Diketik ulang oleh Dokter Muda Bagian Penyakit Syaraf FKURRSUA Arifin Achmad Perode 7 Juli -9 Agustus 2014
BAB 1
EPIDEMIOLOGI EPILEPSI
Fitri Oktaviani, Herlyani Khosama
PENDAHULUAN
Epilepsi mnerupakan salah satu penyakit neurologi tertua, ditemukanb pada semua
umur dan dapat menyebabkan hendaya serta mortalitas. Diduga terdapat sekitar 50 juta
orang dengan epilepsi didunia(WHO, 2012). Populasi epilepsi aktif (penderita dengan
bangkitan tidak terkontrol atau yang memerlukan pengobatan) diperkirakan antara 4
hingga 10 /.1000 penduduk /tahun, dinegara berkembang diperkirakan 6 hingga 10/1000
penduduk.
PREVALENSI
Prevalensi dinegara sedang berkembang ditemukan lebih tinggi dari pada negara maju.
Dilaporkan prevaqlensi dinegara maju berkisar antara 4-7 /1000 orang dan 5-74/1000
orang dinegara sedang berkembang. Daerah pedalaman memiliki angka prevalensi lebih
tinggi dibendingkan daerah perkotaan yaitu 15,4/1000 (4,8-49,6) dipedalaman dan 10,3
(2,8-37,7) diperkotaan.
Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam 5
tahun terakhir) adalah 4,9/1000 (2,3-10,3), sedanglkan pada negara berkembang
dipedalaman 12,7 /1000(3,5-45,5) dan diperkotaan 5,9 (3,4-10,2).2 dinegara Asia,
prevalensi epilkepsi aktif tertinggi dilap[orkan divietnam 10,7/1000 orang, dan terendah
ditaiwan 2,8/1000 orang.3,4
Prevalensi epilepsi pada usia lanjut (>65 tahun) dinegara maju diperkirakan
sekitar >0,9%, lebih dari decade 1 dan 2 kehidupan. Pada usia >75 tahun prevalensi
meningkat 1,5%. Sebaliknya prevalensi epilepsi dinegara berkembang lebih tinggi pada
usia decade 1-2 dibandingkan pada usia lanjut. Kemungkinan penyebabnya adalah
insiden yang rendah dan usia harapan hidup rata-rata dinegara maju lebih tinggi.
Prevalensi epilepsi berdasarkan jenis kelamin dinegara-negara asia, dilaporkan laki-laki
sedikit lebih tinggi daripada wanita. 3
Kelompok studi epilepsi perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Pokdi
Epilepsi PERDOSSI) mengadakan penelitian pada 18 rumah sakit di 15 kota pada tahun
2013 selama 6 bulan. Didapatan 2288 pasien terdiri atas 487 kasus baru dan 1801 kasus
10
lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 16,9 tahun, sedangkan rerata usia pada
kasus lama adalah 29,2 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke
dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke
dukun dan tidak berobat.
INSIDENSI
Insidensi median epilepsi di dunia 50,4 per 100.000/tahun (33,6-75,6). Pada negara
dengan pendapatan per kapita yang tinggi, insidensi median 45,0 (30,3-66,7) dan paada
negara dengan pendapatan per kapita menengah dan rendah adalah 81,7 (28,0-239,5).5
Di Asia, contohnya adalah insidensi epilepsi di Cina adalah 35/100.000 orang
per tahun, dan di India 49,3/100.000 orang per tahun.3,6 Puncak insiden di negara Cina
(Shanghai) pada usia 10-30 tahun dan >60 tahun, sedangkan di India puncaknya pada
usia 10-19 tahhun.3
Insidens epilepsi di negara maju mengikuti distribusi bimodal dengan puncak
pertama pada usia balita dan puncak kedua pada usia 65 tahun.7 Angka insiden di negara
maju dilaporkan >130/100.000 orang/tahun pada usia > 65 tahun, 160/100.000
orang/tahun pada usia >80 tahun. Insiden status epileptikus dilaporkan sebesar 6080/100.000 orang/tahun setelah usia 60 tahun, dengan angka mortalitas 2 kali lebih
besar dibandingkan dewasa muda. Sekitar 35% kasus epilepsi yang baru ditemukan
pada usia lanjut (>75 tahun) adalah status epileptikus. 8,9
Pada negara sedang berkembang insidens epilepsi lebih tinggi sekitar (100190/100.000 orang/tahun). Distribusi bimodal tidak tampak pada negara berkembang.
Beberapa negara berkembang melaporkan puncak insiden epilepsi tertinggi pada usia
dewasa muda, tanpa peningkatan pada usia tua. 8,9,10
11
epilepsi mencapai USD 12,5 triliun per tahun, 14% adalah biaya pengobatan langsung
dan 86% biaya tidak langsung.11
Di negara sedang berkembang, diperkirakan pasien epilepsi tidak
mendapatkan pengobatan yang diperlukan. Sekitar 9 dari 10 pasien epilepsi di Afrika
tidak mendapatkan pengobatan (treatment gap). Di beberapa negara dengan pendapatan
rendah dan menengah, ketersediaan obat antiepilepsi (OAE) sangat rendah dan harga
OAE relative mahal. Ketersediaan OAE generic sekitar kurang dari 50%. 1
MORTALITAS
Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi
dibandingkan negara maju. Di Laos dilaporkan case fatality rate mencapai 90,0 per
1000 orang pertahun . Angka mortalitas epilepsi pada anak di Jepang dilaporkan 45 per
1000 orang pertahun. Di Taiwan 9 per 1000 orang pertahun , dimana orang dengan
epilepsi memiliki resiko kematian 3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal. 3
Insiden SUDEP (Sudden Unexpected Death) mencapai 1,21/1000 pasien, wanita
leboih tinggi darai laki-laki. Jenis bangkitan dengan risiko SUDEP tertinggi adalah
tonik klonik.10
12
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at: http://
www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en/. Diunduh pada tanggal 28 Februari
20014.
2. Ngugi AK, Bottomley C, Kleinschmidt I, Sander JW, Newton C.Estimation of
the burden of active and life epilepsi: A meta analytic approach. Epilepsi 2010;
51(5): 883-90.
3. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL. Epidemiology
of epilepsi in urban areas of peoples republic of China. Epilepsia 1985; 26(5):
391-4.
4. Mac TL, Tran DC, Quet F, Odermatt P, Peux PM, Tan CT. Epidemiolog,
aetology, and clinical management of epilepsi in Asia: A systematic review.
Lancet Neurol 2007; 6: 533-43.
5. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Epidemiuologi pasien epilepsi di 18 rumah
sakit di Indonesia. 2003 (data primer)
6. Ngugi AK, Kariuki SM, Bottmley C, Kleinshmidt I, Sander JW, Newton CR.
Incidence of Epilepsi: A Systematic review and meta analysis. Neurology 2011;
77: 1005: 31-2.
7. Lim SH. Seizures and epilepsi in the elderly: Epidemiology and etiology of
seizures and epilepsi in the elderly in Asia. Neurology Asia 2004; 9 (Suppl.1): 312
8. Banerjee PN, Filipi D, Hauser WA, The descriptive epidemiogy of epilepsi- a
review. Epilepsi Res. 2009; 85(1): 31-45.
9. Li S, Wang X, Wang J. Cerebrovascular disease and post-traumatic epilepsi.
Neurol Asia 2004; 9(suppl): 12-3.
10. Hui AC, Kwan P. Epidemiology and management of epilepsi in Hong Kong: an
overview. Seizure 2004; 13: 244-6
11. Cardarelli WJ, Pharm D, Smith BJ. The burden of epilepsi to patiens and payer.
Am J Manag Care 2010 Dec; 16 (12 Suppl): S331-6.
13
BAB 2
Definisi konseptual:1
o Epilepsi:
Kelainan otak yang ditandai dengan kecendrungan untuk menimbulkan
bangkitan epileptic yang terus menerus, dengan konsekuensi neurobiologis,
kognitif, psikologis, dan sosial.
Definisi ini mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptic.
o Bangkitan epileptik:
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor. 2
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri
atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi
untuk sindrom epilepsi.
14
Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi 4
1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsi with centrotemporal spikesI)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
1.1.3 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
1.2 Simtomatis
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(Kojenikows Syndrome)
15
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.1.6
2.1.7
2.1.8
Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9
2.2.2
Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3
2.2.4
2.3 Simtomatis
2.3.1
Etiologi nonspesifik
Sindrom spesifik
2.3.3
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
16
Bangkitan neonatal
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher S.G; Acevedo C; Arzimanoglou A et.al. A Practical Clinical Definition of
Epilepsi. Epilepsia 2014: 1-8
2. Rudolf G; Valenti MP; Hirsch E. Genetic Reflex Epilepsies. Orphanet Encyclopedia,
March 2004. http//www.orpha.net/data/patho/GB/uk-GeneticReflexEpilepsies.pdf
3. Commission on Classification and Terminology of the International Leage Against
Epilepsi. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic Classification
of Epileptic Seizure. Epilepsia 1981; 22: 489-501
4. Commission on Classification and Terminology of International Leage Against
Epilepsi. Proposal for Revised Classsification of Epilepsies and Epileptic Syndrome.
Epilepsia July-August 1989; 30(4):389-99.
5. Panayiotopoulus CP. The Epilepsies Seizure, Syndrome and Management. Blandom
Medical Publishing. UK; 2005; 1-26.
18
BAB 3
DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi ditegakkan terutama dari anamnesis, yang didukung dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1
Ada tiga langkah dalammenegakkan diagnosis epilepsi, yaitu sebagai berikut: 1
1. Langkah pertama: pastikan adanya bangkitan epileptic
2. Langkah kedua: tentukan tipe bangkitan berdasarkan klasifikasi ILAE
1981
3. Langkah ketiga: tentukan sindroma epilepsi berdasarkan klasifikasi
ILAE 1989
19
sistemik
yang
mungkin
menjadi
penyebab
maupun
komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis2
Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
20
Trauma kepala
Tanda-tanda infeksi
Kelainan congenital
Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis3
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak
jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
-
Paresis Todd
Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan penunjang
21
Resonance
Spectroscopy
(MRS)
bermanfaat
dalam
memberikan
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium,
kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi
hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
-
22
o EKG
DIAGNOSIS BANDING6
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini sering
membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya. Tabel 3.1
menunjukkan beberapa pembeda antara kejang epileptic dengan berbagai kondisi yang
menyerupainya.
23
24
25
26
27
28
29
30
BAB 4
TERAPI
31
Setelah membuat diagnosis yang tepat, hal yang perlu diperhatikan sebelum
menentukan terapi obat anti epilepsi (OAE) adalah berapa besar kemungkinan
terjadinya bangkitan berulang, berapa besar kemungkinan terjadinya konsekuensi
psikososial, masalah pekerjaa, atau keadaan fisik akibat bangkitan selanjutnya dan
pertimbangkan untung rugi antara pengobatan dan efek samping yang ditimbulkan.
Ketepatan diagnosis merupakan dasara terapi, diagnosis yang kurang tepat dapat
menyebabkan terapi yang tidak tepat juga. 1,2,3
TUJUAN TERAPI
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup
normal dan tercapai kualitas hidup optimal untuk penyandangmental yang dimilikinya.
Harapannya adalah bebas bangkitan, tanpa efek samping. Untuk tercapainya tujuan
tersebut diperlukan beberapa upaya, antara samping/dengan efek samping yang
minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.4-6
Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI 3-9
OAE diberikan bila
o
Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan (Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi (Tabel 2).
Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping (Tabel 3).
Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
32
Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi
bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila
responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti dengan OAE yan g lain.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua,
tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah
maksimal.9
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:10,11
o
Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis
herpes.
33
Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 4.4), demikian pula halnya dengan
profil farmakologis tiap OAE (Table 4.5) dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE
(Tabel 4.6)
Strategi untuk menceghah efek samping:
o
Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada
sindrom epilepsi dan karakteristik penyandang.
OAE
Bangkitan
fokal
Phenytoin
Carbamazepine
Valproic acid
Phenobarbital
Gabapentin
Lamotrigine
Topiramate
Zonisamide
Levetiracetam
Oxcarbamazepine
Clonazepam
+ (A)
+ (A)
+ (B)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (A)
+ (A)
+ (C)
+ (C)
Bangkitan
umum
sekunder
+ (A)
+ (A)
+ (B)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (A)
+ (A)
+ (C)
-
Bangkitan
tonik
klonik
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
?+ (D)
+ (C)
+ (C)
?+
?+ (D)
+ (C)
-
Bangkitan
lena
Bangkitan
Mioklonik
+ (A)
0
0
+ (A)
?
?+
?+
-
+(D)
?+
?+? + (D)
?+
?+
-
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin efektif sebagai monoterapi; C:
mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
34
35
36
37
38
39
40
41
42
PENGHENTIAN OAE5,6,18
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5
tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien.
Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah
OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6 bulan
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:5,19,20
Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
Epilepsi simtomatis
Gambaran EEG yang abnormal
Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada
epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 8595% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
Penggunaan lebih dari satu OAE.
Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih kecil
pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).20
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali.
Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan bila: 6
Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
43
Kombinasi OAE
Terapi NonFarmakologis
Stimulasi N.Vagus8,32
Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi
refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat
digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
Deep Brain Stimulation
Diet ketogenik8
Intervensi Psikologi
Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
Tabel 4.7 Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi resisten OAE
Kombinasi OAE
Indikasi
Sodium Valproat+etosuksimid
Bangkitan Lena
Karbamasepin+sodium valproat
Sodium Valproat+Lamotrigin
Topiramat+Lamotrigin
STATUS EPILEPTIKUS
Definisi
Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau
adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat
44
SE fokal
SE general
Berdasarkan durasi:
-
SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )
SE-NK Umum
SE-NK fokal
45
Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi, atau tanda vital
lain.
Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan
obat tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis. Apapun OAE yang
digunakan sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau
Phenobarbital telah diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan
secara oral atau intravena dengan monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain
dapat diberikan dengan dosis loading peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan selala
12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam plasma adekuat, maka obat anestesi dapat
diturunkan perlahan.8
Tabel 4.8 Protokol penanganan status epileptikus konvulsif8
Pemeriksaan Umum
Stadium 1 (0-10 menit)
SE Dini
Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
Berikan oksigen
Periksa fungsi kardiorespirasi
Pasang infuse
Stadium 2 (0-30 menit)
Monitor pasien
Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic
Terapi antiepilepsi emergensi
Pemeriksaan emergensi (lihat di bawah)
Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan
penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3(0-60 menit)
SE Menetap
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium 4 (30-90 menit)
Pindah ke ICU
Perawatan intensif dan monitor EEG
Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
46
47
48
49
Terapi pilihan
Benzodiazepin I.V./ oral
Clobazam oral
SE Lena atipikal
Valproate oral
SE Tonik
Lamotrigine oral
SE nonkonvulsivus pada Phenytoin i.v. atau
penyandang koma
Phenobarbital
Terapi lain
Valproate i.v
Lorazepam/Phenytoin/
Phenobarbital i.v.
Benzodiazepine
Lamotrigine,
topiramate,
methylphenidate,
steroid
oral
methylphenidate, steroid
Anestesia
dengan
thiopentone, Phenobarbital,
propofol atau midazolam
50
51
52
DAFTAR PUSTAKA
1. David W. Chadwick, Roger J. Porter, Emilio Perucca, John M. Pellock:
Overview: General approaches to treatment. In Engel J, Pedley TA. Epilepsi A
Comprehensive Textbook 2nd Ed.Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA
1117-1118.
2. John M. Freeman, Timothy A. Pedley. Indications for treatment. In Engel J,
Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2nd Ed.Vol one. Lippincott
Williams & Wilkins. USA 1119-1123.
3. Panayiotopoulos CP.General Aspects on the Diagnosis of Epileptic Seizures
and Epileptic Syndrome in Clinical Guide to Epileptic syndrome and their
Treatment. Based on the new ILAE diagnostic cheme. Ozfordshire: Blandon
Medical Publishing, 2010, pp: 172-199
4. Lawrence J, Hirsch, Timothy A. Pedley. Goals of Therapy. In A Comprehensive
Textbook 2nd Ed.Vol.1. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.2008;
1125-1128.
5. Dulac O, Leppik IF. Initiating and Discontinuing Treatment in Comprehensive
Textbook Epilepsi. Lippincott-Raven 1st ed. Philadelphia.1998; 1237-46
6. Brodie MJ,Schacter SC,Kwan P. Fast Facts: Epilepsi 3 rd Ed. Health Press
Limited. UK 2005:37-84
7. Cockerell OC.Shorvon OD.Epilepsi current concepts. London: current Medical
Literature 1996.
8. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the diagnosis and
management of the epilepsies in adult and children in primary and secondary
car. NICE Clinical guideline 137. London January,2012
9. KwanP, Schacter SC, Brodie MJ. Drug resistant epilepsi. New England Journal
Medicine 2011: 365: 919-26. (Supplementary appendix)
10. Gummit RJ. The Epilepsi Handbook: The practical management of seizure. 2 nd
ed
53
54
55
BAB 5
Sampai saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk epilepsi katamenial. Beberapa
terapi yang bias membantu mengurangi frekuensi bangkitan epilepsi adalah sebagai
berikut.
Tambahkan OAE yang bekerja cepat seperti Klobazam. Dosis Klobazam 20-30
mg/hari diberikan 10 hari selama periode mentruasi, 7,8
Asetazolamid, dosis 250-500 mg perhari, diberikan pada 5-7 hari sebelum dan
selama menstruasi.6,9.
fetal/neonatal yang bias terjadi adalah : keguguran (2 kali lebih sering dari normal),
kelainan congenital (2-3 kali lebih sering dari normal), hipoksia, kurangnya usia
kehamilan dan berat badan lahir, kelahiran premature , IQ rendah dan perilaku
abnormal.11
TERATOGENITAS
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan . Malformasi congenital
mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan obat antiepilepsi
monoterapi. Terdapat peningkatan efek teratogenisitas yang lebih tinggi pada ibu
menggunakan asam valproat serta penggunaan politerapi. 12
Oleh karena itu, direkomendasikan pemberian asam folat pada perempuan yang
merencanakan kehamilan pada saat hamil terutama pada trimester pertama dengan dosis
1-5 mg perhari untuk mencegah defek neural tube. 5,10,11,14,16,17.
Pemberian asam folat perikonsepsial juga berhubungan positif dengan IQ anak yang
lahir dari perempuan menggunakan obat antiepilepsi.
13
57
Bila memungkinkan diganti OAE yang kurang teratogenik, dan dosis efektif
harus tercapai sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum konsepsi.15,16
Apabila
memungkinkan,
hindari
penggunaan
valproat.
Apabila
harus
menggunakan valproat, berikan dosis terkecil (kurang dari 750mg) dan gunakan
bentuk lepas lambat.
Ibu diberikan informasi bahwa bagi yang mengalami bebas bangkitan minimal 9
bulan sebelum kehamilan, kemungkinan besar (84-92%) akan tetap bebas
bangkitan selama kehamilannya. Demikian juga kemungkinan terjadinya
persalinan premature atau kontraksi prematur terutama pada perempuan yang
merokok.19
Jenis OAE yang sedang digunakan jangan diganti bila tujuannya hanya untuk
mengurangi resiko teratogenik.5,15
untuk
pemeriksaan
kadar
alfa-fetoprotein
dan
58
Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan.
Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu
dengan ketaatan minum obat)
Dosis OAE dapat dinaikkan apabila kadar OAE turun dibawah kadar OAE
sebelum kehmailan, atau sesuai kebutuhan klinik. 5,16
Harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan
epilepsi dan untuk unit intensif untuk neonatus. 5,16
Bila dosis OAE dinaikkan selama lehamilan, maka turunkan kembali secara
bertahap sampai dosis sebelum kehamilan untuk menghindari toksisitas. Kadar
OAE perlu dipantau sampai minggu ke-8 pasca persalinan.14,15
Semua OAE terdapat pada air susu ibu )ASI) walaupun dalam proporsi yang
berbeda-beda. Konsentrasi plasma OAE pada bayi tidak hanya ditentukan oleh
jumlah obat dalam ASI, namun juga fungsi hepar yang belum sepenuhnya
berkembang dan eliminasi obat yang lebih lambat.15,16,18
59
Apabila bayi dari ibu yang menggunakan fenobarbital terlihat mengantuk, maka
dianjurkan untuk memberikan susu botol berseling dengan ASI. 16
Perempuan
dengan
epilepsi
dianjurkan
menggunakan
kontrasepsi
nonhormonal.20
Ada kemungkinan
mengurangi
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Harden CL.Interaction Between Epilepsi and Endocrine Hormones: Effect on
The Lifelong Health of Epileptic Women. AdvStudMed.2001 ; 3(8A); S720S725.
2. WHELESS JW , KIM HL. Adolescent seizures and epilepsi syndromes.
Epilepsia. 43(Suppl.3 ): 33-52, 2002.
3. Appleton RE, Neville BGR. Teenagers with epilepsi. Arch Dis Child 1999; 81:
76-79
4. Harden CL, Frye CA. Hormone changes in epilepsi.In Engel J, Pedley TA.
Epilepsi A Comprehensive textbook 2nd Ed. Vol 1. Lippincott Williams &
Wilkins. USA; 2008, p.2037-2041
5. Weil S, Deppe C, Noachtar S. The Treatment of women with epilepsi.Dtsch
Arzteble Int 2010; 107(45) :787-93.DOI: 10.3238/arztebl.2010.0787
6. Verrotti A, DEgidio C, Agostinelli S, Verrotti C, Pavavone P. Diagnosis and
management of catamenial seizures : a review. International Journal of women
Health 2012; 4: 535-541.
7. Feely M, Gibson J. Intermittent clobazam for catamenial epilepsi: tolerance
avoided.Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 1984; 47; 12791282
8. Camfield P, Camfield C. Benzodiazepines used primarily for chronic
treatment (clobazam, clonazepam, clorazepate and nitrazepam). In shorvon S,
Perucca E, Engel J. The treatment of epilepsi 3rd edition. Wiley-Blackwell.
USA, 2008,p.421-430.
9. Neufeld MY. Acetazolamide. In shorvon S, Perucca E, Engel J. The treatment
of epilepsi 3rd edition. Wiley-Blackwell. USA, 2009, p. 399-410.
10. Morel MJ. Epilepsi in women. Am Fam Physician 2002,66: 1489-94.
11. Hart LA,sibai BM. Seizures in pregnancy: Epilepsi, eclampsia, and stroke.
Seminars in perinatology; 2013.37: 207-224.
12. Mawer G, Briggsa M, Bakerb GA, Bromleyb R, Coylea H, Eatockb J, et al.
Pregnancy with epilepsi : obstetric and neonatal outcome of a controlled study.
Seizure.2010 March ; 19 (2): 112-119.
61
13. Kimford J Maedor, Gus A baker, Nancy Browning, Morris J Cohen, Rebecca L
Bromley et al for the NEAD study Group. Fetal antiepileptic drug exposure
and cognitive outcomes at age 6 years (NEAD study): a Prospective
observational study. Lancet Neurol.2013 March; 12 (3): 244-252.
14. Reimers A, Brodtkorb E. Second-generation antiepileptic drugs and pregnancy
: a guide for clinicians. Expert Rev. Neurother; 2012; 12 (6): 707-717.
15. Kimford Jay Meador. Women and epilepsi.AAN 2007.
16. Crawford P. Best Practice Guidelines for the Management of women with
Epilepsi. Epilepsia, 2005; 46 (suppl.9): 117-124.
17. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB, et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsiFocus on pregnancy (an
evidence-based review): Teratogenesis and perinatal outcomes: Report of the
Quality Standars Subcommittee and Therapeutics and Technology Assesment
Subcommittee of the American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73: 133-141.
18. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB,et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsiFocus on Pregnancy (an
evidence-based review): vitamin K, folicacid, blood levels, and Therapeutics
and Technology and American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73; 142-149.
19. Harden CL, Hopp J, Ting TY, Pennell PB, French JA, Hauser WA, et all.
Management issues for women with epilepsi-Focus on pregnancy (an
evidence-based review) : I. Obstetrical complications and chage in seizure
frequency. Epilepsia, 2009; 50 (5): 1229-1236.
20. Reddy DS. Clinical pharmacokinetic interactions between antiepilepstic drugs
and hormonal contraceptives. Expert Rev Clin Pharmacol. 2010; 3 (2): 183192.
62
63
TATALAKSANA
o Tidak ada terapi efektif.10
o Dapat dipertimbangkan operasi bila terdapat dysplasia serebri fokal.10
PROGNOSIS
o Morbiditas dan mortalitas tinggi. Lima puluh persen penyandang hidup
dengan gngguan psikomotor dan defisit neurogis berat.
o Sindrom ini dapat berlanjut menjadi sindroma west (75 %), dan
selanjutnya sindroma lennox gastaut(12%).10,11
SINDROMA WEST
Awitan pad usia 4-6 bulan, jarang sebelum usia3 bulan atau setelah 12 bulan, laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden 3-5/10.000
kelahiran hidup12
ETIOLOGI
o Idopatik
o Kriptogenik (10-40%)
o Simtomatis (70-80%):
Prenatal: atrofi otak 50%, malformasi SSP seperti agenesis
corpus callosum, polimikrogilia, lissensefali, hemimegaensefali,
dysplasia kortikal fokal, schizencephaly dan termasuk sindroma
neurokutan seperti tuberous sclerosis complex (TSC), sturgeWeber atau foetopathy, sindroma Down. Gangguan metaboliki
seperti penyakit Menkes, fenilketonuri atau gangguan
mitokondria seperti mutasi NARP.
Perinatal: ensefalopati hipoksik-iskemik, hipoglikemia saat masa
perinatal atau komplikasi terjadinya hipotrofi fetal akibat
perdarahan intra uterin atau suatu toksemia, trauma, perdarahan
intracranial, infeksi.
Postnatal: iskemia, trauma, infeksi dan tumor papiloma pleksus
Khoroid13
MANIFESTASI KLINIS
o Spasme infantile berupa gerakan aksial singkat dan mendadak lebih
sering fleksi disbanding ektensi ektremitas atau berupa campuran fleksi
ektremitas atas dengan ektensi ektremitas bawah, simetris/asimetris,
diikuti dengan teriakan. Dapat terbatas pada leher saja atau kontraksi
aksial diikuti spasme tonik selama 10 detik. Pada umumnya terjadi 20-40
kadang sampai 100 spasme dengan interval waktu antaranya 5-30
detik13,14
GAMBARAN EEG
o interiktal : hypsarrhythmia berupa gelombang tajam multifocal dengan
amplitudo tinggi dengan irama dasar tidak beraturan,simetris pada 2/3
kasus, asimetris pada 1/3 kasus.
64
65
66
o Kurang dari 10% kasus berkembang menjadi spada usia 8-15 tahun atau
kadang-kadang 20-30 tahun.
o Dapat berkembang menjadi juvenile myoclonic epilepsy.21,23
Epilepsi mioklonik pada remaja
Awitan pada usia 5-166 tahun, prevalensi 88-10% diantara epilepsy pada dewasa dan
dewasa muda. Laki-laki sama dengan perempuan.
Etiologi: penyebab pasti belum diketahui, berkaitan dengan kelainan
genetic.24
Manifestasiklinis
o Trias bangkitan sebagai berikut
1. Bangkitan mioklonik saat bangun tidur biasanya pada
ektremitas atas (proksimal atau distal) berupa elevasi bahu
dan ektensi siku dengan durasi singkat yang lebih dari satu
detik.
2. Bangkitan umum tonik klonik (gtcs), dicetuskan oleh sleep
deprivation dan saat dibangunkan dari tidur.
3. Bangkitan absanstipikal> 1/3 kasus dengan gangguan
kesadaran ringan.24,25
o Bentuk serangan lain adalah: perioral reflex myoclonias ( 23 %)
danflash like oro-linguo-facial myoclonias. pada 30% pasien
ditemukan clinical photosensitifity, terutamapada wanita.26
Gambaraneeg:
o Iktal: polispike menyeluruh(10-16 hz) atau 4-6 hzswc, sinkron
bilateral predominan frontal, dengan durasi 0.5-2 detik, diikuti
perlambatan irregular.24.25saat lena: 3hz swc.
o Interiktal; spike wave 4-6 hz,polispikedan 3 hzswcpada 20% kasus.
Tatalaksan
o Asam valproate
o Levetiracetam
o Klonazepam baik sebagai terapi tambahan atau terapi tunggal
myoclonic jerks tanpa gtcs
o Fenobarbital efektif pada 60% pasien.21,25,25
Prognosis
o Prognosis baik, 80-90% terkontrol dengan obat
o Pasien yang mempunyai ketiga trias bangkitan resisten terhadap
pengobatan.24
Epilepsi benigna dengan gelombang paku didaerah sentrotemporal
Awitan pada usia 3-13 tahun (puncak 9-10 tahun), laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 2:3.27,28
Etiologi: berhubungan dengan genetic, kelainan kromosom 15q14.29
o Manifestasiklinis: bangkitan tidak sering terjadi.
67
68
Daftarpustaka
1. Forsgen l. Incidens and prevalence.in: wallacesj, farelk.eds. Epilepsy in
children.2nd ed. Crcpres, new york, 2004: 21-3
2. Scottish intercollageate guidelines network (sign). Diagnosis and
mangementof epilepsies in children and young people, a national clinical
guidelines. Edinburg. 2005; 4-10.
3. Wilmshurtsjm. Approach to epilepsy in chailhood. Cme. 2004; 22:427433.
4. Nordkidr. Pedley ta. The use of elctroencephalography in the diagnosis
of epilepsy in childhood. Pediatric epilepsy.3rd ed. Demos. New york
2008: 195-211.
5. National institute for clinical exellence (nice). The epilepsies, the
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in
primary dansecondary care. Clinical guiodeline20:2004: 8-73.
6. Panayyiotopolouscp.a clinical guide to epileptic syndromes and their
treatment. Bladon medical publishing 2002: 11-35.
7. Ohtahara s, yamatogi, y. Ohtahara syndrome; with special reference to its
depelopmental aspects for diferretiating from early myoclonic
encephalophaty. Epilepsy res. 2006; 70(suppl): s58-s67.
8. Panayyiotupolous c, editor. Ohtaharasyndrome. In; atlas of epilepsy
spinger-verlaglondonltd:2010. P.848-50.
9. Ohtahara s. Yamtogi y. Epileptic encephalopathies in early infancy
withsu[pression-burst. Journal of clinicalneurophysiology. 2003; 20:
398-407.
10. Beal
jc,
cheian
k,
moshesl.
Early
onset
epilepticencephalopathiesohtahara syndrome and early myoclonic
encephalopathy. Pediatric neurology2012: 47: 317-23.
69
BAB 7
70
demensia atau penyakit lain.2 Acute confusional state atau gangguan mental yang
fluktuatif dapat merupakan manifestasi dari iktal, postiktal, ataupun merupakan
manifestasi dari status epileptikus non konvulsius yangs seringkali disangka sebagai
manifestasi dari gangguan psikiatrik. 8
MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi abnormalitas anatomi.
Perubahan yang berkaitan dengan lanjut usia dapat berkaitan dengan atrofi difus,
hiperintensitas periventrikuler akibat hipertensi dan aterosklerosis umum terjadi dan
sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai penyebab bangkitan. 10
EEG rutin dapat tidak sensitif atau spesifik untuk menegakkan diagnosis pada
lanjut usia, tidak terdapatnya abnormalitas epileptiform, tidak menyingkirkan epilepsi.
Jika diagnosis diragukan, pasien dapat dilakukan monitoring video EEG. 1
PENATALAKSANAAN
Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada Lanjut Usia
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) yang direkomendasikan untuk epilepsi fokal
pada lanjut usia lanjut dapat dilihat pada daftar dibawah. Obat antiepilepsi spektrum
luas perlu dipertimbangkan pada epilepsi umum atau pada tipe campuran (fokal dan
umum).1
Rekomendasi epilepsi parsial pada lanjut usia (ILAE 2013)11
-
Level C : Carbamazepine
Level E : lain-lain
Pemberian dimulai dari dosis sangat rendah dan peningkatan dosis (titrasi)
dilakukan secara sangat perlahan (start very low and go very slow) merupakan prosedur
yang perlu diperhatikan dalam pemberian OAE pada lanjut usia. 3 Setengah dosis dewasa
yang direkomendasikan sebagai dosis awal dan awitan seringkali dapat mengontrol
kejang.1
71
filtrasi
glomerulus. 8
Perubahan
farmakokinetik
tersebut
akan
PROGNOSIS
Pasien epilepsi lanjut usia mempunyai angka mortalitas dua sampai tiga kali
lebih tinggi daripada populasi umum.10 Epilepsi pada lanjut usia umumnya mempunyai
respon yang baik terhadap pengobatan.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Panayiotopoulos. A Clinical guide to epileptic syndromes and their treatmment.
Springer Health Care Ltd, 2010: 219-22
2. French JA, Delanty N. Therapeutic strategies in epilepsi. Atlas Medical
Publishing Ltd. Barcelona Spain, 2009:175.
3. Werhan KJ.Epilepsi in the elderly. Dtsch Artebl Int 2009; 106(9): 135-42.
4. Luggen AS. Epilepsi in the elderly. Clinical Advisor, 2009:1-3.
72
73
BAB 8
BEDAH EPILEPSI
Aris Catur Bintoro, Herlina Suryawati
Bedah epilepsi diindikasikan terutama untuk kasus epilepsi yang resisten OA
E.1,2 Tindakan pembedahan epilepsi adalah melakukan reseksi atau diskoneksi
secara lengkap terhadap zona epileptogenik, yaitu area di korteks yang sangat berperan
memunculkan bangkitan klinis epilepsi. 3
Diketahui ada beberapa jenis epilepsi yang akan megalami perbaikan luaran
(outcome) berupa penurunan frekuensi hingga berhentinya bangkitan dengan tindakan
pembedahan yang dikenal sebagai surgically remediable epilepsi syndrome (SRES),
yaitu:1,4
Epilepsi Lobus Temporal Mesial
Epilepsi Neokortikal Lesional
Epilepsi Neokortikal Non Lesional
Sindroma Epilepsi Hemisferik seperti ensefalitis Rasmussen, Sturge Weber,
hemimegalensefali
Epilepsi umum sekunder seperti Lennox-Gastaut Syndrome (LGS).
DILAKUKAN PADA KONDISI KHUSUS:4
Hemisferektomi atau reseksi multilobar pada bayi dan anak epilepsi dengan
keterlambatan perkembangan
Korpus kalosotomi pada epilepsi dengan retardasi mental.
KONTRA INDIKASI ABSOLUT OPERASI:1
Terdapatnya latar belakang penyakit neurodegeneratif atau metabolik
Kelainan neurologi yang progresif
Sindroma epilepsi benigna
KONTRA INDIKASI RELATIF:
Tidak patuh minum OAE (non compliance)
Psikosis interiktal
Dinamika keluarga yang tidak harmonis
IQ kurang dari 70
74
75
DAFTAR PUSTAKA
1. Engel J, Cascino GD, Shield WD. Surgically remediable syndromes, in Engel J,
Pedley TA: Epilepsi a comprehensive text book. 2nded. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia. 2008; 1761-1769
2. Kwan P, Arzimanoglou A, Berg AT, Brodie MJ, Hauser WA, Mathern G,
Moshe SL, Perucca E, Wiebe S, French J. Definition of drug resistant epilepsi:
Consensus proposal by the ad hoc Task Force of the ILAE Commission on
Theurapetic Strategies. Epilepsia, 2010; 51(6): 1069-1077.
3. Carreno M, Luders HO. General principles of presurgical evaluation. In HO
luders and YG Comair (eds) Epilepsi Surgery. Lippincort William & Wilkins,
Philadelphia, pp 51-62
4. Engel J. Overview of surgical treatment of epilepsi, in Shorvon S, Perucca E,
Engel J, Moshe S: The treatment of epilepsi. 3rded. Wiley-Blackwell\
76
BAB 9
Masalah
psikososial
pada
penyandang
epilepsi
dapat
timbul
akibat
77
Adanya komorbiditas.
Yang perlu diperhatikan adalah penjelasan bahwa epilepsi ini tidak menular,
dapat dikontrol, dapat menikah, hamil dan menyusui, serta merencanakan
keluarga berencana.
Menjelaskan pengaruh epilepsi dan efek OAE pada ibu dan anak dan berbagai
tipe bangkitan yang dapat terjadi pada penyandang epilepsi dan apa yang
dilakukan saat terjadi bangkitan.
78
mereka tidak merasa sendiri dan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri.
Pemberdayaan penyandang dapat melalui organisasi PERPEI ( Perhimpunan
Penanggulangan Epilepsi Indonesia dan YEI (Yayasan Epilepsi Indonesia).
Pilihan Pekerjaan6,7
Pilihan pekerjaan menjadi penting dalam hubungannya dengan perbaikan kualitas hidup
penyandang epilepsi. Prinsip pilihan pekerjaan adalah sebagai berikut :
Lingkungan kerja (atasan atau teman kerja) tahu kondisi penyandang epilepsi
dan dapat memberikan pertolongan awal dengan baik, maka epilepsi jangan
dirahasiakan
Ada komunikasi yang baik antara atasan dengan dokter yang merawat
Olahraga yang dilakukan di jalan umum (balap, lari maraton, bersepeda) dan
diketinggian (naik gunung, panjat tebing) sebaiknya dihindari
Pengawasan khusus dan atau alat bantu diperlukan untuk beberapa jenis
olahraga, seperti renang, atletik, senam
ASPEK MENGEMUDI
Kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas bagi penyandang
epilepsi yang mengemudi kendaraan bermotor merupakan hal yang wajar. Rasa
khawatir tadi terutama disebabkan oleh kemungkinan munculnya bangkitan sewaktu
penyandang epilepsi sedang mengemudi, sementara kendaraan melaju dengan
kecepatan tinggi. Sehubungan dengan hal ini, maka tiap negara menerapkan peraturan
khusus tentang hal penyandang epilepsi untuk memperoleh surat izin mengemudi
(SIM), sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut.
79
Pemberian SIM kepada penyandang epilepsi didasarkan atas prinsip telah bebas
bangkitan minimal 3 tahun berdasarkan surat keterangan dokter spesialis saraf.
Larangan mutlak bagi penyandang epilepsi untuk mengoperasikan transportasi umum.
KESIMPULAN
Keadaan masalah psikososial mengakibatkan kesulitan penyandang epilepsi untuk
menentukan masa depannya dan berinteraksi secara sosial. Dengan demikian, perlu
adanya peningkatan pengetahuan masyarakat luas mengenai epilepsi yang ditinjau dari
berbagai aspek sehingga kualitas hidup orang dengan epilepsi dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin. Disarankan menggunakan kalung tanda pengenal bagi
penyandang epilepsi setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoby A. Theoritical and methodological issues in measuring quality of life.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool, UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 43-51.
2. Shackleton DP, Kasteleijin DGA, de Craen AJM. Vandenbroucke JP,
Watendrop RGJ. Living with epilepsi, longterm prognosis and psychosocial
outcomes. Neurology 2003; 61:64-70.
3. Hermanm B, Bishop M. Impact of epilepsi on quality of life in adults : a review.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool, UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 10-115.
4. Austin JK, de Boer HM, Shafer PO. Disruption in social functioning and
services facilitating adjustment for the child and adult. In : Engel J Jr, Pedley TA
9eds0. Epilepsi: a comphrehensive texbook. 2nd ed. Vol 3. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
5. Jerome Engel, Jr., M.D., AMAs Science News Department at 312-464-2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
6. Betts Tim. Managing the person with epilepsi. In : Dam.M(ed). Practical
approach to epilepsi. Pergamon Press, Inc. 1991. P.137-160.
7. Devinsky OA. Guide to understanding and living with epilepsi. Philadelphia :
FA Davis Company 1994; p.3-5,201-216,290-294.
80
BAB 10
ASPEK MEDIKOLEGAL
Christ Rumantir, Anwar Wardy, Rusli Dhanu
Masalah yang dialami penyandang epilepsi tidaklah sederhana terutama pada aspek
medikolegal. Bangkitan tanpa peringatan dapat menyebabkan kecelakaan yang berat
dan bisa menyebabkan kematian. Banyaknya larangan aktivitas di tempat umum seperti
mengemudikan kendaraan, pembatasan dalam pekerjaan, dan aktivitas umum lainnya
akan menjadi beban masyarakat, pemerintah, dan penyandang epilepsi. 1
PERTIMBANGAN UMUM
Karena sampai saat ini belum ada pasal perundang-undangan dan peraturan yang khusus
berkaitan dengan masalah perlindungan hak dan kewajiban penyandang epilepsi; dan
penyandang epilepsi hanya ditempatkan pada pasal gangguan kejiwaan sehingga dokter
spesialis saraf hanya dapat memberikan keterangan medis yang tidak mempunyai
konsekuensi hukum akibat apa yang dialaminya, maka perlu dilakukan revisi perundang
undangan serta peraturan asuransi yang berlaku saat ini menyangkut hak penyandang
epilepsi dan kewajiban pelayanan kesehatan oleh pemerintah berdasarkan hak asasi
manusia.
Penyandang epilepsi dapat dikatakan sangat menderita akibat apa yang
dialaminya. Tentu diharapkan keluarga tidak akan meninggalkan begitu saja, yang
mungkin akibat ketidaktahuan, stigma, peraturan, faktor sosioekonomi. Akibat dari
aspek legal yang berlaku saat ini, mereka tidak mendapatkan akses pekerjaan,
pendidikan maupun aspek emosional karena suatu perkawinan yang baik. Para praktisi
medik secara tidak sengaja karena sistem kesehatan, kemajuuan kedokteran, dan rumah
sakit mungkin dapat menikmati biaya langsung maupun tidak langsung dari pembiayaan
penyandang epilepsi setiap hari/minggu/bulan dan tahunnya. Namun diperkirakan
pelayanan dokter kepada mereka juga memberi pengaruh luas akan ketidakpastian
penanganan yang komprehensif bagi penyandang epilepsi yang luas dibidang
transportasi, asuransi, dan tindak pidana yang melibatkannya. Kita patut memikirkan
dan merasakan hal ini serta ikut bersama sama menanggulangi penyandang dan
sebagian warga masyarakat ini.
81
DASAR HUKUM
Menurut KUHP, epilepsi adalah bagian dari penyakit kejiwaan. UU 8-02
perlindungan konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU No. 23 tahun 052 tentang
kesehatan, UU No. 36 tahun 2009, dan Permenkes 512 tahn 2007, tidak satupun pasal
menyangkut aspek perlindungan hukum sehubungan engan penyandang epilepsi, baik
yang diakibatkan oleh dirinya atau orang lain. 2
MASALAH MEDIKOLEGAL
Masalah pekerjaan
Diberhentikan dari pekerjaan karena mendapat bangkitan sewaktu bekerja dan
bagaimana mendapat hak pesangon.
Diberhentikan dari pekerjaan karena ketahuan mengkonsumsi OAE, baik dari
laporan dokter perusahaan atau tagihan perusahan.
Diberhentikan dari pekerjaan karena mengkonsumsi OAE yang diindikasikan untuk
penyakit lain seperti nyeri atau penanganan pascaherpes.
Diberhentikan dari pekerjaan karena mengelola mesin yang berbahaya meskipun
bangkitan sudah terkontrol.
Dokter spesialis saraf selalu berusaha menjadi penengah antara penyandang dan
pemberi pekerjaan dalam masalah pemutusan hubungan kerja
Penyandang epilepsi membutuhkan pekerjaan sederhana, mesin dan bahan kimia
tertentu, atau bersifat menetap (tidak dalam kerja shift) untuk menghindari gangguan
tidur.4
Epilepsi dan Tindak Pidana Kejahatan
Kasus Kriminal
Terhadap penyandang epilepsi yang telah melakukan tindak kejahatan yang murni
selama bangkitan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain apakah
individu sebelumnya adalah penyandang epilepsi, tipe bangkitan, perilaku selama
bangkitan berlangsung, dan perilaku selama tidak terjadi bangkitan. 3
Menentukan apakah itu suatu kejahatan , apabila saat melakukan kejahatan
termasuk penyerangan, pemerkosaan, dan pencurian
82
Bagaimana penyandang epilepsi atau orang lain menjelaskan kepada polisi suatu
bangkitan yang terjadi dan polisi dapat menerima. Tidak mudah untuk membedakan
antara perilaku yang disebabkan oleh alkohol atau salah guna obat, penyakit jiwa,
retardasi mental, serta masalah medis lain, dibanding aktivitas yang melanggar
hukum oleh penyandang epilepsi.3
Menentukan apakah suatu kematian dari penyandang epilepsi itu akibat dari
bangkitan yang dialaminya atau akibat dari tindak kekerasan yang dilakukan orang
lain.
Kasus Sipil
Pada kasus perebutan hak asuh anak maka orang tua yang menderita epilepsi
diragukan kemampuannya dalam memberikan asuhan yang efektif dan aman kepada
anaknya.
Bila anak yang menderita epilepsi maka dapat dituduh bahwa ini bukan akibat
kecelakaan dan bahwa orang tua tidak mampu merawatnya dengan baik.
Kecelakaan
Apakah trauma kepala, kesulitan proses kelahiran dan kecelakaan medis terdahulu
menjadi penyebab terjadinya epilepsi atau hanya suatu koinsidensi.
Pada kasus seperti tersebut diatas, kebenaran diagnosis epilepsi mungkin
dipertanyakan dan ini sulit dipastikan.
Kelalaian Medis
Kesalahan diagnosis
o Bangkitan non-epileptik yang didiagnosis sebagai epilepsi dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan memiliki SIM dan mata pencaharian.
o Keadaan non-epileptik yang dapat disembuhkan seperti episodic cardiac asystole
yang didiagnosis sebagai epilepsi sangat merugikan individu.
o Kegagalan mendiagnosis dan memberi terapi epilepsi serta menghindari
komplikasi dan kematian.
Kelalaian memberikan informasi kepada penyandang epilepsi tentang efek samping
OAE, terapi pembedahan yang diberikan, reaksi alergi, efek kronis OAE, interaksi
OAE dengan obat lain serta potensi teratogenik OAE.
Kelalaian memberi informasi tentang resiko penghentian dan penggantian OAE.
83
dan mereka dapat menepikan kendaraan dan berhenti sejenak dan tetap
berada dalam kendaraan sampai setelah bangkitan. Kemungkinan ini harus diketahui
oleh polisi jika dalam tugasnya menemukan kendaraan yang diparkir dan pengemudi
tidak berespon ketika polisi mendekat. 3,4,6,7
Rekomendasi pemberian SIM kepada penyandang epilepsi berdasakan prinsip
sebagai berikut :
o Bangkitan epilepsi tertentu telah terkontrol dengan OAE selama minimal 24
bulan.
o Rekaman EEG tidak menunjukkan adanya aktivitas epileptiform.
84
Bagi pengemudi pribadi dengan asisten, masa bebas bangkitan lebih pendek (6-12
bulan) dapat dipertimbangkan, pada bangkitan parsial sederhana dan melibatkan
anggota tubuh nondominan atau epilepsi nokturnal.
Bagi pengemudi angkutan umum, pengecualian ini tidak berlaku, bahkan mungkin
tidak diberikan SIM atau diperlukan syarat tambahan seperti : berobat secara rutin,
rekaman EEG, psikotes, atau masa bebas bangkitan lebih lama.
Perlu ditentukan batas waktu maksimalmengemudi bagi penyandang epilepsi untuk
menghindarkan stres fisik/psikis yang berlebihan (maksimal 4 jam untuk orang
normal menurut UU No. 22 tahun 2009).
Bila dokter akan menghentikan OAE, ada resiko bangkitan berulang; disarankan
untuk berhenti mengemudi selama minimal 6 bulan setelah penghentian obat. 7
Perlu adanya komunikasi serta kerja sama
tempat bekerja mengenai riwayat penyakit yang diderita untuk dapat memberikan
pengawasan langsung (jadwal kerja, lama kerja, lingkungan kerja, diet, dan
sebagainya).
Pembatasan izin mengemudi bagi penyandang epilepsi di negara negara tertentu
bervariasi demi keamanan masyarakat dan berdasar pada adanya peningkatan resiko
relatif kecelakaan penyandang epilepsi dibandingkan populasi umum 1,3 sampai 2
kali lipat.8
Disamping hal tersebut diatas, beberapa ketentuan dibawah ini perlu diperhatikan
secara sungguh sungguh, baik oleh dokter maupun oleh penyandang epilepsi dan
keluarganya :
o Dokter harus selalu memberi pengertian kepada penyandang epilepsi bahwa
kondisi kesehatannya sangat mempengaruhi keamanan dalam berkendara.
Penyandang epilepsi dengan bangkitan yang tidak terkontrol, tidak boleh
mengendarai kendaraan bermotor.9
o Dokter harus selalu memberi pengertian kepada instansi terkait baik POLRIdan
DDLJR bahwa pengemudi penyandang epilepsi yang masih mengalami bangkitan
dapat membahayakan.
o Pengemudi yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas perlu dikonsulkan ke
dokter spesialis saraf untuk dilakukan pemeriksaan adanya epilepsi dan kalau
perlu diobati.9
85
86
aktivitas/pekerjaan
Dengan demikian surat keterangan dokter spesialis saraf akan bervariasi dengan kata
lain doesnt apply ane role or recommendation in situations.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konsep surat
Didalam surat
87
o Mempunyai riwayat bangkitan dengan frekuensi tinggi dan lama bangkitan yang
panjang akan berbeda pendekatannya.
o Mengenal dan dapat menhindari pencetus.
o Jenis aktivitas atau pekerjaan penyandang epilepsi akan berbeda pendekatannya.
o Hentikan aktivitas dan pekerjaan begitu bangkitan terjadi kembali.
o Kunjungan ulang penyandang epilepsi setelah 6 bulan atau 1 tahun kepada
dokter yang merawat dan tercatat di rekam medis.
o Aura atau tanda tanda lain sebelum bangkitan dengan kesadaran penuh
dianggap sebagai bangkitan.
o Kejang demam pada masa anak dan berhenti setelah usia 5 tahun tidak dianggap
sebagai bagian dari riwayat epilepsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jerome Angel, Jr., M.D., AMAs Science News Department at 312-464-2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
2. Kamus Istilah, menurut peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia,
suplemen 2001, PT Tatanusa, Jakarta, Indonesia.
3. Roy G Beran, Epilepsy and Law, The International Center For Health, Law and
Ethics Library, Yozmot Publ.Ltd, Tel-Aviv 61560, Israel,2000.
4. Epilepsy : Medicolegal Issues. http://emedicine.medscape.com/article/1148461overview#a30.
5. Duncan JS. Institute of Neurology, University colllege London, National
Hospital for Neurology and Neurosurrgery, Queen Square, London, and
National Society for Epilepsy. Medico-legal aspects of epilepsy. 2009.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/
articles-1/
socialaspe
cts/maincontent/chapter56duncan.pdf.
6. P Fenwick and M Walker. Epilepsy and the Law. The Maudsley Hospital,
London, and Department of Clinical Neurology, Institute of Neurology, Queen
Square, London, and National Society for Epilepsy, Chalfont St Peter, Bucks.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/articles1/socialaspectd/main_content/ chapter55fenwickwalker.pdf
7. Driving and the law. http://www.epilepsy.com/epilepsy/rights_driving#1.
88
8. Ooi WW, Gutrecht JA. International Regulation for Automobile Driving and
Epilepsy. J Travel Med : 2000;7:1-4.
9. Drazkowski J. An Overview of epilepsy and driving, from: problems with
Epilepsi beyond Seizure, 2006 Annual Course, American Epilepsy Society,
Editor Peter Camfield MD Vol 48 Supp : 9 ; 2007.
10. Epilepsy
support-driving.
http://www.epilepsylifelinks.com/service-driver-
seizure.php
11. Morgan J. 2010. NZ. Transport Agency. Waka Kotahi.
89
BAB 11
90
Pelaporan EEG
Pendahuluan
(chloralhidrat/melatonin)
atau
persiapan
khusus
seperti
perekaman
apakah
pengurangan tidur
Tuliskan
juga
kesadaran
penyandang
pada
awal
Bila penyandang puasa perlu dicantumkan pada awal pelaporan (makan terakhir
jam...)
Jumlah elektroda perlu dicantumkan bila tidak memenuhi standar (21 buah) atau
digunakan penggunaan elektroda tambahan.
Perlu juga dicantumkan lama perekaman, bila lama perekaman, bila lama
perekaman lebih cepat atau lebih lama dari20-30 menit.
Dimulai
dari
irama
dasar,
aktivitas
dominan,
terangkan
tentangg;
Kemudian lakukan penilaian yang sama untuk aktivitas yang nondominan dan
abnormalitas
Respon terhadap buka tutup mata dan prosedur aktivasi perlu juga dinilai baik
normal maupun abnormal
Interpretasi meliputi :
Kesan EEG
o Interpretasi adalah kesan pembaca tentang normalatau abnormalnya hasil
rekaman, buatlah singkat dan padat , jangan berkepanjangan
91
92
DAFTAR PUSTAKA
1. Flink RPB, Guekht AB, et al. Guidelines for the Use of Methodology in The
diagnosis of Epilepsy. International league Against Epilepsi Commision Report.
Commision on European Affairs. Subcommission on European Guidelines. Acta
Neurologica. Scandinavia, 2002;106(1):1-7
2. Panayiotopoulous CP, A Clinical Guide to Epileptic Syndromes and the
treatment. Oxfordshire. UK. Bladon Medical Publishing, 2010
3. Lawrence J Hirsch, Hiba Arif. Elektroencephalography (EEG) in the diagnosis
of
seizures
and
epilepsy.
Official
reprint
from
UpToDatewww.uptodate.com.2010;1-25.
4. Ebersole JS, Pedley TA. Current practice of clinical Electroencephalography
Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins.USA.2003
5. Epstein CM, Bej MD,Schaefer NF, Lagerlund TD, et al. Guidelines Revision.
American Clinical Neurophysiology Society.2006.
6. Luders HO, Noachtar S, Atlas and Classification of Eletroencephalograpy.
W.B.Saunders Company. Philadephia.2000.
LAMPIRAN
Jenis Kelamin :
Umur
tahun
No. EEG
Dokter Pengirim :
Tanggal
Alamat
Premedikasi
Pengobatan
93
Makan terakhir
: Pk.
Lama
Perekaman
menit
..
Hasil
MRI
(tanggal.:..)
Hasil
EEG
sebelumnya
(tanggal)
Frekuensi
Amplitudo
Distrbusi
Keterangan
Irama
Daerah posterior
dasar
kepala, simetris
Beta
Bifrontal,
Kontinu, ritmis
simetris
PSWY
Intermiten,bercampur dengan
Tidur
Aktivitas
Perlambatan
Frekuensi
Daerah posterior
kepala
buka mata
% Stadium
Amplitudo
Distrbusi
Simetris
Keterangan
Ritmis, irama dasar
berkurang
Vertex sharp
Frontosentral
transient
Spindels
Durasi 150-200
msec
Frontosentral
94
POSTS
Bioksipital
Simetris
Durasi 100 msec
Frekuensi
Amplitudo
Distrbusi
Keterangan
Frekuensi
Amplitudo
Photic
Distrbusi
Bioksipital
Keterangan
Simetris
driving
Keterangan:
Frekuensi (Hz) Amplitudo L : < 20 V, M : 20-70 V, H : 70-150 v
PSWY : Posterior Slow Wave of The Youth
POSTS : Positive Occipital Sharp Transient Singkatan lain dapat dicantumkan disini
misalnya SWC : Spike wave complex sesuai dengan temuan yang didapat
Kesan EEG:
Normal/Abnormal (I/II/III)*
Korelasi:
Dikorelasikan antara temuan EEG dengan gambaran kilns (untuk menjawab pertanyaan
klinis)
95
96