Anda di halaman 1dari 12

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA ILMU PENGETAHUAN

SOSIAL MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DI KELAS IV SD NEGERI


147 PALEMBANG
Tri Sulistiono, Siti Dewi Maharani, Umar Effendy
FKIP PGSD Universitas Sriwijaya
Abstract: The purpose of this research is to improve student learning outcomes
Elementary School IV grade 147 Palembang in social studies using a model of Discovery
Learning. The subjects were students of class IV which amounted to 37 students,
consisting of 21 male students and 16 female students. The method used is a Class Action
Research which consisted of 3 cycles, in each cycle consisting of planning,
implementation, observation and reflection. Data collection techniques used are tests and
observation. Based on the results and discussion of research has increased in the first
cycle mastery learning students by 68% with an average value of 62. In Cycle II mastery
learning students by 78% with an average value of 68. At Cycle III mastery learning
students by 89% with an average value of 77. Results of student learning activities also
increased, in the first cycle activeness percentage of students in the study reached 62%
(quite active), on the second cycle increased to 74% (active), and the third cycle
experienced peningakatan to 76% (active). So it can be concluded that by using a model
of Discovery Learning can improve learning outcomes and learning Activities students of
social science.
Keywords: Results Learning, Social Sience, Discovery Learning Model
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV
SD Negeri 147 Palembang pada mata pelajaran IPS dengan menggunakan model
Discovery Learning. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV yang berjumlah 37
siswa, terdiri dari 21 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Metode penelitian yang
digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas yang terdiri dari 3 siklus, pada setiap
siklusnya terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Berdasarkan hasil dan
pembahasan penelitian mengalami peningkatan pada Siklus I ketuntasan belajar siswa
sebesar 68% dengan nilai rata-rata 62. Pada Siklus II ketuntasan belajar siswa sebesar
78% dengan nilai rata-rata 68. Pada Siklus III ketuntasan belajar siswa sebesar 89%
dengan nilai rata-rata 77. Hasil aktivitas belajar siswa juga mengalami peningkatan, pada
siklus I persentase keaktifan siswa dalam belajar mencapai 62% (cukup aktif), pada siklus
II meningkat menjadi 74% (aktif), dan pada siklus III mengalami peningakatan menjadi
76% (aktif). Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model Discovery
Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar ilmu pengetahuan sosial
siswa.
Kata Kunci: Hasil Belajar, Pembelajaran IPS, Model Discovery Learning
PENDAHULUAN

(Trianto, 2013:1). Secara formal dan


institusional, sekolah dasar masuk pada
kategori pendidikan dasar. Pendidikan
dasar merupakan pendidikan yang tidak
semata-mata membekali anak didik

Pendidikan adalah salah satu


bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan syarat perkembangan
1

berupa kemampuan membaca, menulis,


dan berhitung semata, tetapi harus
mengembangkan potensi pada siswa
baik potensi mental, sosial, dan spiritual
(Susanto, 2013 : 70). Pada jenjang
SD/MI mata pelajaran IPS memuat
materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS,
peserta didik diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang
demokratis, dan bertanggung jawab,
serta warga dunia yang cinta damai. Di
masa yang akan datang peserta didik
akan menghadapi tantangan berat karena
kehidupan masyarakat global selalu
mengalami perubahan setiap saat. Oleh
karena itu mata pelajaran IPS dirancang
untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis
terhadap kondisi sosial masyarakat
dalam
memasuki
kehidupan
bermasyarakat yang dinamis. Mata
pelajaran IPS disusun secara sistematis,
komprehensif, dan terpadu dalam proses
pembelajaran menuju kedewasaan dan
keberhasilan dalam kehidupan di
masyarakat. Dengan pendekatan tersebut
diharapkan
peserta
didik
akan
memperoleh pemahaman yang lebih luas
dan mendalam pada bidang ilmu yang
berkaitan (Depdiknas, 2006:124).
Berdasarkan hasil pengamatan
peneliti selama kegiatan P4 (Program
Pengembangan Perangkat Pembelajaran)
dan wawancara dengan guru kelas IV
yaitu Ibu Sri Khomsiati, S.Pd, kriteria
ketuntasan minimal (KKM) pada mata
pelajaran IPS di SD Negeri 147
Palembang adalah 60. Pada hasil ujian
tengah semester 1 tahun 2014 bahwa
hasil belajar dari 37 siswa hanya 9 siswa
mencapai ketuntasan belajar (24%),
sedangkan 28 siswa lainnya belum
mencapai ketuntasan belajar (76%).
Kemampuan dan keterampilan
guru dalam memilih dan menggunakan
berbagai model, metode, dan strategi
pembelajaran
senantiasa
terus
ditingkatkan,
agar
pembelajaran
pendidikan IPS benar-benar mampu

mengkondisikan upaya pembekalan


kemampuan dan keterampilan dasar bagi
siswa untuk menjadi manusia dan warga
Negara yang baik (Kosasih dikutip
Raharjo, 2005:15). Sesuai dengan
pendapat tersebut peneliti menggunakan
model Discovery Learning sebagai
langkah
inovasi
dalam
proses
pembelajaran. Sebagaimana menurut
Hosnan (2014:2) guru seharusnya
menyadari
betapa
pentingnya
membentuk nilai-nilai yang dibutuhkan
dalam diri siswa dan mau untuk
melakukan inovasi dalam proses belajar
mengajar, model Discovery Learning ini
belum pernah digunakan di SD Negeri
147 Palembang sesuai hasil pengamatan
dan wawancara selama kegiatan P4.
Berdasarkan uraian di atas,
penelitian ini diberi judul Peningkatan
Hasil Belajar Siswa pada Ilmu
Pengetahuan Sosial melalui Model
Discovery Learning di Kelas IV SD
Negeri 147 Palembang.
Tujuan Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial pada siswa kelas IV SD Negeri
147
Palembang
melalui
model
Discovery Learning.
Hasil penelitian dengan model
Discovery Learning ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi guru, siswa, dan
sekolah. a) bagi siswa, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan suasana
belajar yang lebih menyenangkan
sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar IPS. b) bagi guru, hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi salah satu
pilihan model alternatif yang dapat
digunakan guru pada saat pembelajaran
IPS. c) bagi sekolah, memberikan
sumbangan bagi perbaikan proses
belajar mengajar pada mata pelajaran
IPS melalui model pembelajaran.
Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan seseorang dengan
sengaja dalam keadaan sadar untuk

memperoleh suatu konsep, pemahaman,


atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang terjadinya
perubahan perilaku yang relatif tetap
baik dalam berpikir, merasa, maupun
dalam bertindak (Susanto, 2013:4).
Belajar
merupakan
kegiatan
berproses dan merupakan unsur yang
sangat
fundamental
dalam
penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan, hal ini berarti keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan sangat
tergantung pada keberhasilan proses
belajar siswa di sekolah dan lingkungan
sekitarnya (Jihad & Haris, 2012:1).
Menurut
Daryanto
(2010:2)
belajar ialah satu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh
satu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan.
Menurut Djamarah (2008:22)
bahwa belajar merupakan serangkaian
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif dan
psikomotor.
Berdasarkan pendapat para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh satu
konsep, pemahaman dan pengetahuan
sehingga terjadinya perubahan tingkah
laku yang baru sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya.

Menurut Susanto (2013:5) makna


hasil belajar yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri siswa, baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor sebagai hasil dari kegiatan
belajar.
Menurut Jihad & Haris (2012:14)
hasil
belajar
merupakan
bentuk
perubahan perilaku yang cenderung
menetap dari ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik dari proses belajar yang
dilakukan dalam waktu tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku berupa peningkatan
aspek kognitif, afektif, psikomotor dan
kemampuan berpikir yang diperoleh
berdasarkan
pengalamannya
dari
kegiatan belajar.
Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau pola yang dapat
digunakan untuk mendesain pola-pola
mengajar secara tatap muka di dalam
kelas untuk menentukan material atau
perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku-buku, media (film-film),
tipe-tipe,
program-program
media
komputer, dan kurikulum (sebagai
kursus untuk belajar) (Ngalimun,
2013:27).
Menurut
Soekamto
(dikutip
Trianto, 2013:22) model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran merupakan
salah satu pendekatan dalam rangka
menyiasati perubahan perilaku peserta
didik secara adaptif maupun generatif
(Hanafiah, 2012:41).
Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah kerangka konsep yang digunakan

Hakikat Hasil Belajar


Hasil
belajar
merupakan
perubahan perilaku baik peningkatan
pengetahuan, perbaikan sikap, maupun
peningkatan keterampilan yang dialami
siswa setelah menyelesaikan kegiatan
pembelajaran. Hasil belajar sering
disebut juga dengan prestasi belajar
tidak dapat dipisahkan dari perbuatan
belajar, karena belajar merupakan suatu
perubahan sikap dan tingkah laku
seseorang berdasarkan pengalamannya
(Hosnan, 2014:158).

untuk
merencanakan
perangkat
pembelajaran (buku-buku, media, dll.)
serta mengorganisir pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan agar individu
memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru sebagai hasil dari pengalaman
interaksi dengan lingkungannya.

sedemikian
sehingga
menemukan
informasi baru. Pada pembelajaran
penemuan, siswa didorong untuk
terutama
belajar
sendiri
melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip.
Discovery
Learning
adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan
melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43).
Discovery Learning adalah suatu
model untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil
yang diperoleh akan tahan lama dalam
ingatan, tidak akan mudah dilupakan
oleh siswa. Dengan belajar penemuan,
anak juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri
problem yang dihadapi. Kebiasaan
tersebut akan di terapkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013 pada lampiran menyatakan
bahwa, untuk mencapai kualitas yang
telah dirancang dalam dokumen
kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan prinsip:
(1) berpusat pada peserta didik,
(2) mengembangkan kreativitas peserta
didik,
(3)
menciptakan
kondisi
menyenangkan dan menyenangkan, (4)
bermuatan nilai, etika, estetika, logika,
dan kinestetik, dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam
melalui penerapan berbagai strategi dan
metode
pembelajaran
yang
menyenangkan, kontekstual, efektif,
efisien, dan bermakna.
Dalam
model
Discovery
Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non
tes. Penilaian yang digunakan dapat
berupa penilaian kognitif, proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa. Jika
bentuk penilaiannya berupa penilaian
kognitif,
maka
dalam
model
pembelajaran Discovery Learning dapat
menggunakan tes tertulis. Jika bentuk

Model Discovery Learning


Pengertian Model Discovery Learning
Discovery Learning merupakan
suatu model pembelajaran yang
dikembangkan berdasarkan pandangan
konstruktivisme. Model ini menekankan
pentingnya pemahaman struktur atau
ide-ide penting terhadap suatu disiplin
ilmu, melalui keterlibatan peserta didik
secara aktif dalam proses pembelajaran.
Pengertian Discovery Learning menurut
Jerome Bruner adalah metode belajar
yang
mendorong
siswa
untuk
mengajukan pertanyaan dan menarik
kesimpulan dari prinsip-prinsip umum
praktis contoh pengalaman. Hal yang
menjadi dasar ide Jerome Bruner ialah
pendapat Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif
di dalam belajar di kelas. Untuk itu,
Bruner memakai cara dengan apa yang
disebutnya Discovery Learning, yaitu
murid mengorganisasikan bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir
(Hosnan, 2014:280-281).
Menurut Wilcox (dikutip Hosnan,
2014:281), dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar
sebagian besar melalui keterlibatan aktif
mereka sendiri dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong
siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan
percobaan
yang
memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri.
Menurut Bell (dikutip Hosnan,
2014:281), belajar penemuan adalah
belajar yang terjadi sebagai hasil dari
siswa memanipulasi, membuat struktur
dan mentransformasikan informasi

penilaiannya menggunakan penilaian


proses, sikap, atau penilaian hasil kerja
siswa maka pelaksanaan penilaian dapat
dilakukan dengan pengamatan.

Adapun
langkah-langkah
persiapan dalam model Discovery
Learning menurut Hosnan (2014:289)
adalah sebagai berikut.
(1) menentukan tujuan pembelajaran, (2)
melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya), (3) memilih
materi pelajaran yang akan dipelajari,
(4) menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh
generalisasi),
(5)
mengembangkan bahan belajar yang
berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas,
dan sebagainya untuk dipelajari siswa,
(6) mengatur topik-topik pelajaran dari
sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari enaktif,
ikonik sampai ke simbolik, (7)
melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
Menurut Syah (dikutip Hosnan,
2014: 289) ada 6 prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar Discovery Learning yakni:
(1) Pemberian Rangsangan (Stimulation)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan
pada
sesuatu
yang
menimbulkan
kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di
samping itu guru dapat memulai
kegiatan PMB dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan,
(2)
Identifikasi
Masalah
(Problem Statement) Setelah dilakukan
stimulasi langkah selanjutnya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk
mengidentifikasi
sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis

Karakteristik Discovery Learning


Ciri utama belajar menemukan,
yaitu
(1)
mengeksplorasi
dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan,
menggeneralisasi
pengetahuan,
(2)
berpusat pada siswa, (3) kegiatan untuk
menggabungkan pengetahuan baru dan
pengetahuan yang sudah ada.
Menurut Hosnan (2014: ) ada
sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran
yang sangat ditekankan oleh teori
konstruktivisme, yaitu sebagai berikut.
(1) mendorong terjadinya kemandirian
dan inisiatif belajar pada siswa, (2)
berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses, bukan menekankan pada
hasil, (3) mendorong siswa untuk
mampu melakukan penyelidikan, (4)
mendorong berkembangnya rasa ingin
tahu secara alami pada siswa, (5)
mendorong siswa untuk berpartisipasi
aktif dalam dialog atau diskusi dengan
siswa lain dan guru, (6) sangat
mendukung
terjadinya
belajar
kooperatif.
Berdasarkan
ciri-ciri
pembelajaran konstruktivisme tersebut,
penerapannya di dalam kelas sebagai
berikut.
(1) Mendorong kemandirian dan inisiatif
siswa dalam belajar, (2) Mendorong
siswa berpikir tingkat tinggi, (3) Siswa
terlibat secara aktif dalam dialog atau
diskusi dengan guru atau siswa lainnya,
(4) Siswa terlibat dalam pengetahuan
yang mendorong dan menantang
terjadinya diskusi.
Dari teori belajar kognitif serta
ciri penerapan teori konstruktivisme
tersebut dapat melahirkan strategi
Discovery Learning.
Langkah-langkah Model Discovery
Learning

(jawaban sementara atas pertanyaan


masalah), (3) Pengumpulan Data (Data
Collection)
Ketika
eksplorasi
berlangsung guru juga memberi
kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya
yang
relevan
untuk
membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya
hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan
untuk
mengumpulkan
(collection)
berbagai informasi yang relevan,
membaca literatur, mengamati objek,
wawancara
dengan
narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya, (4) Pengolahan Data (Data
Processing)
merupakan
kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui
wawancara,
pengamatan,
dan
sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua
informasi hasil bacaan, wawancara,
pengamatan, dan sebagainya, semuanya
diolah,
diacak,
diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu (5)
Pembuktian (Verification) Pada tahap ini
siswa melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi
dengan temuan alternatif, dihubungkan
dengan
hasil
data
processing.
Pembuktian menurut Bruner, bertujuan
agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya, (6)
Menarik Kesimpulan (Generalization)
Tahap generalisasi / menarik kesimpulan
adalah
proses
menarik
sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Berdasarkan hasil verifikasi maka

dirumuskan
prinsip-prinsip
mendasari generalisasi.

yang

Strategi dalam Model Discovery


Learning
Menurut Hosnan (2014:286)
dalam pembelajaran dengan model
penemuan dapat digunakan beberapa
strategi sebagai berikut.
(1) Strategi induktif, strategi ini terdiri
dari dua bagian, yakni bagian data atau
contoh khusus dan bagian generalisasi
(kesimpulan). Data atau contoh khusus
tidak dapat digunakan sebagai bukti,
hanya
merupakan
jalan
menuju
kesimpulan. Mengambil kesimpulan
(penemuan)
dengan
menggunakan
strategi induktif ini selalu mengandung
risiko, apakah kesimpulan itu benar
ataukah tidak. Karenanya kesimpulan
yang ditemukan dengan strategi induktif
sebaiknya
selalu
menggunakan
perkataan barangkali atau mungkin.,
(2) Strategi deduktif, dalam matematika
metode deduktif memegang peranan
penting dalam hal pembuktian. Karena
matematika berisi argumentasi deduktif
yang saling berkaitan, maka metode
deduktif memegang peranan penting
dalam pengajaran matematika. Dari
konsep matematika yang bersifat umum
yang sudah diketahui siswa sebelumnya,
siswa
dapat
diarahkan
untuk
menemukan konsep-konsep lain yang
belum ia ketahui sebelumnya. Sebagai
contoh, untuk menentukan rumus luas
lingkaran, siswa dapat diarahkan untuk
membagi kertas berbentuk lingkaran
menjadi buah sektor yang sama besar,
kemudian menyusunnya sedemikian
rupa sehingga berbentuk seperti persegi
panjang dan rumus keliling lingkaran
yang sudah diketahui sebelumnya, siswa
akan dapat menemukan bahwa luas
lingkaran adalah.
Kelebihan Model Discovery Learning
Menurut Hosnan (2014:287-288),
model Discovery Learning memiliki
beberapa kelebihan sebagai berikut.

(1) membantu siswa untuk memperbaiki


dan
meningkatkan
keterampilanketerampilan dan proses-proses kognitif.
Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung
bagaimana
cara
belajarnya,
(2)
pengetahuan yang diperoleh melalui
metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan
dan transfer, (3) menimbulkan rasa
senang pada siswa, karena tumbuhnya
rasa menyelidiki dan berhasil, (4)
metode ini memungkinkan siswa
berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri, (5)
menyebabkan
siswa
mengarahkan
kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri,
(6) metode ini dapat membantu siswa
memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama
dengan yang lainnya, (7) berpusat pada
siswa dan guru berperan sama-sama
aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan guru pun dapat bertindak
sebagai siswa, dan sebagai peneliti di
dalam situasi diskusi, (8) membantu
siswa
menghilangkan
skeptisme
(keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau
pasti, (9) siswa akan mengerti konsep
dasar dan ide-ide lebih baik, (10)
membantu dan mengembangkan ingatan
dan transfer kepada situasi proses belajar
yang baru, (11) mendorong siswa
berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri,
(12) mendorong siswa berpikir intuisi
dan merumuskan hipotesis sendiri, (13)
memberikan keputusan yang bersifat
intrinsik, (14) situasi proses belajar
menjadi lebih terangsang, (15) proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa
menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya, (16) meningkatkan tingkat
penghargaan
pada
siswa,
(17)
kemungkinan siswa belajar dengan
memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar, (18) dapat mengembangkan
bakat dan kecakapan individu.

Kelemahan Model Discovery Learning


Menurut Hosnan (2014:288-289),
selain kelebihan yang telah diuraikan di
atas, terdapat beberapa kekurangan dari
model Discovery Learning, yaitu
sebagai berikut.
(1) guru merasa gagal mendeteksi
masalah dan adanya kesalahpahaman
antara guru dengan siswa, (2) menyita
banyak waktu. Guru dituntut mengubah
kebiasaan sebagai pemberi informasi
menjadi fasilitator, motivator, dan
pembimbing siswa dalam belajar. Hal ini
memerlukan banyak waktu, dan sering
kali guru merasa belum puas kalau tidak
banyak
memberi
motivasi
dan
membimbing siswa belajar dengan baik,
(3) menyita pekerjaan guru, (4) tidak
semua siswa mampu melakukan
penemuan, (5) tidak berlaku untuk
semua topik Umumnya, topik-topik
yang berhubungan dengan prinsip dapat
dikembangkan dengan model penemuan.
Pengertian dan Tujuan IPS SD
Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan salah satu mata pelajaran
yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB
sampai
SMP/MTs/SMPLB.
IPS
mengkaji seperangkat peristiwa, fakta,
konsep, dan generalisasi yang berkaitan
dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI
mata pelajaran IPS memuat materi
Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
ekonomi (Depdiknas, 2006:124).
Menurut Trianto (2012:171) Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu
sosial, seperti sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan
budaya. Ilmu pengetahuan sosial
dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan
suatu pendekatan interdisipliner dari
aspek dan cabang- cabang ilmu sosial.
Ilmu pengetahuan sosial (IPS)
merupakan integrasi dari berbagai
cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora,
yaitu: sosiologi, sejarah, geografi,

ekonomi, politik, hukum, dan budaya.


IPS dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu
pendekatan interdisipliner dari aspek
cabang-cabang ilmu sosial di atas
(Susanto, 2014:6).
Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian IPS
adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji
berbagai disiplin ilmu sosial, pelajaran
yang dirancang untuk mengembangkan
pengetahuan,
pemahaman,
dan
kemampuan analisis dari setiap aspek
cabang-cabang ilmu sosial.

Berdasarkan
tujuan-tujuan
pendidikan IPS di atas, dapat
disimpulkan bahwa IPS SD bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan
dasar siswa untuk berpikir logis sesuai
dengan bakat, minat dan terampil
mengatasi setiap masalah, serta memiliki
kemampuan
berkomunikasi,
bekerjasama,
berkompetisi
dalam
masyarakat yang majemuk sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS
SD
Dalam Depdiknas (2006:124)
ruang lingkup mata pelajaran IPS
meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
(1) Manusia, Tempat, dan
lingkungannya,
(2)
Waktu,
Keberlanjutan, dan Perubahan, (3)
Sistem, Sosial dan Budaya, (4) Perilaku
Ekonomi dan Kesejahteraan.

Tujuan IPS SD
Menurut
Susanto
(2014:10),
tujuan utama IPS adalah untuk
membentuk
dan
mengembangkan
pribadi warga negara yang baik (good
citizenship). Dengan demikian, tujuan
IPS
adalah
mengembangkan
kemampuan siswa dalam menguasai
disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai
tujuan pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam Depdiknas (2006:124)
mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1) mengenal konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya, (2) memiliki
kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial, (3) memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai
nilai sosial dan kemanusiaan, (4)
memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat
lokal, nasional, dan global.
Menurut
Kosasih
(dikutip
Solihatin, 2011:15) tujuan IPS adalah
untuk mendidik dan memberi bekal
kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan
bakat,
minat,
kemampuan
dan
lingkungannya, serta berbagai bekal bagi
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.

Penelitian Relevan
Hasil penelitian sebelumnya yang
sesuai dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Bambang
Supriyanto Guru Kelas VI B SDN
Tanggul Wetan Kabupaten Jember pada
mata pelajaran Matematika dengan judul
Penerapan Discovery Learning untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika
Pokok Bahasan Keliling dan Luas
Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bambang Supriyanto
menyatakan bahwa penerapan Discovery
Learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika yang diperoleh dari
persentase ketuntasan pada siklus 1
sebesar 60,60% (tuntas) dan pada siklus
2 sebesar 90,90% (tuntas) di kelas VI B
SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember.
Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang dilakukan adalah

sama-sama
menggunakan
model
Discovery
Learning.
Persamaan
metodologi penelitian yang digunakan
yakni Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Perbedaan dalam penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan
terletak pada pada jenis mata pelajaran,
jika Bambang Supriyanto melakukan
penelitian
pada
mata
pelajaran
Matematika, sedangkan penulis meneliti
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial. Perbedaan yang lain adalah pada
kelas dan lokasi penelitian, jika
penelitian sebelumnya dilakukan di
kelas VI B SDN Tanggul Wetan 02
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember,
sedangkan penelitian ini dilakukan di
Kelas IV SD Negeri 147 Palembang.

Aktivitas Belajar Siswa


250%
200%
150%
100%
50%
0%

0.76
74%
0.62
SIKLUS I
SIKLUS I

SIKLUS II
SIKLUS II

SIKLUS III
SIKLUS III

Grafik Aktivitas Belajar Siswa


Dari Grafik hasil pengamatan
aktivitas belajar siswa selama proses
pembelajaran mengalami peningkatan.
Persentase aktivitas siswa pada siklus I
yaitu 62% (cukup aktif). Pada
pembelajaran siklus I ini, siswa masih
kurang aktif dalam mengemukakan
pendapat dan kurang menunjukkan rasa
keingintahuan, sehingga peneliti harus
membimbing
siswa
dalam
mengidentifikasi
masalah
dan
mengingatkan siswa langkah kegiatan
Discovery Learning, selama proses
pembelajaran
berlangsung
hanya
sebagian siswa saja yang aktif
menunjukkan rasa ingin tahu yang
tinggi, tidak semua siswa mampu
melakukan penemuan, kurang percaya
diri dalam menyimpulkan hasil temuan.
Berdasarkan hasil pengamatan
selama siklus II siswa sudah mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan cukup
baik, hal tersebut ditandai dengan
terlihatnya kelebihan dari model
Discovery
Learning,
seperti
menimbulkan rasa senang pada siswa,
karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan
berhasil menemukan, beberapa siswa
yang pandai berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kemampuannya
sendiri, siswa memperoleh kepercayaan
bekerja sama dengan yang lainnya,
siswa dapat mengidentifikasi masalah
yang diinginkan peneliti dengan cepat
dan selama proses Discovery Learning
siswa menguasai langkah kegiatan yang
harus
mereka
lakukan.
Selain

Materi Ajar Ilmu Pengetahuan Sosial


Kelas
IV
Semester
IIStandar
kompetensi
Mengenal sumber daya alam,
kegiatan ekonomi, dan kemajuan
teknologi di lingkungan kabupaten/kota
dan provinsi.
Kompetensi Dasar
Mengenal
perkembangan
teknologi produksi, komunikasi, dan
transportasi
serta
pengalaman
menggunakannya.
Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tindakan kelas ini
dilakukan oleh peneliti pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
kelas IVa bertujuan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa dengan menggunakan
model Discovery Learning.

menunjukkan
kelebihan
dari
pengamatan pada siklus ini peneliti
masih mengalami kendala seperti masih
banyak siswa yang tidak dapat
melakukan penemuan dan siswa
memerlukan waktu yang tidak sedikit
dalam melakukan penemuan, pemilihan
topik yang dirasa masih belum sesuai.
Persentase aktivitas belajar siswa pada
siklus III ini yaitu sebesar 76% (aktif).
Berdasarkan hasil tes pada siklus
I, siklus II, dan siklus III, diketahui
bahwa peningkatan hasil belajar terjadi
setelah mengikuti proses belajar
mengajar dengan menggunakan model
Discovery Learning, tidak hanya terlihat
dari
hasil
belajar
melainkan
meningkatnya keterampilan dan proses
kognitif siswa dengan melakukan
penemuan, mendorong siswa berpikir
dan bekerja atas inisiatif sendiri,
mendorong siswa berpikir intuisi dan
merumuskan
hipotesis
sendiri,
mengembangkan bakat dan kecakapan
individu, siswa tidak hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh
peneliti selama proses pembelajaran
namun siswa juga terampil dalam
berbicara dan mengemukakan pendapat
sehingga proses pembelajaran menjadi
sangat menarik.
Dari hasil belajar siswa diperoleh
hasil belajar siswa pada setiap siklus,
dimulai dari siklus I dengan nilai ratarata hasil belajar siswa sebesar 62 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
68%, persentase aktivitas belajar siswa
pada siklus I sebesar 62% (cukup aktif).
Selanjutnya pada siklus II nilai rata-rata
hasil belajar siswa yaitu 68 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
78% dengan persentase aktivitas belajar
siswa pada siklus II sebesar 74% (aktif).
Pada siklus III nilai rata-rata hasil
belajar siswa meningkat menjadi 77 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
89% dengan persentase aktivitas belajar
siswa meningkat menjadi 76% (aktif).

Persentase Ketuntasan Belajar


Siklus I

Siklus II

Siklus II

0.89

0.78
68%
Siklus I

Siklus II

Siklus III

Grafik Ketuntasan belajar siswa kelas


IV SD Negeri 147 Palembang
Berdasarkan Grafik di atas terlihat
bahwa persentase ketuntasan belajar
siswa secara klasikal sudah melebihi
indikator yang di tetapkan peneliti yaitu
80%. Maka dapat disimpulkan bahwa
dengan menggunakan model Discovery
Learning yang diterapkan oleh peneliti
pada mata pelajaran IPS terbukti dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas
IV SD Negeri 147 Palembang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan dari model Discovery
Learning pada mata pelajaran IPS di
Kelas IV SD Negeri 147 Palembang,
dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil belajar siswa setelah
menerapkan model Discovery Learning.
Pada siklus I nilai rata-rata siswa sebesar
62 dengan persentase ketuntasan hasil
belajar siswa sebesar 68%. Pada siklus II
nilai rata-rata siswa sebesar 68 dengan
persentase ketuntasan hasil belajar siswa
sebesar 78%. kemudian, pada siklus III
nilai rata-rata siswa sebesar 77 dengan
persentase ketuntasan hasil belajar siswa
89%
2. Aktivitas siswa pada siklus I sebesar
64% (Cukup aktif), aktivitas siswa pada

10

siklus II 74% (aktif), dan pada siklus III


meningkat menjadi 76% (aktif).
Jadi, dapat disimpulkan melalui
model Discovery Learning hasil belajar
dan aktivitas belajar siswa pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
kelas IVa SD Negeri 147 Palembang
pada mata pelajaran IPS dapat
ditingkatkan.

------------------------. 2009. Dasar-Dasar


Tes Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar.
Bandung: Yrama Media.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkatan
Satuan
Pendidikan.
Jakarta:
Depdiknas.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan dalam penelitian ini,
beberapa saran yang dapat peneliti
sampaikan antara lain:
1. Bagi siswa, hendaknya sebelum
kegiatan pembelajaran berlangsung
siswa diberikan penjelasan terlebih
dahulu
langkah-langkah
kegiatan
pembelajaran agar dapat memahami apa
saja yang harus mereka lakukan dalam
proses pembelajaran dan menjadikan
model Discovery Learning
sebagai
pengalaman pembelajaran baru selama
proses pembelajaran berlangsung.
2. Bagi guru, model Discovery Learning
dapat
menjadi
pilihan
model
pembelajaran
alternatif
dalam
memperbaiki hasil dan aktivitas belajar
siswa.
3. Bagi sekolah, dengan menerapkan
model Discovery Learning ini dapat
menjadi alternatif untuk penelitian
tindakan kelas yang akan dilaksanakan
berikutnya.

Djamarah, Bahri,dkk. 2010. Strategi


Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.

DAFTAR PUSTAKA

Solihatin, Etin., dkk., 2011. Cooperative


Learning
Analisis
Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi
Aksara.

Djamarah, Syaiful B. 2008. Psikologi


Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hanafiah, Nanang., dkk., 2012. Konsep
Strategi Pembelajaran. Bandung:
Refika Aditama.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik
dan Kontekstual Pembelajaran
Abad
21.
Bogor:
Ghalia
Indonesia.
Jihad, Asep., dan Abdul Haris. 2012. Tes
Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Ngalimun. 2013. Strategi dan Model
Pembelajaran.
Yogyakarta:
Aswaja Pressindo.

Aqib, Zainal., dkk., 2011. Penelitian


Tindakan Kelas. Bandung: Yrama
Widya.

Supriyanto, Bambang. 2014. Penerapan


Discovery
Learning
untuk
Meningkatkan
Hasil
Belajar
Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran
Matematika :Pokok Bahasan
Keliling dan Luas Lingkaran di
SDN
Tanggul
Wetan
02
Kecamatan Tanggul Kabupaten

Arikunto, Suharsimi, Suhardjono dan


Supardi.
2014.
Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
------------------------. 2013. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

11

Jember . Pancaran, Vol. 3. No. 2:


Hal 165-174.

Trianto. 2013. Mendesain Model


Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Jakarta: Kencana.

Susanto, Ahmad. 2014. Pengembangan


Pembelajaran IPS di Sekolah
Dasar,
Jakarta:
Prenamedia
Group.

--------, 2012. Model pembelajaran


terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Soekamto.2013. Definisi metode-model
pembelajaran.
http://neza
khoirunnisa.blogspot.com/2012/0
9/definisimetodemodelpembelajar
an.html. diakses pada tanggal 10
Januari 2013.

--------------------. 2013. Teori Belajar


dan Pembelajaran di Sekolah
Dasar. Jakarta: Kencana.

12

Anda mungkin juga menyukai