Disusun oleh:
Kelompok :
Tricia Juliani P
Aldila Ratna O
Imroatun Inaayah Ts
H1913011
H1914001
H1914007
ACARA IV
EVALUASI KADAR PROTEIN TERLARUT
A.
Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya pratikum spektrofotometri adalah untuk :
1. Mengetahui kadar protein terlarut dalam bahan pangan
2. Menentukan kadar protein terlarut dengan metode Lowry/Spektrofotometer
B.
Tinjauan Pustaka
Dalam kehidupan protein memegang peranan yang penting. Proses kimia
dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein
yang berfungsi sebagai biokatalisator. Protein dapat bersumber dari makanan
yang berasl dari hewan maupun tumbuhan. Kadar protein dalam kacang hijau
sebesar 22,2%, dalam kedelai basah sebesar 30,2%, dan dalam telur sebesar
12,8%. Protein mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi
antara 5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau enzim, protein
akan menghasilkan asam-asam amino. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat
dalam molekul protein. Asam amino ini terikat satu dengan yang lain oleh
ikatan peptida. Ada protein yang mudah larut air tetapi ada juga yang sukar larut
air. Protein mudah dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik. Pada
umumnya protein mengandung 16% nitrogen dan dengan fakta ini dapat
ditentukan jumlah protein dalam makanan atau dalam tubuh setelah dengan cara
kimia ditentukan jumlah nitrogennya. Dalam keadaan normal, pada orang
dewasa biasanya terdapat keseimbangan nitrogen artinya terdapat kesamaan
antara jumlah nitrogen yang dikonsumsi tubuh dengan yang diekskresikan. Cara
lain untuk menentukan kualitas protein dalam makanan adalah dengan
menentukan nilai kimia atau skor protein dalam makanan tertentu. Nilai ini
dibandingkan dengan nilai kimia protein standar atau protein teoretik yang
ditentukan memiliki susunan asam amino esensial ideal bagi tubuh manusia
(Poedjiadi, A., dkk., 2006).
yang
dikenal
antara
lain
nukleoprotein,
fosfoprotein,
d. Prolamin/gliadin : larut dalam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air
kecepatan aktivitas enzimatik, seperti sintesis asam amino dan penurunan kadar
protein, sebagai tanggapan metabolik pembatasan air. Nitrat reduktase (NRase)
adalah tingkat membatasi enzim dalam asimilasi nitrogen dan merupakan titik
kunci dari regulasi metabolisme pada tanaman. Kadar larut protein adalah
kandungan protein larut dari sampel daun adalah ukuran penilaian langsung dari
efisiensi fotosintesis tanaman. Kandungan protein terlarut diperkirakan dari
sampel daun mengikuti metode Lowry dan dinyatakan sebagai mg berat g-1
segar (Ananthi, 2012).
Kelarutan protein dianggap sebagai faktor yang paling penting dan indeks
sangat baik untuk fungsionalitas produk-produk kering. Selain ini merupakan
faktor penting karena relevansinya dengan sifat-sifat lainnya seperti viskositas,
gelatin, pembusaan dan emulsifikasi. Kelarutan protein mengacu pada jumlah
protein total otot yang masuk ke dalam larutan dalam kondisi tertentu dan
tergantung pada struktur protein, pH, konsentrasi garam, suhu, lama ekstraksi
dan banyak faktor intrinsik lainnya. Tanda-tanda denaturasi protein yang
tercermin dalam perubahan kelarutan. Metode pengolahan mempengaruhi
kelarutan protein terutama jika mereka terkena panas (Ghelicopur, 2011).
Protein, pati dan lipid setelah dirombak oleh enzim-enzim digunakan
sebagai bahan penyusun pertumbuhan di daerah-daerah tumbuh dan sebagai
bahan bakar respirasi. Protein terlarut mencapai minium pada lama perendaman
mendekati 100 menit, lama perkecambahan 36 jam dan pH perendaman tetap 6.
Untuk memenuhi kebutuhan energi ini digunakan protein setelah cadangan
karbohidrat menipis. Protein dirombak oleh enzim proteolitik menghasilkan
campuran asam-asam amino bebas dan bersama dengan amida-amida dari asam
glutamat dan aspartat, senyawa-senyawa ini terutama dalam bentuk amidanya
ditranslokasikan ke embrio. Disamping itu asam-asam amino triptofan yang
merupakan hasil perombakan protein dari sel-sel penyimpanan dalam titik-titik
tumbuh embrio diubah menjadi Indole Acetic Acid (IAA) yang menstimulir
pertumbuhan. Protein terbentuk kembali setelah kebutuhan energi untuk
sensitif) akan memiliki celah sempit dan detektor kecil sehingga hanya cahaya
tersebar ke arah depan akan dilihat oleh detektor. Alat ini akan memberikan
pembacaan serapan jelas lebih besar daripada instrument lain (Sutton, 2011).
Alat dan bahan merupakan dua komponen penting yang harus terpenuhi
dalam melakukan suatu penelitian. Alat instrumen biasanya dipergunakan untuk
menentukan suatu zat berkadar rendah, biasanya dalam satuan ppm (part per
million) atau ppb (part per billion). Salah satu metode sederhana untuk
menentukan zat organik dan anorganik secara kualitatif dan kuantitatif dalam
suatu senyawa yaitu dengan metode Spektrofotometri. Metode Spektrofotometri
diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik, umumnya dipergunakan
untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil. Dalam suatu larutan
gugus molekul yang dapat mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor,
contohnya antara lain: C = C, C = O, N = N, N = O, dan sebagainya. Molekulmolekul yang hanya mengandung satu gugus kromofor dapat mengalami
perubahan pada panjang gelombang. Susunan peralatan Spektrofotometer
diperlihatkan pada Gambar 1 yang meliputi bagian-bagian sebagai berikut:
sumber radiasi/cahaya (A), monokromator (B), sel absorpsi (C), detektor (D)
dan pencatat (E). Sumber cahaya dipergunakan untuk pengukuran absorpsi.
Sumber cahaya ini harus memancarkan sinar dengan kekuatan yang cukup
untuk
penentuan
dan
pengukuran,
juga
harus
memancarkan
cahaya
dan dapat memisahkan bagian spektrum yang diinginkan dari lainnya. Sel
absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai untuk
daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada cara
pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat
pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus
bersih sekali sebelum dipakai. Detektor dipergunakan untuk menghasil-kan
signal elektrik. Dimana signal elektrik ini sebanding dengan cahaya yang
diserap. Signal elektrik ini kemudian dialirkan ke alat pengukur. Rekorder
dipergunakan untuk mencatat data hasil pengukuran dari detektor, yang
dinyatakan dengan angka. Seperti terlihat pada bagan alat susunan
Spektrofometer Ultra-violet dan Sinar Tam-pak, suatu sumber cahaya
dipancarkan melalui monokromator (B).
C.
Metodologi
1. Alat-alat yang digunakan :
a.
b.
c.
d.
e.
Mikropipet
Pipet voumetrik 1 ml merk pyirex
Pipet voumetrik 10 ml merk pyirex
Gelas ukur 500 ml merk pyirex
Tabung reaksi 10 ml merk pyirex
f. Batang pengaduk
g. Corong
h. Kertas saring
i. Spektrofotometri UV-VIS merk
Simadzu
g.
h.
i.
j.
k.
Reagen Lowry B 8 ml
Reagen Lowry A 0.5 ml
Amonium sulfat kristal secukupnya
Buffer asam asetat pH 5 10 ml
Aquades 100ml
3.
Cara kerja
a) Pembekuan Kurva Standar Larutan protein
b) Penyiapan Sampel
yang mengubah energi cahaya menjadi listrik, dan arus listriknya diukur dengan
alat ukur. Setiap kali panjang gelombang cahaya berubah, alat ukur akan
mengindikasikan fraksi cahaya yang diteruskan melalui sampelnya, atau
sebaliknya, fraksi cahaya yang diserap (Champbel et al., 2000).
Optimasi panjang gelombang dilakukan untuk menentukan panjang
gelombang maksimum yang akan digunakan dalam pengukuran menggunakan
spektrofotometer UV-Vis dengan menggunakan salah satu standar. Langkah
selanjutnya adalah penentuan absorbansi larutan standar pada panjang
gelombang maksimum dilanjutkan dengan penentuan absorbansi sampel (Yuli,
2008). Spektrofotometri UV-Vis adalah analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu laju larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma
(Setiono dkk., 2013). Liyana dan Sugiarso (2011) juga menambahkan bahwa
metode ini selain pekerjaan cepat, sederhana, praktis, murah juga cukup peka
dan teliti serta mudah dalam menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Menurut
Darwindra (2010), keuntungan dari spektrofotometer untuk keperluan analisis
kuantitatif adalah : (1) dapat digunakan secara luas, (2) memiliki kepekaan yang
tinggi, (3) keseletifannya cukup baik, (4) tingkat ketelitiannya tinggi.
reagen Lowry B, sehingga nantinya saat ditera oleh spektorfotometer tidak ada
endapan kuprooksida mengumpul di bawah kuvet, dan harapannya semua
molekul/partikel dapat tersebar merata saat diamati. NaCO3 berfungsi sebagai
garam yang mengkoordinasi reaksi dalam suasana basa bersama NaOH. NaOH
berfungsi memberi suasana alkalis yang bila bergabung dengan asam
fosfotungstat-fosfomolibdat akan memberikan warna larutan menjadi biru.
Setelah penambahan Lowry B dan dibiarkan 10 menit, lalu ditambahkan 1 ml
Lowry A yang terdiri dari larutan folin ciocalteau dan aquades (1:1) dan
dibiarkan 20 menit. Kemudian dimasukkan dalam spektrofotometer, ditera
dengan panjang gelombang 600 nm hingga dapat terbaca absorbansinya.
Menurut Sudarmadji (2010) cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif daripada cara
UV atau cara Biuret.
Kurva standar BSA dapat dilihat pada Tabel 4.1. Kurva standar ini
diukur pada panjang gelombang 600 nm. Dapat dilihat bahwa untuk absorbansi
dari 0 ml larutan BSA adalah 0,058 dan untuk absorbansi dari 1 ml larutan BSA
adalah 0,880. Berdasarkan nilai absorbansi dari kurva standart dengan range
konsentrasi 0-1 ml dimana interval konsentrasi ialah sebesar 0,2 didapat range
nilai absorbandi ialah 0-0,880.
Sampel
Kelas C
Yakult (0,8)
Yakult (1)
Tempe goreng (0,2)
Tempe goreng (0,4)
Kedelai (0,1)
Kedelai (0,2)
Kelas B
Susu ultra (0,1)
Susu ultra (0,2)
Tahu goreng (0,5)
Tahu goreng (1)
Kacang Hijau (0,1)
Kacang Hijau (0,2)
Absorbansi
% Protein Terlarut
0,137
0,273
0,156
0,302
0,990
1,775
0,1937
0,397
0,94
1,1
16,286
14,745
0,227
0,496
0,168
0,288
0,134
0,235
3,97
3,875
0,418
0,416
1,5
1,62
1,775 untuk konsentrasi 0,2 ml. Sedangkan nilai absorbansi terendah ialah
terdapat pada sampel kacang hijau dengan konsentrasi 0,1 yaitu sebesar 0,134.
Berdasarkan hasil tersebut nilai absorbansi tertinggi dengan sampel kacang
kedelai (0,1 dan 0,4 ml) dan nilai absorbansi terendah dari kacang hijau 0,1 ml
menunjukkan nilai yang tidak masuk dalam range nilai absorbansi yang sesuai
dengan kurva standar BSA (mengalami penyimpangan). Nilai dari absorbansi
kacang kedelai (0,1 dan 0,4 ml) melebihi nilai absorbansi kurva standart,
sedangngkan nilai absorbansi kacang hijau 0,1 ml memiliki nilai absorbansi
yang lebih rendah dari absorbansi kurva standart. Dimana nilai absorbansi
berdasarkan kurva standart BSA untuk konsentrasi sebesar 0,1 ml ialah sekitar
0,176 sedangkan 0,4 ml ialah sebesar 0,352.
Menurut Darwindra (2010), dalam spektrofotometer molekuler kuantitaif,
pengukuran absorbansi atau konsentrasi transmitans dibuat berdasarkan satu
seri larutan pada panjang gelombang yang telah ditetapkan. Panjang gelombang
yang paling sesuai ditentukan dengan membuat spketrum absrobsi dimana
panjang gelombang yang sesuai adalah menghasilkan absorbansi maksimum.
Dengan menggunakan panjang gelombang dari absorbansi yang maksimum,
maka terjadi penyimpangan (deviasi) kecil. Jika panjang gelombang dipilih dari
daerah spektrum di mana ada suatu perubahan yang besar absorbansi dalam
range panjang gelombang yang sempit, maka terjadi penyimpangan (deviasi)
kecil. Apabila terjadi penyimpangan nilai absorbansi dengan larutan standar,
maka dapat menyebabkan kesalahan yang besar. Oleh karena itu, larutan yang
memiliki absorbansi lebih tinggi dari larutan standar harus diencerkan sampai
memenuhi konsentrasi larutan yang ada. Hukum ini dikenal sebagai Hukum
Lambert dan menghubungkan ketebalan dari sel sampel (kuvet) pada
perbandingan kekuatan radiasi berkas cahaya yang masuk dan berkas cahaya
yang keluar. Berdasarkan teori tersebut, kemungkinan terjadinya penyimpangan
nilai absorbansi pada sampel di atas disebabkan karena pengenceran. Selain itu
berdasarkan uraian tersebut di atas, pada dasarnya, hasil absorbansi pada
sampel tidak boleh melebihi absorbansi pada larutan standar karena hal ini akan
menyebabkan penyimpangan hasil yang didapat.
Dalam peraktikum analisis evaluasi kadar protein terlarut, dibuat kurva
standart yang bertujuan agar pembacaan hasil absorbansi berada pada range
yang sesuai. Oleh sebab itu, larutan yang memiliki absorbansi lebih tinggi dari
larutan standar harus diencerkan sampai memenuhi konsentrasi larutan yang
ada. Untuk nilai absorbansi sampel yang dapat dibaca oleh spektofotometer dan
yang berada pada range absorbansi berdasarkan kurva standar adalah kacang
hijau 0,2 ml, tempe goreng 0,2 dan 0,4 ml, tahu goreng 0,5 ml dan 1 ml, yakult
1 ml, dan susu ultra o,1 dan o,2 ml.
Untuk persen nilai protein terlarut dari masing-masing sampel terlihat
bahwa nilai kadar persen protein terlarut tertinggi ialah pada sampel kedelai.
16,286% (kedelai 0,1 ml) dan 14,745% (kedelai 0,2 ml). Sedangkan nilai
persen protein terlarut terendah ialah pada sampel yakult dengan konsentrasi
0,1 ml. untuk sampel kedelai nilai absorbansi berbanding lurus dengan nilai
persen protein terlarut. Nilai absorbansi kedelai merupakan nilai absorbansi
terbesar dibandingkan dengan nilai absorbansi sampel lain sehingga persen
protein terlarutnya juga lebih besar dibandingkan dengan sampel lainnya.
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang diatas, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Absorbansi tertinggi yang masih berada pada range kurva standar adalah
sampel kacang kedelai mentah dengan nilai 0,798
2. Absorbansi terendah yang masih berada pada range kurva standar adalah
sampel kacang hijau mentah dengan nilai 0,495
3. Perbedaan hasil absorbansi pada sampel disebabkan oleh faktor pengencer
4. Larutan yang memiliki absorbansi lebih tinggi dari larutan standar harus
diencerkan sampai memenuhi konsentrasi larutan yang ada
5. Semakin rendah faktor pengencer, semakin pekat larutan sehingga pembacaan
pada absorbansi melebihi kurva standar
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN