Anda di halaman 1dari 15

BROWN-SEQUARD SYNDROM

A. Definisi
Brown sequard syndrome merupakan sindrom yang dimana terjadi
kehilangan dari fungsi motorik ipsilateral bagian atas akibat disfungsi saluran
kortikospinalis, disertai hilangnya sensasi getaran, nyeri dan suhu akibat
spinocerebellar dan traktus spinotalamikus (Urrutia & Fadic, 2012).
Brown sequard syndrome pertama kali ditemukan oleh Charles Edouard
Brown Sequard (1916-1894) pada pasien dengan hemiseksi korda spinalis
pada tahun 1849. Brown sequard syndrome adalah lesi sumsum tulang
belakang yang ditandai dengan hilangnya fungsi motorik ipsilateral dan
hilangnya sensasi nyeri dan sensitivitas temperatur, hal ini terjadi paling
sering setelah cedera traumatik atau kompresi tumor sumsum tulang belakang
(Urrutia & Fadic, 2012).
Brown-Sequard syndrom didefinisikan sebagai sebuah lesi inkomplet
pada korda spinalis yang ditandai dengan paralisis upper motor neuron
ipsilateral dan kehilangan sensasi propioseptik dengan kehilangan sensasi
rasa sakit dan suhu kontralateral.
B. Anatomi Medulla Spinalis
Medulla spinalis merupakan

struktur

berbentuk

silinder

yang

berdiameter < 2 sm dan terdiri dari bagian putih dan bagian abu-abu. Medulla
spinalis berada di kanalis sentralis vertebra yang dikelilingi oleh struktur
tulang (collum vertebrae). Memanjang dari foramen magnum yang berada di
dasar tengkorak sampai setinggi L1-L2 disebut conus medullaris. Dibawah
tingkat ini, lumbar sac (theca) hanya mengandung filamen serabut saraf yang
disebut cauda equina (horse tail).
Medulla spinalis diselubungi oleh 3 selaput meningens, yang
merupakan lanjutan dari selaput yang menyelubungi otak. Pamater melekat
pada medulla spinalis, duramater dan arachnoid (tanpa pembuluh darah)
memanjang secara kaudal sampai setinggi vertebrae S5 yang mana kemudian

akan bergabung dengan fillum terminale untuk membentuk ligamentum


koksigis (filum of the dura) (Noback C.R., et al., 2005).

Medulla spinalismenerima input melalui nervus perifer dari bagian


tubuh dan melalui traktus descenden dari otak, kemudian memproyeksikan
output melalui saraf perifer ke bagian tubuh dan melalui traktus ascenden ke
otak.
Terdapat 31 pasang saraf spinal; 8 pasang saraf servikal; 12 pasang
saraf thorakal; 5 pasang saraf lumbal; 5 pasang saraf sacraldan 1 pasang saraf
coxigeal. Akar saraf lumbal dan sacral terkumpul yang disebut dengan Cauda
Equina. Setiap pasangan saraf keluar melalui intervertebral foramina. Saraf
spinaldilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen
spinal dan CSF.

Struktur internal terdapat substansi abu-abu dan substansi putih.


Substansi abu-abu membentuk seperti kupu-kupu dikelilingi bagian luarnya
oleh substansi putih. Terbagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh anterior
median fissure dan median septum yang disebutdengan posterior median
septum. Keluar dari medulla spinalis merupakan akral ventral dandorsal dari
saraf spinal. Substansi abu-abu mengandung badan sel dan dendrit dan
neuronefferent, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motorik dan akson
terminal dari neuron. Substansi abu-abu membentuk seperti huruf H dan
terdiri dari 3 bagian yaitu: anterior, posterior dan commisura abu-abu. Bagian
posterior sebagai input/afferent, anterior sebagaioutput/efferent, commisura
abu-abu untuk refles silang dan substansi putih merupakankumpulan serat
saraf bermyelin.
Anatomi servikal bagian atas (oksiput C1-C2) berbeda dengan daerah
servikal bawah (C3-T1). Selain itu, servikal atas lebih mobil dibandingkan
dengan servikal bawah.Servikal 1 atau atlas tidak memiliki corpus
dan processus spinosus. Servikal 1 hanya berupacincin tulang yang terdiri
atas arcus anterior yang tebal dan arcus posterior yang tipis, danmassa
lateralis pada masing-masing sisinya. Tiap massa lateralis memiliki
permukaan sendi pada aspek atas dan bawahnya. Tulang ini berartikulasi di
atas dengan condylus occipitalis, membentuk articulatio atlanto-occipitalis,
3

tempat

berlangsungnya

gerakan mengangguk. Di bawah, tulang ini

berartikulasi dengan C2, membentuk artikulatio atlanto-axialis tempat


berlangsungnya gerakan memutar kepala.
Servikal

atau

axis

mengandung

processus

odontoid

yang

menggambarkan penggabungan sisa dari badan atlas. Processus odontoid ini


melekat erat pada aspek posterior dari arcus anterior C1 oleh ligamentum
transversum, yang mengstabilkan sendi atlantoaxial.Stabilitas dari spinal
ditentukan oleh ligamentum antara struktur tulang. Pada bagianfrontal,
penonjolan condilus occiput disokong oleh massa lateralis C2. Pada bagian
frontal ini,massa lateralis terlihat berbentuk baji, runcing di tengah dan
pinggirnya lebar. Jika struktur tulang terganggu dan terutama jika terjadi
pergeseran baji ke lateral menyebabkan instabilitasspinal.Penonjolan condilus
occiput distabilisasi oleh kapsul occipitoatlantal dan membrana atlanto
occipital anterior dan posterior. Ligamentum nuchae merupakan struktur yang
stabilyang berhubungan dengan kompleks atlantooccipital axial. Membrana
tectorium, ligamentumalar dan apical menghubungkan occiput ke C2.
Ligamentum dentate terdiri dari ligamentum alar dan apical mengikat
permukaan dorsallateral dari dens dan berjalan oblik ke permukaan medial
dari condilus occipitalis.Ligamentum transversum berjalan dari permukaan
medial dari salah satu sisi C1 menujuke sisi lain. Ligamentum ini pada
dasarnya membatasi C2 untuk berotasi disekitar odontoid dalam cincin
tertutup tulang. Jika ligamentum ini ruptur atau jika ada fraktur yang
berhubungan dengan odontoid, C1 dapat bergeser dan menyulitkan batang
otak dan medulla spinalis (Neter F.H., et al., 2002).

C. Epidemiologi
Kejadian di Amerika Serikat Sindrom Brown-Sequard jarang, meskipun
kejadian yang sebenarnya tidak diketahui. Tidak ada data nasional ada untuk
merekam semua sindrom tulang belakang akibat trauma dan tidak ada trauma
saraf.
Insiden SCIs traumatis di Amerika Serikat diperkirakan 12.000 kasus baru per
tahun, dengan sindrom Brown-Sequard dihasilkan dari 2-4% dari cedera.
Prevalensi semua SCIs di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 273.000
orang. [9] insiden Internasional sindrom tidak diketahui.
Ras-, jenis kelamin, dan demografi yang berkaitan dengan usia
Database SCI menunjukkan bahwa sejak tahun 2010, 67% dari kasus cedera
tulang belakang telah terjadi pada populasi putih, 24,4% di Afrika Amerika,
7,9% di Hispanik, dan 0,7% di kelompok ras / etnis lain.
Berbagai penelitian demografis telah konsisten menunjukkan frekuensi yang
lebih besar dari SCI pada laki-laki daripada perempuan. Temuan ini terutama
mencerminkan data yang luka trauma dan mungkin tidak mencerminkan
frekuensi penyebab non trauma.
Studi berbasis populasi mengungkapkan bahwa SCI terjadi terutama pada
orang berusia 16-30 tahun, namun usia rata-rata telah meningkat selama
beberapa dekade terakhir. Sejak 2010, usia rata-rata di cedera telah 42,6 tahun

bagi penyandang traumatis SCI. Usia rata-rata individu dengan sindrom


Brown-Sequard adalah 40 tahun.
D. Etiologi
Brown-Squard Syndrome dapat disebabkan oleh segala macam mekanisme
yang mengakibatkan kerusakan pada satu sisi korda spinalis. Penyebab paling
sering adalah cedera akibat trauma, sering juga akibat mekanisme penetrasi
seperti tikaman atau tembakan pistol
Beberapa penyebab BSS lainnya :
1. Tumor korda spinalis, metastasis atau intrinsic
2. Trauma, tajam maupun tumpul
3. Penyakit degeneratif seperti herniasi discus dan spondilosis servical
4. Iskemia
5. Infeksi atau inflamasi yg di sebabkan oleh :
a. Meningitis
b. Empyema
c. Herpes zoster
d. Myelitis
e. Tuberkulosis
f. Sifilis
g. Herpes simplex
h. Multiple sclerosis
6. Perdarahan,, termasuk spinal subdural/epidural dan hematomyelia.
E. Patofisiologi
Patofisiologi dari Brown-sequard syndrom adalah kerusakan traktus
korda spinalis asenden dan desenden pada satu sisi korda spinalis. Petelie
yang menyebar pada substansia abu (grey matter) akan meluas dan menyatu
satu jam setelah terjadinya trauma. Nekrosis hemoragik akan terjadi 24-36
jam kemudian. Peteki hemoragik akan terjadi di substansia putih dalam 3-4
jam. Serabut myelin dan traktus panjang terlihat mengalami kerusakan
struktural yang luas.
Brown-sequard syndrom jarang dan biasanya tidak komplet. Penyebab
tersering adalah karena trauma medulla spinalis dan herniasi diskus
cervicalis. Interupsi jaras motorik descendens pada satu sisi medulla spinalis
pada awalnya menyebabkan paresis flasid ipsilateral dibawah tingkat lesi
(syok spinal), yang kemudian menjadi spastic dan disertai hiperefleksia, tanda
babinski dan gangguan vasomotor. Pada saat yang bersamaan gangguan

posterior pada salah satu sisi medulla spinalis menimbulkan hilangnya sensasi
posisi, getar dan diskriminasi taktil ipsilateral di bawah tingkat lesi. Ataksia
yang normalnya terlihat pada lesi kolumna posterior tidak terjadi karena
paresis yang bersamaan. Sensasi nyeri dan suhu sesisi tidak terganggu, karena
serabut yang mempersarafi modalitas ini teah menyilang ke sisi kontralateral
dan berjalan naik ke dalam traktus spinotalamicus lateralis, tetapi sensasi
nyeri dan suhu kontralateral hilang dibawah tingkat lesi karena traktus
spinotalamikus ipsilateral terganggu.
Sensasi taktil sederhana tidak terganggu karena modalitas ini dipersarafi
oleh dua jaras serabut yang berbeda. Kolumna posterior (tidak menyilang)
dan traktus spinotalamikus anterior menyilang.
Hemiseksi medulla spinalis menyisakan satu dari kedua jaras tersebut
untuk sensasi taktil pada kesua sisi tubuh tetap intak-kolumna posterior
kontralateral untuk sisi kontralateral lesi dan traktus spinotalamikus anterior
kontralateral untuk sisi ipsilateralis.
Selain interupsi traktus yang panjang, sel-sel kornu anterius dapat
mengalami kerusakan yang luas yang bervariasi pada tingkat lesi,
kemungkinan menyebabkan paresis flasid. Iritasi radiks posterior juga dapat
menyebabkan parestesia atau nyeri radikuler di dermatom yang sesuai dengan
batas atas gangguan motorik (Baehr M., 2005).

F. Manifestasi klinis
Brown-sequard syndrom ditandai dengan paresis yang asimetris disertai
dengan hypalgesia yang lebih jelas pada sisi yang mengalami paresis. Brown
sequard syndrom murni sering berhubungan dengan hal-hal berikut:
1. Gangguan traktus kortikospinal lateralis
a. Paralisis spastic ipsilateral dibawah letak lesi
b. Tanda babinski positif ipsilateral dari letak lesi
c. Reflek patologis dan tanda babinski positif (mungkin tidak didapatkan
pada cedera akut)
2. Gangguan kolumna alba posterior: berkurangnya sensasi taktil untuk
diskriminasi, rasa getar dan posisi ipsilateral dibawah letak lesi.
3. Gangguan traktus spinotalamikus lateralis: berkurangnya sensasi nyeri
dan sensasi suhu kontralateral. Hal ini biasanya terjadi pada 2-3 segmen
bawah letak lesi.

Karakteristik
dari gambaran

klinik

ditemui

pasien-pasien

pad

yang

dengan

hemiseksi

medulla

spinalis

komplet,

setelah syok

spinal

berakhir:

1. Paralisis

LMN

ipsilateral

pada segmen

dari

dan

lesi

otot.

atrofi

Keadaan

ini

disebabkan
kerusakan

neuron dalam

kolum

anterior

mungkin

juga

oleh

kerusakan

dari

serabut saraf

dan

diikuti

pada segmen yang sama.


2. Paralisis spastic ipsilateral pada tingkat dibawah lesi. Munculnya
babinski ipsilateral, reflek dinding perut ipsilateral, dan reflek kremaster
ipsilateral. Semua gejala ini muncul karena hilangnya traktus
kortikospinal pada daerah lesi.
3. Anestesi ipsilateral kulit. Ini akibat kerusakan terletak pada jalan
masuknya, pada daerah lesi.
4. Kehilangan sensasi propioseptif, deskriminasi taktil, dan getaran dibawah
tingkat lesi. Gejala ini disebabkan oleh kerusakan traktus asenden pada
sisi yang sama dengan lesi.
5. Kehilangan sensasi nyeri dan suhu kontralateral dibawah tingkat lesi.
G. Diagnosis
Anamnesis
Riwayat klinis sering mencerminkan etiologi sindrom Brown-Sequard.
Timbulnya gejala mungkin akut atau bertahap progresif. Keluhan terkait
dengan hemiparesis atau hemiparalysis dan perubahan sensorik, parestesia,
9

atau dysesthesias di tungkai kontralateral (s). Kelemahan terisolasi atau


perubahan sensorik dapat dilaporkan.
Hemiseksi lengkap, menyebabkan gambaran klinis klasik murni
sindrom Brown-Sequard, jarang terjadi. Hemiseksi lengkap menyebabkan
sindrom Brown-Sequard ditambah tanda-tanda dan gejala lain yang lebih
umum. Gejala-gejala ini dapat terdiri dari temuan dari keterlibatan kolom
posterior seperti kehilangan sensasi getaran.
Pemeriksaan fisik
Diagnosis dan identifikasi sindrom Brown-Sequard didasarkan pada
temuan pemeriksaan fisik. Parsial sindrom Brown-Sequard ditandai dengan
paresis asimetris, dengan hypalgesia lebih ditandai di sisi kurang paretic. Pure
sindrom Brown-Sequard (jarang terlihat dalam praktek klinis) dikaitkan
dengan berikut:
1. Gangguan saluran kortikospinalis lateralis - paralisis spastik ipsilateral di
bawah tingkat lesi dan Babinski menandatangani ipsilateral lesi (refleks
abnormal dan Babinski tanda mungkin tidak hadir dalam cedera akut)
2. Gangguan posterior kolom putih - hilangnya ipsilateral diskriminasi
taktil, serta sensasi getaran dan posisi, dibawah tingkat lesi.
3. Gangguan traktus spinotalamikus lateralis - hilangnya kontralateral nyeri
dan sensasi suhu; ini biasanya terjadi 2-3 segmen bawah tingkat lesi.
Cobalah untuk membedakan tingkat kerugian sensasi, kehilangan
motorik, kehilangan suhu, dan kehilangan akal getaran. Evaluasi bilateral
dibandingkan temuan neurologis sepihak ketika menentukan tingkat kerugian.
Pemeriksaan motorik pada pasien dengan sindrom Brown-Sequard
mengungkapkan kelemahan atau kelumpuhan spastik dengan motor atas
tanda-tanda neuron dari peningkatan tonus, hyperreflexia, klonus, dan tanda
Hoffmann atas 1 sisi tubuh.
Kekuatan motorik otot kunci yang mewakili tingkat akar spinal servikal
dan lumbal harus dinilai pada standar 0-5 skala. Perhatian khusus harus
diambil untuk menguji di posisi dengan gravitasi dihilangkan dan melawan
gravitasi.

10

Pemeriksaan sensorik adalah penting untuk kontralateral penurunan


sensasi sentuhan ringan dan panas atau dingin. Fungsi sensorik harus
disimpan di dermatom perwakilan dari C2-S4 / 5 untuk hadir, gangguan, atau
normal sensasi sentuhan ringan dan titik-titik.

H. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis Brown-Sequard Syndrom ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan gejala klinis. Pemeriksaan laburatoium tidak terlalu diperlukan untuk
mengevaluasi kondisi pasien tetapi sangat membantu dalam mengikuti
perjalanan penyakit pasien. Pemeriksaan dapat berguna pada BSS yang
disebabkan keadaan non traumatik seperti infeksi atau neoplasma.
b. Pemeriksaan radiologis
Foto Polos vertebrae merupakan langkah awal untuk mendeteksi
kelainan-kelainan yang mengakibatkan medulla spinalis, kolumna
vertebralis, dan jaringan sekitarnya.pada trauma cervical digunakan foto
AP, lateral dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal digunakan foto
AP dan lateral.
CT scan Vertebrae. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan
lunak, struktur tulang dan kanalis spinalis dalam potongan axial.
Pemeriksaan MRI menunjukkan luasnya cedera korda spinalis dan ini
sangat mebantu untuk membedakannya dengan penyebab non traumatik.
CT_Myelogram dapat membantu jika MRI dikontraindikasikan atau
tidak tersedia.
c. Pemeriksaan lain
Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam (BTA) dapat dilakukan jika dicurigai
disebabkan oleh tuberkulosis.
I. Diagnosis Banding
1. Fraktur cervical
2. Multiple Sclerosis
3. Infeksi corda spinalis
4. Cedera chorda spinalis
5. Stroke iskemik
6. Poliomyelitis akut

11

7. Guillain-Barre Syndrome
8. Post traumatic siringomyelia
J. Penatalaksanaan
Pasien dengan BSS akibat trauma perlu dievaluasi kemungkinan adanya
cedera lain, seperti halnya penderita trauma. Evaluasi lain dapat meliputi :
1.
2.
3.
4.

pemasangan kateter urin


imobilisasi
pemasangan NGT
imobilisasi cervikal, vertebra dorsal bawah, dan imobilisasi dengan hard

collar jika terjadi cedera cervical


5. pasien dengan BSS mengalami kehilangan daya sensasi. Untuk
mengetahui adanya kemungkinan cedera intraabdominal dapat dilakukan
CT-scan atau peritoneal lavage.
6. pasien dengan stabbing wound dengan alat yang masih terfiksir pada
tubuh pasien tidak boleh dilakukan tindakan pencabutan alat,
dikarenakan dikhawatirkan akan menyebabkan perdarahan yang masif
dan subdural hematoma.
7. Tindakan operatif diperlukan dengan tujuan dekompresi spinal,
menghindari kerusakan spinal yang disebabkan oleh hematoma, maupun
robekan dura yang dapat menyebabkan pengeluaran cairan serebrospinal
(Ceruti S., 2012).
Pemberian medika mentosa bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Banyak penelitian menunjukkan penyembuhan yang lebih baik
pada penderita yang diberikan steroid dosis tinggi pada awal pengobatan.
Kortikosteroid
Nama obat : methylprednisolon (solu-medrol, depo-medrol) meningkatkan
inflamasi dengan menekan leukosit polimorfonuklear dengan meningkatkan
permeabilitas kapiler
Dosis dewasa : 30 mg/kgBB IV bolus dalam 15 menit, dilanjutkan 5,4
mg/KgBB/jam dalam infus 23 jam (harus dilakukan dalam 8 jam post trauma)
Kontraindikasi : riwayat alergi, infeksi virus, bakteri atau tuberculosis kulit.

12

Intraksi obat : penggunaan dengan digoxin dapat meningkatkan kadar


toksisitas digitalis, peningkatan kadar estrogen dapat meningkatkan
fenobarbital, fenitoin, dan rifampin jika digunakan bersama.
Pemberian medikamentosa (farmakoterapi) bertujuan untuk mencegah
komplikasi terapi yang diberikan adalah medikamentosa kortikosteroid untuk
mengurangi kompresi akibat udem disekitar lesi .( Abouhashem., 2012).
Beberapa studi menyebutkan bahwa cedera tulang belakang pada pasien anak
memiliki tingkat pemulihan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang
dewasa (Altun et al., 2014)
Terapi fisik yang mungkin bisa diterapkan pada pasien BSS antara lain
(Jones and Barlet, 2010) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

monitor perubahan pada perbaikan


perbaiki status keadaan pasien
pertahankan integritas dari kulit pasien
perbaiki kekuatan pasien.
meningkatkan control posisi tubuh pasien
mendukung atau memberi motivasi pada pasien ataupun keluarga
pasien.

K. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini berbuhungan dengan cedera spinal dapat
terhadu akibat trauma atau karena masalah dalam tubuh. Beberapa komplikasi
yang dapat terjadi ada Brown sequard syndrome antara lain sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Osteoporosis
Hiperkalemia
Depresi
Hipotensi
Cedera medula spinalis
Diseksi arteri vertebra (Urrutia & Fadic, 2012).

L. Prognosis
Pasien dengan cedera medulla spinalis komplet hanya mempunyai harapan
untuk sembuh <5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka
peluang untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih
13

ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk berjalan kembali sebesar


50%. Secara umum, 90% penderita cedera medulla spinalis dapat sembuh dan
mandiri.

DAFTAR PUSTAKA
Abouhashem, et al,2013. Management of Brown Sequard Syndrome in Cervical
Disease. Turkish Neurosurgery. 2013 : 470-475.

14

Altun , et al., (2014). Brown Sequard Syndrome Caused By Paper Scissor


Penetration. Vol 31. No 4. (online). Available from :
http://www.jns.dergisi.org/text.php3?id=837 (Accessed :2015, April 7).
Baehr M, Frotscher M. Duus: Topical Diagnosis in Neurology. 4 th revised edition.
New York: Thieme. 2005.
Basjirudin A. Darwin Amir.2008. Gangguan Medula Spinalis. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Saraf. Padang ;FK UNAND.
Ice FN. Brown-Sequard Syndrome or Hemisection of the Spinal Cord (Tracts
Involved). http://www.smso.net
Jones and Barlet. 2010. Physical Theraphy For Physical Therapist Assistant.
Second Edition. United State: Malloy Incorporation. 2010 : 99
Neter FH, Craig JA, Perkins J. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.
Special Edition. USA. 2002
Neuroanatomy Lab Resource appendices. Hemisection of the Spinal Cord
(Brown-Sequard Syndrome).
http://isc.temple.edu/neuroanatomy/lab/lesion/2.htm
Noback CR, Strominger NL, Demarest RJ, et al. The Human Nervous SystemStructure and Function. 6th Edition. New Jersey: Humana Press Inc. 2005
Urrutia J, Fadic R. 2012. Cervical disc herniation producing acute Brown
Sequard Sndrome: dynamic changes documented by intraoperative
neuromonitoring. Eur Spine J. Jun Supp 4:S418-21

15

Anda mungkin juga menyukai