Anda di halaman 1dari 38

ANESTESI UMUM

dr. Erwin Kresnoadi, M.Si.Med, SpAn

Anestesi adalah hilangnya sensasi sakit. Pada anestesi umum hilangnya rasa sakit terjadi
pada seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi dibagi menjadi
dua golongan besar, yaitu anestesi umum dan anestesi lokal. Pada anestesi lokal hilangnya rasa
sakit hanya pada sebagian tubuh dan tidak disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum dapat
diberikan secara inhalasi, intravena, intramuskuler, subkutan, per-oral, per-rektal. Anestesi lokal
dapat diberikan secara topikal, infiltrasi, field block, blok saraf tepi, intravena (Biers technique),
caudal, epidural dan spinal analgesi.
Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk gas misalnya N2O, cyclopropane dan ethtylene.
Yang berbentuk cair melalui alat penguap akan diubah menjadi gas. Obat anestesi inhalasi yang
berbentuk cair dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu golongan halogen hidrokarbon misalnya
halotan dan halogen eter yang contohnya adalah eter, enflurane, isoflurane, desfluran, dan
sevofluran. Teknik anestesi umum inhalasi bisa dilakukan dengan napas spontan dengan sungkup
muka, nafas spontan diintubasi, nafas spontan dengan laringeal mask, nafas spontan dengan
COPA (Cuffed Oropharyngeal Airway) atau nafas kendali diintubasi.
Obat anestesi intravena antara lain : tiopental, propofol, ketamine, etomidate, midazolam,
diazepam, dan sebagainya. Obat anestesi yang dapat diberikan secara intramuskuler adalah
ketamine, diazepam, midazolam. Yang dapat diberikan per-rektal adalah eter oil, ketamine,
pentotal.
Anestesi umum didefinisikan sebagai hilangnya rasa sakit diseluruh tubuh yang disertai
hilangnya kesadaran yang reversibel akibat pemberian obat anestesi. Pada anestesi umum ada
penekanan Susunan Saraf Pusat yang menurun secara ireguler. Anestesi umum dapat
didefinisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistim fisiologi tertentu dari tubuh
dibawah kendali pengaturan luar oleh obat-obat anestesi. Urut-urutan Susunan Saraf Pusat yang
terdepresi selama anestesi umum adalah corteks dan pusat psikis, basal ganglia dan serebelum,
medulla spinalis dan terakhir medula oblongata Anestesi umum dapat diberikan secara inhalasi,
intravena, intra muskuler, per oral dan per rektal. Yang paling sering dipakai adalah pemberian
secara inhalasi dan intravena. Agak jarang yang diberikan secara intramuskuler dan lebih jarang
lagi yang diberikan secara per rektal atau per oral.

Obat anestesi yang diberikan secara inhalasi adalah eter, halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran dan desfluran. Yang dapat diberikan secara intravena adalah pentotal, ketamin,
propofol, etomidat, diazepam, midazolam. Yang diberikan secara intramuskuler adalah ketamin.
Contoh yang dapat diberikan per rektal adalah diazepam, eter oil. Yang dapat diberikan secara
oral adalah ketamin dan midazolam. Dengan ditemukannya obat-obat anestesi yang baru maka
definisi anestesi umum tidak sesederhana sebagai suatu depresi SSP yang menurun.
Kemampuan untuk memberikan keadaan tidur terpisah dari keadaan analgesia dan relaksasai otot
menyebabkan dikenalnya keadaan yang disebut anestesi seimbang (balans anestesi) yaitu masing
-masing obat untuk setiap komponen anestesi umum.
Risiko Perioperatif
Risiko yang berhubungan dengan anestesia dan pembedahan dapat diklasifikasikan dalam:
1. risiko yang berhubungan dengan kondisi pasien
2. risiko yang berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. risiko yang berhubungan fasilitas termasuk sumber daya manusia di rumah sakit
4. risiko yang berhubungan dengan obat atau teknik anestesia
Tanggapan fisiologi yang terjadi akibat pembedahan :
1. Pengaruh langsung obat anestesi terhadap sekresi hormone-hormon: ACTH,
cortisol, antidiuretik, tiroid, katekolamin, sistem renin-angiotensin-aldosteron,
insulin dan metabolisme glukosa.
2. Pengaruh langsung obat anestesi terhadap sistem respirasi dan kardiovaskuler
Penilaian prabedah meliputi:
1. penilaian terhadap keadaan pasien secara menyeluruh termasuk riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang mendukungnya
2. mengidentifikasi faktor-faktor risiko anestesi, dan bila bermakna pasien harus
diberitahu
3. mengoptimalkan kondisi kesehatan pasien sebelum tindakan anestesi dan
pembedahan, seperti melakukan fisioterapi dada, latihan nafas dsb.
4. menentukan status fisik berdasarkan American Society of Anesthesiologist (ASA)

5. merencanakan teknik anestesi dan pengelolaan perioperatif seperti terapi cairan dan
transfusi darah
6. menmperkenalkan diri kepada pasien agar dapat megurangi kecemasan dan akan
mempermudah dalam melakukan induksi anestesi
7. memberikan instruksi yang jelas tentang obat yang harus diteruskan atau dihentikan
pada hari pembedahan
8. mempersiapkan obat-obat premedikasi
Instruksi praanestesi kepada perawat ruangan harus tertulis dengan jelas meliputi:
1. pemeriksaan penunjang tambahan
2. lamanya puasa
3. persiapan darah atau produk darah, golongan darah dan jumlah yang diperlukan
4. jenis obat yang harus terus diberikan atau dihentikan pada hari pembedahan
5. terapi inhalasi pada pasien PPOK atau riwayat asma
6. pemasangan infus dekstrosa pada pasien diabetes
7. obat premedikasi: dosis, cara dan waktu pemberian
Pemeriksaan penunjang rutin yang harus dilakukan:
1. pemeriksaan darah lengkap
2. urinalisis (bila gula positif harus ditambah pemeriksaan gula darah)
3. ureum, kreatinin, elektrolit: pada pembedahan besar
4. EKG: umur > 40 tahun
5. Foto toraks: umur > 60 tahun
6. uji fungsi hati: pada pembedahan besar pasien umur > 50 tahun
Pemeriksaan penunjang berdasakan indikasi:
1. Pemeriksaan darah lengkap:
i. Anemia dan kelainan/penyakit hematologi lainnya
ii. Gangguan ginjal
iii. Pasien dalam kemoterapi

2. Ureum, kreatinin, dan elektrolit


i. Gangguan/penyakit hati dan ginjal
ii. Gangguan metabolik, seperti diabetes mellitus
iii. Riwayat diare, muntah
iv. Kondisi nutrisi buruk
v. Persiapan usus prabedah
vi. Riwayat pemberian obat-obat digitalis, diuretika, antihipertensi, steroid,
obat anti diabetes
3. Gula darah
i. Diabetes mellitus
ii. Penyakit hati berat
4. Elektrokardiogram
i. Hipertensi, penyakit jantung atau penyakit paru kronik
ii. Diabetes mellitus
5. Foto toraks
i. Gangguan pernafasan yang bermakna atau penyakit paru
ii. Penyakit jantung
6. Analisis gas darah arteri
i. Obesitas
ii. Pasien dengan gangguan nafas
iii. Penyakit paru sedang sampai berat
iv. Sakit kritis atau sepsis
v. Bedah toraks
7. Uji fungsi paru
i. Bedah toraks
ii. Penyakit paru sedang sampai berat, seperti PPOK, bronkhiektasi, penyakit
paru restriksi
8. Uji fungsi hati
i. Penyakit hepatobilier
ii. Riwayat peminum alkohol
iii. Tumor dengan kemungkinan metastase ke hati

9. Uji hemostase dan koagulasi darah


i. Penyakit / kelainan darah
ii. Penyakit hati berat
iii. Koagulopati apapun sebabnya
iv. Riwayat terapi antikoagulan seperti heparin atau warfarin
10. Uji fungsi tiroid
i. Riwayat penyakit tiroid
ii. Gangguan endokrin seperti tumor hipofise
iii. Bedah tiroid
11. Uji fungsi jantung: Echocardiography
i. Penyakit jantung
ii. Kelainan EKG yang bermakna
12. terapi cairan selama pembedahan
i. cairan pemeliharaan
ii. cairan pengganti defisit
iii. cairan pengganti perdarahan
13. terapi cairan pasca bedah : dapat diberikan berdasarkan
i. pembedahan non digestif dengan anestesia regional
ii. pembedahan minor non digestif dengan anestesia umum
iii. pembedahan mayor, atau pembedahan digestif
14. jenis cairan
i. cairan kristaloid
1. cairan hipotonik
2. cairan isotonik
3. cairan hipertonik
ii. cairan koloid
1. cairan koloid sintetik
a. cairan starch
b. cairan gelatin
2. cairan koloid derivat darah
a. human albumin

b. fraksi protein plasma


Perhatian khusus harus diberikan pada hal-hal berikut yang ditemukan pada anamnesis
1.

Riwayat penyakit terdahulu, operasi dan pembiusan sebelumnya.

2.

Terapi

obat-obatan

seperti

kortikosteroid,

insulin,

obat

antihipertensi, transquillizers, antidepresan trisiklik, antikoagulan, barbiturat, diuretik dan


alergi obat.
3.

Gejala-gejala yang berhubungan dengan sistim respirasi, seperti


batuk, sputum, bronkospasme, kemampuan untuk mengeluarkan lendir.

4.

Sistem kardiovaskuler : toleransi latihan, nyeri angina,


dekompensasi cordis, hipertensi yang tidak diterapi.

5.

Kecenderungan untuk muntah. Pilihan obat dan tindakan anestesi


untuk mengurangi mual muntah pasca operasi

6.

Riwayat kehamilan dan menstruasi.

7.

Kebiasaan pasien ; merokok, minum alkohol, adiksi obat.

Penilaian preoperatif seringkali kurang daripada yang seharusnya, dan terkadang adanya kurang
komunikasi antara dokter bedah dan anestesiolog.
Tes-tes yang tidak memerlukan peralatan
Tes-tes ini hanya menyediakan informasi yang minimal tentang fungsi pernafasan dan terkadang
direkomendasikan sebagai tes skrining untuk menentukan fit untuk operasi. Tes sederhana
yang dapat dilakukan dalam klinik adalah :
a. Tes tahan nafas Sabrasez : pasien dalam keadaan istirahat diminta untuk menarik nafas
dalam dan selanjutnya menahan nafasnya. Apabila dapat menahan nafas selama 25-30
detik pasien dapat dianggap normal. Pasien yang hanya bisa menahan nafas kurang dari 15
detik mengindikasikan kurangnya cadangan kardiorespirasi.
b. Tes Snider : kemampuan untuk meniup korek api pada jarak 6 inci dari depan mulut.
Ketidakmampuan melakukan tes Snider mengindikasikan forced expiratory volume dalam
satu detik kurang dari satu liter.

Tanda-tanda penyakit jantung.


Penyakit jantung yang serius hampir selalu berhubungan dengan gejala dan tanda yang jelas
seperti nyeri dada sewaktu aktivitas, dispneu, hemoptisis, sinkope, palpitasi dan edema. Tetapi
iskemik miokardium akut dapat terjadi tanpa gejala yang jelas.
Pemeriksaan fisik

Sianosis adalah warna kebiruan pada kulit akibat adanya desaturasi hemoglobin
pada pembuluh darah kapiler.

Sianosis perifer berhubungan dengan peningkatan ekstraksi oksigen pada jaringan


berhubungan dengan penurunan aliran darah kapiler pada kulit. Hal ini terjadi saat cardiac
output menurun ; pada pasien yang normal ; berhubungan vasokonstriksi perifer saat terpapar
dingin.Pada sianosis sentral, kulit tetap hangat dan perubahan warna juga terlihat pada lidah
akibat tercampurnya darah yang mengalami desaturasi dan yang mengalami oksigenasi pada
jantung, pembuluh darah besar atau paru-paru.

Frekuensi nadi dan irama dapat dinilai dari palpasi arteri radialis, akan tetapi
volume dan karakter gelombang nadi hana dapat dinilai secara akurat melalui arteri karotis.

Impuls jantung (apeks jantung) secara normal ditemukan pada ruangan interkostal
5 sesuai dengan linea midklavikularis. Posisinya mungkin dapat berubah akibat pembesaran
jantung atau faktor ekstrakardiak lain. Penyebab apapun pergeseran tersebut lebih penting
dibanding dengan mencari lokasi yang pasti dari impuls tersebut.

Langkah penting pada auskultasi adalah identifikasi secara benar dari suara
jantung pertama dan kedua. Pulsasi arteri karotis harusnya diraba selama auskultasi.

Murmur adalah bunyi yang dihasilkan akibat turbulensi aliran darah pada titik
tertentu pada sirkulasi dan secara normal terjadi pada tempat-tempat tertentu. Diastolik
murmur merupakan bukti yang jelas adanya penyakit jantung. Murmur sistolik dengan tanpa
adanya interval dengan bunyi jantung kedua biasanya berhubungan dengan penyakit organik.

Adanya thrill mengindikasikan adanya penyakit jantung organik.

Status Gizi : obesitas atau malnutrisi


Warna kulit, terutama pucat, sianosis, kuning atau pigmentasi.

Status psikologis pasien, derajat kecemasan.


Jalan nafas,

Nilai kesulitan saat mempertahankan jalan nafas dan laringoskopi.


Nilai gigi-geligi seperti gigi yang menonjol atau ompong, tambalan atau mahkota gigi
terutama pada bagian depan.

Adanya hal-hal tersebut diatas perlu dicatat dan pasien biasanya diperingatkan
adanya kemungkinan untuk rusak

Komponen Anestesi Umum


Pada anestesi umum terdapat trias anestesi yaitu hipnotik (hilang kesadaran), analgetik dan
relaksasi. Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat dilakukan dengan
hambatan sensoris dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan motoris.
Analgesia :
Terjadi hambatan sensoris, di sini stimulasi nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak dapat
diartikan di korteks serebri. Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan dimulai dengan light
analgesia (stadium I) sampai true analgesia dimana semua sensasi hilang.
Relaksasi:
Bisa terjadi karena adanya hambatan motoris dan hambatan refleks. Pada hambatan motoris
terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan impuls efferent, sehingga terjadi relaksasi otot
skelet. Efek depresi motoris ini tergantung dari kedalaman anestesi, dimana otot pernafasan /
diafragma yang paling akhir ditekan.
Pada hambatan refleks, terjadi penekanan refleks misalnya ada sistim respirasi untuk mencegah
brokhospasme, laringospasme, pembentukan mukus. Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya
aritmia dan pada gastrointestinal untuk mencegah mual, muntah.
Hipnotik:
Terjadi hambatan mental. Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang, sedasi, light sleep atau
hipnosis, deep sleep atau narkosis, complete anaesthesia, dan terakhir terjadi depresi medulla
oblongata.
Indikasi anestesi umum :

1. Infant dan anak-anak.


1. Operasi yang luas.
2. Pasien dengan kelainan mental.
3. Bila pasien menolak anestesi lokal.
4. Operasi yang lama.
5. Operasi dimana dengan anestesi lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan.
6. Pasien dalam terapi anti coagulant.
7. Pasien yang alergi terhadap obat anestesi lokal.
Pada anestesi umum terjadi trias anestesi, yaitu : - hipnotik (tidur)
- analgetik (hilangnya rasa sakit)
- relaksasi
Pada anestesi umum inhalasi atau intravena, trias anestesi dapat diperoleh dengan dosis besar
satu macam obat anestesi inhalasi atau intravena, tetapi akan disertai adanya efek samping.
Misalnya dengan pentothal saja atau dengan halothane saja. Untuk mencegah adanya efek
samping tersebut, maka anestesi umum dilakukan dengan konsep anestesi balans (anestesi
seimbang) dimana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesi, yaitu hipnotik,
analgetik dan relaksasi.

Hipnotik
Analgetik
Relaksasi

Contoh obat anestesi seimbang


Anestesi inhalasi
Anestesi intravena
N2O, halotan, enfluran, isofluran,
Pentothal, Propofol, Diazepam,
sevofluran.
Midazolam, Ketamine.
Narkotik analgetik (Petidin, Morphin,
Narkotik analgetik.
Fentanyl, Sufentanil, Alfentanil).
Semua obat pelemas otot (Succinylcholine,
Semua obat pelemas otot.
Rocuronium, Vecuronium, Atracurium)

Untuk terjadinya trias ini, maka pada anestesi umum inhalasi terjadi blok sensoris, blok motoris,
blok refleks dan blok mental.
Blok sensoris:

Stimuli pada endorgan diblok secara sentral dan stimuli tidak masuk ke dalam cortex

tingkatan bervariasi, dari stadium I sampai dengan stadium III dimana semua sensasi hilang

yang ditekan adalah cortex, hipothalamus, subcortical thalamic nuclei, semua sel sensoris
cranial.

Blok motoris
Yang ditekan adalah premotor dan motor cortex subcortical dan extrapyramidal. Yang
terakhir dipengaruhi adalah otot pernafasan. Mula-mula pada otot intercostal bawah, lalu otot
intercostal atas, dan kemudian otot diaphragma.
Blok refleks:
Refleks yang tidak menyenangkan harus diblok, misalnya pada sistem respirasi adalah
pembentukan mukus, spasme laring, spasme bronchus. Pada sistem kardiovaskuler adanya
aritmia, dan pada sistem gastrointestinal adanya salivasi dan muntah.
Blok mental :
Untuk mencapai tidur ada beberapa tahapan :
1. Tenang.
1. Sedasi (ngantuk).
1. Hipnosis (light sleep).
1. Narkosis (deep sleep).
1. Anestesi penuh (complete anesthesia).
1. Paralisis pada medula (medullary paralysis).
Pada pemberian anestesi umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi adalah :
1. Cortex cerebri dan pusat psikis.
1. Basal ganglia dan cerebellum.
1. Medula spinalis.
1. Medula oblongata.
Teori terjadinya anestesi umum belum jelas benar sehingga terdapat bermacam-macam teori
anestesi antara lain :
1. Colloid Theory (1875).
1. Lipid Solubility Theory (1899)

1. Surface Tension atau Adsorpsion Theory (1904).


1. Cell Permeability Theory (1907).
1. Biochemical Theories (1952).
1. Neurophysiologic Theories (1952).
1. Physical Theories (1961).
2. Multiple Mechanistic Theories (1967).
Obat anestesi yang diberikan akan masuk kedalam sirkulasi darah yang selanjutnya menyebar ke
jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah jaringan yang banyak vaskularisasinya yaitu
otak, yang mengakibatkan kesadaran dan rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi
dipengaruhi oleh: respirasi, sirkulasi dan sifat fisik obat itu sendiri. Pada pemberian anestesi
perlu diperhatikan efek obat terhadap organ-organ vital, seperti jantung, hepar, paru dan ginjal.
Sehingga farmakologi obat anestesi harus dikuasai dan dipahami betul.
PEMBERIAN OBAT.
Obat anestesi dapat diberikan secara :
1.

Parenteral:
Diberikan secara intravena atau Intramuskuler.

2.

Inhalasi:
Untuk obat golongan volatile, dengan cara dihirup.
Potensi obat anestesi inhalasi ditentukan oleh :
-

Minimal alveolar consentration (MAC) makin rendah MAC, makin poten


obat itu

Koefislen partisi minyak / gas makin tinggi koefislen partisi, makin poten
obat itu

STADIUM ANESTESI.
Pada anestesi umum dikenal stadium anestesi dari Guedel, stadium ini untuk mengetahui
kedalaman anestesi dan lebih jelas bila digunakan eter.
Stadium Anestesi terdiri dari :
Stadium I

:disebut stadium analgesia atau disorientasi. Stadium ini berlangsung mulai induksi
sampai kesadaran hilang. Pada stadium ini rasa nyeri belum hilang sama sekali,

sehingga hanya dapat dilakukan pembedahan ringan. Akhir stadium ini ditandai
oleh hilangnya refleks bulu mata.
Stadium II : disebut stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium. Dimulai dari hilangnya
kesadaran dan hilangnya refleks bulu mata sampai ventilasi kemball teratur.
Terdapat depresi ganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol atau reaksi
berlebihan terhadap berbagai rangsangan.
Stadium III : disebut stadium pembedahan. Mulai respirasi teratur sampai apnea.
Stadium ini dibagi menjadi 4 plana :
-

Plana 1: respirasi teratur dan bersifat thorakoabdominal, bola mata terfiksir tapi
kadang eksentris, pupil myosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring
dan muntah hilang, tonus otot mulai menurun.

Plana 2: respirasi teratur bersifat abdominothorakal, tidal volume menurun,


frekuensi nafas meningkat, bola mata terfiksir di sentral, pupil mulai midriasis, refleks
cahaya mulai menurun dan refleks kornea hilang.

Plana 3: respirasi teratur dan bersifat abdominal akibat kelumpuhan nervi


intercostals, lakrimasi hilang, pupil melebar dan sentral, refleks laring dan peritonium
hilang dan tonus otot semakin menurun.

Plana 4: respirasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat) karena otot diafragma
lumpuh dan makin nyata pada akhir plana 4. Tonus otot sangat menurun, pupil midriasis,
refleks spingter ani dan refleks kelenjar air mata hilang.

Stadium IV : disebut stadium paralisis atau kelebihan obat. Mulai henti nafas sampai henti
jantung.
SISTEM SIRKUIT ALAT ANESTESI.
Pada anestesi umum dikenal ada 4 sistem sirkuit :
1. Sistem terbuka (open system):
Digunakan sungkup yang menutup hidung dan mulut. Memakai agent eter atau chloraethyl yang
diteteskan perlahan-lahan pada sungkup tersebut dan dibawah sungkup dialirkan O2. Pada sistem
ini tidak ada rebreathing.
2. Sistem setengah terbuka (semi open) dan sistem setengah tertutup (semi closed):

Kedua sistem ini dapat digunakan untuk anestesi dengan menggunakan sungkup saja maupun
intubasi, dengan nafas spontan maupun kontrol. Diperlukan CO 2 absorber (soda lime). Pada
sistem semi open: terdapat inspirasi dari udara luar sebagian dan rebreathing sebagian. Pada
sistem semi closed: tidak terjadi inspirasi dari udara luar, tetapi terjadi ekspirasi ke udara luar
dan rebreathing.

3. Sistem tertutup (closed system):


Pada sistem ini udara ekspirasi dihirup kembali seluruhnya, masuk kedalam alat anestesi jadi
hanya ada rebreathing. Disini CO2 absober sangat berperan.
Pada anestesi umum penderita dapat bernafas spontan atau dibantu. Bila dengan cara
nafas kontrol, penderita harus diberikan obat pelumpuh otot. Adapula bernafas spontan, tetapi
kadang dibantu, ini disebut assist respiration. Dikenal pula istilah balance anesthesia, yaitu
menggunakan kombinasi beberapa jenis obat anestesi untuk memperoleh hasil yang optimal,
sehingga dosis kecil dan efek samping kecil tetapi trias anesthesia dapat tercapai. Trias
anesthesia adalah hypnotic, analgetic dan relaxation.

OBAT PELUMPUH OTOT.


Ada 2 golongan obat pelumpuh otot :
i. Depolarizing: suxamethonium, suksamethonium halides, decamathonium
ii. Non depolarizing: tubocurarine, pancuronium, alcuronium, gallamine, vecuronium
Pada suatu keadaan, obat golongan depolarizing dapat menjadi berefek non depolarizing,
Keadaan ini disebut dual block atau biphasic block. Relaksasi otot dapat disebabkan oleh:
central, anestesi umum, perifer (local nerve block) dan pelumpuh otot. Relaksan yang dipakai di
klinik pada umumnya highly ionized dan terbatas pada cairan ekstra seluler.

Fisiologi neuromuscular junction.


Pada saat datang impuls, syaraf terminal pada myoneural junction dari syaraf motorik akan
melepas acethylcholine. Acethylcholine masuk melalui junctional cleft kedalam junctional fold

pada endplate membrane. Disini akan terikat lipoprotein receptor. Karena ada impuls maka
permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ masuk dan
mengadakan depolarisasi secara mendadak dan serabut otot akan mengeluarkan ion K+. Motor
endplate sangat peka terhadap acethylcholine dan mengakibatkan depolarisasi (karena terjadi
electrically negative). Arus depolarisasi ini akan menggerakkan bagian yang berdekatan pada
serabut otot (aksi potensial otot) dan berjalan sepanjang membran serabut otot dan final stimulus
untuk menimbulkan kontraksi pada bagian kontraktil serabut otot. Pelepasan acethylcholine
hanya sebentar karena dihidrolisa oleh acethylcholine esterase pada motor endplate, sehingga
terjadi periode refrakier. Sintesa acethylcholine mengambil tempat utama pada motor nerve
ending oleh transfer acethyl group dari co-enzyme A dibawah pengaruh enzim choline
acethylase. Choline dihasilkan oleh cairan ekstraseluler.
Gangguan transmisi neuromuskuler.
Dapat disebabkan oleh:
1. Hambatan pelepasan acethylcholine pada nerve ending oleh: procaine, antibiotika golongan
aminoglycoside, hipokalsemia, hipermagnesemia dan toksi botulinum.
2. Mencegah penggabungan dengan spesifik receptor pada endplate oleh: tubocurarine,
pancuronium, gallamine dan alcuronium.
3. Menurunkan excitability muscle membrane dekat endplate oleh: suxamethonium dan
decamethonium.

Perbedaan Klinis:
Non depolarizing
1. Tidak terjadi fasikulasi
2. Efek berkurang oleh:
- anticholine esterase
- depolarizing relaxant
- adrenaline
- repeated bursts of titanic stimuli
3. Paralisis meningkat oleh:
- non depolarizing relaxant
- eter
- halothane
- enflurane
- Hypothermia < 30 C

Depolarizing
1.Terjadi fasikulasi
2.Efek berkurang oleh:
- eter
- halothane
- acidosis
- non depolarizing relaxant
3. Potensiasi dengan:
- anticholine esterase
- acethylcholine
- hypothermia
- alkalosis respiratory
4. Duration of action banyak berkurang oleh

menurunnya konsentrasi dalam plasma secara


mendadak.

Penggunaan non depolarizing :


1. Intubasi endotracheal, optimal setelah 3 menit
2. Membantu relaksasi otot selama operasi
3. Menghilangkan spasme laring dan upper respiratory tract reflex selama anestesi
4. Memudahkan kontrol respirasi, akibat paralisis
5. Mencegah refleks otot pada anestesi dangkal ( light anesthesia)
6. Mencegah efek samping suksamethonium
7. Mencegah menggigil selama induksi pada hipotermi
8. Mencegah ketegangan selama respirasi spontan, sehingga tidal volume meningkat
Efek samping non Deplorizing :
1.

Aktivitas autonom : ganglion blockade pada tubucurarine dan tachycardia pada gallamine

2.

Histamine relase, tubuccararine

3.

Paralise respirasi

4.

Prologed action

Deporizing :
SUCCINYLCHOLINE.
Sifat:
-

struktur mirip acethylcholine

depolarizing 4 fasikulasi

menyebabkan pengeluaran ionK+ dari intrsel

mempunyai efek nicotinic dan muscarinic

histamine release

meningkatkan tekanan intraokuler

Kontra indikasi :
a. Absolut :
-

hiperkalemia, > 5,5 meq/L

kelainan otot: malignant hyperthermia, myasthenia gravis, muscular dystrophy

trauma otot massive

luka bakar, 7-60 hari

luka tusuk orbita, karena meningkatkan tekanan intraokuler

gagal ginjal, karena K+ tinggi

gangguan neurology: paraplegia, neurodegenerative disease

b. Relatif :
-

hepatic dysfunction

cholinesterser rendah (n: 80-120 U), akan terjadi prolonged: liver disease, anemia
gravis malnutrisi dan insektisida organofosfat

Dosis: 1-1,5 mg/kg i.v


Komplikasi: dual block dan cardiac standstill.
Setelah pemberian single dose suksamethonium akan terjadi:
1.

Atypical cholinesterase

2.

Dehidrasi dan gangguan elektrolit mendahului dual block

3.

Over dosis (pada infus > 1 g).

Untuk mencegah over dosis suxamethonium dianjurkan assisted ventilation


4.

Kadar serum cholinesterase rendah.

Jarang terjadi prolonged apnea bila pemberian tidak lebih dari 50 mg. Suatu dosis yang
adekuat untuk pasien ECT dan intubasi tidak akan terjadi prolonged apnea lebih dan 20-30
menit dan bila kadar serum cholinesterase > 25 unit. Kadar serum cholinesterase rendah
pada: liver disease, anemia gravis, secondary carcinomatous, malnutrisi, starvation, whole
body irradiation dan terkontaminasi insektisida organophosphate ( cholinesterase inhibitor).
Kadar menurun menyertai regular ingestion dan beberapa pil kontrasepsi dan procaine,
dimana diperlukan cholinesterase untuk hidrolisa amide linked. Lignocaine dan
promethazine juga menyebabkan prolonged apnea.
Tindakan:- blood transfusion, memakai stored blood berisi 30 unit cholinesterase per ml dan
menyimpan 80% aktivitas cholinesterase setelah disimpan 25 hari pada suhu 6 C.
- 0,5 L fresh blood memperbaiki kadar serum cholinesterase 10 U/ml

- 0,5 L stored blood memperbaiki 5 U/ml


5. Kelebihan succinylmonocholine : efek relaksasi 1/20-1/50 dari induknya, tetapi dihidrolisa
sangat lambat dan terkumpul didalam sirkulasi darah. Terjadi pada pemberian infus drips 1,52 gr.
6. Dual block: endplate bereaksi saat initial depolarizing block berubah meniadi non depolarizing block.
Tindakan : beri anticholinesterase (neostigmine atau edrophonium)
Terjadi setelah pemberian dosis ulang.
7. Myoneural blocking effect.

Non depolarizing
1.

PANCURONIUM.
Sifat:
-

non depolarizing

catecholamine release meningkatkan tekanan darah, heart rate

inotropic positive dan vagolytic

struktur mirip steroid

ekskresi terutama melalui ginjal

long acting

Kontra indikasi :
-

hipertensi

kelainan otot: malignant hyperthermia, myasthenia gravis, muscular dystrophy

Mula kerja: 2-3 menit


Dosis: - prekurarisasi: 1 mg i.v
- initial dose: 0,08 mg/kg i.v, dosis ulang: setengah dosis awal.
2. VECURONIUM.
Nama dagang: norcuron
Sifat:
-

non depolarizing

homolog pancuronium

tidak histamine release

perubahan kardiovaskuler tidak bermakna

ekskresi sebagian besar lewat ginjal

medium acting

Mula kerja: 2-3 menit.


Larut dalam aquadest, RL, NaCl dan D 5%.
Dosis: 0,1 mg/kg i.v, drips: 0,1 mg/kg/jam.
3. ATRACURIUM.
Nama dagang: tracrium.
Keistimewaan:
1. Metabolisme didalam plasma (eliminasi Hoffman, secara kimiawi), sehingga tidak
tergantung fungsi ginjal dan hepar.
2. Perubahan kardiovaskuler tidak bermakna.
3. Tidak terjadi akumulasi.
Terpilih untuk geriatry dan kelainan: jantung, ginjal, hepar.
Dapat pulih spontan tanpa reverse, bila efek obat habis.
Mula keria: 2-3 menit, durasi: 15-30 menit (medium acting)
Dosis: - prekurarisasi: 6 mg
- initial: 0,5-0,6 mg/kg i.v, dosis ulang setengah dosis awal.
4. TUBOCURARINE.
Sifat:
-

non depolarizing

histamine release

blokade ganglion simpatis, dilatasi kapiler, inotropik negatif

ekskresi terutama melalui ginjal

terjadi kumulatif

Kontra indikasi: hipotensi, asthma bronchiale, renal dysfunction, myasthenia gravis, diabetes
mellitus.

Dosis: initial dose: 0,4-0,5 mg/kg i.v

OBAT ANESTESI INTRAVENA


Penggunaan :
-

untuk induksi

obat tunggal pada operasi singkat

tambahan pada obat inhalasi lemah

tambahan pada regional anesthesia

sedasi

Cara pemberian:
-

obat tunggal untuk induksi atau operasi singkat

suntikan berulang (intermittent)

diteteskan perinfus

1. THIOPENTONE SODIUM.
Nama lain: pentothal, thiopental, penthiobarbiton.
Sifat:
-

serbuk kuning, hygroscopic, pahit bau sulphur

larut dalam air dan alcohol

larutan 2,5% atau 5% dalam air mempunyal pH 10,81 atau bersifat basa

tidak dapat dicampur dengan analgetik

dalambentuk larutan tidak stabil dan hanya tahan 24-48 jam, serbuk stabil

dijual bentuk serbuk, mengandung 6% anhydrous sodiumcarbonate untuk mencegah


terbentuknya asam bebas yang larut dalam air oleh CO2

Farmakologi.
Susunan syaraf pusat :
Seperti barbiturat lainnya, memnyebabkan mengantuk (hipnotik), sedasi dan depresi
pernafasan, tergantung dosis yang diberikan. Konsentrasi obat didalam plasma tidak
menentukan dalamnya anestesi. Gambaran EEG menunjukan gambaran natural sleep.
Menurunkan kebutuhan oksigen dan cerebral blood flow. Merupakan anticovulsani dengan

cara meningkatkan ambang rangsang neuron terhadap eksitasi. Cortex cerebri dan aktivitas
ascending reticular lebih dulu mengalami depresi sebelum medullary center. Tekanan
intracranial dan LCS menurun. Lebih mendepresi tranmisi simpatis dibanding parasimpatis.
Respirasi :
Mendepresi pusat pernafasan secara langsung dan kepekaan terhadap CO2 berkurang.
Rangsang pernafasan terutama berasal dari carotic bodies dan refleks terhadap hipoksia. Pada
dosis 0,5 g dalam waktu 20-25 menit tidak terlihat depresi respirasi, tetapi bila didahulul
premedikasi opiat depresi akan jelas. Anestesi ringan dengan pentothal dapat terjadi
bronchospasme, laryngospasme akibat rangsangan lendir, darah atau menipulasi lain.
Kardiovaskuler :
Langsung

mendepresi

myocardium,

sehingga

kekuatan

kontraksi

menurun

yang

mengakibatkan cardiac output berkurang serta dilatasi jantung, keadaan ini tidak akan terjadi
pada orang dengan kondisi prima. Penyuntikan yang terlalu cepat akan memperbesar
kemungkinan terjadinya aritmia. Denyut ektopik dan aritmia timbul sekunder akibat
hipoksemia yang disebabkan oleh depresi respirasi. Tekanan darah akan turun akibat delatasi
perifer. Penderita hipertensi akan lebih peka, terutama pada larutan pekat dan penyuntikan
terlalu cepat. Vasodilatasi ini dikompensir dengan konstn'ksi pembuluh darah ginual dan
splancnicus.
Laring :
Dapat terjadi .cpasme larynx akibat rangsangan daerah operasi stimuli vagal nerve ending
pada mukosa oleh darah, regurgitasi asam lambung. Dapat pula terjadi bronchospasme.
Pregnant uterus :
Tidak mempengaruhi tonus uterus, dosis kecil dapat diberikan untuk versi luar. Pada dosis
besar akan melewati placenta barriere sehingga dapat mempengaruhi fetus.
Ginjal :
Renal blood flow menurun, filtrasi berkurang dan sekresi ADH meningkat, sehingga produksi
urine berkurang.

Mata :
Terjadi dilatasi pupil. Sensitivitas terhadap cahaya tetap ada sampai pasien tertidur. Tekanan
intraokuler menurun, refleks cornea, conjunctiva , eye lash dan eye lid menghilang.
Redistribusi :
Setelah penyuntikan single dose dengan dosis kecil, kadar didalam plasma cepat menurun
sehingga pasien cepat sadar. Redistribusi ke jaringan lemak lambat. Redistribusi terbanyak
pada viscera dan lean body mass (Otot dll.) 30 menit setelah penyuntikan i.v. Cepat
menembus blood brain barriere dan konsentrasi dalam LCS mendekati konsentrasi plasma
dalam waktu 15 menit. Keseimbangan antara plasma dan otak dicapai dalam waktu 1 menit
setelah pemberian intravena. Kadar kalium plasma sedikit menurun. Dalam jumlah kecil
masih terdapat didalam plasma selama 24 jam. 70% didalam darah terikat oleh protein
plasma dan sisanya dalam bentuk bebas yang tidak aktif. Turunnya pH darah akibat retensi
CO2.
Ekskresi dan metabolisme :
Pemecahan oleh hepar cepat sehingga kadar obat didalam plasma cepat menurun dan pasien
cepat bangun. Penyakit ginjal bukan kontra indikasi, tetapi dosis harus lebih kecil. Pada
keadaan kadar ureum darah yang tinggi akan terjadi prolonged narcosis. Ekskrest lebih cepat
pada dewasa muda sehingga pada usia lanjut dosis harus dikurangi. Gula darah sedikit
meningkat dan dipengaruhi oleh derajat trauma. Gangguan keseimbangan asam-basa akibat
hipoventilasi. Dapat terjadi anaphylactic, skin rash dan hemolisis. Penyuntikan pada jaringan
otot dapat terjadi nekrosis.
Dosis: 5 mg/kg i.v, hamil: 3 mg/kg i.v
Komplikasi :
a. Lokal :
1. Injeksi perivena.
Gejala: sakit, kemerahan , bengkak, hematome, ulcerasi, median nerve injury.
Tindakan: suntikan 10 ml procaine 1% ditempat injeksi.
2. Injeksi intra arteri.

Gejala: rasa terbakar, sakit hebat, spasme arteri dan thrombosis.


Tindakan :
-

biarkan jarum ditempat

larutkan dengan NaCl 0,9%

procaine 0,5% 10-20 ml

papaverine 40-80 mg dalam 10-20 ml NaCl 0,9%

b. Umum :
1. Depresi respirasi: disebabkan oleh relatif over dosis, laryngospasm, lidah jatuh
kebelakang.
2. Sirkulasi collapse: akibat vasodilatasi perifer dan depresi myocardium
Tindakan: naikan kaki, IPPV, infus plasma expander, vasokonstriktor
3. Laringospasme- akibat stimulasi daerah operasi (spingter ani, cervix uteri) brewer
luckard reflex, stimulasi saliva Tindakan: succinylcholine 20-30 mg i.v
4. Lainnya: batuk, vertigo, euphoria, disorientasi dan anaphylactic.
2. BENZODIAZEPINE.
Sifat:
-

hypnotic-sedative

amnesia anterograde

atropine like effect heart rate meningkat

pelemas otot ringan anti kejang

vasodilatasi perifer terjadi collapse

cepat melewati barriere placenta

Kontra indikasi: porfiria dan hamil (SC dan inpartu)


Dosis:
Diazepam Midazolam
Premedikasi

0,2 mg/kg i.m 0,07-0,2 mg/kg I.m

Induksi

0,2-0,6 mg/kg i.v

i.v drips

0,03-0,2 mg/kg/jam

0,15-0,45 mg/kg i.v

3. PROPOFOL.
Merupakan campuran 1% obat dalam air dan emulsi, yang berisi: 10% soya bean oil, 1,2%
phosphatide telur dan 2,25% glycerol.
pH: 6-6,8 dan lipid soluble.
Farmakologi.
Respirasi: TV turun, laryngeal reflex depressant
Lain-lain: tak pengaruhi fungsi liver, gula darah sedikit meningkat, tekanan intraokuler
menurun, antiemetic effect dan potensiasi dengan vecuronium
Metabolisme: cepat dan lengkap oleh liver, sebagian besar di eliminasi oleh ginjal. Mula
kerja: 11 detik.
Potensi: 1,6-1,8 kali pentothal.
Dosis : 2-2,5 mg/kg i.v, > 60 tahun: 1,6 mg/kg i.v
4. KETAMIN.
Merupakan rapid acting non barbiturate general anesthesia.
Farmakologi.
Susunan Syaraf Pusat :
Efek analgesik sangat kuat. Efek hypnotic kurang dan disertai penerimaan keadaan
lingkungan yang salah (dissosiative anesthesia). Sering terjadi mimpi buruk, halusinasi,
disorientasi waktu dan tempat, gaduh-gelisah tak terkendali.
Kardiovaskuler :
Tekanan darah meningkat 20-25%, heart rate naik, cardiac output meningkat sampai 20%.
Keadaan ini akibat aktivitas simpatis meningkat dan depresi baroreceptor. Jarang terjadi
aritmia.
Respirasi :
Depresi pernafasan ringan dan hanya sementara, kecuali dosis terlalu besar. Menyebabkan
bronchodilatasi dan bersifat antagonis terhadap bronchoconstrition akibat histamine.
Cerebral :

Cerebral blood flow dan tekanan intracranial meningkat. Pada pemberian jangka lama dapat
terjadi peningkatan scrangan epilepsy.
Mata:
Tekanan intraokuler meningkat. Terjadi gerakan bola mata dan nystagmus.
Terjadi analgesia, sedasi, katalepsi, tonus otot skelet meningkat, stimulir kardiovaskuler,
Laryngopharyngeal reflex menurun sedikit, salvias meningkat sehingga harus diberikan
atropine.
Halusinasi dan gelisah diatasi dengan: mengurangi rangsangan pada periode recovery,
premedikasi dengan opiat dan hyoscine, droperidol i.v segera sebelum operasi selesai,
diazepam 5-10 mg i.v, midazolam atau pentothal 50-100 mg i.v.
Ketamin kerja dengan meningkatkan ion K+ menembus membran. Kadar norepinephrine
plasma meningkat, ini dapat direduksi dengan droperidol. Ketamine mencegah adrenergic
response dari pembuluh darah perifer terhadap stimulir pembedahan.
Penggunaan :
1. Prosedur dimana pengendalian nafas sulit
2. Prosedur diagnostik
3. Tindakan ringan: reposisi tertutup, biopsy
4. Pasien resiko tinggi
5. Minor surgery
6. Penderita asthma bronchiale
7. Tidak tersedia alat anestesi
Kontra indikasi:
1. Hipertensi: > 160/100 mmHg
2. Riwayat cerebrovascular disease
3. Operasi cranium
4. Coronary heart disease
5. Trauma capitis
6. Tekanan intraokuler tinggi
7. Epilepsi

Dosis:
-induksi: 1-2 mg/kg i.v atau 10 mg/kg i.m, hamil: 0,25-0,75 mg/kg i.v
-i.v drips : ~ nafas kontrol: 1-2 mg/kg/jam
~ nafas spontan: 2-3 mg/kg/jam
Ingat :
Ketamin lebih dahulu, baru kemudian Halothane, karena:
-ketamine: stimulir Simpatik
-halothane: simpatik blok dan inotropik negatif sehingga resultante nya inotropik negatif
arrhythmia.

OBAT ANESTESI INHALASI.


Obat anestesi ada 2 jenis:
1. 1.Anestetik gas

: N2O dan cyclopropane.

2. 2.Anestetik volatil : eter, halothane, enflurane, isoflurane, sevoflurane dan desflurane.


1.

N2O
Nama lain: gas gelak.
Merupakan satu-satunya anestetik organik, sweet smelling dan tidak berwama.
BM 44, titik didih 89 C, titik krisis 36,5 C dan BD 1,5 kali udara. Tidak mudah terbakar,
tetapi merupakan support combustion. Kelarutan dalam plasma 100 kali oksigen atau 15 kali
nitrogen. N2O tidak bereaksi dengan Hb dan jaringan ikat dan diangkut dalam plasma. Zat
ini hampir tidak dimetabolisir tubuh dan dikeluarkan terutama oleh paru-paru. N 2O menekan
susunan syaraf pusat, kemungkinan akibat beralihnya oksigen dari sel-sel otak. Pada
penelitian N2O dapat terkontaminasi oleh NO dan NO2 yang toksik bagi tubuh.
Gejala:
1. Sianosis: terjadi beberapa menit setelah pemberian, karena terbentuk metHb yang
menurunkan kemampuan mengangkut oksigen.
2. Kesukaran bernafas. Karena N2O dan nitric acid yang terbentuk dalam paru
menyebabkan edema non spesifik dan bronchopneumonia.
3. Kegagalan sirkulasi : akibat hipoksia sekunder.

Tindakan :
-

terapi oksigen untuk mengkompensir hipoksia

methylene blue untuk recovert metHb

mencegah dan mengatasi chemical pneumonitis dengan antiblotika, steroid dan IPPV

koreksi gangguan asam-basa


circulatory support : obat-obatan vasopressor

dimercaprol untuk mengatasi aksi oxide of N

N2O adalah analgetik kuat, tetapi anestetik lemah. Pada pemberian gas murni dapat menekan
sirkulasi sehingga terjadi dilatasi jantung. Kegagalan sirkulasi ini menyebabkan CNS
anoksia, sehingga harus diberikan bersama oksigen. Pengaruh terhadap saluran nafas
minimal, tidak iritasi dan tidak menyebabkan sekresi. Bila diberikan bersama pentothal
dapat terjadi depresi respirasi. Pada anestesi yang lama dapat terjadi mual, muntah dan
lambat bangun. Gejala sisa dapat terjadi bila hipoksia atau alkalosis akibat hiperventilasi.
Gas ini mudah berdifusi melalui membran sel sehingga menembus jaringan atau merangsang
jaringan yang mengakibatkan pneumothorax, pneumoperitonium, pneumoencephal,
kembung dan tuli pasca operasi (karena perubahan tekanan mekanik di telinga tengah).Pada
penderita tetanus dan poliomyelitis dapat terjadi aplasia bone marrow, agranulocytosis dan
thrombocytopenia akan fatal. Mempunyai efek teratogenik pada umur kehamilan 6 minggu.
N2O dalam O2 mempunyai efek sesuai morfin. Konsentrasi optimum untuk efek anakgesik
maksimal adalah 35%. Gas ini dikenal sebagai asphyxiating agent, karena pada konsentrasi
tinggi dapat terjadi asfiksia dan hipoksia. Kebutuhan N2O dipengaruhi oleh respiratory
minute volume, yaitu tidal volume kali respiratory rate. Tidal volume rata-rata 10 ml/kg.
Sehingga bila dengan alat Jackson Rees dibutuhkan 2-3 kali minute volume.
Dosis :

2.

induksi

: 80-85% N2O dengan 15-20% O2, selama 15 menit

maintenance : N2O : O2 = 50% : 50% atau N2O : O2 = 25% : 75%

analgetik

HALOTHAN.
Sifat:
-

hepatotoksik

: N2O : O2 = 20% : 80%

meningkatkan kepekaan terhadap: ~ catecholamine disritmia


~ insuline hipoglikemi

depresi myocardium kontraksi menurun cardiac output turun

vasodilatasi hipotensi

Blok simpatik bradicardia

atonia uteri pada dosis > 5 vol.%

meningkatkan cerebral blood flow dan intracranial pressure

bronkhodilator

Indikasi :
-

bila diperlukan respirasi spontan yang tenang

diperlukan teknik hipotensi untuk mengurangi perdarahan

bila muscle relaxant merupakan kontra indikasi

penderita bronchitis, bronchospasm dan emphysema

versi luar

kasus tertentu: operasi gigi, bronchoscopy dan cystoscopy

mengurangi mual dan muntah

Kontra indikasi :
a. Absolut :
-

panas tak diketahui sebabnya

malignant hyperthermia

hepatic dysfunction

hypercarbia myocard instability

b. Relatif

beta blocker therapy

kardiovaskuler tak stabil

penggunaan adrenaline 1:200.000.


Efek samping :

1. Hipotensi: akibat dilatasi otot polos pembuluh darah, depresi pusat vasomotor, blockade
sympathic dan depresi miokardium.
2. Disritmia: meningkatkan kepekaan terhadap catecholamine.
3. Hepatotoksik: enzyme glucuronic sulphate transverase.
Keuntungan :
-

rapid smooth induction and recovery

tidak iritasi saluran nafas

bronchodilator

tidak menyebabkan mual dan muntah

Kerugian :
-

sangat potent, sehingga mudah terjadi over dosis

analgetik kurang

hipotensi

terjadi dysrhythmia

penggunaan ulang setelah 1 tahun

kemungkinan hepatotoxic

mycardium peka terhadap catecholamine

Dosis: - induksi: 1-4 vol.%


- maintenance: 0,5-2 vol.%
3.

ENFLURANE
Sifat :
-

depresi miokardium

vasoliditas

meningkatkan gula darah dan cerebral blood flow

EEG : epiletic form

Ekskresi fluorine melalui ginjal

Kontra Indikasi :
a. Absolut :
-

renal dysfunction

epilepsi

tekanan intrakranial meninggi

hamil, < 6 bulan

b. Relatif
-

beta blocker therapy

adrenalin 1 : 2000.000, maksimal 30 ml

kardiovaskuler tidak stabil

Dosis : - Induksi : 3,5 - 5 vol %


- Maintenance : 1,5 - 3 vol %
Keuntungan :
-

relaksasi otot cukup baik

tidak iritasi dan sekresi

kardiovaskuler relatif terjaga stabil

tidak mual/muntah

compatible with epinephrine

Kerugian :

4.

depresi myocardium

hipotensi

shivering on emergence

bahaya pada pendeita gangguan fungsi ginjal

iritasi terhadap CNS, terutama bila hypocapnia

ISOFLURANE
Merupakan isomer dari enflurane.
Sifat :

5.

tidak mudah terbakar/meledak

MAC: 1,15

irama jantung relatif stabil dan tidak terpengaruh adrenaline

CBF dan ICP tidak terpengaruh

tidak menyebabkan atonia uteri

tidak hepatotoxic maupun nephrotoxic tidal volume dan respiratory rate menurun

brochodilatasi

ETER
Sifat:
-

bau merangsang

mudah terbakar, meledak dan teroksidir jadi proksida

catecholamine release, stimuli sympathic heart rate meningkat

terjadi hyperglycemia

mempunyai efek trias anesthesia

Kontra indikasi :
-

hepatic dysfunction

asthma bronchiale

hyperphyrexia

renal dysfunction

Dosis : - induksi: 10-30%


- maintenance: 5-15%
Eter Convulsion.
Sering terjadi pada anak dan dewasa muda.
Dapat disebabkan oleh: belladonna (over dosis), dehidrasi, hyperthermia, toxemia,
asidosis/alkalosis, retensi CO2 dan hipoksia jaringan.
Tindakan : stop eter, ventilasi dengan O2, beri succinylcholine dan pentothal, atasi
hiperpireksia.

6.

SEVOFLURANE
Seperti Desflurane
KV : depresi miokard minimal
Respirasi : TV , RR , bronchodilator
Cerebral : aliran darah otak dan TIK ringan
Neuromuskular : relaksasi otot
Ginjal : aliran darah renal minimal
Hepar : tidak ada efek
Eliminasi : CO 2 absorber, ginjal
Kontra indikasi : hipovolemi berat, hipertermi maligna, hipertensi intrakranial
7.

DESFLURANE
KV : depresi miokard minimal

Mirip isoflurane
Respirasi : TV , RR , iritasi jalan nafas
Cerebral : aliran darah otak & TIK ( > 1 MAC )
Neuromuskular : relaksasi otot
Ginjal : tidak ada efek
Hepar : tidak ada efek
Eliminasi : CO 2 absorber
Kontra indikasi : hipovolemi berat, hipertermi maligna, hipertensi intrakranial
Faktor yang mempengaruhi dosis obat :
1. Usia.
Merupakan variabel yang penting didalam kerja obat.
Pada usia 40 tahun keatas efek narkotik dan sedative akan meningkat, sedang rasa sakit
berkurang dengan meningkatnya usia. Keadaan ini merupakan akibat dari menurunnya
persepsi nyeri, kepekaan terhadap rangsang sensorik menurun. Aktifitas refleks jalan nafas
menurun.

2. Temperatur.
Setiap kenaikan suhu 1 C maka basal metabolisme akan naik 12%.
3. Emosi.
Kemungkinan merupakan penyebab terbanyak kenaikan laju basal metabolisme pre anestesi.
Takut dan tegang akan meningkatkan kepekaan terhadap rasa sakit.
4. Penyakit.
Penderita penyakit khronis dan gizi buruk akan mudah mengalami kelebihan dosis obat,
seperti morphine. Pada anemiapun dosis obat harus dikurangi.

KOMPLIKASI ANESTESI.
Komplikasi dapat terjadi durante dan paska anestesi.
A. KOMPLIKASI DURANTE ANESTESI.
1. Respirasi: obstruksi jalan nafas, respirasi abnormal, batuk, apnea, singultus, spasme
(laringospasme, bronchospasme).
2. Kardiovaskuler: hipotensi, hipertensi, emboli, disritmia sampai henti jantung.
3. Thermic: hypothermia, hyperthermia
4. Awareness during operation
B. KOMPLIKASI PASCA ANESTESI.
1. Respirasi: atelectase, pneumothorax, hiccup, aspirasi pneumonitis
2. Kardiovaskuler : hipotensi, hipertensi, decompensatio cordis
3. Mata: laserasi cornea, blepharospasm
4. Cairan tubuh: hipovolemia atau hipervolemia
5. Neurologi: kejang, bangun lambat, trauma syaraf perifer
6. Menggigil
7. Malignant hyperthermia
8. Mimpi buruk
9. Gaduh-gelisah
10. Muntah

PROBLEM ANESTESI PADA ANAK.


Anatomi :
-

lubang hidung sempit

rongga hidung berbentuk corong, makin kedalam makin sempit

lidah besar

rima glottis tinggi

vocal cord miring

epiglotis sempit dan berbentuk U terbalik

cricoid ring sempit

tulang rusuk lebih datar, sehingga gerakan kurang bebas

abdomen lebih besar dari thorax

Fisiologi :
1.

Respirasi :
-

bayi bernafas lewat hidung, tipe abdominal

dead space anatomi besar

tidal volume pada neonatus 20 ml/kg


2.

Kardiovaskuler :
-

heart rate: pada neonatus 2 kali dewasa, turun secara progresif sampai usia 12 tahun

stroke volume fixed: sehingga cardiac output tergantung heart rate, bradycardia
harus cepat diatasi

3. Temperatur :
-

neonatus sangat peka terhadap heat loss, karena surface area relatif luas, lack of
subcutaneous fat,

poor vasomotor cntrole sehingga mudah menggigil

respons terhadap cold envlrinment dengan meningkatkan metabolisme

hypothermia akan menurunkan dosis obat anestesi, sehingga bila dosis tak
diturunkan akan terjadi depresi kardlovaskuler dan disritmia

Kehilangan panas pada bayi secara radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi

4. Cairan tubuh: pada neonatus total body water 80% dari berat badan, intrasel 40% dan
ekstrasel 40% (plasma 5% dan interstisial 35%)
5. Fungsi ginjal belum sempurna: baru matur pada umur 1 bulan
6. Fungsi hepar belum sempuma
Farmakologi :
1. Fungsi hepar, ren dan CNS belum sempuma sulit menentukan dosis obat
2. Neonatus sangat peka terhadap CNS depressant, setelah usia 1 bulan kurang peka.
3. Up take agent: inhalasi cepat pada neonatus dan anak, i.m tak dapat dipercaya
Patologi :
-

neonatus lebih tolerans terhadap pembedahan

infants and child sering terdapat kelainan congenital

Psikologi :
-

infants: respons emosionsl minimal

umur 1-2 tahun hipersensitif

PROBLEM ANESTESI PADA USIA LANJUT.


Risiko anestesi dan pembedahan sangat tinggi, kematian 15-45%, terutama pada operasi thoraks,
abdomen dan kardiovaskular.
Fisiologi :
1. Kardiovaskuler :
-

jantung lebih besar, karena LAH dan LVH

cardiac output berkurang, heart rate menurun

lumen pembuluh darah menyempit karena atherosclerosis tahana vaskuler


meningkat

tekanan darah meningkat

aliran darah lambat

2. Respirasi :
-

fungsi ventilasi terganggu akibat degenerasi jaringan paru, dinding thorax kaku

tidal volume turun

vital capacity turun, FEV 1 turun: 20-30 ml/tahun

residual volume turun: 10-20 ml/tahun

PaO2 turun: PaO2 = 109 mmHg - 0,43 x umur, tak tahan hipoksia dan hiperkarbia

3. Ginjal :
-

aliran darah ginjal turun fungsi ekskresi terganggu

GFR turun

protein binding turun

4. Hepar :
-

hepatic blood flow turun

ekskresi terganggu

hepatobiliar function menurun biotransformasi turun

5. Susunan syaraf pusat:


-

refleks protektif turun, seperti batuk

peka terhadap analgetik dan narkotik

Farmakologi :
1. Fungsi hepar menurun : biotransformasi terganggu
2. Fungsi ginjal menurun
3. Protein plasma binding turun kebutuhan obat yang terikat dalam albumin turun
Anatomi :
-

otot atrofi

kulit keriput, elastisitas berkurang

Patologi :
Fungsi organ menurun kelainan organ

ANESTESI LOKAL
Teori kerja obat lokal anestesi.
1.

Teori reseptor :
obat local anestesi bekerja internal receptor sodium channel yang masuk melalui membukanya
pintu sodium channel atau melalui penetrasi membran lipid (lidocaine derivate).
2. Teori muatan permukaan :
Interaksi bagian molekul lipophylic dengan membran lipid muatan positif (proton Amine
terminal) penetrasi muatan negatif pada external membrane (bagian dalam tidak berubah)
potensial aksi permukaan membran meningkat mencegah aksi impuls dari sekitar yang tak
teranestesi.
3. Teori ekspansi membran :
Interaksi bagian molekul lipophylic dengan membran lipid perubahan organisasi membran
lipid ekspansi membran menjerat sodium channel mencegah sodium masuk ke
channel mencegah depolarisasi (benzocalne derivate).
4. Teori Hille:
Adanya biotoxin dan tetradotoxin berinteraksi dengan reseptor spesifik dipintu keluar sodium
channel, mencapai reseptor dekat pintu keluar sodium channel dan pindah kebagian luar pintu,
sehingga mengganggu permeabilitas terhadap ion Na+.
5. Teori pH dan pKa:
Obat local anestesi berada dalam larutan yang bermuatan atau tidak bermuatan, bentuknya
relatif tergantung pada pH larutan dan pKa tempat suntikan obat.

Mekanisme kerja lokal anestesi :

Obat local anestesi disuntikan (infiltrasi) 4 Ca++ keluar dari reseptor obat anestesi menempati
reseptor terjadi blokade sodium channel terjadi hambatan konduksi ion Na+ terjadi depresi
kecepatan induksi tak dapat mencapal nilai ambang potensial tak terjadi potensial aksi
terjadi blokade konduksi.

Perbedaan :
Procaine
Lidocaine
Grup
Ester
Amide
Aksi
Short
Medium
Potensi
1
3
Toksisitas
1
2
Durasi
45
60-90
Rasio
1
2
Biotransformasi
Plasma
Hepar
Dosis maksimal
12 mg/kg
6 mg/kg
Mula kerja
2-3
5
Teknik local anestesi ada 2 cara: infiltrasi dan blok.

Bupivacaine
Amide
Long acting
15
10
180
10
Hepar
2 mg/kg
15

Anda mungkin juga menyukai