua kali yaitu hari ketiga rawat inap
dan sewaktu pasien akan pulang, dan didapatkan 44 pengukuran. Analisa data menggunakan uji korelasi
Product Moment (Pearson) dan Regresi Linear.
Hasil : Pasien stroke kebanyakan mempunyai tingkat ketergantungan total terhadap pemenuhan ADL dan
berisiko sangat tinggi terjadi dekubitus. Hasil uji korelasi dengan Product Moment Pearson diperoleh
nilai r = 0,923 dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat kuat
antara Skala Barthel dengan Skala Braden pada pasien stroke. Semakin besar nilai Barthel maka semakin
besar pula nilai Braden.
Kesimpulan : Semakin besar nilai Barthel, semakin besar nilai Braden (semakin tinggi kemandirian pasien
maka semakin rendah risiko terjadi dekubitus).

Kata Kunci : Stroke, Skala Barthel, Kemandirian, Skala Braden, Dekubitus.

ASSOSIATION BETWEEN BARTHEL INDEX TO MEASURE INDEPENDENCE WITH BRADEN


SCALE TO MEASURE DECUBITUS RISK OF PATIENT WITH STROKE IN DR SARDJITO
HOSPITAL, YOGYAKARTA
Dita Witisnasari1, Khudazi Aulawi, S.Kp2, Christantie Effendy, S.Kp3
1 Student of Study Program of Nursing Science, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University
2 Lecture of Study Program of Nursing Science, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University
3 Lecture of Study Program of Nursing Science, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University

ABSTRACT

Background : Stroke represent heavy and acute degeneratif disease so that cause death which high enough.
In Indonesia, stroke become third death cause after infection disease and heart. In RS Dr. Sardjito
Yogyakarta during one year ( 2003) from 90 patient dying counted 19 patient. Problem of which emerge
effect of stroke for example is motoric trouble, elimination trouble, sensori perception trouble,
communications trouble and cognate trouble. Matter above generating depended accomplishment of
activity daily living (ADL) and increased decubitus risk at patient. On the score of to identify storey level
depended ADL can be used Barthel Index and identify decubitus risk used Braden scale.
Purpose :This Research aim to know association between Barthel Index to measure independence with
Braden Scale to measure decubitus risk at stroke patient.
Method : This Research represent the non korelational experiment, with approach of cross sectional. This
Research Subject is taken care of stroke patient in Unit Stroke RS Dr. Sardjito Yogyakarta, during 1
months from date 8 November 2004 until 8 December 2004. Done by measurement of Barthel Index and
Braden Scale, measurement done twice that is third day take care of to lodge and patient time will go home,
to be got by 44 measurement. Data analysis use Product Moment correlation test (Pearson) and linear
regression.
Result : Patient Stroke most having storey level depended to totalize to accomplishment of ADL and very
high happened decubitus. Result of statistical correlation test with Product Moment Pearson obtained by r
value = 0,923 and p < 0,05 indicating that there is strong correlation between Barthel Index with Braden
Scale at stroke patient. Ever greater of Barthel value , ever greater also assess Braden.
Conclusion : Ever greater of Barthel value, ever greater of Braden value (patient independence excelsior
hence progressively lower risk happened decubitus).

Keywords : Stroke, Barthel Index, Independence, Braden Scale, Decubitus

P ENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu penyakit degeneratif yang insidensi kejadiaannya meningkat akhirakhir ini. Stroke sebagai akibat dari penyakit pembuluh darah otak semakin sering dijumpai di rumah
sakit. Gejala yang ditimbulkan bersifat akut dan berat sehingga menyebabkan insidensi kematian yang
cukup tinggi (Chandra, 1980).
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat, stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit
jantung dan kanker. Kejadian stroke di Indonesia juga menjadi penyebab kematian ketiga setelah
penyakit infeksi dan jantung koroner. Sebanyak 28,5% penderita stroke di Indonesia meninggal
(Lumbantobing, 2002). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito, menurut data rekam medis (2003), selama
satu tahun terhitung mulai tanggal 1 januari hingga 31 desember 2002 terdapat 90 penderita stroke
dan meninggal dunia sebanyak 19 pasien stroke. RSUP Dr. Sardjito sekarang sudah mempunyai unit
tersendiri yang khusus untuk merawat pasien stroke yaitu Unit Stroke. Unit stroke mulai dibuka sejak
awal tahun 2004 dan rata-rata ada 20 hingga 30 pasien yang dirawat setiap bulannya.
Menurut Black (1993), masalah yang dapat muncul akibat penyakit stroke antara lain : gangguan
perfusi jaringan, gangguan komunikasi verbal, gangguan persepsi sensori, gangguan eliminasi urin
dan konstipasi, gangguan menelan, gangguan mobilitas fisik serta ketidakmampuan merawat diri.
Gangguan di atas meningkatkan ketregantungan ADL pasien stroke. Dalam melakukan pengkajian
kemandirian terhadap kegiatan hidup sehari-hari, perawat perlu memperhatikan status fungsional dan

mengidentifikasi masalah kesehatan aktual dan potensial yang berhubungan dengan kemampuan ADL
pasien (Handayani, 2003).
Skala Barthel merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kemandirian
terhadap aktivitas dasar sehari-hari dan mobilitas (fungsi fisik) seseorang.
Selain menimbulkan ketergantungan, gangguan tersebut berkaitan dengan kejadian dekubitus.
Menurut hasil penelitian Purwaningsih (2001), bahwa diagnosa medis yang dominan untuk terjadi
dekubitus adalah pada pasien stroke. Hal ini menunjukkan bahwa ada resiko terjadi gangguan
integritas kulit (dekubitus) pada pasien stroke.
Skala Braden merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur resiko terjadinya
dekubitus pada pasien. Penggunaan skala Braden dengan tepat dan konsisten akan membantu perawat
dalam mengidentifikasi lebih dini pasien yang mempunyai resiko terjadi dekubitus, dengan demikian
peran perawat dalam mencegah kejadian dekubitus dapat dilakukan (Elizabeth, 1999).
Berdasarkan penjelasan diatas, ada kecenderungan bahwa pada pasien stroke biasanya mempunyai
resiko dekubitus (nilai skala Braden turun) dan adanya ketidakmandirian terhadap akitivitas dasar
sehari-hari (nilai skala Barthel turun).
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara skala Braden untuk mengukur resiko
dekubitus dengan skala Barthel untuk mengukur kemandirian pada pasien stroke di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Penelitian ini adalah penelitian non eksperimen korelasional, dengan menggunakan pendekatan
cross sectional. Sampel yang diambil adalah pasien stroke yang memenuhi kriteria yaitu dirawat inap
lebih dari dua hari dan tidak dekubitus. Dilakukan pengukuran Skala barthel dan skala Braden
sebanyak dua kali yaitu hari ketiga rawat inap dan sewaktu paien akan pulang. Didapatkan 44
pengukuran.
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan mulai tanggal 8 November 2004 sampai 8 Desember 2004 di Unit Stroke RS Dr.
Sardjito Yogyakarta.

Analisis data menggunakan uji statistic korelasi Product Moment Pearson dan analisis regresi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Gambaran unum responden adalah kebanyakan pasien stroke diderita oleh usia > 45
tahun, jenis kelamin laki-laki > wanita, kebanyakan termasuk stroke non hemorragic
(infark).
Pengukuran Skala Barthel
Skala Barthel digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan terhadap aktivitas dasar seharihari (ADL) pasien. Skala Barthel terdiri dari sepuluh item. Tingkat ketergantungan terhadap ADL

dikategorikan menjadi ketergantungan total dengan skors 0-20, berat skors 25-40, sedang skors 4555, ringan skors 60-95, dan mandiri / tanpa bantuan skors 100. Didapatkan pengukuran sebanyak 44.

Tabel 1. Pengukuran dengan Skala Barthel


No

Rentang Nilai Barthel

Kategori

1.

0 20

24

Ketergantungan total

2.

25 40

Ketergantungan berat

3.

45 55

Ketergantungan sedang

4.

60 95

Ketergantungan ringan

5.

100

Mandiri/tanpa bantuan

44
Berdasarkan tabel 1. Di atas didapatkan hasil bahwa sebagian besar hasil
pengukuran nilai Barthel ada dalam rentang nilai 0-20 dan termasuk dalam tingkat
ketergantungan total terhadap ADL Hal ini sama dengan hasil penelitian Indayani
(2000) yang mengatakan bahwa pada penderita stroke fase akut cenderung
mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pemenuhan aktivitas dasar
sehari-hari (ADL) sehingga perlu perawatan yang profesional dan intensif. Selain itu
gangguan yang muncul pada pasien stroke seperti; kelumpuhan, kesulitan bicara,
gangguan kognitif juga dapat menimbulkan ketergantungan ADL pada pasien.
Pengukuran Skala Braden
Skala Braden (Braden Scale) digunakan untuk mengukur risiko dekubitus. Rentang
nilai Braden antara 6 23 dan dikategorikan menjadi risiko sangat tinggi skors 6-10,
tinggi skors 11-15, sedang skors 16-19, dan rendah skors 20- 23. Didapatkan 44
pengukuran nilai Braden.
Tabel 2. Pengukuran dengan Skala Braden
No

Rentang Nilai Braden

Kategori

1.

6 10

18

Risiko sangat tinggi

2.

11 15

Risiko tinggi

3.

16 19

Risiko sedang

4.

20 23

11

Risiko rendah
44

Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel 2. diatas menunjukkan bahwa


kebanyakan hasil pengukuran pada responden ada dalam rentang
nilai Braden antara 6-10 dan termasuk kategori risiko dekubitus
sangat tinggi.
Hal tersebut karena sebagian besar pasien yang dirawat di Unit Stroke adalah
pasien stroke fase akut yang dikirim dari Unit Gawat Darurat, pasien membutuhkan
perawatan intensif dan minimal ditirah baringkan selama 2 (dua) hari. Menurut
Setiati (2000), pada pasien stroke terutama fase akut umumnya mengalami
ketidakmampuan bergerak atau gangguan mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik
ini yang meningkatkan risiko pasien terhadap dekubitus, seperti yang dikemukakan
oleh Olivieri (1995) bahwa gangguan mobilitas fisik

merupakan faktor risiko

terjadinya dekubitus. Hasil penelitian dari Khoiriyati (2002) juga menjelaskan bahwa
diagnosa medis yang dominan beresiko dekubitus adalah stroke.
Distribusi Tingkat Ketergantungan ADL berdasarkan Risiko Dekubitus
Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat ketergantungan ADL berdasarkan risiko
dekubitus.
Rsk. Dekubitus Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah
N
(6 10)
(1115) (16-19) (20-23)
Ktg. ADL
Total (0-20)

18

24

Berat (25-40)

Sedang (45-55)

Ringan (60-95)

Mandiri (100)

18

11

44

Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden stroke


dengan risiko dekubitus sangat tinggi mempunyai tingkat ketergantungan total
terhadap ADL Data diatas menunjukkan kecenderungan yang sama antara keduanya

artinya bahwa semakin rendah risiko dekubitus seseorang maka semakin rendah pula
tingkat ketergantungan terhadap ADL.
Hal tersebut bisa disebabkan karena beberapa kondisi pasien seperti : pasien harus
bedrest total minimal dua hari, kelemahan dan penurunan fungsi vital tubuh sehingga
pasien membutuhkan bantuan / pertolongan orang lain terutama dalam memenuhi
kebutuhan ADLnya. Kondisi pasien yang serba tergantung dan lama perawatan
pasien stroke juga mengakibatkan meningkatnya risiko terjadi dekubitus. Dari
penjelasan di atas, menunjukkan ada kecenderungan bahwa semakin meningkat
tingkat ketergantungan pasien maka semakin besar risiko pasien terkena dekubitus.
Korelasi antara skala Barthel dan Skala Braden dengan uji korelasi Product Moment Pearson,
didapatkan nilai r = 0,923 dengan p < 0,05 yang berarti ada hubungan positif dan signifikan antara
nilai Barthel dan nilai Braden. Nilai r = 0,923 menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat kuat
antara Skala Barthel untuk mengukur tingkat kemandirian dan Skala Braden untuk mengukur risiko
dekubitus pada pasien stroke.

Regresi Linear
Grafik Regresi Linear antara Skala Barthel dan Skala Braden :

Nilai Braden
30

20

10

Observed
Linear

0
-20

20

40

60

80

100

120

Nilai Barthel

Gambar grafik regresi di atas menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara nilai Barthel
dengan nilai Braden. Analisis regresi digunakan untuk memprediksi / meramalkan suatu variabel
dari variabel kedua yang telah diketahui. Perhatikan grafik regresi antara nilai Barthel dan nilai
Braden yang menunjukkan hubungan nilai Barthel dengan nilai Braden. Dari grafik tersebut juga

menunjukkan bahwa semakin besar nilai Barthel maka semakin besar pula nilai Braden. Artinya
semakin mandiri seseorang maka risiko dekubitusnya semakin rendah.
Berdasarkan grafik data observasi dapat ditarik suatu garis linear yang menghasilkan suatu
rumus persamaan regresi. Persamaan regresi digunakan untuk meramalkan nilai Braden dengan
menggunakan nilai Barthel yang sudah diketahui sebelumya.
Rumus Persamaan : Nilai Braden = ( 0,2 x Nilai Barthel ) + 8

Hasil Perhitungan Nilai Barthel berdasarkan rumus persamaan regresi


No.

Nilai Barthel

1.

0 10

Nilai Braden
6 10

Risiko dekubitus
Risiko sangat tinggi

2.

15 35

11 15

Risiko tinggi

3.

40 55

16 19

Risiko sedang

4.

60 100

20 23

Risiko rendah

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Mayoritas responden (Pasien Stroke) mempunyai tingkat ketergantungan total terhadap pemenuhan
aktivitas dasar sehari-hari (ADL). Dan juga pasien stroke mempunyai risiko sangat tinggi terjadi
dekubitus. Hasil perhitungan dengan uji statistik Product Moment (Pearson) menunjukkan bahwa ada
hubungan atau korelasi yang sangat kuat dan signifikan antara Skala Barthel dan Skala Braden pada
pasien stroke. Hasil Regresi Linear menunjukkan bahwa semakin besar nilai Barthel maka semakin
besar pula nilai Braden ( semakin tinggi tingkat kemandirian pasien maka semakin rendah risiko
terjadinya dekubitus)

Saran
Bagi Perawat pada pasien yang perlu dilakukan dua pengukuran yaitu Skala Barthel (mengukur
tingkat kemandirian/ketergantungan ADL) dan Skala Braden (mengukur risiko dekubitus), maka
perawat dapat menggunakan satu alat ukur saja yaitu Skala Barthel dan dengan rumus persamaan :

Nilai Braden = (0,2 x Nilai Barthel) + 8.


Bagi Peneliti Lain meneliti tentang keefektifan penggunaan Skala Braden dalam mengidentifikasi
risiko dekubitus. Meneliti tentang perbedaan antara tingkat ketergantungan ADL pada pasien stroke
hemorragic dan stroke infark.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Meiwanto, C. 2003. Stroke : Masalah Dan Pencegahannya. Jakarta. Available From URL
:http//www.detikhealth.com.

2.

Black, JM. et al. 1993. Medical-Surgical Nursing : A Psychophysiologic Approach. 4th ed. Philadelpia :
WB Saunders Company.

3.

Handayani. 2003. Hubungan Tingkat Kemampuan Dalam Aktivitas Dasar Sehari-hari Dengan Tingkat
Depresi Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti Sosial Tresna Werdha Abiyoso Jogjakarta. Skripsi.
UGM.

4.

Purwaningsih, S. 2001. Analisis Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring Di Ruang A1, B1, C1, D1 Dan
Ruang B3 Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM.

5.

Elizabeth, A. 1999. Predicting Pressure Ulcer Risk. Hartford Institute For Geriatric Nursing.

6.

Indayani, P. 2000. Profil Intervensi Keperawatan Pada Pasien Stroke Di Bangsal Saraf RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM.

7.

Setiati, S. 2000. Imobilisasi : Masalah Dan Pengelolaannya Di Bidang Geriatric. Jakarta : RSUP Dr.
Cipto Mangunkusumo.

8.

Olivieri, K. 1995. Fundamental Of Nursing : Concepts Process And Practice. 4th ed. Menlo Park, CA :
Addison-Wesley.

9.

Khoiriyati. 2002. Penilaian Tingkat Risiko Terhadap Dekubitus Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang
B3 (Dahlia) Penyakit Saraf Di RS Sardjito Yogyakarta. Skripsi. UGM.

10. LeMone, P and Burke, KM. 1996. Medical Surgical Nursing : Critical Thinking In Client Care.
Addison Wesley Nursing.

Anda mungkin juga menyukai