Anda di halaman 1dari 7

BIAS DALAM PENILAIAN

A. Evaluasi Pendidikan
Secara harfiah, evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang)
pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan (Anas
Sudijono, 2003 :1). Dari segi istilah, Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1977)
mengemukakan: Evaluation refer to The act or process to determine The value of something.
Menurut istilah, evaluasi pendidikan adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai dari sesuatu.
Evaluasi dalam pendidikan merupakan suatu proses sistematis guna mengumpulkan,
menganalisis, dan mendapatkan informasi yang jelas untuk menentukan efektivitas kegiatan
pembelajaran yang dilakukan pada saat program berlangsung maupun di akhir pelaksanaan
program. Evaluasi merupakan suatu alat untuk mengimplementasikan berbagai standar dan
mengefektifkan perubahan secara sistematis. Fokus kegiatan evaluasi adalah pada apa yang
terjadi di dalam kelas yang berupa interaksi para guru dan siswa (Webb, 1989: 189).
Kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan di sekolah dapat dilihat dari dua sudut
pandang, yaitu dari sudut pandang peserta didik maupun pendidik. Fungsi evaluasi dalam
dunia pendidikan bagi peserta didik adalah memberikan pedoman atau pegangan batin kepada
siswa untuk mengenal kapasitas dan status dirinya di tengah-tengah kolompok atau kelas juga
memberikan

dorongan

(motivasi)

untuk

dapat

memperbaiki,

meningkatkan,

dan

mempertahankan prestasinya. Bagi pendidik, evaluasi pendidikan akan memberikan kepastian


kepada para pendidik sejauh manakah usaha yang telah dilakukannya selama ini telah
membawa hasil, sehingga memiliki pedoman atau pegangan yang pasti guna menetukan
langkah-langkah yang perlu dilakukan selanjutnya. Selain itu, evaluasi pendidikan bagi
pendidik juga berfungsi untuk memberikan landasan untuk menilai hasil usaha (prestasi) yang
telah dicapai oleh peserta didiknya, memberikan informasi yang sangat berguna untuk
mengetahui posisi masing-masing peserta didik di tengah-tengah kelompoknya, memberikan
bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta didik, serta
memberikan pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang
memang memerlukannya (Anas Sudijono, 2003 :12-13).
Menurut (Anas Sudijono, 2003 : 2) evaluasi hasil belajar yang baik adalah evaluasi
yang berpedoman pada tiga prinsip dasar; keseluruhan, kesinambungan, dan objektivitas.

Evaluasi hasil belajar harus dilaksanakan secara utuh dan menyeluruh, tidak sepotong demi
sepotong, tetapi mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan dan
perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup, yang
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Evaluasi hasil belajar dilaksanakan secara
teratur, terencana dan terjadwal sehingga memperoleh informasi yang dapat memberikan
gambaran mengenai kemajuan dan perkembangan peserta didik. Evaluasi hasil belajar yang
dilaksanakan secara berkesinambungan juga dimaksudkan untuk memperoleh kepastian dan
kemantapan

dalam

menentukan

langkah-langkah

atau

merumuskan

kebijaksanaan-

kebijaksanaan yang perlu diambil untuk waktu yang akan datang. Evaluasi yang baik, harus
terbebas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif.

B. Penilaian dan Pengukuran


Dalam usaha untuk menilai hasil belajar peserta didik, pendidik mengadakan
pengukuran menggunakan alat pengukur berupa tes atau ujian, baik ujian tertulis maupun
ujian lisan. Pada umumnya nilai yang diberikan pendidik kepada para peserta didik dalam
rangka evaluasi hasil belajar, tidak selalu merupakan pencerminan yang tepat dari prestasi
belajar yang sebenarnya telah dicapai oleh peserta didik. Akan selalu ada kemungkinankemungkinan perbedaan antara nilai yang diberikan berdasarkan hasil pengukuran lewat tes
atau ujian, dengan nilai yang sebenarnya atau nilai yang sesungguhnya menjadi hak peserta
didik. Menurut J.P Guilford, banyak sekali sumber-sumber kekeliruan pengukuran atau error,
yaitu kekeliruan pengukuran yang bersumber dari kekeliruan sampling, kekeliruan
pengukuran yang bersumber dari kekeliruan scoring, kekeliruan pengukuran yang bersumber
dari kekeliruan ranking dan kekeliruan pengukuran yang bersumber dari kekeliruan guessing.
Kekeliruan atau error dalam pengukuran hasil belajar juga bisa terjadi karena situasi pada saat
berlangsungnya evaluasi hasil belajar yang tidak kondusif atau pengawasan ujian yang terlalu
ketat atau terlalu longgar. Kekeliruan hasil pengukuran dapat muncul dari dalam diri peserta
didik diantaranya adalah faktor kejiwaan atau suasana batin yang menyelimuti diri peserta
didik, kesehatan jasmani dan nasib yang menimpa diri peserta didik. Perbedaan individual
akan turut serta menentukan keberhasilan individu dalam menjalankan tugas belajar. Oleh
karenanya, perlu diciptakan alat pengukur atau tes yang mampu mendiagnosis atau mengukur
keadaan individu.
Tes adalah cara atau prosedur yang ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian
di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas berupa

pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus dikerjakan

oleh peserta didik,

sehingga dapat dihasilkan nilai yang merepresentatif tingkah laku atau prestasi peserta didik,
dan dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh peserta didik lainnya atau
dibandingkan dengan nilai standar tertentu. Secara umum, tes berfungsi sebagai alat pengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah menempuh
proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu dan sebagai alat pengukur keberhasilan
program pengajaran. Ada empat ciri atau karakteristik tes hasil belajar yang baik yaitu valid,
reliabel, obyektif, dan praktis. Tes hasil belajar yang baik adalah tes yang valid atau tes yang
mempunyai daya ketepatan mengukur. Tes yang valid adalah tes yang dapat mengukur hasil
belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dengan tepat dan benar. Selain valid, tes hasil
belajar harus reliabel. Tes dapat dinyatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang
dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap subyek yang sama,
selalu menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeng dan stabil, sehingga tes tersebut
dapat dilaksanakan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Tes hasil belajar yang baik
harus bersifat objektif. Tes hasil belajar disusun dan dilakasanakan bersumber dari materi atau
bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai dengan tujuan instruksional yang telah
ditentukan. Bahan pelajaran yang telah diberikan dijadikan acuan dalam penyusunan tes hasil
belajar. Dalam pemberian skor dan penentuan nilai hasil tes terhindar dari unsur-unsur
subjektivitas. Tes yang baik juga harus bersifat praktis dan ekonomis. Tes tidak memerlukan
peralatan yang banyak atau sulit pengadaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk mengenai
cara mengerjakan, pedoman scoring, serta nilai, serta tes tidak memakan waktu yang panjang
dan tidak memerlukan tenaga atau biaya yang banyak.

C. Bias
Selain keempat faktor di atas, tes yang baik adalah tes yang tidak bias yaitu tes yang
adil, konsisten, dan tidak terkontaminasi oleh faktor-faktor di luar faktor yang hendak dites
(Osterlind, 1983:10). Ia mengatakan bahwa bias adalah istilah teknis untuk gangguan yang
bersifat konsisten pada statistika dan juga berhubungan dengan adanya kekeliruan atau error
yang sistematik dalam pengukuran. Butir soal akan relatif mudah atau sulit bagi sebagian
kelompok peserta didik dibandingkan kelompok lain yang berasal dari populasi yang sama.
Bias menurut Popham adalah prejudice in favor of or against One thing, person, or Group
compared with another, usually in a way considered to be Unfair. Menurutnya, bias adalah
prasangka terhadap sesuatu, seseorang atau kelompok tertentu, dan bersifat tidak adil. Bias

menurut Kanjee, 2002 adalah kekeliruan atau error yang sistematis dalam proses pengukuran
dan dikenal dengan istilah diferensial Item functioning (DIF).
Hui dan Trandis, 1994 menjelaskan bahwa manusia merespon pertanyaan berdasarkan
pengalamanan dan keadaan mereka, oleh karenanya akan sering muncul permasalahan yang
disebabkan oleh perbedaan keadaan sosial budaya. Elenkov (1998) mengatakan bahwa salah
satu hambatan terbesar dalam lingkungan yang multikultural adalah proses transfer belajar.
Beberapa individu yang berasal dari kelompok budaya yang berbeda akan mempunyai pola
pikir dan kerangka kerja yang berbeda serta menginterpretasi stimulus dengan cara yang
berbeda. Interpretasi yang bervariasi inilah yang mempengaruhi hasil belajar. Berry And
Triandis (1980) menjelaskan bahwa ada cara untuk mengatasi permasalahan perbedaan
interpretasi dalam suatu tes, yaitu kesamaan karakteristik atau kesetaraan. Beberapa jenis
kesamaan karakteristik atau kesetaraan yang harus ada agar instrumen penilaian menjadi valid
adalah kesetaraan fungsi, konsep, translasi, semantik dan metrik. Kesetaraan fungsi akan
terjadi jika dua atau lebih tingkah laku berkaitan dengan permasalahan yang sama. Kesetaraan
konseptual terletak pada kesamaan arti dari konsep stimulus atau tingkah laku. Kesetaraan
translasi, yaitu instrumen diterjemahkan menggunakan bahasa baku kemudian diterjemahkan
kembali menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami. Kesetaraan semantik
menggunakan skala bipolar yaitu mengidentifikasi arti dari suatu konsep menggunakan
beberapa bahasa. Kesetaraan pengukuran, dimana struktur instrumen pengukuran dengan cara
yang sama dapat dikerjakan oleh peserta didik dari kelompok yang berbeda.
Tes yang baik adalah tes yang akurat yang dapat memberikan gambaran tentang
keterampilan, pengetahuan dan proses yang dialami peserta didik. Tes bersifat bias jika berisi
butir soal yang menyerang atau menghukum peserta didik berdasarkan suku/ras/etnik, jenis
kelamin, status sosial ekonomi atau agama secara tidak adil. Ada dua aspek butir soal tes yang
dapat menyebabkan bias yaitu penyerangan dan pemberlakuan hukum secara tidak adil.
Sebuah soal tes dikatakan menyerang jika isi tes merendahkan kelompok tertentu dari
kalangan peserta didik. Misalkan, jika soal mengandung konten atau isi yang merendahkan
suku Madura, padahal orang tua salah satu peserta didik berasal dari sana. Peserta didik akan
merasa terganggu, tersudutkan dan sakit hati sehingga dia tidak mengerjakan soal secara
optimal baik itu terhadap soal tersebut maupun keseluruhan soal tes. Menurut Popham (2012):
butir soal tes yang menyerang adalah tes yang mengandung isi yang menghina, menyindir,
atau menyinggung karakteristik personal peserta didik.
Penilaian bias dapat muncul ketika butir soal tes menghukum peserta didik karena
karakteristik peserta didik seperti jenis kelamin, atau wilayah geografi. Sebagai contoh, butir

soal yang isinya tidak menguntungkan salah satu kelompok peserta didik seperti peserta didik
perempuan seperti soal yang berkaitan dengan istilah-istilah atau pengetahuan tentang sepak
bola. Hal ini juga dapat menyebabkan peserta didik tidak mengerjakan soal tidak optimal baik
itu soal yang berkaitan maupun keseluruhan soal tes. Para pendidik harus memastikan bahwa
setiap peserta didik mampu merespon atau menjawab dengan benar terhadap butir-butir soal
tes dengan cara membuat soal yang terlepas dari bias. Tes yang akurat adalah tes yang
berdasar pada kebijaksanaan pembelajaran yang dibuat oleh peserta didik, semakin bias suatu
penilaian atau tes, maka semakin jauh pendidik dari kesimpulan yang akurat tentang
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA
Nkosi James Themba Ana Roodt, Gert. 2004. An Assessment of Bias Ana Fairness of The Culture
Assessment Instrument. SA. Journal of Human Resource Management
Popham, W. James. 2012. Assessment Bias: How to Banish It. Boston. Pearson Education Inc.ISBN
10:0-13-273-4907.www.allynbaconmerrill.com
Sudijono, Anas.2013. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

TUGAS MATA KULIAH


PENGUKURAN DAN EVALUASI DALAM PENDIDIKAN KIMIA

B I AS

N a m a : Ema Rachmawati
No. Reg : 3336149213

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA (UNJ)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JENJANG MAGISTER (S-2)
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

SEMESTER 2

Proses pengukuran terhadap hasil belajar dapat digunakan untuk melihat gambaran
kemampuan siswa serta mampu berfungsi sebagai indikator keberhasilan proses pembelajaran
maupun pendidikan. Oleh karena itu, perangkat soal yang disusun harus benar-benar dapat
mengukur kompetensi yang akan diukur, memberikan hasil pengukuran yang dapat dipercaya, dan
mencerminkan kemampuan siswa yang sebenarnya. Dengan demikian perbedaan skor yang
diperoleh siswa mencerminkan perbedaan kemampuan siswa bukan karena faktor lain seperti
adanya bias pada butir tes.
Perangkat soal akan menyesatkan jika tidak objektif, tidak adil, dan memihak kelompok
tertentu yang akan menyebabkan dua siswa dari kelompok yang berbeda dengan kemampuan yang
sama mempunyai peluang mengerjakan dan menjawab soal yang berbeda. Kualitas perangkat soal
yang baik adalah butir-butir soal yang

tidak mengandung sifat bias, agar ketidakadilan atau

kerugian pada kelompok tertentu dapat dihindari dan kemampuan siswa terukur secara objektif. Jika
pada satu tes memuat butir-butir yang memihak kelompok tertentu, maka tes tersebut memuat bias.
Adanya butir bias dapat mengakibatkan satu tes bersifat diskriminatif atau memihak pada kelompok
tertentu yang penyebabnya dapat ditinjau dari berbagai segi, seperti ras/etnik, budaya, wilayah, jenis
kelamin, dan lain-lain (Osterlind, 1983:179).
Evaluasi terhadap aspek kognitif dalam pendidikan atau pembelajaran memerlukan
instrumen, diantaranya adalah berupa tes. Fungsi tes hasil belajar adalah sebagai alat untuk
penempatan, fungsi formatif, fungsi diagnostik, dan fungsi sumatif (Glonlund, 1985: 16).
Sebua butir soal dikatakan

Anda mungkin juga menyukai