Anda di halaman 1dari 6

Sejarah dan Kebudayaan Suku Mandailing

1. PENDAHULUAN
a. Latar belakang hal yang menjadi dasar bagi saya untuk membahas mengenai sejarah
dan kebudayaan suku mandailing ialah karena suku ini memiliki khasanah budaya yang
luar biasa dan unik baik dari segi adat istiadat nya, system marga nya, pakaian adatnya dan
lain-lain. Tidak hanya itu, yang menjadi penggerak hati saya untuk membahas mengenai
suku ini ialah karena suku ini juga menyimpan keunikan sejarah yang mungkin dapat
membuka pikiran kita mengenai suku mandailing yang sebenarnya.

b. Rumusan masalahYang menjadi rumusan masalah dalam makalah saya ini ialah,

1. Apakah mandailing dan batak itu sama ?

2. Apakah mandailing itu suku atau etnis yang berdiri sendiri dan bukan merupakan sub
etnis ?
c. Tujuan pembahasanTujuan dari pembahasan saya ini ialah untuk membuka wawasan
kita lebih luas lagi mengenai suku mandailing yang sebenarnya serta untuk menambah
pengetahuan kita mengenai kebudayaan mandailing.

1. Asal muasal nama mandailing


Konon katanya, kata mandailing berasal dari kata mande atau ibu dan hilang yang
bermakna lenyap. Jadi arti dari kata mandailing ialah ibu yang hilang. Cerita atau nama
tersebut didapat dari sumber berupa dongeng dan kisah sejarah masa lalu yang berlaku di
tanah sumatera barat. Namun ada versi lain mengenai asal muasal nama mandailing, yaitu
Adat istiadat
Adat istiadat suku Mandailing diatur dalam Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga
Kalinga), yang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat. Orang Mandailing mengenal
tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak, yang merupakan varian dari aksara Proto-
Sumatera, yang berasal dari huruf pallawa, bentuknya tak berbeda dengan Aksara
Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuna, dan akasara nusantara
lainnya. Meskipun Suku Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-
tulak dan dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha(pustaka).
Namun amat sulit menemukan catatan sejarah mengenai Mandailing sebelum abad ke-19.
Umumnya pustaka-pustaka ini berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib,
ramalan-ramalan tentang waktu yang baik dan buruk, serta ramalan mimpi.

1. Adat pernikahan
Dalam pelaksanaan upacara adat pernikahan mandailing,biasanya diperlukan
perlengkapan upacara adat, seperti sirih (napuran/burangir) terdiri dari sirih, sentang
(gambir), tembakau, soda, pinang, yang semuanya dimasukkan ke dalam sebuah tepak.
Lalu, sebagai simbol kebesaran (paragat) disiapkan payung rarangan, pedang dan tombak,
bendera adat (tonggol) dan langit-langit dengan tabir.Adat pada suku Mandailing
melibatkan banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi dan anak boru. Prosesi
upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai,
yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik. Setiap anggota berbalas
tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran. Orang pertama yang membuka
pembicaraan adalah juru bicara yang punya hajat (suhut), dilanjutkan dengan menantu
yang punya hajat (anak boru suhut), ipar dari anak boru (pisang raut), peserta
musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja adat di kampung tersebut (hatobangan),
raja adat dari kambpung sebelah (raja torbing balok) dan raja diraja adat/pimpinan sidang
(raja panusunan bulang).Setelah itu, dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama
mangupa atau mangupa tondi dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam
masuk dan dianut oleh etnis Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat.
Biasanya ada kata-kata nasihat yang disampaikan saat acara ini. Tujuannya untuk
memulihkan dan atau menguatkan semangat serta badan. Pangupa atau bahan untuk
mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke dalam tampah besar dan diisi dengan nasi,
telur dan ayam kampung dan garam.Masing-masing hidangan memiliki makna secara
simbolik. Contohnya, telur bulat yang terdiri dari kuning dan putih telur mencerminkan
kebulatan (keutuhan) badan (tondi). Pangupa tersebut harus dimakan oleh pengantin
sebagai tanda bahwa dalam menjalin rumah tangga nantinya akan ada tantangan berupa
manis, pahit, asam dan asin kehidupan. Untuk itu, pengantin harus siap dan dapat
menjalani dengan baik hubungan tersebut.

1. Marga
Suku Mandailing sendiri mengenal paham kekerabatan, baik patrilineal maupun
matrilineal. Dalam sistem patrilineal, orang Mandailing mengenal marga. Di Mandailing
hanya dikenal belasan marga saja, antara lain Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan,
Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia,
Daulay, Matondang, dan Hutasuhut. Bila orang Batak mengenal pelarangan kawin semarga,
maka orang Mandailing tidaklah mengenal pelarangan kawin semarga. Hal ini lah yang
menyebabkan marga orang Batak bertambah banyak, karena setiap ada kawin semarga,
maka mereka membuat marga yang baru. Di lain pihak orang-orang dari etnis Mandailing
apabila terjadi perkawinan semarga, maka mereka hanya berkewajiban melakukan
upacara korban, berupa ayam, kambing atau kerbau, tergantung status sosial mereka di
masyarakat, namun aturan adat itu sekarang tidak lagi dipenuhi, karena nilai-nilai status
sosial masyarakat Mandailing sudah berubah, terutama di perantauan.

1. Bahasa suku mandailing


ada banyak ragam bahasa yang unik yang dimiliki oleh suku mandailing, namun
kesemuanya itu dibedakan dalam penggunaan moment dan waktunya. Misal,
1. Hata somal : digunakan untuk obrolan sehari-hari
2. Hata andung : digunakan saat suasan duka
3. Hata teas dohot jampolak : digunakan saat dalam keadaan marah
4. Hata sibaso : digunakan saat suasan magis/upacara adat
5. Hata parkapur : digunakan saat orang-orang sedang berada di dalam hutan

1. tarian suku mandailing


tarian adat biasanya sering dipertontonkan pada saat upacara adat mandailing, dimana
uning-uning dibunyikan (margondang), selalu dilengkapi
acara manortor.Dalam pelaksanaannya pelaku
Tor-Tor terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu: Kelompok Manortor yang berbaris di
depan, yaitu: kelompok barisan Manortor adalah barisan yang dihormati oleh barisan
mangayapi seperti Mora dan Raja-Raja Adat) dan kelompok Pengayapi yang berbaris
dibelakang. Pelaksanaan Tor Tor berdasarkan taraf atau kedudukan seseorang yang
Manortor, yaitu :

2. Tor Tor Suhut, Kahanggi Suhut, Mora dan Anak Boru.


3. Tor-Tor Raja-Raja.
4. Tor-Tor Raja Panusunan.
5. tor-Tor Naposo Bulung
6. Tor-Tor Sibaso.
Sudah tidak pernah lagi dilaksanakan karena tor-tor ini yang manortorharus manyarama
atau kesurupan sehingga dinilai bertentangan dengan ajaran agama Islam).

1. Pakaian adat pernikahan


Pada pernikahan adat mandailing, biasanya pengantin Mandailing menggunakan pakaian
adat yang didominasi warna merah, keemasan dan hitam. Pengantin pria menggunakan
penutup kepala yang disebut ampu-mahkota yang dipakai raja-raja Mandailing di masa
lalu, baju godang yang berbentuk jas, ikat pinggang warna keemasan dengan selipan dua
pisau kecil disebut bobat, gelang polos di lengan atas warna keemasan, serta kain
sesamping dari songket Tapanuli. Sedangkan, pengantin wanita memakai penutup kepala
disebut bulang berwarna keemaasan dengan beberapa tingkat, penutup daerah dada yaitu
kalung warna hitam dengan ornamen keemasan dan dua lembar selendang dari kain
songket, gelang polos di lengan atas berwarna keemasan, ikat pinggang warna keemasan
dengan selipan dua pisau kecil, dan baju kurung dengan bawahannya songket.
KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan kita diatas, terjawab sudah rumusan masalah kita bahwa
pada dasarnya orang mandailing menolak untuk disamakan dengan orang batak dan hal ini
sudah pernah terjadi pada masa colonial belanda. Permasalahan ini pun juga telah
diputuskan oleh pengadilan hindia belanda di Batavia pada tahun 1925 yang menyatakan
bahwa mandailing ialah etnis yang terpisah dari batak.

Anda mungkin juga menyukai