Kehamilan Remaja
Kehamilan Remaja
Pendahuluan
Remaja
merupakan
kelompok
usia
produktif
yang
mengalami
diusia dini seperti anemia, malaria, HIV dan infeksi penyakit menular seksual,
perdarahan postpartum dan gangguan mental seperti depresi.3
Gambar 2.Presentasi wanita berusia 20-24 tahun yang melahirkan di usia 18 tahun, ditampilkan di
tiap negara, menggunakan data terakhir (1996-2011)4
Gambar 3.Persentase wanita usia 20 24 tahun yang melahirkan di usia 15 dan 18 ahun, oleh UNFPA4
Gambar 2. Negara dengan 20 % atau lebih wanita usia 20-24 yang melahirkan di usia sebelum 18
tahun4
Masalah sosial yang dikaitkan dengan kehamilan pada remaja antara lain
banyaknya wanita muda yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya,
banyak
yang
menjadi
penggangguran
atau
memilih
pekerjaan
yang
pendapatannya kecil dan tidak aman. Hal ini menimbulkan beban finansial bagi
wanita muda yang hanya bermodalkan usaha yang kecil. Bila dibandingkan
dengan wanita dengan umur yang lebih tua, wanita yang berumur lebih muda
berada pada resiko yang lebih besar mengalami gangguan mental, seperti depresi
pasca melahirkan, hal ini diperberat karena kurangnya dukungan, isolasi dari
teman-teman dan anggota keluarga, atau tekanan keuangan.5
Indonesia menerapkan Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974
Pasal 7 bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita
berumur 16 tahun. Namun Pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku
reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No.10 tahun1992 yang
menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan
Keluarga Berencana. Banyak resiko kehamilan yang akan dihadapi pada usia
muda, untuk perkawinan diizinkan pada usia 21 tahun bagi laki-laki dan
perempuan berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan usia muda adalah
perkawinan yang dilakukan pada laki-laki yang berusia kurang dari 21 tahun dan
perempuan berusia kurang 19 tahun.6
II. Fisiologi Masa Pubertas
Pubertas merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa
dewasa. Tidak ada batasan yang tegas antara akhir masa kanak-kanak dan awal
masa pubertas, akan tetapi dapat dikaitkan bahwa pubertas mulai dengan awal
berfungsinya ovarium. Pubertas berakhir pada saat ovarium sudah berfungsi
mantap dan teratur.7
peningkatan
hormon
yang
pertama-tama
tampak
III.
IV.
organisasi
pelayanansosial,
lembaga
masalah
ini
dengan
pesan-pesan
9
sehinggamemposisikankehamilan
remajasebagaimasalahsosial
11
terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi.18
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi.Seringkali
defisiensinya bersifat multiple dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi,
gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab
mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, aborsi yang
tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan,
dan kurangnya utilitas nutrisi hemopoetik.18
Ibu yang masih remaja memiliki insiden yang lebih tinggi untuk
terserang anemia. Diperkirakan insidensi anemia pada kehamilan remaja
sekitar 17,1 %.peningkatan resiko komplikasi ini dikaitkan buruknya status
gizi dan rendahnya kalori yang dikonsumsi oleh ibu muda.19
3. Pregnancy-Induced Hypertension
Remaja yang hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena tekanan darah
tinggi dibandingkan dengan wanita hamil yang berusia 20-30 tahun.Kondisi
tersebut disebut dengan pregnancy-induced hypertension.Banyak penelitian
menunjukkan adanya peningkatan insidens terjadinya PIH dan eklampsia pada
remaja yang hamil, namun menurut WHO masalah ini bukanlah resiko khusus
yang ditimbulkan oleh ibu yang masih remaja.20
4. Penyakit Menular Seksual dalam Kehamilan
Perkiraan terbarumenunjukkan bahwa 25 % dari setiap populasi yang
aktif melakukan hubungan seksual, usia 15-24 tahun hampir setengahnya
merupakan penderita baru dari penyakit menular seksual. Infeksi penyakit
menular seksual lebih banyak diderita oleh perempuan dibandingkan lakilaki.Hal ini disebabkan karena remaja lebih cenderung melakukan hubungan
seksual yang tidak direncanakan dan tanpa kondom, menempatkan mereka
pada resiko terjangkit Human Immunodeficiency Virus (HIV/AIDS) dan PMS
lainnya. Sebanyak 53,3 % remaja mengatakan bahwa alasan utama mereka
12
13
6. Depresi postpartum
Penelitan dari Nahatai dkk, yang membandingkan tingkat stress antara
remaja yang telah mempunyai bayi dengan remaja lainnya, didapatkan remaja
yang telah mempunyai bayi memiliki tingkat stress yang lebih berat 2 kali
dibandingkanremaja lainnya. Lalu dengan menggunkan skor dari Early
Childhood Longitudinal Study-Birth Cohort (ECLS-B) penelitian ini
membandingkan antara tingkat stress ibu remaja yang telah postpartum 9
bulan dan ibu yang telah melahirkan anak pertamanya diatas usia 20 tahun
didapatkan ibu yang masih remaja mendapat skornilai 56 sedangkan ibu yang
berusia lebih tua bernilai 38. Stress yang dialami ibu yang telah memiliki anak
ini sudah ada sejak mereka sebelum hamil.23
VI.
pendidikan
dan
15
16
17
lebih mungkin untuk hamil dibandingkan mereka yang tidak putus sekolah.
Mendapatkan nilai yang baik juga terkait dengan faktor risiko lebih kecil
berhubungan dengan persalinan remaja seperti penundaan aktivitas seksual,
pengambilan risiko seksual yangminimal dan tingkat kehamilan yang lebih
rendah.27
6.2 Peran Keluarga dan Orang Tua
Faktor spesifik terkait dengan persalinan remaja latin mencakup
intensitas komunikasi antara orang tua dan anak, isi komunikasi orangtua-anak,
persetujuan atau ketidaksetujuan orangtua terhadap aktivitas seksual remaja,
pengawasan orangtua, dan hubungan orangtua-remaja yang berkualitas.
Frekuensi komunikasi orangtua-anak tampaknya mengurangi kemungkinan
yang dimiliki seorang remaja, meskipun faktor-faktor seperti akulturasi dapat
mengurangi efek positif dari komunikasi yang sering. Beberapa studi
menemukan bahwa lebih seringnya komunikasi orangtua-anak dikaitkan dengan
penurunan risiko seksual, hubungan seksual yang jarang dan sedikitnya
pasangan seksual, dan penggunaan kontrasepsi atau kondom yang konsisten.27
Konten komunikasi orangtua-anak juga penting.Bukti menunjukkan
bahwa orang tua mungkin lebih menghidari membicarakan seks dan kesehatan
reproduksi dengan anak-anak mereka.Selain itu, ketika keluarga melakukan
diskusi tentang aktivitas seksual, sebagian besar diskusi dengan remaja berfokus
untuk menghindari seks. Namun, percakapan langsung antara orang tua dan
remaja tentang pengendalian aktivitas seks dan kelahiran pada remaja, berbicara
tentang pengalaman mereka sendiri yang dapat membantu meningkatkan
pengetahuan remaja tentang kondom dan istilah seksual yang sesuai.27
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara sikap orang tua dan
harapan tentang seks, melahirkan, dan penggunaan kontrasepsi serta perilaku
remaja. Remaja yang berpikir orangtua mereka memiliki sikap permisif tentang
18
aktivitas seksual mereka mungkin lebih cenderung untuk terlibat dalam perilaku
seksual yang beresiko dibandingkan remaja lain. Sikap ketidaksetujuan orang
tua terhadap seks remaja telah dikaitkan dengan penurunan tingkat kehamilan
pada remaja dan dengan sedikit pasangan seksual.27
Pengawasan
orangtua
dapat
menurunkan
resiko
yang
dapat
19
Penelitian
menunjukkan
bahwaremajayang
percayateman-teman
berpikir
seksdan
bahwateman-teman
tidak
merekatelah
melakukan
menggunakankondomatau
tidak
tidak
menggunakankondom.
Penelitiandiambil
daribeberapa
20
DAFTAR PUSTAKA
21
5. Better Health Channel. Teenage Pregnancy. [cited 2014 September 7th] Available
from:
http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.nsf/pages/Teenage_pregnanc
y?open
6. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang 10/1992 RI tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
7. Sastrawinata S. Wanita dalam berbagai masa kehidupan. Dalam: Winknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, eds. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009;127
8. Davis, AJ. Pediatric and Adolescent Gynecology. In: Gibbs, RS; Karlan BT;
Haney AF; et al. Danforth's Obstetrics and Gynecology. 10th Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Colorado: USA. 2008. pg 559-65
9. Rebar, RW. In:Berek, JS. Puberty. Berek & Novak's Gynecology. 14th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. 2007. California: USA. P.992-1000
10. Klein, JD. Adolescent Pregnancy: Current Trends and Issues. American Academy
of Pediatrics. 2005;(116)280-7
11. Chen, CK; Ward C; Williams K; et al. Investigating Risk Factors Affecting
Teenage Pregnancy Rates in the United States. EIJST. Tennesee: USA.
2013(2):41-51.
12. Sex Information and Education Council of Canada (SIECCAN). Teen Pregnancy
Prevention: Exploring Out of School Approaches. Collaboration Project of Best
Start Ontarios Maternal, Newborn and Early Child Development Resource
Center. 2008
13. Latifah L, Anggraeni M. Hubungan Kehamilan Pada Usia Remaja Dengan
Kejadian Prematuritas, Berat Bayi Lahir Rendah Dan Asfiksia. Jurnal Jurusan
Kesehatan
Masyarakat
Fakultas
Kedokteran
dan
Ilmu-Ilmu
Kesehatan.
22
23
26. Delia LL, Traci R, Ralph JD, et al. Multi-level Factors Associated with
Pregnancy Among Urban Adolescent Women Seeking Psychological Services. The
New York Academy of Medicine. Vol 90. No2. 2012
27. Mindy ES, Amanda B, Selma Caal, et al. Preventing Teen Pregnancy Among
24