Neonatus Infeksi
Neonatus Infeksi
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan neonatus merupakan agenda utama di negara-negara sedang berkembang.
Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya, 98% di antaranya terjadi di negaranegara sedang berkembang. Angka kematian bayi 50% terjadi pada periode neonatus dan 50% di
antaranya terjadi pada minggu 1 kehidupan. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah
sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital. Mayoritas
kematian neonatus terjadi di antara bayi-bayi dengan berat lahir rendah. Lebih dari sepertiga dari
empat juta bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh infeksi berat dan dan
25% dari 1000 bayi yang meninggal dikarenakan sepsis neonatorum.
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering
kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam
waktu 24 sampai 48 hari. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini
(early onset) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late onset). Keduanya berbeda dalam hal
patogenesis, mikroorganisme penyebab, tata laksana, maupun prognosis.
Sepsis pada bayi baru lahir (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat
terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di Negara berkembang, hampir
sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang
sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru
lahir.
Di samping morbiditas, mortilitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis bayi
baru lahir. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Spesial Report :
reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukan bahwa 42% kematian bayi baru lahir
terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum,
sepsis dan infeksi gastrointestinal.
Ada banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir, antara
lain faktor maternal, pengaruh lingkungan, dan faktor penjamu yang meliputi jenis kelamin
lakilaki, bayi premature, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari
penjamu.
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, hal ini berhubungan dengan karakteristik
kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti: hipertermia, hipotermia,
distress pernafasan, apnue, sianosis, kuning, hepatomegali, letargi, anoreksia, kesulitan minum,
munah, distensi abdomen, dan diare.
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4-16 per 1.000 kelahiran hidup, di Amerika
Serikat 1-8 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM (tahun 2004) sebesar 56,1 per 1.000 kelahiran hidup. Angka
kejadian sepsis neonatorum di RSCM tinggi karena RSCM merupakan rumah sakit rujukan.3
Angka kematian dapat mencapai 50% pada bayi yang tidak diobati secara adekuat. Angka
kejadian meningitis neonatorum yang merupakan komplikasi serius dari sepsis neonatorum,
berkisar 1 di antara 4 kasus sepsis neonatorum.
Bakteri penyebab SNAD (sepsis neonatorum awitan dini) umumnya berasal dari traktus
genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara SNAL (sepsis
neonatroum
awitan
lambat)
umumnya
disebabkan
oleh
infeksi
nosokomial
seperti
Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga
dapat menyebabkan sepsis neonatorum, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai.
Mahasiswa mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya sepsis neonatorum, sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. Sepsis neonatal awitan dini adalah kejadian sepsis pada neonates yang
terjadi pada 72 jam setelah persalinan atau 5 7 hari pertama kehidupan. Infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan jarang karena protozoa. Sepsis awitan dini lebih sering
didapatkan pada bayi kurang bulan. Sepsis berat ialah sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskuler atau disertai gangguan napas akut atau adanya gangguan dua organ lain (seperti
gangguan neurologis, hematologi, urogenital, dan hepatologi )
2.2
Klasifikasi
a. Sindrom Awitan Dini (Early Onset)
Sindrom awitan dini biasanya disebabkan oleh streptokokus B dan L.monocytogenes.
Sindrom awitan dini biasanya terjadi dalam 96 jam kelahiran, biasanya dalam beberapa
jam pertama kehidupan. Bayi premature merupakan sekitar 30-50% jumlah pasien yang
dilaporkan. Awitan biasanya mendadak dan diikuti oleh perjalanan fulminan, dengan
focus primer peradangan pada paru, walaupun kadang-kadang ada meningitis. Apnea,
hipotensi, dan koagulasi intravascular diseminata menyebabkan perburukan cepat dan
sering menimbulkan kematian dalam 24 jam.
Pada pasien dengan gawat nafas, 60% menunjukkan roentgen dada dengan pola
retikuloglandular, dengan bronkogram udara yang tidak dapat dibedakan dengan penyakit
membrane hialin.
b. Sindrom Awitan Lanjut (Late Onset)
Biasanya terjadi dalan 2-4 minggu setelah kelahiran. Awitan berlangsung tersembunyi.
Kesulitan minum dan demam merupakan gejala yang paling sering. Bayi dengan
meningitis streptokokus B awitan lanjut jarang muncul dengan hidrosefalus tanpa danya
bukti akibat infeksi bakteri lain. Di antara beonatus yang bertahan hidup melewati
meningitis streptokokus grup B, 50% akan menderita sejumlah kelainan neurologi, seperti
pasien/1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1-5 paien /1000 kelahiran). Kejadian
sepsis juga meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada
bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan
keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 2000 g yang angka
kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita
sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.3 Secara Nasional
kejadian/insiden sepsis neonatorum belum ada.
Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus
perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992)
melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula
sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. Dari tahun ke tahun insiden sepsis tidak banyak
mengalami perbaikan, sebaliknya angka kematian memperlihatkan perbaikan yang bermakna. Di
Inggris, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985 1987 (25 30%) menunjukkan
penurunan yang bermakna dibandingkan dengan tahun 1996 1997 (menjadi 10%).
2.4
Etiologi
Bakteri penyebab SNAD (sepsis neonatorum awitan dini) umumnya berasal dari traktus
genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara SNAL (sepsis
neonatroum
awitan
lambat)
umumnya
disebabkan
oleh
infeksi
nosokomial
seperti
Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat
menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza,
parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara
lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di
luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang
nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi,
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka
umbilikus.
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran
proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan
sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ.
Berlainan dengan pasien dewasa, pada bayi baru lahir terdapat berbagai tingkat defisiensi
sistem pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan berlainan
dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini respon sistemik pada bayi baru
lahir mungkin terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal
inflammatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau bayi baru lahir terjadi karena
perjalanan infeksi kuman vagina (ascanding infaction) atau infeksi yang menjalar secara
hematogen dari ibu yang menderita infeksi.
Dengan demikian konsep infeksi pada bayi baru lahir, khususnya pada infeksi awitan dini,
perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan
septik, disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.
Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi pada
anak. Dengan demikian, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS
yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven)
infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis bayi baru lahir ditegakkan bila ditemukan satu atau
lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai gambaran klinis sepsis.
Gambaran klinis sepsis bayi baru lahir tersebut bervariasi, karena itu kriteria diagnostik
harus pula mencakup pemeriksaan penunjuang baik pemeriksaan laboratorium ataupun
pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dalam
perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam berbagai variabel,
antara lain variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variable
inflamasi. Berbagai variable inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang
ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS.
Sistem Imun Janin dan Bayi Baru Lahir Imunitas seluler (sel T) berawal di dalam rahim.
Respons imun primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam janin
pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imun lain terhadap suatu antigen (IgG dan
IgA), fagositosis neutrofil dan makrofag, dan pembentukan zat-zat antara peradangan belum
terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru
lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit. Dalam uterus, antibody IgG ibu secara aktif
dipindahkan melintasi sel-sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling
sedikit 6 bulan setelah lahir. Antibodi-antibodi ini menghasilkan imunitas pasif terhadap berbagai
mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lain dapat sampai ke bayi melalui
air susu.
Dalam sistem imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien FIRS/SIRS
adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi sebagai
regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Jumlah sitokin yang terkait dengan
SIRS terus bertambah dan mencakup faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin (IL)-1,-6, dan -8,
factor pengaktif trombosit (platelet activating factor [PAF]) dan interferon. Sebagian sitokin (proinflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-) dapat memperburuk keadaan penyakit
tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam
infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh.
Baik sendirian ataupun kombinasi, produk-produk bakteri dan sitokin proradang memicu
respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respons ini adalah:
(1) Aktivasi sistem komplemen
(2) Aktivasi faktor Hagenam (faktor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-tingkatan
koagulasi
(3) Pelepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin
(4) Rangsangan neutrofil polimorfonuklear
(5) Rangsangan sistem kalikrein kinin.TNF dan mediator radang lain meningkatkan
permeabilitas vascular, menimbulkan kebocoran kapiler difus, mengurangi tonus vaskuler,
dan terjadi ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersamaan dengan faktor VII darah akan berperan
pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga
terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan
selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis
yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena
pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1) yang dirangsang oleh mediator
proinflamasi (TNF-).2 Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam
aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan sepresi
fibrinolisis.
Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang
dapat menimbulkan mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan
sirkulasi. Gangguan tersebut mangakibatkan hipoksemia jaringan dan hipo tensi sehingga terjadi
disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat
memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak
teratasi akan diakhiri dengan kematian pasien.
2.6
Faktor Resiko
Factor resiko terjadinya sepsis neonatorum dibagi atas faktor ibu, neonates dan faktor
lain-lain.
a. Faktor maternal terdiri dari:
1. Ruptur selaput ketuban yang lama
2. Persalinan prematur
3. Amnionitis klinis
4. Demam maternal
5. Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
6. Persalinan yang lama
b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak
terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri
dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan
c.
d.
Gejala klinik neonates sehat adalah tampak bugar, menangis keras, minum kuat, napas
spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur kehamilan 37 42 minggu, berat
lahir 2500 4000 gram dan tidak terdapat kelainan bawaan/ mayor.
Menegakkan diagnosa sepsis pada neonates tidak mudah karena gejala kelainannya tidak
spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non infeksi. Diagnosis sepsis pada
neonates ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan laboratorium darah, pemeriksaan
penunjang dan kultur darah sebagai gold standard.
Manifestasi klinis sepsis neonatorum
Susunan syaraf pusat
aktivitas
Kardiovaskuler
Respiratorik
Saluran Pencernaan
Hematologik
Kulit
Gupte (2003) membuat skor neonatal sepsis berdasarkan factor resiko. Skor ini menilai
apakah bayi memerlukan skrining sepsis atau pemberuian terapi medikamentosa. Aplikasi : bila
skor 3 5 lakukan skrining sepsis; skor > 5 pertimbangkan terapi.
Faktor
Skor
Prematuritas
Cairan amnion yang berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6)
Partus lama
Pemeriksaan vagina yang tidak bersih
Ketuban pecah dini
3
2
2
2
1
2
1
urin. Jika terdapat focus infeksi yang lain, dapat juga diperiksa pada lokasi tersebut.
Rontgen dada harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik bayi yang diduga
sepsis. Pemeriksaan radiologi lain dapat diindikasikan bergantung dari kondisi klinis
tertentu. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI merupakan teknik pencitraan paling
Skor
I: M 0,3
sesuai umur
Bayi baru lahir 25.000/ mm3 atau 5000 /
mm3
Umur 12-24 jam 30.000/ mm3
Umur > 2 hr 21.000/ mm3
Perubahan PMN
3 vakuolisasi, toksik granular, Dohle bodies
Sumber : the complete blood count and hematologic finding as screending criteria for neonatal
sepsis, 1995
Bila jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis. Penggunaan skor ini
harus disesuaikan dengan klinis.
2.8
Pencegahan
a. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi,
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin,
rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
b. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu
dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya
bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian
ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi
Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan
memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria
efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik,
dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari
jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai
hasil tes resistensi.
Pemilihan antibiotik untuk terapi inisial mengacu pada jenis kuman penyebab tersering
dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera stelah didapatkan hasil
kultur darah, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya.
Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis
neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive, adjuvant therapy) bayak dilaporkan
dalam upaya memperbaiki mortilitas bayi.pengobatan tambahan atau terapi inkonvensional
semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan
tubuh bayi baru lahir,juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan
penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis neonatal.
Antibiotik
Amoxicillin
Azithromycin
Pemilihan Antibiotik
Dosis
Interval
15 mg/kg
8 jam
510 mg/kg
24 jam
Keterangan
Terapi dan
profilaksis pada
Clindamycin
Erythromycin
5 mg/kg
10 mg/kg
6-8 jam
6-12 jam
Pertussis
Infeksi Klamidial
pada neonates usia
Fluconazole
Flucytosine
Neomycin sulfate
Rifampisin
3-6 mg/kg
12,5-37,5 mg/kg
33 mg/kg
10 mg/kg
5 mg/kg
24-72 jam
8 jam
8 jam
24 jam
12 jam
dalam darah
Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi
DAFTAR PUSTAKA
Barbara J. Stoll. Infections of the Neonatal Infant. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
USA: WB Saunders. 2004. p: 623-639..
L. S. Prod'hom, J.-M. Choffat, N. Frenck, M. Mazoumi, J.-P. Relier and A. Torrado. Care of the
Seriously Ill Neonate With Hyaline Membrane Disease and With Sepsis (Sclerema
Neonatorum). Pediatrics 1974;53;170-181.
Ann L Anderson-Berry, Ted Rosenkrantz.
Neonatal
Sepsis.
2011.
Available
at
Ian R Friedland and George H McCracken. Sepsis dan Meningitis pada Neonatus. Dalam: Buku
Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1. Edisi 20. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hlm
601-610.
M. William, Louis, M. Bell, Peter M. Bingham. (2003). The 5-Minute Pediatric Consult.
Lippincott Williams and Witkins.
Merck
Online
Manual.
Introduction
to
Neonatal
Infection.
Available
at