Anda di halaman 1dari 3

Perbandingan

Peraturan

Pembebanan

Jembatan

antara

BMS(1992) dan PPJR (1987)

Perbedaan antara kedua peraturan tersebut adalah pada konsep perancanganna. PPJJR
1987 menggunakan konsep tegangan kerja, sedangkan pada BMS 1992 menggunakan Prinsip
beban batas.

Bridge Management System (BMS 92)


Peraturan

perencanaan jembatan

Bina

Marga

(BMS

'92)

merupakan

pegangan dalam perencanaan jembatan di Indonesia. Peraturan ini memberikan saran


perencanaan jembatan yang dapat menjamin tingkat keamaan, kegooaan dan tingkat
penghematan yang masib dapat diterima dalam perencanaan struktur jembatan atau
dengan kata lain merupakan standar minimum yang menjamin keamanan, kegunaan
dan penghematan dalam perencanaan jembatan (yang masih dapat diterima).
Konsep desain pada struktur

jembatan

menggunakan analisis batas Layan

yaitu Ultimate Limit States(ULS). Aksi-aksi yang dapat menyebabkan suatu jembatan
menjadi tidak aman,
jembatan

merupakan

aksi-aksi

yang disebabkannya merupakan

batas (ultimate actions) dan respon


keadaan

batas puncak (Ultimate Limit

State, ULS).
Keadaan batas puncak adalah:
a. Kehilangan

keseimbangan statis akibat sliding, overturning atau terangkat

baik sebagian maupun keseluruhan jembatan.


b. Kerusakan

bagian

jembatan

akibat

fatik

dan

atau

fwrosi

yang

menyebabkan keruntuhan dapat terjadi.


c. Keadaan puma elastis atau tekuk dimana keruntuhan dapat terjadi pada satu
atau lebih bagian jembatan.
d. Keruntuhan

fondasi

atau keruntuhan

yang

menyebabkan

bagian-bagian

penting

pergerakan

yang

jembatan.

Aksi

bedebihan,
ultimate

didifinisikan, adanya kemungkinan 5% keadaan untuk dilampaui se!ama umur


rencana jembatan.

menurut BMS-1992, Prinsip-Prinsip Perancangan Jembatan antara lain meliputi :

Kehandalan kekuatan elemen struktur dan stabilitas sistem struktur

Kelayanan structural

Keawetan

Kemudahan pelaksanaan

Ekonomis

Aestetis

Peraturan PEMBEBANAN Jembatan Jalan Raya (PPJJR 87)


PPJJR 1987 pada dasarnya menggunakan konsep Tegangan Kerja yang ada
pada pembebanannya. Dalam perencanaan pembebanan jembatan diperlukan daya
layan

yang

cukup. Sehingga dalam

hal ini diperlukan peraturan yang akan

memenuhi pembebanan pada umumnya. Sebelum melakukan analisis perhitungan


struktur jembatan, seorang perencana perlu mencermati beban-beban yang akan
bekerja

yang disesuaikan

kemungkinan

peraturan

dengan peraturan
khusus

yang berlaku. Disetiap

untuk pembebanan jembatan akan

negara
berbeda

antara negara yang satu dengan yang lainnya. Peraturan pembebanan jalan raya di
Indonesia dikemas dalam

'Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan

Raya

Tahun

l987(PPJJR 1987) atau Bina Marga. Berikut ini adalah peraturan pembebanan
yang dipergunakan dalam menganalisis sruktur jembatan:

1. Beban Primer
a. Beban Mati
b. Beban hidup
c. Beban kejut
d. Gaya akibat tekanan tanan
2. Beban sekunder
a. Beban angina
b. Gaya akibat perbedaan suhu
c. Gaya akibat rangkat susut

d. Gaya rem dan traksi


e. Gaya akibat gempa bumi
f. Gaya gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak
3. Beban khusus
a. Gaya sentrifugal
b. Gaya tumbukan pada jembatan laying
c. Gaya dan beban selama pelaksaan
d. Gaya aliran dan tumbukan benda-benda hanyutan

Anda mungkin juga menyukai