untuk
merencanakan
perangkat
pembelajaran (buku-buku, media, dll.)
serta mengorganisir pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan agar individu
memperoleh suatu perubahan perilaku
yang baru sebagai hasil dari pengalaman
interaksi dengan lingkungannya.
sedemikian
sehingga
menemukan
informasi baru. Pada pembelajaran
penemuan, siswa didorong untuk
terutama
belajar
sendiri
melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip.
Discovery
Learning
adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan
melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43).
Discovery Learning adalah suatu
model untuk mengembangkan cara
belajar siswa aktif dengan menemukan
sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil
yang diperoleh akan tahan lama dalam
ingatan, tidak akan mudah dilupakan
oleh siswa. Dengan belajar penemuan,
anak juga bisa belajar berpikir analisis
dan mencoba memecahkan sendiri
problem yang dihadapi. Kebiasaan
tersebut akan di terapkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam permendikbud Nomor 81A
Tahun 2013 pada lampiran menyatakan
bahwa, untuk mencapai kualitas yang
telah dirancang dalam dokumen
kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan prinsip:
(1) berpusat pada peserta didik,
(2) mengembangkan kreativitas peserta
didik,
(3)
menciptakan
kondisi
menyenangkan dan menyenangkan, (4)
bermuatan nilai, etika, estetika, logika,
dan kinestetik, dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam
melalui penerapan berbagai strategi dan
metode
pembelajaran
yang
menyenangkan, kontekstual, efektif,
efisien, dan bermakna.
Dalam
model
Discovery
Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non
tes. Penilaian yang digunakan dapat
berupa penilaian kognitif, proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa. Jika
bentuk penilaiannya berupa penilaian
kognitif,
maka
dalam
model
pembelajaran Discovery Learning dapat
menggunakan tes tertulis. Jika bentuk
Adapun
langkah-langkah
persiapan dalam model Discovery
Learning menurut Hosnan (2014:289)
adalah sebagai berikut.
(1) menentukan tujuan pembelajaran, (2)
melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya), (3) memilih
materi pelajaran yang akan dipelajari,
(4) menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh
generalisasi),
(5)
mengembangkan bahan belajar yang
berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas,
dan sebagainya untuk dipelajari siswa,
(6) mengatur topik-topik pelajaran dari
sederhana ke kompleks, dari yang
konkret ke abstrak, atau dari enaktif,
ikonik sampai ke simbolik, (7)
melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
Menurut Syah (dikutip Hosnan,
2014: 289) ada 6 prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar Discovery Learning yakni:
(1) Pemberian Rangsangan (Stimulation)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan
pada
sesuatu
yang
menimbulkan
kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak
memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Di
samping itu guru dapat memulai
kegiatan PMB dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan,
(2)
Identifikasi
Masalah
(Problem Statement) Setelah dilakukan
stimulasi langkah selanjutnya adalah
guru memberi kesempatan kepada siswa
untuk
mengidentifikasi
sebanyak
mungkin agenda-agenda masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis
dirumuskan
prinsip-prinsip
mendasari generalisasi.
yang
Berdasarkan
tujuan-tujuan
pendidikan IPS di atas, dapat
disimpulkan bahwa IPS SD bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan
dasar siswa untuk berpikir logis sesuai
dengan bakat, minat dan terampil
mengatasi setiap masalah, serta memiliki
kemampuan
berkomunikasi,
bekerjasama,
berkompetisi
dalam
masyarakat yang majemuk sebagai bekal
untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Ruang lingkup mata pelajaran IPS
SD
Dalam Depdiknas (2006:124)
ruang lingkup mata pelajaran IPS
meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
(1) Manusia, Tempat, dan
lingkungannya,
(2)
Waktu,
Keberlanjutan, dan Perubahan, (3)
Sistem, Sosial dan Budaya, (4) Perilaku
Ekonomi dan Kesejahteraan.
Tujuan IPS SD
Menurut
Susanto
(2014:10),
tujuan utama IPS adalah untuk
membentuk
dan
mengembangkan
pribadi warga negara yang baik (good
citizenship). Dengan demikian, tujuan
IPS
adalah
mengembangkan
kemampuan siswa dalam menguasai
disiplin ilmu-ilmu sosial untuk mencapai
tujuan pendidikan yang lebih tinggi.
Dalam Depdiknas (2006:124)
mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
(1) mengenal konsep-konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya, (2) memiliki
kemampuan dasar untuk berpikir logis
dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,
memecahkan masalah, dan keterampilan
dalam kehidupan sosial, (3) memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai
nilai sosial dan kemanusiaan, (4)
memiliki kemampuan berkomunikasi,
bekerjasama, dan berkompetisi dalam
masyarakat yang majemuk di tingkat
lokal, nasional, dan global.
Menurut
Kosasih
(dikutip
Solihatin, 2011:15) tujuan IPS adalah
untuk mendidik dan memberi bekal
kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan diri sesuai dengan
bakat,
minat,
kemampuan
dan
lingkungannya, serta berbagai bekal bagi
siswa untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi.
Penelitian Relevan
Hasil penelitian sebelumnya yang
sesuai dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Bambang
Supriyanto Guru Kelas VI B SDN
Tanggul Wetan Kabupaten Jember pada
mata pelajaran Matematika dengan judul
Penerapan Discovery Learning untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika
Pokok Bahasan Keliling dan Luas
Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bambang Supriyanto
menyatakan bahwa penerapan Discovery
Learning dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika yang diperoleh dari
persentase ketuntasan pada siklus 1
sebesar 60,60% (tuntas) dan pada siklus
2 sebesar 90,90% (tuntas) di kelas VI B
SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan
Tanggul Kabupaten Jember.
Persamaan penelitian tersebut
dengan penelitian yang dilakukan adalah
sama-sama
menggunakan
model
Discovery
Learning.
Persamaan
metodologi penelitian yang digunakan
yakni Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Perbedaan dalam penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan
terletak pada pada jenis mata pelajaran,
jika Bambang Supriyanto melakukan
penelitian
pada
mata
pelajaran
Matematika, sedangkan penulis meneliti
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial. Perbedaan yang lain adalah pada
kelas dan lokasi penelitian, jika
penelitian sebelumnya dilakukan di
kelas VI B SDN Tanggul Wetan 02
Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember,
sedangkan penelitian ini dilakukan di
Kelas IV SD Negeri 147 Palembang.
0.76
74%
0.62
SIKLUS I
SIKLUS I
SIKLUS II
SIKLUS II
SIKLUS III
SIKLUS III
menunjukkan
kelebihan
dari
pengamatan pada siklus ini peneliti
masih mengalami kendala seperti masih
banyak siswa yang tidak dapat
melakukan penemuan dan siswa
memerlukan waktu yang tidak sedikit
dalam melakukan penemuan, pemilihan
topik yang dirasa masih belum sesuai.
Persentase aktivitas belajar siswa pada
siklus III ini yaitu sebesar 76% (aktif).
Berdasarkan hasil tes pada siklus
I, siklus II, dan siklus III, diketahui
bahwa peningkatan hasil belajar terjadi
setelah mengikuti proses belajar
mengajar dengan menggunakan model
Discovery Learning, tidak hanya terlihat
dari
hasil
belajar
melainkan
meningkatnya keterampilan dan proses
kognitif siswa dengan melakukan
penemuan, mendorong siswa berpikir
dan bekerja atas inisiatif sendiri,
mendorong siswa berpikir intuisi dan
merumuskan
hipotesis
sendiri,
mengembangkan bakat dan kecakapan
individu, siswa tidak hanya belajar dan
menerima apa yang disajikan oleh
peneliti selama proses pembelajaran
namun siswa juga terampil dalam
berbicara dan mengemukakan pendapat
sehingga proses pembelajaran menjadi
sangat menarik.
Dari hasil belajar siswa diperoleh
hasil belajar siswa pada setiap siklus,
dimulai dari siklus I dengan nilai ratarata hasil belajar siswa sebesar 62 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
68%, persentase aktivitas belajar siswa
pada siklus I sebesar 62% (cukup aktif).
Selanjutnya pada siklus II nilai rata-rata
hasil belajar siswa yaitu 68 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
78% dengan persentase aktivitas belajar
siswa pada siklus II sebesar 74% (aktif).
Pada siklus III nilai rata-rata hasil
belajar siswa meningkat menjadi 77 dan
persentase ketuntasan belajar sebesar
89% dengan persentase aktivitas belajar
siswa meningkat menjadi 76% (aktif).
Siklus II
Siklus II
0.89
0.78
68%
Siklus I
Siklus II
Siklus III
10
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
kesimpulan dalam penelitian ini,
beberapa saran yang dapat peneliti
sampaikan antara lain:
1. Bagi siswa, hendaknya sebelum
kegiatan pembelajaran berlangsung
siswa diberikan penjelasan terlebih
dahulu
langkah-langkah
kegiatan
pembelajaran agar dapat memahami apa
saja yang harus mereka lakukan dalam
proses pembelajaran dan menjadikan
model Discovery Learning
sebagai
pengalaman pembelajaran baru selama
proses pembelajaran berlangsung.
2. Bagi guru, model Discovery Learning
dapat
menjadi
pilihan
model
pembelajaran
alternatif
dalam
memperbaiki hasil dan aktivitas belajar
siswa.
3. Bagi sekolah, dengan menerapkan
model Discovery Learning ini dapat
menjadi alternatif untuk penelitian
tindakan kelas yang akan dilaksanakan
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
11
12