Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL BAHASA INDONESIA

MENGENAL SUKU DAYAK KANAYANT


Valentino
Orlando Borneo
KONSEP JUBATA MENURUT KEYAKINAN DAYAK KANAYATN
Untuk mengungkapkan apa yang disebut JUBATA oleh Masyarakat adat Dayak Kanayatn,
agar dapat dimengerti dan dipahami secara jelas bukanlah merupakan yang sederhana dan
perlu waktu yang cukup banyak, karena tidak dapat dipisahkan dan sangat erat sekali
kaitannya dengan adat, mithe-mithe tentang kejadian alam semesta dan manusia dan
mithe-mithe lainya yang memperlihatkan keterkaitan-keterkaitan antara manusia dengan
makhluk-makhluk lain serta alam lingkungan sekitarnya. Masyarakat adat Dayak Kanayat
yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam nyata dan
kehidupan alam maya. Yang berada di alam kehidupan nyata ialah benda mati, tumbuhtumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan yang berada di alam kehidupan maya antara
lain: balis (iblis), bunyi-bunyian (suara), antu (hantu), sumangat urakng mati (roh),
dan JUBATA (Tuhan). Kedua alam khidupan ini dapat saling pengaruh-mempengaruhi satu
dengan yang lainnya. Kekuatan supranatural yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu
contoh dari akibat tersebut di atas. Untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan alam
nyatan dan kehidupan alam maya, serta untuk menata seluruh aspek kehidupan warganya,
hubungan timbal-balik sesama warganya, hubungan warganya dengan alam lingkungannya,
serta penciptanya/Jubata agar tetap serasi dan harmonis, nenek moyang para leluhur
mereka (Dayak Kanayatn) telah menyusun secara arif dan bijaksana ketentuan-ketentuan,
aturan-aturan yang harus ditaati dan dijadikan pengangan hidup bagi seluruh warganya dan
warga keturunannya dari generasi ke generasi sampai kini, yang terangkum dalam apa yang
disebut ADAT.
Sekedar untuk diketahui seperlunya bahwa yang tergolong ADAT di kalangan Masyarakat
Adat Dayak Kanayatn antara lain:
- Peraga-peraga adat, lambang, dan simbol-simbol
- Bahasa, seni, dan budaya adat
- Hak-hak kepemilikan adat
- Kearifan-kearifan dan keyakinan adat
- Adat-istiadat dan hukum adat
- Upacara-upacara adat.: Upacara-upacara adat adalah kegiatan ritual bagi masyarakat adat
dayak Kanayatn untuk berhubungan dengan Jubata.
Masyarakat Adat Dayak Kanayatn sangat yakin bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini
berasal dari Jubata. Jubata sebagai Pencipta, dan Pemelihara segala sesuatu yang ada di
alam nyata maupun di alam maya dan karena itu dikalangan masyarakat adat Dayak
Kanayatn Jubata sangat dihormatai, dimuliakan dan diagungkan. Jubata diyakini pulas
sebgai yang sangat baik, sangat murah hati, sangat adil, tetapi tidak segan untuk
menghukum perbuatan-perbuatan yyang jahat. Mari kita simak beberapa kalimat dan
penggalan kalimat yang mengungkapkan hal-hal di atas:

- Jubata nang baramu ai tanah, Adil ka Talino, Bacaramin ka Saruga, Basengat ka


Jubata, Samuanya baranse ka Jubata.
- Jubata ina munuh, Jubata ina tidur, Jubata ina Bengkok.
- Labih adat Jubata bera, kurang adat antu nuntut. Adat manusia sakanyang
parut, adat Jubata sapatok insaut, dan masih banyak lagi ungkapan-ungkapan yang
menyatakan hal tersebut. Jubata sebagai pencipta dan pemelihara segala sesuatu itu oleh
Masyarakat Adat Dayak Kanayatn disebut pula Jubata Tuha, yang dijabarkan dengan bahasa
sederhana sebagai berikut: Ne Panitah, Ne Pangira, Ne Patampa, Ne Pangadu, Ne
Pangedokng, Ne Pajaji, Ne Pangingu. Hitungannya ada 7 (Tujuh), dan senantiasa
diperingati pada setiap upacara ritual adat oleh Panyangahatn (Imam Adat) dalam
Bamangnya sebagai berikut: Asa...dua...talu...ampat...lima...anam...tujuh, aginya koa....dst.
Untuk menghadirkan atau (lebih tepat mengundang) Jubata untuk hadir pada setiap upacara
ritual adat yang dilaksanakan, panyangahatn melakukan beberapa hal misalnya:
- MemanggilNya dengan suara jelas dan lantang Ooooooooooo Kita JUBATA.....dst..dst.
- MemanggilNya dengan perantaraan Bujakng Pabaras, yang dilambangkan dengan
menghamburkan biji beras yang utuh sebanyak tujuh biji dengan bamang sbb: Aaaa....ian
Kita Bujakng Pabaras, Kita nang ba tongkakng lanso, nang ba seap libar, ampa jolo
basamptn, linsode batinyo saluakng jannyikng......dst.
- MemanggilNya dengan bunyian Potekng Baliukng sebanyak 7 kali

Mengenal Mandau
Kalimantan adalah salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia. Sebenarnya pulau
ini tidak hanya merupakan daerah asal orang Dayak semata karena di sana ada orang
Banjar (Kalimantan Selatan) dan orang Melayu. Dan, di kalangan orang Dayak sendiri satu
dengan lainnya menumbuh-kembangkan kebudayaan tersendiri. Dengan perkataan lain,
kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan oleh Dayak-Iban tidak sama persis dengan
kebudayaan yang ditumbuh-kembangkan Dayak-Punan dan seterusnya. Namun demikian,
satu dengan lainnya mengenal atau memiliki senjata khas Dayak yang disebut sebagai
mandau. Dalam kehidupan sehari-hari senjata ini tidak lepas dari pemiliknya. Artinya,
kemanapun ia pergi mandau selalu dibawanya karena mandau juga berfungsi sebagai
simbol seseorang (kehormatan dan jatidiri). Sebagai catatan, dahulu mandau dianggap
memiliki unsur magis dan hanya digunakan dalam acara ritual tertentu seperti: perang,
pengayauan, perlengkapan tarian adat, dan perlengkapan upacara. Mandau dipercayai
memiliki tingkat-tingkat kampuhan atau kesaktian. Kekuatan saktinya itu tidak hanya
diperoleh dari proses pembuatannya yang melalui ritual-ritual tertentu, tetapi juga dalam
tradisi pengayauan (pemenggalan kepala lawan). Ketika itu (sebelum abad ke-20) semakin
banyak orang yang berhasil di-kayau, maka mandau yang digunakannya semakin sakti.
Biasanya sebagian rambutnya sebagian digunakan untuk menghias gagangnya. Mereka
percaya bahwa orang yang mati karena di-kayau, maka rohnya akan mendiami mandau
sehingga mandau tersebut menjadi sakti. Namun, saat ini fungsi mandau sudah berubah,
yaitu sebagai benda seni dan budaya, cinderamata, barang koleksi serta senjata untuk
berburu, memangkas semak belukar dan bertani.
Bagian Mandau
1. Bilah Mandau
Bilah mandau terbuat dari lempengan besi yang ditempa hingga berbentuk pipih-panjang
seperti parang dan berujung runcing (menyerupai paruh yang bagian atasnya berlekuk
datar). Salah satu sisi mata bilahnya diasah tajam, sedangkan sisi lainnya dibiarkan sedikit
tebal dan tumpul. Ada beberapa jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat

mandau, yaitu: besi montallat, besi matikei, dan besi baja yang diambil dari per mobil, bilah
gergaji mesin, cakram kendaraan, dan lain sebagainya. Konon, mandau yang paling baik
mutunya adalah yang dibuat dari batu gunung yang dilebur khusus sehingga besinya sangat
kuat dan tajam serta hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Mandau jenis
ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu. Pembuatan bilah mandau diawali dengan
membuat bara api di dalam sebuah tungku untuk memuaikan besi. Kayu yang digunakan
untuk membuat bara api adalah kayu ulin. Jenis kayu ini dipilih karena dapat menghasilkan
panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Setelah kayu menjadi bara,
maka besi yang akan dijadikan bilah mandau ditaruh diatasnya agar memuai. Kemudian,
ditempa dengan menggunakan palu. Penempaan dilakukan secara berulang-ulang hingga
mendapatkan bentuk bilah mandau yang diinginkan. Setelah bilah terbentuk, tahap
selanjutnya adalah membuat hiasan berupa lekukan dan gerigi pada mata mandau serta
lubang-lubang pada bilah mandau. Konon, pada zaman dahulu banyaknya lubang pada
sebuah mandau mewakili banyaknya korban yang pernah kena tebas mandau tersebut. Cara
membuat hiasan sama dengan cara membuat bilah mandau, yaitu memuaikan dan
menempanya dengan palu berulang-ulang hingga mendapatkan bentuk yang diinginkan.
Setelah itu, barulah bilah mandau dihaluskan dengan menggunakan gerinda.
2. Gagang (Hulu Mandau)
Gagang (hulu mandau) terbuat dari tanduk rusa yang diukir menyerupai kepala burung.
Seluruh permukaan gagangnya diukir dengan berbagai motif seperti: kepala naga, paruh
burung, pilin, dan kait. Pada ujung gagang ada pula yang diberi hiasan berupa bulu binatang
atau rambut manusia. Bentuk dan ukiran pada gagang mandau ini dapat membedakan
tempat asal mandau dibuat, suku, serta status sosial pemiliknya.
3. Sarung Mandau.
Sarung mandau (kumpang) biasanya terbuat dari lempengan kayu tipis. Bagian atas dilapisi
tulang berbentuk gelang. Bagian tengah dan bawah dililit dengan anyaman rotan sebagai
penguat apitan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung
tanyaku, manik-manik dan terkadang juga diselipkan jimat. Selain itu, mandau juga
dilengkapi dengan sebilah pisau kecil bersarung kulit yang diikat menempel pada sisi sarung
dan tali pinggang dari anyaman rotan. Nilai Budaya Pembuatan mandau, jika dicermati
secara seksama, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan
sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu
antara lain: keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Nilai keindahan
tercermin dari bentuk-bentuk mandau yang dibuat sedemikian rupa, sehingga
memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin
dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran. Tanpa
nilai-nilai tersebut tidak mungkin akan terwujud sebuah mandau yang indah dan sarat
makna.

Asal Usul Suku Dayak


Kata Dayak berasal dari kata "Daya yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat
yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat.
Ada pelbagai pendapat tentang asal-usul orang Dayak, tetapi setakat ini belum ada yang
betul-betul memuaskan Namun, pendapat yang diterima umum menyatakan bahawa orang
Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan
(Tjilik Riwut 1993: 231, Gagasan tentang penduduk asli ini didasarkan pada teori migrasi
penduduk ke Kalimantan Bertolak dari pendapat itu adalah dipercayai bahawa nenek

moyang orang Dayak berasal dari China Selatan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Mikhail
Coomans (1987: 3):
semua suku bangsa Daya termasuk pada kelompok yang bermigrasi secara besar-besaran
dari daratan Asia. Suku bangsa Daya merupakan keturunan daripada imigran yang berasal
dari wilayah yang kini disebut Yunnan di Cina Selatan. Dari tempat itulah kelompok kecil
mengembara melalui Indo China ke jazirah Malaysia yang menjadi loncatan untuk memasuki
pulau-pulau di Indonesia, selain itu, mungkin ada kelompok yang memilih batu loncatan lain,
yakni melalui Hainan, Taiwan dan Filipina. Perpindahan itu tidak begitu sulit, kerana pada
zaman glazial (zaman es) permukaan laut sangat turun (surut), sehingga dengan perahuperahu kecil sekalipun mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulau-pulau
itu.
Orang-orang Dayak ialah penduduk pulau Kalimantan yang sejati, dahulu mereka ini
mendiami pulau Kalimantan, baikpun pantai-pantai baikpun sebelah ke darat Akan tetapi
tatkala orang Melayu dari Sumatera dan Tanah Semenanjung Melaka datang ke situ
terdesaklah orang Dayak itu lalu mundur, bertambah lama, bertambah jauh ke sebelah
darat pulau Kalimantan
Teori tentang migrasi ini sekaligus boleh menjawab persoalan: mengapa suku bangsa Dayak
kini mempunyai begitu banyak sifat yang berbeza, sama ada dalam bahasa maupun dalam
ciri-ciri budaya mereka
Dewasa ini suku bangsa Dayak terbagi dalam enam rumpun besar, iaitu Kenyah-KayanBahau, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan. Keenam rumpun ini terbagi lagi
kepada lebih kurang 405 sub suku. Meskipun terbagi kepada ratusan sub suku, kelompok
suku Dayak memiliki kesamaan ciri-ciri budaya yang khas. Ciri-ciri tersebut menjadi faktor
penentu salah suatu sub suku di Kalimantan dapat dimasukkan ke dalam kelompok
Dayak. Ciri-ciri tersebut ialah rumah panjang, hasil budaya material seperti tembikar,
mandau, sumpit beliong (kapak Dayak) pandangan terhadap alam, mata pencarian (sistem
perladangan) dan seni tari.

Budaya Naik Dango suku Dayak Kanayatn


NAIK DANGO:
Upacara Naik Dango Suku Dayak Kalbar merupakan kegiatan ritual Suku Dayak Kanayatn di
Kalimantan Barat, upacara ritual Naik Danggo ini merupakan kegiatan panen padi atau
pesta padi sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Dayak Kanayatn kepada Nek Jubata
(Sang Pencipta) terhadap segala hasil yang telah diperoleh. Melalui upacara Naik Danggo
suku Dayak Kalbar (Dayak Kanayatn) ini mereka merefleksikan kegiatan yang sudah lalu
dihubungkan dengan kebesaran Nek Jubata, serta untuk memohon kepada Sang Pencipta
(JUBATA) agar hasil panen tahun depan bisa lebih baik, serta masyarakat dihindarkan dari
bencana dan malapetaka.
Upacara ritual pesta padi ini kerap dilaksanakan rutin setiap tahun dan dilaksanakan secara
bergiliran di Kabupaten dan Kota di Kalbar, sebagai contoh Upacara Naik Danggo ke VII
pernah dilaksanakan di Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat tepatnya di Desa Lingga,
Kecamatan Sei. Ambawang pada tanggal 27 April 1992 dan 1993 upacara Naik Dango suku
Dayak Kalbar diadakan di Kecamatan Menjalin, sedangkan pada tahun 2009 Naik Danggo
diadakan di Singkawang.

Melalui kegiatan ini pula diharapkan dapat melestarikan berbagai seni kebudayaan Dayak
yang memang memiliki beranekaragam pesona dalam bingkai kekayaan budaya Nusantara.
MAKNA NAIK DANGO:
Tahap pelaksanaan upacara Naik Dango yaitu sebagai berikut :
1. Sebelum hari pelaksanaan
Sebelum hari pelaksanaan, terlebih dahulu dilakukan pelantunan mantra (nyangahathn)
yang disebut Matik. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan dan memohon restu pada
Jubata.
2. Saat hari pelaksanaan
Pada hari pelaksanaan dilakukan 3 kali nyangahathn :
pertama di Sami, bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang
agar datang kembali ke rumah adat.
kedua di Baluh/Langko, bertujuan untuk mengumpulkan semangat padi di tempatnya yaitu
di lumbung padi.
ketiga di Pandarengan, tujuannya yaitu berdoa untuk memberkati beras agar dapat
bertahan dan tidak cepat habis.
Naik Dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak Kendayan yang dilaksanakan
secara rutin setiap tahun. Dalam Upacara Adat Naik Dango, selain acara inti yakni
nyangahathn.
Upacara Adat Naik Dango intinya hanya berlangsung satu hari saja tetapi karena juga
menampilkan berbagai bentuk budaya tradisional di antaranya berbagai upacara adat,
permainan tradisional dan berbagai bentuk kerajinan tangan yang juga bernuansa
tradisional, sehingga acara ini berlangsung selama tujuh hari. Penyajian berbagai unsur
tradisional, selama Upacara Adat Naik Dango ini, menjadikannya sebagai even yang eksotis
ditengah-tengah kesibukan masyarakat Dayak.
Upacara Adat Naik Dango merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran
kesenian Dayak yang diselenggarakan oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak
(SEKBERKESDA) pada tahun 1986.3 perkembangan tersebut kuat dipengaruhi oleh
semangat ucapan syukur kepada Jubata yang dilaksanakan Masyarakat Dayak Kendayan di
Menyuke setiap tahun setelah masa panen padi usai.
Dalam bentuknya yang tradisional, pelaksanaan Upacara Adat pasca panen ini dibatasi di
wilayah kampung atau ketemanggungan. Inti dari upacara ini adalah nyangahathn yaitu
pelantunan doa atau mantra kepada Jubata, lalu mereka saling mengunjungi rumah
tetangga dan kerabatnya dengan suguhan utamanya seperti: poe atau salikat (lemang atau
pulut dari beras ketan yang dimasak di dalam bambu), tumpi cucur), bontonkng (nasi yang
dibungkus dengan daun hutan seukuran kue), jenis makanan tradisional yang terbuat dari
bahan hasil panen tahunan dan bahan makanan tambahan lainnya.
ASAL MULA NAIK DANGO
Naik Dango didasari mitos asal mula padi menjadi popular di kalangan orang Dayak
Kalimantan Barat, yakni cerita Ne Baruankng Kulup yaitu Kakek Baruangkng Yang Kulup
karena tidak sunat. Cerita itu dimulai dari cerita asal mula padi berasal dari setangkai padi

milik Jubata di Gunung Bawang yang dicuri seekor burung pipit dan padi itu jatuh ke tangan
Ne Jaek (Nenek Jaek) yang sedang mengayau. Kepulangannya yang hanya membawa
setangkai buah rumput (padi) milik Jubata, dan bukan kepala yang dia bawa menyebabkan
ia diejek. Dan keinginannya untuk membudidayakan padi yang setangkai itu menyebabkan
pertentangan di antara mereka sehingga ia diusir. Dalam pengembaraannya ia bertemu
dengan Jubata. Hasil perkawinannya dengan Jubata adalah Ne Baruankng Kulup. Ne
Baruankng Kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada talino (manusia), lantaran
dia senang turun ke dunia manusia untuk bermain Gasing. Perbuatannya ini juga
menyebabkan ia diusir dari Gunung Bawang dan akhirnya kawin dengan manusia. Ne
Baruankng Kulup lah yang memperkenalkan padi atau beras untuk menjadi makanan
sumber kehidupan manusia, sebagai penganti kulat (jamur, makanan manusia sebelum
mengenal padi), bagi manusia. Namun untuk memperoleh padi terjadi tragedi pengusiran di
lingkungan
manusia dan jubata yang menunjukan kebaikan hati Jubata bagimanusia.
Makna Upacara Adat Naik Dango bagi masyarakat Suku Dayak Kendayan antara lain , yaitu
pertama: sebagai rasa ungkapan syukur atas karunia Jubata kepada manusia karena telah
memberikan padi sebagai makanan manusia, kedua: sebagai permohonan doa restu kepada
Jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dango padi, agar padi yang
digunakan benar-benar menjadi berkat bagi manusia dan tidak cepat habis, ketiga: sebagai
pertanda penutupan tahun berladang, dan keempat: sebagai sarana untuk bersilahturahmi
untuk mempererat hubungan persaudaraan atau solidaritas.
Dalam kemasan modern, upacara Adat naik Dango ini dimeriahi oleh berbagai bentuk acara
adat, kesenian tradisional, dan pameran berbagai bentuk kerajinan tradisional. Hal ini
menyebabkan Naik Dango lebih menonjol sebagai pesta dari pada upacara ritual. Namun
dilihat dari tradisi akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.

Tradisi dalam suku dayak Kanayatn

Beberapa istilah suku Dayak Kanayant yang berkaitan dengan adat-istiadat:


1. SamporeSampore dilakukan dalam kehidupan sesorang yang berhubungan dengan

rehablitasi hubungan yang pernah cacat. Sampore dilakukan dalam acara lenggang, liatn,
dendo, bapipis, batampukng tawar, dan babuis (karena badi atau jukat)/ dan bisanya
sampore dilakukan oleh para dukun
2. LalaLala adalah pantangan bagi masyarakat Dayak Kanayatn dalam melakukan sesuatu
baik itu pantang makan, melakukan sesuatu, dan mengucapkan kata - kata. Masa pantang
bisa tiga hari, tujuh hari, 44 hari, dan seumur hidup diatur dalam tradisi masyarakat
setempat. Tujuan lala adalah agar setiap anggota masyarakat terhindar dari bahaya,
kekuatan meningkat, atau terkabulnya niat dalam pekerjaan.
3. Tanung.
Tanung merupakan tradisi masyarakat dalam menentukan jenis kegiatan misalnya
membangun rumah, menetapkan mototn, mancari jalan terbaik dalam situasi gawat/perang.
Upacara batanung akan memberikam suatu keyakinan tentang jenis kegiatan yang dapat
dilakukan kemudian. Jenis tanung adalah tang ai, tanung tali, tanung karake, tanung
sarakng pinang, dan tanung dapa layakng.
4. Baremah
Baremah adalah permohonan penutup atau ucapan syukur atas hasil pekerjaan, seperti
pada baroah, babalak, muang rasi, bapipis, basingangi (niat). Kegiatan ini lebih bersifat
pribadi atau bagian upacara keluarga.

5. Renyah
Renyah adalah bahasa dayak kanayatn dalam menyebutkan lagu atau nyanyian. Isi
nyanyian berupa pantun yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat dalam
berkasih sayang, saling sindir, atau oleh orang tua menyampaikan pesan kepada anaknya.
Renyah biasanya dilakukan pada saat ke mototn atau ke hutan.
6. BaceceBacece adalah berunding di antara para tokoh, sanak keluarga, dan kerabat
sekampung mengenai budi, hutang, atau hal lainnya dari orang tua/kepala keluarga/tokoh
adat/tokoh masyarakat yang sudah meninggal dunia. Perundingan yang dipimpin oleh
pemuka adat biasanya menghasilkan kesepakatan mengenai kejelasan dan tindakan yang
dapat diambil bilamana perlu. Tujuannya agar arwah orang yang meninggal dapat lebih baik
dan aman di surga, dan keluarga yang ditinggalkan dapat lebih tenang dan rukun.
7. Pangka
Upacara adat pangka adalah upacara adat untuk memperingati Ne Baruakng Kulup
merunkan padi ke dunia.Upacara ini biasanya dilakukan sebelum patahunan (masa ba
mototn). Sebelum Upacara adat yang dipimpin oleh temenggung ini dilaksanakan , terlebih
dahulu melakukan sembahyang bersama di panyugu setelah itu pangka gasing dimulai.
8. Muraatn
Muraaatn adalah berdoa agar sesorang tidak ditimpa mala petaka. Tradisi ini sifatnya
pribadi perorangan.

Tradisi dalam suku dayak Kanayatn

Dalam kebudayaan suku dayak terdapat banyak tradisi yang dilakukan seperti halnya sukusuku lain, salah satu tradisi khas suku dayak misalnya 'Ngayo'/Ngayau (tradisi mencari
kepala manusia, dengan membunuh orangnya dan mengambil kepalanya sebagai
kebanggaan bagi orang yang mendapatkannya, dan ini biasanya terjadi antar kelompok
suku dayak), 'Naik dango' (upacara sukuran panen dari orang dayak) dll. salah satu tradisi
yang jarang di ekspose orang adalah tradisi mengenai cerita, nyanyian dll, yang dikenal
dengan tradisi lisan, tradisi yang berupa ucapan-ucapan lisan saja tidak ada arsip tertulis
dalam suku dayak, namun di ajarkan dari generasi ke generasi segara lisan. berikut berbagai
bentuk tradisi lisan:
Kelompok cerita:
1. Singara
Singara adalah cerita rakyat biasa yang berhubungan dengan situasi kehidupan di
masyarakat. Cerita itu berupa cerita jenaka, cerita pelipulara, cerita binatang, dan cerita
kasih sayang. Cerita jenaka misalnya cerita tentang Pak Ali-ali yang sangat kocak membuat
tawa bagi yang mendengarkannya.Berikut ini contoh cerita Pa Ali-ali sedang mencari ikan
sungai dengan bubu.
"Dimusim hujan ketika air sedang pasang, Pak ali-ali yang pemalas disuruh istrinya mencari
ikan dengan menggunakan bubu. Awalnya Dia merasa enggan, tapi karena istrinya sering
merengek-rengek akhirnya pak Ali-ali mengikuti keinginan istrinya. Malam ia mulai
memasang bubu. Pagi harinya ketika diangkat, tak satupun ikan yang ia peroleh. Ia pun
membawa bubunya kerumah dan melaporkannya ke pada istrinya. Istrinya marah-marah
dan berkata : " Dasar bodoooh kao Pak ali-ali, seko saluakng buta pun kao na namu.
Dah..kao gago agi ikatn ka sunge" Sambil menghukum Pak Ali-ali tidak diberi makan.
Terpukul oleh kata-kata istrinya "sekok saluakng buta pun na namu" akhirnya ia pun
pasang bubu lagi. Kali ini ia dapat ikan penuh satu bubu. Tapi begitu dicek satu persatu tidak
satu seluangpun yang buta. Akhirnya semua ikan seluang dan ikan yang lain dilepaskannya
lagi ke sungai. Iapun pulang dan melaporkan bahwa ikan yang didapatnya sudah dibuang
ke sungai semua, karena tidak ada yang buta".
2. Gesah/Curita
Gesah adalah cerita yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama lama suku Dayak,
sosok kepahlawanan, asal usul benda/ kehidupan manusia. Contoh gesah misalnya tentang
Ne Baruakng Kulup dengan asal usul padi turun ke dunia. Gesah Ria Sinir yang terkenal
dengan keberanian dan kesaktiannya. Gesah Pak Kasih yang berjuang merebut
kemerdekaan.
3. Osolatn.
Osolath adalah kisah asal usul keturunan suatu suku, atau keluarga. Contoh Osolatn dapat
dilihat pada asal usul kehidupan manusia di bumi menurut kepercayaan Dayak Kanayatn.
"Pada mulanya, pada perkawinan kosmis di Pusat Ai Pauh Janggi kemudian tercipta Kulikng
Langit dua Putar Tanah (Kubah langit dan Kubah bumi), yaitu Sino Nyandong dan Sino Nyoba
memperanakan Si Nyati Anak Balo Bulatn Tapancar Anak Mataari (Nyati Putri Bulan dan
Putra Matahari). Memperanakan Iro-iro man Angin-angin ( Kacau Balau dan Badai),
memperanakan Uang-uang man Gantong Tali (udara mengawang dan Embun
menggantung), memperanakan Tukang Nange man Malaekat (Pandai Besi dan Bidadari),

memperanakan Sumarakng Ai man Sumarakng Sunge (segala air dan segala sungai),
memperanakan Tunggur Batukng man Mara Puhutn (Bambu dan Pepohonan)
memperanakan Antuyut man Marujut (Akar-akaran dan Umbi-umbian) memperanakan Popo
man Rusuk (Kesejukan Lumpur dan Tulang Iga).
Kesejukan Lumpur adalah perempuan dan tulang iga adalah laki-laki. Selanjutnya Popo man
Rusuk Memperanakan Anteber dan Guleber. Anteber dan Guleber inilah yang dipercaya
sebagai nenek moyang Dayak Kanayatn. Setelah menjadi manusia, selanjutnya, Anterber
dan Guleber melahirkan anak-anaknya dan kemudian dalam waktu cukup lama melahirkan
anak cucu, sehingga dengan demikian, semakin banyaklah anak manusia di bumi".
4. Batimang
Batimang adalah kegiatan yang bersifat hiburan atau pelipur hati atau bujukan oleh para
orang tua untuk anak-anak. Batimang dilakukan pada saat senggang atau saat mau tidur.
Batimang dapat dilakukan pada ungkapan pepatah, pantun atau lagu. Berikut ini contoh
pepatah:
1. Abeh gi ka bahu, lajak udah bajalatn. Maksudnya Ia masih merencanakan sesuatu tapi
rencananya sudah disebarluaskan.
2. Jantek siku siku tulakng takar. Maksudnya Perbuatan yang serba salah.
5. Pantutn
Pantutn atau pantun merupakan cerita yang berisi nasihat, peringatan, dan kasih sayang.
Pantun terdiri dari empat baris bersajak ab-ab, dua baris sampiran dan dua baris isi.
Sampirannya menarik karena kata-katanya berasal dari lingkungan kehidupan. Pantun
banyak dipraktekkan dalam kesenian jonggan, berkomunikasi di mototn dan menoreh getah.
Tokoh pantun yang terkenal media elektronik yang berasal dari Desa Rees adalah Pak
Namben dijuluki si raja Pantun.
6. Sungkaatn
Sungkaatn adalah Cerita dalam bentuk perumpamaan/pepatah disebut dengan sungkaatn.
Perumpamaan atau pepatah yang dikaitkan dengan lingkungan sekitar tentang
peringatan,penjelasan atau nasehat. Biasanya kata - kata yang digunakan adalah bahasa
formal adat. Berikut ini adalah contoh sungkaatn.1. Saenek-enek udas, paling ina tupe jejek
ka dalapmnya. Maksudnya pada sebuah komunitas paling tidak satu orang menjadi
pemimpinnya.2. Suka mani ka Daya maksudnya sesorang yang selalu mengaku dirinya
lebih hebat dari yang lain. Kebalikan dari pepatah ini adalah Suka mani ka ilir yang
maknanya seseorang selalu merendahkan dirinya meskipun ia sesorang pemimpin.
7. Salong
Salong adalah cerita dalam bentuk sindiran atau ejekan terhadap suatu kebiasaan, atau
perilaku yang kurang baik di masyarakat. Salong berusaha memperbaiki Sifat,perilaku, dan
perbuatan yang tidak sesuai dengan adat atau kebiasaan yang berlaku umum. Contoh
salong adalah sebagai berikut :1). Sayang istri, dipukulSayang ke anak di tinggalkan ;
maksudnya bekerja keraslah mencari nafkah untuk anak istri.2). Ujatna abut koa ;
maksudnya salong untuk anak yang menangis.3). Angus padakng dinunu ; maksudnya

kebohongan yang disampaikan dipercaya pendengar.4). Katungo ka jauh kateleatn, Babotn


ka samaknya nana ia tele : Maksudnya kesalahan orang orang dibesar-besarkan,
kesalahan sendiri ditutupi.

Mengenai Suku Dayak


Suku dayak adalah suku yang tinggal di kalimantan, orang dayak memiliki budaya terestrial
(daratan, bukan budaya maritim) ini disebabkan karena pada awalnya nenek moyang orang
dayak tinggal di pegunungan atau di dalam hutan rimba sehingga budaya mereka lebih
mengarah ke budaya daratan. Suku Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa. "(Dalam
arti sempit, Dayak hanya mengacu kepada suku Ngaju (rumpun Ot Danum ) di
Kalimantan Tengah, sedangkan arti yang luas suku Dayak terdiri atas 6 rumpun suku.Suku
Bukit di Kalimantan Selatan dan Rumpun Iban diperkirakan merupakan suku Dayak
yang menyeberang dari pulauSumatera . Sedangkan suku Maloh di Kalimantan
Barat perkirakan merupakan suku Dayak yang datang dari pulau Sulawesi .
Penduduk Madagaskar menggunakan bahasa yang mirip denganbahasa Maanyan , salah
satu bahasa Dayak (Rumpun Barito ).

Anda mungkin juga menyukai