Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mekanika Kuantum
Mekanika Kuantum atau mekanika gelombang memberi pengertian
semua teori yang didasarkan fenomena alam. Materi terdiri atas molekul dan atom
yang masing-masing tersususn dari partikel yaitu proton, neutron, dan elektron.
Mekanika kuantum harus secara penuh dapat menguraikan sifat-sifat dasar
partikel. Bagi para peneliti dibidang kimia, elektron merupakan partikel yang
sangat penting karena sifat dari suatu molekul atau senyawa sangat tergantung
pada perilaku elektron yang terlibat dalam pembentukan senyawa

tersebut.

Mekanika kunatum merupakan sejumlah persamaan yang mengindikasikan


kemungkinan kedudukan dan energi partikel dalam atom dan molekul. Persamaan
ini kompleks dan sulit penyelesaiannya, kecuali untuk molekul yang paling
sederhana. Penyusunan persamaan mudah dikerjakan pada kasus molekul yang
lebih besar dengan menyederhanakan penalaran. Elektron dalam molekul dapat
diperkirakan dihubungkan dengan cakupan orbital keseluruhan molekul yang
diketahui sebagai teori orbital molekul.
Teori orbital molekul dapat digunakan menghitung kemungkinan letak
elektron dan energi. Energi ini dikaitkan dengan fungsi gelombang dari orbital
molekul dengan persamaan schrdinger. Penggunaan komputer dapat digunakan
secara baik untuk memperkirakan sifat molekul yang besar seperti senyawa
kompleks. Perhitungan orbital molekul pada molekul obat dapat memberikan
indikasi numeric yang menggambarkan struktur elektron. Perubahan tertentu dari
indikasi numeric ini dapat menggambarkan perubahan struktur yang memberikan
variasi aktivitas senyawa kompleks (Faijal, 2010).
Kimia kuantum didasarkan pada postulat mekanika kuantum, dimana
mekanika kuantum diperlukan untuk mempelajari partikel-partikel makroskopis
seperti elektron, inti atom, dan molekul, dimana mekanika klasik tidak mampu
menjelaskan kelakuan-kelakuan partikel tersebut (menguraikan sifat-sifat dasar
partikel yang penting karena elektron terlibat dalam perubahan kimia).

Mekanika kuantum dalam prakteknya terbagi menjadi dua metode, yaitu


ab initio dan semiempirik, Perhitungan mekanika kuantum semiempirik biasa
dipilih untuk kajian dengan jumlah senyawa banyak. Beberapa metode ini antara
lain adalah metode extended huckul, CNDO, INDO, MINDO3 (modified
intermediate neglect differential 3), MNDO, dan PM3. Postulat mekanika
kuantum menjadi dasar penghitungan dalam kimia kuantum, kimia kuantum
dalam sistem digambarkan sebagai fungsi gelombang yang dapat diperoleh
dengan menyelesaikan persamaan Schrdinger. Persamaan ini terkait dengan
sistem dalam keadaan stasioner dan energi sistem dinyatakan dalam operator
Hamiltonian. Operator Hamiltonian dapat dilihat sebagai aturan untuk
mendapatkan energi terasosiasi dengan fungsi gelombang yang menggambarkan
posisi dari inti atom dan elektron dalam sistem (Sudanti, 2006).

Persamaan Schrdinger
Persamaan Schrdinger dirumuskan pada tahun 1962 oleh Fisikawan
Austria Erwin Schrdinger. Digunakan dalam fisika (khususnya mekanika
kuantum), itu adalah persamaan yang menggambarkan bagaimana keadaan
kuantum sebuah perubahan sistem dalam waktu, dalam mekanika klasik,
persamaan gerak newton adalah hukum 2 dan formulasi setara persamaan Euler
Lagrange dan persamaan Hamilton. Dalam semua formulasi ini, mereka
digunakan untuk memecahkan gerakan dari sebuah sistem mekanis, dan
matematis.
Dalam mekanika kuantum, analog dari hukum Newton adalah persamaan
Schrdinger untuk sistem kuantum, biasanya atom, molekul, dan partikel
subatomic, bebas terkait dan lokal. Persamaan ini merupakan deferensial melalui
fungsi gelombang dari sistem.
Dalam interpertasi standar mekanika kuantum, fungsi gelombang adalah
gambaran paling lengkap yang dapat diberikan pada sistem fisik. Solusi untuk
persamaan Schrdinger menjelaskan tidak hanya molekul, sistem atom, dan
subatomik, tetapi juga sistem makroskopik, bahkan mungkin seluruh alam. Seperti
halnya hukum 2 Newton, persamaan Schrdinger dapat diubah menjadi formulasi

matematis lainnya seperti mekanika Werner Heseinberg, dan perumusan Richard


Feynman.
Schrdinger menyatakan bahwa perilaku elektron, termasuk tingkattingkat energi elektron yang diskrit dalam atom, mengikuti suatu persamaan
diferensial untuk gelombang, yang kemudian dikenal sebagai persamaan
schrdinger. Persamaan ini biasanya dibahas secara mendalam jika membicarakan
masalah material, lebih-lebih pada buku ajar tingkat sarjana. Daniel D Pollock
membahas hal ini lebih mendalam dalam bukunya, namun ada satu langkah yang
dihilangkan dalam mengintroduksi operator momentum maupun energi.
Jika gelombang dapat mewakili elektron maka energi gelombang dan
energi partikel elektron yang di wakilinya haruslah sama. Sebagai partikel, satu
elektron mempunyai energi total yang terdiri dari energi potensial (V) dan energi
kinetik (T) (Sudaryanto, 2010).

H=T+V
Dimana :

Energi Total

Energi Kinetik

Energi Potensial

Pada peneyelesaian problema partikel yang bergerak dalam kotak 1dimensi dibuat contoh fungsi gelombang yang paling sederhana, yaitu :
Fungsi gelombang : = A sin x
Konsekuensi dari pernyataan pada dinding partikel tidak bergerak dapat
dinyatakan sebagai :
x = 0 maka harga = 0 atau (0) = 0
x = a maka harga = 0 atau (x) = 0
kedua pernyataan matematis diatas disebut sebagai syarat.
Persamaan Schrdinger merupakan operator energi total (operator hamilton) yang
merupakan penjumlahan antara energi kinetik dan energi potensial. Hasil dari
penyelesaian persamaan Schrdinger dapat dituliskan sebagi berikut :

= +

= 2
2

Untuk sistem di dalam box V = 0, sehingga

2 2
=
2 2

2 2
( A sin x )
2 2

= E ( A sin x )

( A cos x ) = E ( A sin x )
2
2 2
( A sin x ) = E ( A sin x )
2

Hasil yang diperoleh dari penyelesaian persamaan Schrdinger merupakan harga


eigen value yang merupakan harga energi dapat ditulis sebagi berikut :
2 2
=
2
2 2
=
8 2

Untuk menentukan harga digunakan syarat batas (0) = 0 dan (a) = 0

(0) = 0 dengan x = 0 maka = A sin = 0

= A sin = 0

(0) = 0 dengan x = a maka = A sin = 0

= A sin = 0

A0

Harus ditentukan keadaan dimana A sin = 0, maka harga =


A sin

=0

A sin n = 0 dimana n = 1, 2, 3, ...


Sehingga fungsi gelombang diperoleh : = sin
E = h2 2
8 2
2
2
=

8 2
=

nx
a

2 2 2
8 2 2
2 2
8 2

Jadi harga eigen value yang merupakan harga energi untuk box-1dimensi

dapat ditulis :
=

2 2
8 2

(Nugraha, 2010)

2.2. Simulasi Komputer


Komputer yang semula dirancang untuk menghitung dan menulis, dalam
perkembangan berikutnya ternyata dapat menembus berbagai aspek kehidupan
manusia, serta dapat digunakan dalam berbagai keperluan. Hampir semua
informasi dapat ditangani dan di proses dengan berbagai cara oleh komputer. Hal
ini karena komputer mampu mengkode berbagai macam bentuk data kedalam
data bentuk digital biner (1 dan 0 atau on dan off). Banyak penggunaan komputer
saat ini jauh dari kegiatan hitung-menghitung sebagaimana komputer pertama kali
dibuat (Akhadi, 2001). Hal ini didasarkan oleh banyaknya program program atau
software yang kini tidak hanya digunakan untuk perhitungan dan penulisan saja,
tetapi dapat digunakan dalam melakukan penelitian seperti HyperChem,
HyperNMR, NEWEHT, SPSS, Gaussian, dan Gammess serta NWChem.

Problem-problem kimia kuantum yang berkaitan dengan molekul


umumnya diselesaikan dengan pendekatan matematis yang rumit karena
menyangkut penyelesaian diferensial dan integral dari persamaan fungsi
gelombang. Pada sistem monoatom dan dwiatom, problema ini dengan hati-hati
dapat dihitung secara manual, namun pada sistem molekul yang lebih kompleks
perhitungan manual menjadi lebih sulit, disamping probabilitas

kesalahan

perhitungan yang lebih tinggi, juga membutuhkan waktu yang lama sehingga
problem ini menjadi tidak menarik untuk dipecahkan. Maka dengan adanaya
berbagai program aplikasi kimia ini maka problem-problem itu dapat lebih mudah
diatasi. Hal ini dapat juga menunjang munculnya penelitian kimia komputasi.
Dan sampai saat ini, penggunaan program-program aplikasi kimia
komputer sebagai instrument dalam penelitian kimia makin hari makin signifikan
keberadaannya, mengingat ada beberapa keunggulan yang dapat diperoleh melalui
pengunaan komputer dengan program ini seperti yang disebutkan diatas. Satu hal
yang sangat penting untuk dipahami adalah hasil-hasil yang diperoleh dari
perhitungan dengan program simulasi komputer hanya berupa nilai prediksi, yang
dalam keadaan tertentu dapat menjadi terdeviasi jauh dari keadaan real dan fakta
laboratorium. Namun dengan pesatnya perkembangan program ini telah
memberikan berbagai pendekatan perhitungan terhadap sistem molekuler yang
juga semakin berkembang sehingga perhitungannnya telah dibuat terstruktur serta
dengan algoritme tertentu yang memungkinkan pembuatan softwarenya, maka
nilai prediksi yang diberikan dari hasil perhitungan menjadi lebih dekat ke fakta
eksprimen.
Simulasi komputer dalam suatu penelitian berguna untuk mengetahui
sifat-sifat elektronis dan optimasi geometris suatu molekul. Hal ini dilakukan
hanya untuk mempermudah penelitian kimia, karena dalam menentukan sifat-sifat
tersebut suatu molekul tidak lagi harus diamati melalui eksprimen di laboratorium
(Arif dan Susilawati, 1998).

NWChem
NWChem adalah ab initio komputasi paket perangkat lunak yang juga
mencakup kimia kuantum dan molekul fungsi dinamika. Hal ini dirancang untuk
berjalan pada kinerja tinggi superkomputer paralel

serta

cluster

workstation

konvensional. Ini bertujuan untuk menjdi scalable baik dalam kemampuannya


untuk mengatasi masalah besar secara efisien, dan dalam penggunaannya yang
tersedia sumber daya komputasi paralel. NWChem telah dikembangkan oleh
kelompok Perangkat Lunak Ilmu Pengetahuan

Molekul dari program Teori,

Pemodelan & Simulasi Molekuler Ilmu Lingkungan Laboratorium (EMSL) di


Pacific Northwest Natoinal Laboratory (PNNL). Kemampuan dalam melakukan
perhitungan energi elektronik molekul dan analisa menggunakan Hatree-fock
selfconsisten field (SCF) theory, Gaussian density function theory (DFT), dan
second-order perturbation theory. Pada semua metoda, optimasi geometri
digunakan untuk mementukan energi minimum dan keadaan transisi. Kemampuan
molekul dinamis klasik untuk melakukan simulasi makromolekul dan larutan
termasuk didalamnya menentukan energi bebas menggunakan medan gaya yang
bervariasi (Najib, 2010).
Dalam perhitungan energi unsur, senyawa ligan dan senyawa kompleks
dilakukan uji coba terhadap berbagai model perhitungan untuk menentukan model
perhitungan yang paling optimal digunakan. Model perhitungan NWChem 6.2,
adalah :
1. Basis set standard untuk seluruh elektron dalam unsur dan senyawa yang
diamati, diantaranya :
a. Basis Set cc-pVDZ (number of atoms24)
H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si Cl Ar Ga Ge As Se Br Kr
b. Basis Set "WTBS" (number of atoms 84)
He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn
Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd
Ag Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Ce Pr Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er
Tm Yb Lu Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Tl Pb Bi Po At Rn

2. Resolution of Identity (RI) fitting basis sets:


Basis Set "Ahlrichs Coulomb Fitting" (number of atoms
70)
H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr
Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh
Pd Ag Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Tl Pb
Bi Po At
3. Effective core potentials and their respective basis sets:
a. Basis Set "Hay-Wadt MB (n+1) ECP" (number of atoms 32)
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cs Ba La Ta W Re Os Ir Pt Au
c. ECP "Hay-Wadt MB (n+1) ECP" (number of atoms 32)
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cs Ba La Ta W Re Os Ir Pt Au
d. Basis Set "Hay-Wadt VDZ (n+1) ECP" (number of atoms 32)
K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cs Ba La Ta W Re Os Ir Pt Au
e. Basis Set "LANL2DZ ECP" (number of atoms 67)
H Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe
Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Hf Ta W Re Os Ir Pt Au U Np Pu
f. ECP "LANL2DZ ECP" (number of atoms 58)
Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge
As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd In Sn Sb Te I Xe
Cs Ba La Hf Ta W Re Os Ir Pt Au U Np Pu
g. Basis Set "LANL2DZdp ECP" (number of atoms 19)
H C N O F Si P S Cl Ge As Se Br Sn Sb Te I Pb Bi
h.

Basis Set "SBKJC VDZ ECP" (number of atoms 73)


H He Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr
Mn Fe Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh

Pd Ag Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Ce Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg
Tl Pb Bi Po At Rn
i. ECP "SBKJC VDZ ECP" (number of atoms 71)
Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe
Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Ce Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Tl Pb
Bi Po At Rn
j. Basis Set "CRENBL ECP" (number of atoms 116)
H Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe
Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Ce Pr Nd Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er
Tm Yb Lu Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Pb Bi Po At Rn Fr Ra Ac Th
Pa U Np Pu Am Cm Bk Cf Es Fm Md No Lr Rf Db Sg Bh Hs Mt Un
Uu Ub Ut Uq Up Uh Us Uo
k. ECP "CRENBL ECP" (number of atoms 115)
Li Be B C N O F Ne Na Mg Al Si P S Cl Ar K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe
Co Ni Cu Zn Ga Ge As Se Br Kr Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag
Cd In Sn Sb Te I Xe Cs Ba La Ce Pr Nd Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er
Tm Yb Lu Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Pb Bi Po At Rn Fr Ra Ac Th
Pa U Np Pu Am Cm Bk Cf Es Fm Md No Lr Rf Db Sg Bh Hs Mt Un
Uu Ub Ut Uq Up Uh Us Uo
l. Basis Set "CRENBS ECP" (number of atoms 50)
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd La
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Pb Bi Po At Rn Rf Db Sg Bh Hs Mt Un
Uu Ub Ut Uq Up Uh Us Uo
m. ECP "CRENBS ECP" (number of atoms 50)
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd La
Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg Pb Bi Po At Rn Rf Db Sg Bh Hs Mt Un
Uu Ub Ut Uq Up Uh Us Uo
n. ECP "Stuttgart RSC 1997 ECP" (number of atoms 64)

K Ca Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn Rb Sr Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd
Ag Cd Cs Ba Ce Pr Nd Pm Sm Eu Gd Tb Dy Ho Er Tm Yb Hf Ta W
Re Os Ir Pt Au Hg Ac Th Pa U Np Pu Am Cm Bk Cf Es Fm Md No
Lr Db
Density Function Theory (DFT) merupakan teori fungsional kerapatan
adalah metode pemodelan mekanika kuantum yang digunakan dalam fisika dan
kimia untuk menyelidiki struktur elektronik (terutama group state) khususnya
dalam atom, molekul, dan fase terkondensasi. Dengan teori ini, sifat-sifat dari
sistem elektron dapat ditentukan dengan menggunakan fungsional, yang dalam hal
ini adalah kerapatan elektron. Density Function Theory (DFT) adalah salah satu
metode yang paling populer dan serbaguna seperti pada fisika material, fisika
komputasi, dan kimia komputasi.
Density Function Theory (DFT) telah populer untuk perhitungan dalam
fisika solid-state sejak 1970-an. Namun, Density Function Theory (DFT) tidak
dianggap cukup akurat untuk perhitungan dalam kimia kuantum sampai tahun
1990-an, ketika pendekatan digunakan dalam teori ini sanagat disempurnkan
untuk model yang lebih baik interaksi pertukaran dan korelasi. Dalam banyak
kasus, hasil perhitungan Density Function Theory (DFT) untuk solid-state sistem
cukup memuaskan dengan data eksprimen (Park, 1989).
Pada saat ini penelitian tentang senyawa kompleks telah banyak
dilakukan diantaranya sintesis, karakterisasi

senyawa

kompleks. Berbagai

spektroskopi senyawa kompleks Co(Bpy)2+dan Co(Phen)2+ (Sukro, 2003). Selain


itu, Bruckner (2004) telah meneliti kompleks dari perak (II) dan (III) Prophyrin,
Corroles dan Carbaporphyrin serta Nuraini (2011) telah meneliti kompleks perak
dengan berbagai ligan. Kajian teori tentang senyawa kompleks menggunakan
simulasi komputer dilakukan oleh Male (2010). Nugraha (2005) tentang
pemodelan atom dengan menggunakan semi Empiris AM 1 pada Struktur dan
Aktivitas Feniletilamin Tersubsitusi. Nugraha dkk (2005) tentang kajian
Mekanisme Reaksi Adisi Metileugenol dengan Asam Format Menghasilkan 1(3,4-dimetoksi fenil-2- profil format) dalam upaya Pemanfaatan Minyak Cengkeh

menjadi Bahan baku Obat Hipertensi. Nugraha (2011) tentang kajian teoritis
Senyawa kompleks Perak dan Platina dengan Beberapa ligan menggunakan
program NWChem.
2.3. Senyawa Kompleks
Penemuan yang mendasar dalam kimia anorganik diperoleh dari
penelitian SM Jorgensen (1937-1914) seorang ahli kimia dari Denmark dan
Alferd Werner (1866-1919) seorang ahli kimia Swiss. Ketika mereka memulai
penelitiannya, sifat senyawa koordinasi masih merupakan teka teki dimana
gagasan yang mutahir mengenai valensi danstruktur tidak dapat diterima. Untuk
menjawab

berbagai

permasalahan

tentang

senyawa

kompleks

Warner

mengembangkan suatu konsep mengenai ligan di sekeliling ion logam pusat,


suatu konsep kompleks koordinasi dan mededuksi struktur geometrinya. Secara
lebih rinci teori tentang senyawa kompleks yang sekarang dikenala dengan teori
koordinasi memilki tiga postulat sebagai berikut :
a. Kebanyakan unsur memilki dua jenis valensi, yaitu :

Valensi primer (.....) yang sekarang disebut elektronvalensi atau


bilangan oksidasi

Valensi skunder () yang sekarang disebut kovalensi atau


bilangan koordinasi

b. Tiap-tiap unsur berkehendak untuk menjenuhkan, baik valensi primernya


maupun valensi skundernya.
c. Valensi skunder diarahkan pada kedudukan tertentu didalam ruang
(Cotton, 1989).

Seperti telah dikemukakan bahwa bilangan koordinasi akan menentukan


senyawa kompleks. Bilangan koordinasi dua bentuk geometrinya linier,
contohnya adalah ion +1 dari Cu, Ag dan Au. Bilangan koordinasi tiga,
geometrinya adalah planar dan piramidal, contohnya ion HgI3- planar; SnCl3piramidal, AlCl3 dan PtCl2PR3. Bilangan koordinasi empat memberikan dua
geometri yaitu tetrahedral dan bujursangkar, contohnya Pt2+, Cu2+, ReO4-.

Bilangan koordinasi lima, geometrinya bipiramidal trigonal dan pyramidal


bujursangkar. Bilangan koordinasi enam, sangat penting karena hampir semua
kation membentuk kompleks koordinasi 6, bentuk molekulnya octahedron
(Thiofahmut, 2011).
Bilangan

koordinasi sangat penting berkaitan dengan bangun ruang

senywa kompleks yang bersangkutan, maksudnya bangun yang dibentuk oleh


ikatan antara atom-atom donor dengan ion pusat. Oleh karena itu, bilangan
koordinasi menunjukkan pada banyaknya pasangan elektron disekeliling atom
pusat. Maka tentu berlaku hukum tolakan minimum antara pasangan-pasangan
elektron ini (sebagaimana teori Valance Shell Pair Repulsion (VSPER). Jadi
untuk bilangan koordinasi tolakan minimum dicapai jika keduanya membentuk
sudut 180 dengan atom pusat sehingga senyawa kompleks berbentuk garis lurus.
Dalam senyawa kompleks terdapat atom yang berperan sebagai atom
(atau ion) pusat dan gugus pengeliling yang dapat berupa molekul netral atau ion
bermuatan. Gugus pengeliling ini disebut ligan, dan ternyata jumlahnya tertentu
untuk setiap jenis enyawa kompleks. Jika total muatan ion pusat dan ligannya
tidak netral (tidak nol) maka spesies ini merupakan ion kompleks, dan sisa ion
lain yang berlawanan muatan ditulis secara terpisah, tentu saja numerik muatan
ion kompleks harus sama dengan numerik muatan ion sisanya yang ditulis secara
terpisah tersebut untuk memenuhi hukum kenetralan listrik.
Kebanyakan ligan merupakan anion atau molekul yang merupakan donor
elektron yang

dapat menyumbang satu pasang elektron disebut monodentat

seperti Cl-, Br-, F-,NH3, dan H2O. ligan yang dapat memberikan dua pasang
elektron disebut bidentat seperti etilendiamin, difos, glim, karboksilat,
dithiokarbamat, dan lainnya. Ligan polidentat adalah tri, kuadri, penta, dan
heksadentat, contohnya dietilen triamin, terpiridil, EDTA dan lainnya. Setiap ligan
(tepatnya atom donor dalam ligan) memiliki paling tidak sepasang elektron
nonikatan atau tepatnya sepasang elektron menyendiri yang tentu saja terdapat
dalam kulit terluar. Pasangan elektron ini dapat disumbangkan kepada atom lain
(atom pusat) tetapi kemudian dimiliki secara bersama-sama dan dengan demikian

sifat ikatannnya merupakan ikatan kovalen koordinat atau ikatan koordinasi


(Sugiyarto, 2003).

2.3.1. Tingkat Energi


Berbagai orbit yang diijinkan berkaitan dengan energi electron yang
berbeda-beda. Energi elektron n E dinyatakan dalam jari-jari orbit n r diberikan
pada persamaan berikut ini :
=

4 1
1
2 2 2 = 2
80

dengan n = 1, 2, 3, .

Energi yang ditentukan oleh persamaan diatas disebut tingkat energi.


Tingkat energi semuanya bernilai negatif, hal ini menyatakan bahwa elektron
tidak memiliki energi yang cukup untuk melarikan diri dari inti. Tingkat energi
yang terendah E1 disebut keadaan dasar (status dasar) dari atom itu dan tingkat
energi yang lebih tinggi , , ,... E2 E3 E4 di sebut keadaan eksitasi (status eksitasi).
Ketika bilangan kuantum n bertambah, energi n E yang bersesuaian mendekati
nol; dalam limit n = , E = 0 dan elektronnya tidak lagi terikat pada inti untuk
membentuk atom. Energi positif untuk kombinasi inti elektron berarti behwa
elektronnya tidak terikat pada inti dan tidak ada syarat kuantum yang harus
dipenuhinya kombinasi yang seperti itu tidak membentuk atom (Beiser, 1987).

2.3.2. Konfigurasi Elektronik


Profesor Henry Taube (Universitas Stanford) adalah orang pertama yang
menghubungkan secara eksperimental antara sifat labil-inert suatu ion atau
molekul dengan distribusi elektron dalam senyawa kompleks sebagaimana
dilukiskan oleh teori ikatan valensi. Ion-ion logam transisi dengan bilangan
koordinasi enam dalam senyawa kompleks yang bersangkutan, sebagaimana
dilukiskan oleh teori ikatan valensi, terbagi dalam dua kategori (1) inner d
orbitals (orbital-orbital d dalam) dan (2) outer d orbitals (orbital-orbital d
luar). Pasangan-pasangan elektron ligan diakomodasi dalam orbital hibrida (n1) d2nsnp3 untuk tipe pertama dan dalam orbital nsnp3nd2 untuk tipe ke dua.

Pada tipe pertama, pemisahan antara spesies inert dengan labil sangat
tajam. Spesies dengan orbital d kosong bersifat labil, dan spesies dengan semua
orbital d isi bersifat inert. Ion logam yang mempunyai konfigurasi elektronik d4 d6, dengan ligan medan kuat membentuk senyawa kompleks inner-orbital yang
bersifat inert, tetapi dengan ligan medan lemah membentuk senyawa kompleks
outer-orbital yang bersifat labil.
Senyawa kompleks outer-orbital tidak selalu bersifat labil, melainkan
menjadi lebih bersifat inert dengan kenaikan muatan formal ion pusat dan tingkat
kovalensi ikatan. Contoh untuk tipe ini bagi elektron p ditunjukkan oleh seri
senyawa koordinasi [AlF6]3-, [SiF6]2-, [PF6]- dan SF6, yang secara berurutan
berubah sifat dari labil ke inert dengan kenaikan tingkat oksidasi dari III ke VI.
Sesungguhnya, dasar klasifikasi labil-inert suatu spesies adalah laju
reaksi dan ini berkaitan dengan energi yang diperlukan untuk pembentukan unit
kompleks reaktan dengan pemecahan ikatan-ikatan dan pembentukan kembali
dalam spesies baru. Energi ini disebut energi aktivasi dan unit komlpleks reaktan
disebut keadaan transisi. Reaksi lambat diartikan mempunyai energi aktivasi
tinggi, dan reaksi cepat mempunyai energi aktivasi rendah. Energi aktivasi dalam
klasifikasi labil-inert dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini :
Energi keadaan transisi
Energi aktivasi
reaksi maju
Energi reaktan dalam
keadaan terpisah

Energi aktivasi
reaksi balik
E
Energi produk

Gambar 2.1. Energi aktivasi dalam klasifikasi labil-inert


(Sugiyarto, 2003)
2.3.3. Perubaham Entalpi Pembentukan (Hf)
Perubahan Entalpi pembentukan standar suatu senyawa adalah

perubahan entalpi untuk pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsur dalam


keadaan standarnya. Perubahan entalpi pembentukan standar sering disebut panas

pembentukan standar atau panas pembentukan saja. Dengan menggunakan


defenisi maka perubahan entalpi pembentukan standar setiap unsur /

molekul yang terdapat di alam dalam keadaan standar sama dengan nol (0). Pada
298 K keadaan referensi nitrogen, oksigen dan klor masing-masing berbentuk
molekul gas N2, O2 dan Cl2. Karbon (C) padat berbentuk grafit, logam K, Ca, Al
dan Ag berbentuk padat dan lainnya. Semua unsur tersebut dalam keadaan standar
nilai = 0.

Nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk menghitung H reaksi

dari berbagai reaksi, misalkan entalpi reaksi penguraian, pembakaran, penetralan,


pelarutan, penguapan dan sebagainya. Nilai dapat digunakan untuk
menghitung perubahan entalpi reaksi standar ( ). Harga ditentukan

dengan menggunakan persamaan :

0 = 0 0

(Nugraha, 2010).

Panas reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan energi produk dan


reaktan pada volume konstan (E) atau pada tekanan konstan (H). Sebagai
contoh adalah rekasi pada volume konstan dan tekanan konstan :
Reaktan (T) Produk (T)
E = E (produk) E (reaktan)
dan rekasi pada temperatur konstan dan tekanan konstan :
H = H (produk) H (reaktan)
Satuan Internasional (SI) untuk E atau H adalah Joule, yaitu satuan
energi, tetapi satuan umum yang lain adalah kalori. Umumnya dinyatakan sebagai
Joule mol-1 (J mol-1) atau kJ mol-1 pada temperatur konstan tertentu, biasanya 298
K. Jika (E) atau (H) positif, reaksi dikatakan endotermis dan jika

(E)

atau (H) negatif, reaksi disebut eksotermis (Dogra, 1990).


Hukum pertama Termodinamika mengarah tentang pengenalan Energi
Dalam (U) yang merupakan fungsi keadaan yang memungkinkan kita mengkaji
apakah suatu perubahan diperbolehkan : perubahan yang hanya bisa terjadi pada

energi dalam sistem terisolasinya tetap sama. Hukum yang memberi petunjuk
tentang arah kespontanan reaksi kimia adalah Hukum ke dua termodinamika yang
dinyatakan dalam fungsi keadaan lain yaitu entropi (S). Hukum Termodinamika II
: Entropi suatu sistem yang terisolasi bertambah selama ada perubahan spontan.
Stot > 0. Dengan Stot menyatakan perubahan entropi total semua bagi sistem
terisolasi.
Pada suatu sistem benda dalam kesetimbangan termal dengan
lingkungannya pada temperatur T. Ketaksamaan Clausius dibaca :
dS dq / T > 0
ketaksamaan ini dapat dikembangkan dengan dua cara :
-

Kalor berpindah pada volume tetap, sehingga dqv = dU dan dS dU / T > 0


Ketaksamaan dapat tersusun ulang menjadi :
T. dS > dU (V tetap dan tidak ada kerja selain pemuaian)

Jika kalor dipindahkan pada tekanan tetap dan tidak ada kerja selain
pemuaian dapat dituliskan dqp = dH dan diperoleh dSH,P > 0 ; dHS,P < 0.
Entropi sistem harus bertambah jika entalpinya tetap (karena tidak ada

perubahan entropi lingkungan). Sebagai alternatif, entalpi harus berkurang jika


entropi sisitem tetap sehingga entropi lingkungan harus mengalami kenaikan.
Berdasarkan ketaksamaan-ketaksamaan diperolehlah bentuk dU-TdS < 0
dan dH TdS < 0, ketaksamaan diatas dapat dinyatakan secara lebih sederhana
dengan memperkenalkan dua fungsi termodinamika, yaitu fungsi Helmholtz (A)
dan fungsi Gibbs (G) sebagai berikut :
Fungsi Helmholtz

: A = U T S ( V tetap )

Fungsi Gibbs

: G = H T S ( P tetap )

Jika keadaan sistem berubah pada temperatur tetap, dA = dU T.dS dan


dG = dH T.dS. Berdasarkan kedua hubungan diatas dapat dungkapkan kriteria
perubahan spontan sebagai dAT,V < 0 dan dGT,P < 0. Fungsi Helmholtz dan Gibbs
( fungsi energi bebas) akan menentukan keberadaan reaksi kimia, yaitu :
G < 0 spontan

A < 0 spontan

G = 0 kesetimbangan

A = 0 kesetimbangan

G > 0 tidsk spontan

A > 0 tidak spontan (Nugraha, 2010)

2.4. Logam Platina


Logam Platina (Pt) merupakan unsur yang memilki nomor atom 78, yang
terdapat pada golongan 10, priode 6, dan blok d, logam Platina ini memiliki
kepadatan nomor tiga setelah Iridium dan Osmium. Kira-kira 12% lebih padat
dibanding emas untuk per 1 g/cm3, bentuk fisik logam platina dapat dilihat pada
Gambar 2.2. (Vogel, 1990).
Adapun sifat fisik logam Platina sebagai berikut :
Massa atom

: 195,084 (9) g/mol

Konfigursi elektron

: [Xe] 4f14 5d9 6s1

Jumlah elektron tiap kulit : 2, 8, 18, 32, 17, 1


Elektronegativitas

: 2,28 (skala Pauling)

Energi ionisasi pertama

: 870 kJ/mol

Energi ionisasi ke dua

: 1791 kJ/mol

Jari-jari atom

: 135 pm

Jari-jari atom (terhitung)

: 177 pm

Jari-jari kovalen

: 128 pm

Jari-jari Van der Waals

: 175 pm

Titik lebur

: 2041,4 K (1768,3 0C, 3214,9 0F)

Titik didih

: 4098 K (3825 0C, 6917 0F)

Kalor peleburan

: 22,17 kJ/mol

Kalor penguapan

: 469 kJ/mol

Kapasitas kalor

: (25 0C) 25,86 J/(molK) (Anonnim, 2012)

Gambar 2.2. Logam Platina

Energi ionisasi adalah energi yang dibutuhkan untuk melepaskan


elektron dari atom pada fase gas. Dalam satuan elektron volt (eV) energi ionisasi
dinyatakan dengan, 1 eV = 96,49 kJmol-1. Energi ionisasi pertama mengeluarkan
elektron terluar merupakan energi ionisasi terendah. Energi ionisasi ke-2 dan ke-3
mengionisasi lebih lanjut kation akan meningkat dengan cepat, hal inilah yang
menyebabkan mengapa nilai energi ionisasi pertama lebih rendah dari energi
ionisasi kedua. Konfigurasi elektron logam Platina dapat dilihat pada Gambar 2.3.
= [ Xe ] 4f14

78Pt

5d9
2+
78Pt

= [ Xe ] 4f14

6s1

6p0

6s0

6p0

5d8

Diisi oleh ligan


4+
78Pt

= [ Xe ] 4f14

5d6

6s0

6p0

Gambar 2.3. Konfigurasi elektron dari Unsur Pt, Pt2+ dan Pt4+
(Hearts, 1976)
Dalam

pembentukan

senyawa

kompleks

logam

Platina

harus

menyediakan orbital kosong yang akan diisi oleh pasangan elektron yang berasal
dari ligan, dalam pembahasan senyawa kompleks yang berasal dari unsur Platina
sangat diperlukan untuk membahas struktur elektronis dari unsur Pt2+, dan ion
Pt4+, dengan diketahuinya struktur elektronisnya maka dapat diprediksikan
senyawa kompleks yang akan terbentuk (Anonim, 2008).
Semua kompleks logam Platina adalah diagmagnetik (tidak dipengaruhi
medan magnet). Sifat diagmagnetik ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.
Bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut
mempunyai spin elektron yang tidak berpasanga, akibatnya bahan ini tidak
menarik garis gaya. Kompleks-kompleks Platina (II) adalah segiempat atau
terkoordinasi lima dengan rumus ML42+, ML52+, ML3X+, cis- dan trans- adalah ion
uninegatif. Platina (IV) membentuk banyak kompleks oktahedral yang inert secara

termal dan kinetik, dari yang kationik seperti [Pt(NH3)6Cl4] sampai anionik seperti
K2(PtCl6). Asam kloroplatinat adalah suatu garam oksonium, (H3O)2PtCl6. Ia
dibentuk sebagai kristal jingga bilamana larutan Pt dalam air raja atau dalam HCl
jenuh dengan klor, diuapkan. Platina dapat menyerap gas hidrogen, tahan karat,
tahan asam, kecuali oleh aqua-regia, dapat rusak oleh halogen, belerang, senyawa
sisnida dan basa kuat (Anonim, 2012).
Selain itu ditinjau dari faktor stabilitas kompleks logam platina berada
pada golongan logam jenis B (transisi), dimana logam golongan jenis B ini
memilki sifat yang lebih elektronegatif , yang akan membentuk kompleks yang
lebih stabil dengan ligan yang donor elektronnya dari priode ketiga (P, S, Cl),
Selain itu logam dari golongan B memilki sejumlah elektron d di luar inti gas
mulianya yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan dengan atom ligan,
Adanya ikatan ini akan meningkatkan kestabilan kompleks (Suyanta, 2010).

Logam golongan ini merupakan golongan logam terlangka yang bisa

ditemukan di lapisan bumi. Sekitar 2-10 ton bijih besi diperlukan untuk
mendapatkan 1 ounce Platinum murni. Dalam kondisi yang sangat halus, platinum
merupakan katalis yang sempurna, yang banyak digunakan untuk menghasilkan
asam sulfat. Juga digunakan sebagai katalis dalam pemecahan produk minyak
bumi, berikut beberapa sifat platina yang menguntungkan :
1. Platinum tidak mudah teroksidasi, atom platinum bersifat lebih kalalytic.
Platinum, Jika sebuah lapisan platinum tergores (secara micro), atomatomnya tidaklah benar benar hilang, namun cuma bergeser tempat.
2. Platinum memiliki sifat mekanik, fisik dan elektrik yang sangat menarik.
Platinum lebih keras namun juga lebih mudah untuk ditempa.
3. Di bidang surface-science, untuk mengamati singe atom, lebih sering
digunakan jarum yang terbuat dari platinum.
4. Platinum bersifat hypoallergic.
5. Platinum banyak digunakan dalam pembuatan hard disk saat ini, karena
hard disk akan lebih tahan lama.

Platinum merupakan bahan non-organik yang dapat digunakan untuk


terapi kanker. Cisplatin atau cisplatinum (cis-diammine dichlorido platinum(II),
CDDP) merupakan kemoterapi yang berbasiskan platinum. Biasanya, Cisplatin
digunakan dalam terapi kanker seperti , sarcoma, carcinoma (misalnya, kanker
paru-paru dan kanker ovarium), lymphoma dan sel tumor (Anonim, 2008)
2.5. Ligan
Ligan dari bahasa latin ligare yang artinya mengikuti atau terjepit. Istilah
ini pertama kali dipakai oleh Alferd Stock pada tahun 1916 dalam kaitan dengan
kimia silikon.ligan lebih jauh berkarakteristik sebagai monodentat, bidentat,
tridentat dan sebagainya. Konsep dentat dimaksudkan sebagai sudut gigitan.
Kelat pertama kali digunakan pada tahun 1920 oleh Sir Gilbert T.
Morgan dan HDK Drew yang menyatakan kelat berasal dari istilah sepit besar
atau chela (chely-bahasa latin) dari lobster, dalam hal ini seperti jangka lengkung
gugus-gugus yang berfungsi sebagai penggabung dua kesatuan dan pengikat ke
atom pusat untuk menghasilkan cincin heterosiklik, Kompleks dapat non-ionik
(netral), kationik atau anionik tergantung muatan yang dibawa ion logam pusat
dan gugus (ligan) yang berkoordinasi. Angka total dari ligan-ligan yang terikat ke
atom pusat dinyatakan sebagai bilangan koordinasi dan hal ini dapat bervariasi
dari 2 sampai 12 tetapi biasanya 6 (Suyanti, 2008).
Kebanyakan ligan adalah anion atau molekul yang merupakan donor
pasangan elektron. Beberapa jenis ligan yang umum adalah Cl-, Br- ,F- , CN-, NH3,
dan H2O, jenis-jenis ligan ini dapat menyumbangkan satu pasangan elektron
kepada atom pusat yang disebut sebagai ligan monodentat, contoh dari ligan
monodentat dapat di lihat pada Tabel 2.1. berikut ini :

Tabel 2.1. Contoh Ligan Monodentat


No

Nama Ligan

Sturuktur

Klorida

ClN

Pyridin

Amina

NH3

Aquo

H2O

Ligan yang mengandung dua atau lebih atom masing-masing secara


serempak membentuk dua ikatan donor-elektron kepada ion logam yang sama
disebut bidentat. Contoh jenis ligan ini dapat kita lihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Contoh Ligan Bidentat
No

Struktur

Nama Ligan

Etilendiamin (en)

Etilenpenioldifospin (difos)

Dimetilglikol (glim)

NH2CH2CH2NH2
(C6H5)2PCH2CH2P(C6H5)2
CH3OCH2OCH3
H3C

Asetilasetonato (acac)

Bipyridin (bpy)

CH3
O

Ligan polidentat adalah ligan yang dapat menyumbangkan tiga, empat,


lima dan enam secara serempak kepada atom pusat yaitu, tri, kuadri, penta, dan
heksadentat. contoh ligan polidentat adalah dietilen triamin (dien), terpiridil (terpi)
yang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Struktur dien dan Gambar 2.5. Struktur terpi.

H2N

CH2

CH2

H
l
N

CH2

CH2

NH2

Gambar 2.4. Struktur dien

N
N

Gambar 2.5. Struktur terpi

Berdasarkan pada jenis ikatan koordinasi yang dibentuk ligan dapat


dikelompokkan sebagai berikut :

Ligan yang tidak mempunyai elektron yang sesuai dengan ikatan dan

orbital kosong sehingga ikatan yang terbentuk hanya ikatan r seperti H+ ,


NH3, SO3-, dan RNH2.

Ligan yang mempunyai dua atau yoga pasang elektron bebas yang selain
membentuk ikatan r juga dapat membentuk ikatan dengan ion logam
seperti F-, Cl-, Br-, NH3, H2O dan lain-lain.

Ligan yang memiliki orbital anti ikatan kosong dengan tingkat energi
rendah yang dapat menerima elektron yang orientasinya sesuai, dari
logam seperti CO, Pyr, acac, dan lain-lain.

Ligan yang tidak ada pasnagn elektron bebnasnya tetapi memilki ikatan
seperti alkena, alkuna, benzen dan anion siklopentandienil.

Ligan yang dapat membentuk dua ikatan r dengan dua atom ligan yang
terpisah dan kemudian membentuk jembatan, sebagai contoh OH-, NH2-,
SO42-, dan O2-(Cotton dan wilkinson, 1989).

Anda mungkin juga menyukai