Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I
PENDAHULUIAN

A. Latar Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan (observasi) terhadap siswa


kelas VIIB SMP Negeri 5 Malang diperoleh data bahwa proses pembelajaran
tidak sesuai dengan harapan. Ketika guru menerangkan materi pelajaran siswa
gaduh dengan tanpa sebab, duapuluh lima persen di antara mereka asyik
dengan membaca buku paket, berbicara dengan teman sebangku dan ketika
ditegur guru baru tenang.
Keadaan ini juga terjadi ketika guru meminta mereka membentuk
kelompok dalam rangka diskusi kelompok di kelas VII-B. Meskipun guru
sudah menentukan kelompok, proses pembentukan kelompok memakan waktu
sekitar 15 menit, itupun siswa tidak segera diam dan memperhatikan guru.
Mereka masih asyik dengan perlengkapan, tas dan bukunya. Keadaan baru
tenang setelah guru meminta mereka diam dan memperhatikan penjelasan
guru.
Dalam keterlibatannya terhadap proses belajar mengajar, dari 41 siswa
ketika diajukan pertanyaan oleh guru, hanya 3 siswa yang mengangkat tangan
menyatakan ingin menjawab. Pada kesempatan lain juga terjadi demikian, dan
siswa yang menjawab hanya itu-itu saja, selebihnya mereka cenderung diam
dan bekerja sendiri-sendiri.
1

Dalam proses diskusi, jumlah siswa yang mengajukan pertanyaan


sangat sedikit. Dari enam kelompok yang ada pada presentasi diskusi kelas
hanya dua siswa yang mengajukan pertanyaan, dan ketika diberi kesempatan
ulang oleh moderator tidak ada siswa lain yang mengangkat tangan.
Sehubungan dengan permasalahan yang muncul, alternatif yang dipilih
untuk menyelesaikannya melalui upaya meningkatkan motivasi belajar
menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Model pembelajaran Jigsaw dipilih
sebagai alternatif memiliki beberapa alasan: 1) model pembelajaran Jigsaw
mendorong siswa untuk mampu memecahkan permasalahan secara kelompok
dengan meningkatkan peran dan kerjasama masing-masing anggota kelompok,
2) memungkinkan seorang anggota kelompok mengoptimalkan perannya
secara baik dan penuh dalam setiap tahap kegiatan, 3) memungkinkan siswa
untuk menggali potensi dan motivasi dalam meningkatkan belajar, 4) memberi
peluang kepada siswa untuk berkolaborasi dengan teman serta guru-guru, dan
5) mendorong siswa untuk terlibat secara aktif menggunakan konsep-konsep,
ide dan prinsip-prinsip yang dimiliki ketika melaksanakan proses diskusi.
Kelebihan lain dari model ini adalah siswa tidak begitu saja menerima
pengetahuan dari guru kemudian menyimpan di dalam kepalanya, tetapi yang
lebih dipentingkan adalah bagaimana siswa dapat memecahkan permasalahan
baru untuk dikaitkan dengan pengetahuan yang didapat dari lingkungan
sekitarnya kemudian membangun pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan
menurut alam pemikiran siswa itu sendiri.
Kelebihan teknik jigsaw dalam pembelajaran sebagaimana yang
dikemukakan Arronson (dalam Mentari, 2006:12) yaitu: 1) dapat mengurangi

dominasi siswa tertentu dalam proses kegiatan belajar, 2) meningkatkan rasa


percaya diri siswa yang mempunyai sifat rendah diri, 3) mengatasi masalah
kebosanan bagi siswa yang cepat memahami pelajaran. Penggunaan metoda
pembelajaran Jigsaw sebagai bagian dari Cooperative learning untuk
meningkatkan motivasi belajar didukung oleh penelitian Supraptama (2001:3)
dengan kesimpulan pendekatan cooprative learning telah mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mata pelajaran geografi, Senada
dengan itu penelitian Kuserin (2006:3) juga menerangkan pembelajaran
Jigsaw dapat mempercepat pemahaman siswa pada pembelajaran geografi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengajar IPS di SMP N 5
Malang, materi Kehidupan manusia pada masa Pra aksara di Indonesia
diperoleh data: 1) guru masih belum mampu untuk membuat siswa tertarik
pada materi ini sehingga masih terdapat kendala-kendala dalam pembelajaran,
2) siswa cenderung menyebut materi ini sulit dalam pembelajaran di kelas.
Dari hasil wawancara juga diperoleh kesimpulan bahwa tidak menarik dan
sulitnya materi ini disebabkan oleh: 1) materinya sangat luas, 2) di dalamnya
terdapat beberapa istilah asing yang sulit untuk diingat oleh siswa, 3) bagi
kelas VII hal ini merupakan materi yang belum pernah di berikan di Sekolah
Dasar. Kondisi ini membuat siswa menjadi enggan dan pembelajaran menjadi
kurang menarik. Dalam pembelajaran sebelumnya pengajar menggunakan
motoda-motoda konvensional seperti ceramah, tanya jawab, dan tugas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran
Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar IPS pada siswa Kelas VII-B
SMP Negeri 5 Malang?.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan motivasi belajar IPS pada
siswa Kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang dalam memahami kehidupan
masyarakat pada masa pra aksara di Indonesia melalui penerapan model
pembelajaran jigsaw.

D. Definisi Operasional
1. Motivasi Belajar IPS
Motivasi merupakan suatu usaha untuk menggerakkan,
mengarahkan, serta menggiatkan seseorang agar ia terdorong untuk
melakukan tindakan dalam mencapai tujuan. Dalam penelitian ini
motivasi belajar IPS adalah dorongan belajar siswa yang ditimbulkan atas
usaha yang dilakukan oleh guru dalam mendorong siswa untuk mengikuti
pembelajaran di sekolah khsusnya dalam mata pelajaran IPS.
2. Pembelajaran Jigsaw
Dalam penelitian ini, metoda Pembelajaran Cooperative Learning
teknik jigsaw dengan ciri utama diskusi yang dibagi pada dua tahap,
pertama adalah diskusi kelompok ahli dan kedua diskusi teman sebaya,

dimana pada tahap kedua ini setiap siswa yang telah menguasai
permasalahan pada diskusi pertama menyampaikan hasil diskusinya pada
teman lain di kelompok awal.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai fihak,
yaitu:
1. Bagi siswa, bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar IPS,
khususnya materi Kehidupan Manusia pada masa Pra-aksara di Indonesia.
2. Bagi Guru, sebagai bahan rujukan kegiatan pembelajaran khususnya
pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi.
3. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penentuan
kebijakan dalam pemenuhan sarana prasarana kelas. Hal ini berhubungan
dengan pemilihan tempat duduk dan meja belajar siswa yang mendukung
terlaksananya kegiatan diskusi kelas.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka yang mendukung PTK


ini adalah teori-teori tentang: A. Motivasi Belajar Siswa, B. Model
Pembelajaran Jigsaw.
A. Motivasi Belajar Siswa
Istilah motivasi berasal dari kata bahasa Latin Movere yang
berarti menggerakkan. Dengan mendasarkan pada pengertian ini makna
motivasi menjadi berkembang. Wlodkowski (dalam Santoso, 2007:41)
menjelaskan "motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau
menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah dan ketahanan
(persistence) pada tingkah laku tersebut. Sedangkan Ames dan Ames
(dalam Santoso, 2007:42) menjelaskan "motivasi adalah sebagai
perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan
lingkungannya. Sebagai contoh, seorang siswa yang percaya bahwa
dirinya memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu
tugas, akan termotivasi untuk melakukan tugas itu. Dengan kata lain
motivasi sebagai motor penggerak bagui kemauannya.
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai
daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saatsaat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat
dirasakan/mendesak (Sardiman, 2007:73).
6

Motivasi sering berhubungan dengan minat. Minat diartikan


sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau
arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau
kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Konsep motivasi belajar merupakan
keadaan seseorang yang selalu mengutamakan prestasi, bukan karena
uang atau hadiah. Pebelajar melakukan kegiatan belajar dengan giat,
tekun, siap menghadapi berbagai tantangan masalah dan sebagainya
dewngan penuh kesadaran akan kebutuhan terhadap bidang studi tertentu.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perolehan hasil belajar
yang berasal dari pebelajar meliputi faktor bawaan, seperti: kecerdasan,
bakat, minat, aspirasi, harapan, militansi, keuletan, kerajinan,
ketangguhan, kemandirian dan kepercayaan dirinya untuk memutuskan
serta dorongan dari dalam. Faktor dari luar meliputi kondisi lingkungan
belajar, pembelajar sebagai fasilitator, dan pembimbing, prasarana dan
sarana, serta lingkungan sosial lainnya.
Winkel (dalam Santoso, 2007:43) mengemukakan bahwa
"motivasi belajar merupakan keseluruhan daya penggerak psikis di dalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, dan menjamin
kelangsungan belajar itu demi tercapainya tujuan". Motivasi belajar adalah
faktor psikis yang bersifat non intelektual, dan peranannya yang khas,
yaitu menumbuhkan gairah, merasa senang, dan semangat dalam belajar,
yang bermuara terhadap peningkatan perolehan hasil belajar.
Motivasi juga dapat dikatakan sebagai serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin

melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat
dirangsang dari faktor luar (ekstrinsik) dan dari faktor dalam diri
seseorang (instrinsik). Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang
tepat. Kegagalan siswa dalam belajar tidak selamanya disebabkan oleh
kesalahan siswa itu sendiri, ada kemungkinan lain yaitu adanya ketidak
berhasilan guru dalam memberikan motivasi untuk belajar
Jenis motivasi secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan
daya penggerak psikis dalam diri siswa untuk menimbulkan suatu
kegiatan belajar, dengan tanpa adanya himbauan ataupun kondisi yang
memaksanya. Keadaan ini berkosekuensi siswa yang termotivasi secara
instrinsik senantiasa tekun belajar karena kebutuhan bukan untuk pujian
atau hadiah tertentu.
Motivasi instrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik karena
keadaan penggerak psikis yang muncul dari dalam kesadarannya sendiri,
yang didukung oleh kebutuhan-kebutuhan terhadap obyek tertentu. Siswa
yang mempunyai jenis motivasi ini biasanya tak kenal putus asa sebelum
tujuannya tercapai, dengan segala upaya dan cara bagaimana ia
mendapatkan dari pelajaran tersebut. Motivasi ektrinsik datang dari luar
psikis siswa, seperti guru, teman-teman, lingkungan belajar dan
sebagainya.
Hamzah (2007:23) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar

untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Lebih lanjut dijelaskan


indikator motivasi belajar diklasifikasikan sebagai berikut: 1) adanya
hasrat ingin berhasil, 2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,
3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4) adanya penghargaan dalam
belajar, 5) adanya kegiatan yang manrik dalam belajar, dan 6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang
siswa dapat belajar dengan baik.
Brown (dalam Santoso, 2007:47) menjelaskan ada delapan ciri
siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi selama mengikuti proses
belajar mengajar di kelas, yaitu: 1) tertarik kepada guru, artinya tidak
bersikap acuh tak acuh, 2) tertarik kepada mata pelajaran yang diajarkan,
3) antosiasmenya tinggi, serta mengendalikan perhatian dan energinya
kepada kegiatan belajar, 4) ingin tergabung dalam suatu kelompok kelas,
5) ingin identitas diri diakui oleh orang lain, 6) tindakan, kebiasaan dan
moralnya selalu dalam control diri, 7) selalu mengingat pelajaran, dan
8) selalu terkontrol oleh lingkungannya.
Sardiman (2007:83) mengemukakan bahwa:
motivasi pada diri seseorang akan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: 1) tekun menghadapi tugas. Dapat bekerja terus
menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti
sebelum selesai. 2) ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas
putus asa), tidak memerlukan dorongan dari luar untuk
berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi
yang telah dicapainya). 3) menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah, misal untuk orang dewasa,
masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan,
pemberantasan korupsi, penentangan terahadap setiap
tindakan kriminal, amoral, dsb). 4) lebih senang bekerja
sendiri. 5) cepat bosan pada tugas yang rutin (hal-hal yang
bersifat mekanis, berulang-ulang, begitu saja, sehingga
kurang kreatif). 6) dapat mempertahankan pendapatnya

10

(kalau sudah yakin akan sesuatu). 7) tidak mudah melepaskan


apa yang diyakini. 8) senang mencari dan memecahkan
masalah soal-soal. Apabila seseorang memiliki ciri-ciri di atas
berarti seseorang itu selslu memiliki motivasi yang cukup
kuat.
Dalam penelitian ini motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar dicapai
oleh siswa. Adapun indikatornya adalah: 1) mampu bersaing dengan
teman sekelas, 2) aktif dalam bertanya, 3). konsentrasi pada pelajaran, 4)
menyenangi pelajaran IPS, 5) mengerjakan tugas, 6) berusaha mengatasi
kesulitan dalam belajar, 7) Berusaha memperoleh hasil yang diharapkan,
8) menyiapkan pelajaran sebaik-baiknya. Motivasi setiap siswa dalam
belajar IPS tentu berbeda-beda.
Dalam mengetahui tinggi rendahnya motivasi siswa dalam
mempelajari mata pelajaran IPS, maka dibuatlah suatu alat atau instrumen
untuk mengukurnya. Intrumen motivasi terdiri dari butir-butir pernyataan
yang berdasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria setiap pernyataan tersebut
mempunyai skor yang berbeda, besar dan kecilnya menggambarkan tinggi
rendahnya motivasi siswa yang bersangkutan dalam mempelajari mata
pelajaran IPS.
Untuk menentukan tingkatan kuantitatif dari tingkatan motivasi
siswa dlam penelitian ini, digunakan intrumen motivasi skala Likert.
Dengan instrumen ini setiap siswa diminta untuk mengisi setiap
pernyataan yang diberikan. Taraf persetujuan yang disusun dalam
penelitian ini adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS),

11

dan Tidak Setuju (TS). Skore dari masing-masing tarap persetujuan adalah
(SS = 4 ; S = 3 ; KS = 2 ; dan TS = 1). Jumlah total dari masing-masing
pernyataan merupakan motivasi dari masing-masing siswa.

B. Model Pembelajaran Jigsaw


Jigsaw learning merupakan sebuah teknik yang dipakai secara
luas yang memiliki kesamaan dengan teknik pertukaran dari kelompok ke
kelompok (group-to group exchange) dengan suatu penting setiap peserta
didik mengajarkan sesuatu. (Silberman, 2001:160). Model Pembelajaran
jigsaw ini adalah alternatif menarik, ketika ada materi yang dipelajari
dapat disingkat atau di potong dan di saat tidak ada bagian yang harus
diajarkan sebelum yang lain-lain.
Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang telah dipotong oleh
pendidik untuk dilakukan pembelajaran secara intensif bersama kelompok
ahlinya, kemudian pada saat yang lain pengetahuan ini dikombinasi
dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, dari
kelompoknya sendiri.
Silberman (2001:160), membagi prosedur/tahap jigsaw sebagai
berikut:
1. Memilih materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian.
Sebuah bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa
halaman.
2. Menghitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik dengan
satu cara yang pantas, membagi tugas yang berbeda pada kelompok

12

yang berbeda, kemudian diminta untuk membaca, mendiskusi, dan


mempelajari materi yang ditugaskan kepada mereka.
3. Setelah selesai kemudian dibentuk kelompok jigsaw. Setiap kelompok
ada seorang wakil dari masing-masing kelopmpok dalam kelas,
sehingga akan mengelompok siswa dengan permasalahan yang sama.
4. Anggota kelompok ahli kemudian mengajarkan materi yang telah
dipelajari dalam kelompok Jigsaw, kepada teman lain di kelompoknya.
5. Siswa dikumpulkan kembali menjadi kelas besar untuk membuat
ulasan dan disisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang
tepat bagi siswa.
Menurut Aronson, Blany, Stephen, Sikes & Snapp (dalam Nur,
2000:29) siswa dikelompokkan dalam tim yang beranggotakan 6 orang
yang mempelajari materi akademik yang telah dibagi-bagi menjadi
beberapa sub bab. Sebagai misal riwayat hidup seorang tokoh dapat dibagi
menjadi kehidupan awal, prestasi-prestasi permulaan, kemundurankemunduran yang dialami, kehidupan belakangan dan dampak terhadap
sejarah. Setiap anggota Tim membaca bab-bab yang ditugaskan.
Kemudian anggota dari Tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-bab
yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan sub-bab
mereka. Karena satu-satunya cara siswa dapat belajar sub-bab lain selain
dari sub bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan
sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk
mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman
satu timnya.

13

Menurut Slavin (dalam Nur, 2000:29) Modifikasi atau


pembaharuan Jigsaw II, siswa bekerja dalam tim beranggotakan empat
atau lima orang seperti pada STAD (Students Teams Achievement
Devisions). Sebagai gantinya setiap siswa ditugasi mempelajari satu sub
bab tertentu, seluruh siswa membaca teks yang sama, misalnya satu dari
sebuah buku, cerita singkat, atau sebuah riwayat hidup. Sementara itu
setiap siswa ditugasi mempelajari suatu topik agar menjadi pakar dalam
topik ini. Siswa dengan topik yang sama bertemu dalam kelompokkelompok ahli untuk mendiskusikan topik itu. Setelah itu mereka kembali
ke tim mereka masing-masing untuk secara bergantian mengajarkan apa
yang mereka pelajari kepada teman satu tim mereka. Siswa diberi kuis
secara individu, yang menhasilkan skor tim seperti pada STAD.
Dalam penelitian ini, model Pembelajaran Jigsaw ditempuh
prosedur sebagai berikut :
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 6 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub
bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka
tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap Kelompok mempresentasikan hasil diskusi, sesuai dengan
materi yang disepakati secara berurutan.
7. Guru memberi penguatan, kesimpulan dan evaluasi
8. Penutup

14

BAB III
METODA PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini berusaha meningkatkan motivasi belajar siswa dengan
model pembelajaran Jigsaw. Penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang dikenal dengan PTK. Data yang dikumpulkan berupa
hasil pengamatan/observasi secara terus menerus dalam proses pembelajaran
dan instrumen angket yang diisi oleh siswa tentang motivasi belajarnya, di
awal pelajaran, dan akhir setiap siklus. Dalam pelaksanaan kegiatan peneliti
terlibat langsung dari awal hingg berakhirnya penelitian yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi di setiap akhir tindakan dan
pembuatan laporan.
Rancangan penelitian yang dibuat sesuai dengan masalah yang diangkat
dalam situasi nyata di lapangan, bahwa kurangnya motivasi belajar siswa
disebabkan oleh model pembelajaran yang dipakai oleh guru kurang menarik
minat siswa. Karena itu diupayakan untuk meningkatkan motivasi siswa
melalui pembelajaran Jigsaw.
Selanjutnya sebagai model rancangan penelitian mengacu pada Kemmis
& Mc. Taggart (dalam Jalil, 2007:33). Alur kegiatan penelitian sebagai
berikut:

14

15

Rencana
Tindakan

Refleksi

Siklus I

Tindakan dan
Observasi

Revisi
Perencanaa
n
Refleksi

Siklus II
Tindakan dan
Observasi

Gambar: 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas.


Sesuai dengan gambar 3.1 menurut Kemmis dan Mc. Taggart
menjelaskan penelitian tindakan adalah sebagai tindakan berkelanjutan dari
langkah-langkah berbentuk spiral, setiap langkah berisi perencanaan,
pelaksanaan tindakan dan evaluasi, observasi serta refleksi tindakan.
Pelaksanaan penelitian tindakan berupa proses pengkajian berdaur (action
researt spiral) yang teridiri dari 4 tahap, yaitu tahap perencanaan (planning),

16

pelaksanaan tindakan (action), pengamatan (observation), dan tahap


melakukan refleksi (reflektion).

B. Subyek Penelitian
Subyek dalam PTK ini adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang
tahun pelajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa sebanyak 41 orang.
Penentuan kelas ini dilaksanakan berdasarkan hasil investigasi terhadap kelas
dalam kegiatan Pemantapan Kepampuan Mengajar Sertifikasi Guru dalam
Jabatan melalui jalar Pendidikan tahun 2008.

C. Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5, Jl. WR Supratman 12
Malang. Belangsung selama dua bulan yaitu bulan Agustus dan September
tahun 2008, bertepatan dengan kegiatan PKM (Pemantapan Kemampuan
Mengajar) Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui jalar Pendidikan tahun
2008, yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Malang.

D. Data Penelitian
Untuk mengukur Proses Pembelajaran dengan model Jigsaw,
dalam penelitian ini data penelitian sebagai berikut:
a. Data Skor Motivasi Belajar.
Data ini diperoleh dari hasil angket yang diberikan kepada siswa
dengan menggunakan instrumen yang berupa angket, terdiri atas 15
butir pertanyaan mengenai tarap persetujuan siswa dalam mempelajari

17

IPS. Dengan instrumen ini setiap siswa diminta untuk mengisi setiap
pernyataan yang diberikan, dimana setiap pernyataan menunjukkan
tarap persetujuan. Tarap persetujuan yang disusun dalam penelitian ini
adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S) Kurang Setuju (KS), dan Tidak
Setuju (TS). Skore dari masing-masing tarap persetujuan adalah (SS =
4; S = 3; KS = 2; dan TS = 1). Jumlah total dari masing-masing
pernyataan merupakan motivasi dari masing-masing siswa.

b. Data skor Observasi kegiatan Diskusi.


Data ini berupa skor yang dibuat oleh observer selama proses
diskusi berlangsung terhadap aktivitas siswa selama pelaksanaan
tindakan. Dalam kegiatan diskusi kelompok, data berupa data skor
observasi terhadap keterlibatan siswa dalam diskusi, dengan
memperhatikan keaktifan siswa, kerjasama, antusias dan hasil kerja
diskusi. Sedangkan dalam kegiatan diskusi kelas (presentasi) data
yang diperoleh berupa data keaktifan siswa dalam dalam mengikuti
diskusi dengan memperhatikan peranan individu, respons dalam
mengajukan pertanyaan dan pertanyaan yang dapat didiskusikan
dalam kelas.

18

E. Instrumen Penelitian
1. Angket Motivasi Belajar Siswa
Untuk mengukur tinggi rendahnya motivasi belajar siswa dalam
penelitian ini, angket motivasi belajar diberikan di awal siklus I sebelum
melakukan penelitian. Ini dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya
motivasi belajar siswa sebelum diberlakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan model Jigsaw. Selanjutnya untuk mengetahui
perkembangan motivasi belajar siswa, angket motivasi juga diberikan
pada akhir siklus I dan siklus II.
Angket motivasi siswa yang digunakan merupakan adopsi dari
penelitian yang dilakukan oleh Sunaryono (2006:60) dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi pengamatan proses pembelajaran IPS di
kelas. (lampiran 3)

2. Rubrik/Lembar Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilaksanakan untuk melihat proses
pembelajaran dan perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung motivasi siswa
ketika melakukan diskusi kelompok dan kelas. Hasil pengamatan
dipergunakan sebagai bahan refleksi dan mencocokkannya dengan yang
telah diisi dalam angket motivasi siswa.
Lembar ini terdiri atas lembar observasi kegiatan diskusi
kelompok untuk individual, dan lembar observasi kegiatan diskusi kelas.
(lampiran 4 dan 5)

19

F. Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif
berdasarkan hasil observasi terhadap proses dan hasil belajar siswa dengan
langkah sebagai berikut.
1. Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang
telah terkumpul.
2. Melakukan interpretasi, yaitu menafsirkan selanjutnya diwujudkan dalam
bentuk pernyataan.
3. Melakukan analisis hasil observasi guru terhadap pelaksanaan diskusi.
4. Melakukan analisis terhadap proses hasil pengamatan guru terhadap
presentasi siswa.
5. Melakukan analisis inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam tindakan
pembelajaran ini terjadi peningkatan motivasi siswa atau tidak
berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan bersama observer.
6. Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk
siklus berikutnya.
7. Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan analisis hasil observasi
yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian dituangkan dalam
bentuk interpretasi berupa kalimat pernyataan.
Dari ketujuh langkah tersebut di atas, selanjutnya menetapkan
pedoman peningkatan kualitas belajar IPS SMP Negeri 5 Malang dengan
indikator penilaian motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPS dari siklus I
ke siklus II, observasi serta wawancara dapat diketahui keadaan motivasi
siswa dalam mempelajari IPS. Penentuan peningkatan motivasi belajar dapat

20

dilakukan dengan cara membandingkan motivasi siswa sebelum dilakukan


tindakan pada siklus I dengan motivasi belajar setelah siklus I. Hal ini untuk
menarik kesimpulan awal dari siklus I yang berguna untuk bahan refleksi
dalam merencanakan, menyusun dan melaksanakan tindakan berikutnya pada
pada siklus II. Penentuan peningkatan motivasi siswa berikutnya dengan cara
membandingkan motivasi siswa setelah dilakukan tindakan pada siklus I
dengan motivasi belajar siswa setelah siklus II.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai kriteria
baik, cukup atau kurangnya motivasi siswa diperlukan klasifikasi motivasi
belajar sebagai berikut:

Tabel 3.1. Kriteria Penilaian Motivasi Belajar Siswa


Interval
50 60
39 49
27 38
15 26

Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang

Sumber: Sunaryono, (2006:21)

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi kegiatan sebelum pelaksanaan PTK berupa


refleksi awal dan investigasi/observasi untuk mengidentifikasi permasalahan
yang terjadi di kelas, dilanjutkan dengan pelaksanaan PTK selama dua siklus.

21

Secara rinci kegiatan tersebut disampaikan sebagai berikut:


1. Sebelum Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (Pra PTK)
a. Refleksi Awal
Berdasarkan refleksi dari hasil observasi sebelumnya serta
informasi Guru IPS di SMP Negeri 5 Malang, maka dapat
disampaikan bahwa hasil belajar pada materi Kehidupan masa Pra
aksara di Indonesia belum mencapai hasil optimal. Mengingat
pentingnya materi ini, seharusnya siswa dapat mencapai hasil yang
optimal.
b. Observasi untuk Mengidentifikasi Permasalahan di Kelas
Kegiatan ini dilaksanakan melalui Kajian Pustaka dan angket yang
diberikan kepada siswa kelas VII-B IPS sebelum dilaksanakan PTK,
yang berisi hal-hal berkaitan dengan pembelajaran IPS.
Dari hasil pengamatan pula diketahui bahwa keterlibatan siswa
terhadap proses pembelajaran rendah. Hal ini ditunjukkan dalam
kegiatan diskusi, ketika diminta oleh guru ntuk membentuk kelompok
waktu yang dibutuhkan relatif lama, jumlah pertanyan yang diajukan
oleh siswa hanya melibatkan 2 siswa dari 6 kelompok yang ada. Usaha
guru memancing siswa untuk bertanya tidak berhasil. Rendahnya
minat berkelompok berakibat keterlibatan dan partisipasi dalam
diskusi menjadi rendah. Hal ini menunjukkan rendahnya motivasi
belajar siswa dalam mengikuti pelajaran IPS.
Merujuk dari mengamatan dan permasalahan di atas, maka
diputuskan untuk melakukan proses pembelajaran kooperative

22

learning teknik Jigsaw pada pokok bahasan kehidupan manusia pada


masa para aksara di Indonesia. Selanjutnya disusun suatu perencanaan
pembelajaran yang mengacu pada model dan materi yang dihadapi.
Sebelum pelaksanaan tindakan, guru memberitahukan kepada
siswa bahwa akan dilaksanakan pembelajaran IPS untuk materi
kehidupan manusia pada masa praaksara dengan menerapkan model
pembelajaran jigsaw. Dalam penerapan model ini diperlukan
keterlibatan siswa untuk berperan dalam proses pembelajaran. Selama
proses pembelajaran ini, siswa diminta mengisi angket motivasi
belajar yang sudah disiapkan oleh guru di awal, di tengah dan di akhir
pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan motivasi siswa selama mengikuti proses pembelajaran
IPS dengan model pembalajaran teknik jigsaw.

2. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas


a. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus. Hasil refleksi
siklus I digunakan sebagai acuan dalam menentukan perbaikan
tindakan pada siklus II. Sedangkan hasil refleksi siklus II nantinya
digunakan sebagai acuan untuk rencana tindak lanjut pada
pembelajaran selanjutnya.
Masing-masing siklus terdiri atas dua kali pertemuan, dengan
rincian sebagai berikut: Pertemuan pertama berisi kegiatan tahap
pembelajaran jigsaw berupa: 1) pembentukan kelompok, 2) diskusi

23

kelompok ahli, dan 3) pengajaran teman sebaya. Pada pertemuan


kedua menjalankan langkah 4) presentasi hasil diskusi kelompok dan
5) pengambilan kesimpulan dan refleksi.
Pembagian tahapan pembelajaran jigsaw dalam penelitian ini
disebabkan oleh: 1) jumlah siswa di kelas VII-B cukup banyak yaitu
41 siswa sedangkan ruang kelasnya relatif kecil (6X8 m), sehingga
waktu yang dibutuhkan relatif banyak. 2) materi kehidupan manusia
pra aksara cukup luas, sehingga diperlukan waktu yang cukup bagi
anggota kelompok untuk memahami guna presentasi kelas.
b. Rincian Prosedur Penelitian Tindak Kelas, sebagai berikut:

Siklus I
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini hal-hal yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Membentuk kelompok-kelompok diskusi dan observasi dengan
anggota masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang siswa.
b. Menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan strategi
pembelajaran Jigsaw dengan kegiatan meliputi langkah-langkah
sebagai berikut: 1) menyusun RPP untuk setiap pertemuan yang di
dalamnya memuat skenario pembelajaran sesuai strategi yang
dipilih, yaitu model pembelajaran kooperatip teknik Jigsaw
(Lampiran 1). 2) menyusun LKS sesuai dengan kegiatan
pembelajaran pada setiap pertemuan. (Lampiran 2)

24

c. Menyusun instrumen pengumpul data yang berbentuk non tes,


berupa angket motivasi untuk siswa (lampiran3).
d. Menyusun lembar observasi diskusi (rubrik diskusi) untuk siswa
yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran selama PTK
berlangsung, disertai dengan pedoman observasi (Lampiran 4).
e. Mengisi jurnal kegiatan pembelajaran berupa catatan tentang
berbagai hal yang muncul saat tindakan pembelajaran berlangsung
bagi aktivitas siswa maupun aktivitas guru.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Langkah pelaksanaan tindakan yang akan diterapkan oleh tertuang
dalam rencana pembelajaran. Pada awal pembelajaran, dilakukan
kegiatan pengisian angket motivasi belajar, kemudian siswa diberi
penjelasan mengenai prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan, dan
tujuan pembelajaran selama proses penelitian pada siklus I.
Pada tahap selanjutnya ditempuh langkah-langkah belajar sebagai
mana dalam model pembelajaran Jigsaw.
a. Appersepsi dan Pengisian angket motivasi awal
Selama proses pembelajaran berlangsung, komunikasi sudah
diciptakan sejak awal pembelajaran. Appersepsi dilakukan oleh guru
dengan tanya jawab seputar kehadiran siswa dan rencana model
pembelajaran yang akan dilaksanakan selama pembelajaran.
Sebelum kegiatan diskusi dilaksanakan, dilakukan pretes sekaligus
angket motivasi belajar siswa. Siswa melaksanakan kegiatan ini agak-

25

ragu-ragu, mengingat kebiasaan mereka untuk ujian secara serius. Melihat


yang demikian kemudian dijelaskan kepada siswa bahwa tes ini adalah
sekedar untuk mengetahui kemampuan dan motivasi awal yang dimiliki
oleh siswa sebelum pelaksanaan tindakan. Siswa tidak perlu ragu-ragu dan
diminta untuk menjawab secara Jujur sesuai dengan hati nurani dan yang
dirasakan selama mengikuti pembelajaran IPS.
b. Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok untuk kelas VII-B pada siklus ini
didasarkan pada posisi tempat duduk, mengingat bahwa pada waktu
pengamatan awal proses ini memakan waktu lama. Jumlah siswa kelas ini
41, dan sesuai perencanaan diperlukan pengelompokan menjadi 6
kelompok. Anggota tiap kelompok bervasiasi, 5 kelompok terdiri atas 7
anggota dan yang satu kelompok terdiri atas 6 orang Masing-masing
kelompok dipimpin oleh ketua kelompok yang bertugas mengatur
pembagian tugas dalam diskusi kelompok ahli. Proses pembentukan
kelompok ini memerlukan waktu 5 menit.
c. Diskusi Kelompok Ahli
Dengan pengarahan sebelumnya, ketua kelompok membagi kartu
diskusi sebanyak enam lembar. Lembar 1, memecahkan masalah tentang
sumber sejarah dalam mengungkap kehidupan masyarakat jaman pra
aksara. Lembar 2, mengklasifikasi kehidupan masyarakat pra aksara
dengan bentuk bagan sederhana berdasarkan sumber yang dimiliki oleh
siswa. Lembar 3, melakukan identifukasi peralatan yang dipergunakan
masyarakat berdasarkan perkembangan alatnya (teknologinya). Lembar 4,

26

melakukan identifikasi riwayat penemuan fosil manusia yang pernah


hidup pada masa pra aksara di Indonesia, menurut tingkat kemampuan
manusia. Lembar 5, membuat analisa perbandingan manusia jenis
Meganthropus, Pithecanthropus dan Homo Sapiens ditinjau dari sudut
ciri-ciri fisiknya. Lembar ke 6, sama dengan masalah kelima dengan sudut
pandang berbeda yaitu dari perkembangan kemampuan manusia
khususnya dilihat dari volume otaknya.
Sebelum melakukan diskusi kelompok ahli, diberikan arahan
kepada siswa tentang ruang lingkup permasalahan yang menjadi tanggung
jawab masing-masing ahli. Tugas utama adalah mencari penyelesaian
terhadap permasalahan yang dibawa oleh masing-masing ahli, kemudian
pada diskusi kelompok asal, ahli ini akan bertugas sebagai pemberi
informasi kepada temannya tentang masalahnya masing-masing.
Siswa yang memiliki permasalahan sama, (warna kartu yang
sama) berkumpul menjadi satu kelompok, sehingga dalam diskusi ini
jumlah kelompok kelas menjadi 6 kelompok ahli. Proses pembentukkan
kelompok berlangsung selama lima menit.
Selama pelaksanaan diskusi dilakukan pengamatan terhadap
proses kerja kelompok dengan seksama dan mendatangi kelompok demi
kelompok untuk memastikan bahwa pembicaraan tidak menyimpang dari
permasalahan yang dihadapi.
d. Diskusi Pengajaran Teman Sebaya
Dalam tahap ini, siswa kelompok ahli kembali ke kelompok
asalnya. Dengan dipandu oleh ketua kelompok, masing-masing kelompok

27

ahli secara berurutan menyampaikan hasil diskusinya, kemudian teman


lainnya memperhatikan dan mencatat pokok-pokok jawaban yang penting
di buku catatannya. Secara bergantian dari ahli permasalahan satu hingga
ahli permasalahan ke enam.
e. Presentasi Hasil Diskusi Kelompok
Presentasi hasil diskusi kelompok dilakukan pada pertemuan ke
dua siklus I. Hal ini dimaksudkan agar anggota kelompok memiliki
kesiapan untuk mempresentasikan hasil diskusinya secara optimal.
Setelah kelas dibuka dengan apersepsi, siswa diminta untuk
membentuk kelompok sesuai dengan kelompok pertemuan pertama.
Waktu yang dibutuhkan relatif singkat antara empat sampai lima menit. Ini
sudah ada kemajuan dari sebelumnya.
Secara bergantian kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Dalam presentasi ini urutan yang dipilih adalah berdasarkan nomor urut
kelompok dan permasalahan. Jadi kelompok satu mempresentasikan
masalah nomor satu, kemudian kelompok lain memberikan tanggapannya,
boleh berupa pertanyaan atau tanggapan. Waktu yang dibutuhkan untuk
presentasi dibatasi sepuluh menit untuk masing-masing kelompok sudah
termasuk tanya jawabnya.
f. Pengambilan Kesimpulan
Setelah seluruh kelompok mempresentasikan hasil, dilakukan
penekanan-penekanan terhadap materi pembelajaran yang dibahas, dalam
bentuk kesimpulan secara berurutan dari masalah pertama sampai pada

28

masalah keenam. Siswa secara individu melakukan pembenahan terhadap


pokok-pokok materi yang telah direkam di buku catatannya.

3. Tahap Observasi
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan
siklus I mulai dari pertemuan pertama hingga kedua. Observasi ini
digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa dan kinerja guru selama
tindakan pembelajaran Jigsaw tentang Kehidupan Manusia pada masa pra
aksara di Indonesia. Setelah pembelajaran berakhir pada setiap pertemuan
diadakan diskusi dengan para observer untuk mengetahui temuan-temuan
selama tindakan pembelajaran sebagai bahan refleksi. Hasil observasi
selanjutnya dianalisis untuk diperbaiki pada pertemuan berikutnya. Dalam
melaksanakan observasi ini, digunakan instrumen dan format observasi.

4. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan selama
siklus I. Tahap ini merupakan tahap perenungan dari hasil mengamati
secara rinci segala hal yang terjadi di kelas baik berupa aktivitas siswa
maupun kinerja guru. Hasil refleksi selama dua pertemuan pada siklus I
tersebut, digunakan dasar rencana perbaikan tindakan pada siklus II.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, proses pembelajaran
teknik jigsaw menunjukkan dampak yang lebih baik dari pembelajaran
sebelumnya, meskipun masih banyak kekurangan.

29

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan ditemukan beberapa


kelemahan dari proses pembelajaran jigsaw pada siklus I ini. Kelemahan
pertama, perhatian siswa pada waktu pembentukan kelompok masih
belum optimal. Masih terlihat beberapa siswa tidak segera melaksanakan
tugas. Dalam catatan observer I menunjukkan bahwa kelompok dua
membutuhkan waktu paling lama, karena dua diantara anggotanya masih
menulis di mejanya sendiri. Kelemahan kedua, ketika proses diskusi ahli
masih terdapat siswa yang pasif. Pada diskusi kelompok ahli pada masalah
keempat terdapat dua siswa yang hanya diam saja, mereka baru aktif
setelah didekati dan diminta untuk berpartisipasi aktif. Sementara itu
observer kedua mencatat bahwa pada menit keempat puluh delapan dua
siswa dari kelompok ahli maslah ke enam melakukan aktivitasnya sendiri.
Kelemahan ketiga, terletak pada efektifitas penggunaan waktu untuk
setiap tahapan dalam diskusi. Waktu yang digunakan untuk melaksanakan
diskusi ahli terlalu banyak sehingga hampir menggunakan kesempatan
untuk diskusi pengajaran teman sebaya. Kelemahan keempat terjadi pada
waktu diskusi kelas, persebaran waktu untuk masing-masing kelompok
masih belum merata. Ketika awal-awal diskusi pada masalah pertama
samapai masalah keempat, waktu yang tersedia sangat cukup bahkan pada
masalah kelompok dua melebihi waktu yang disediakan sampai delapan
belas menit.
Selain kelemahan yang telah dipaparkan, terdapat beberapa
kelebihan. Ketika penjelasan awal mengenai metoda pembelajaran
disampaikan siswa terlihat sangat tertarik dan antusias untuk segera

30

melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan diskusi


perhatian dan motivasi siswa mengikuti pelajaran sangat tampak pada
keaktifan mereka mengajukan pertanyaan dan pendapat mengenai
permasalahan yang dihadapi dalam kelompok ahli. Peningkatan motivasi
ini diperlihatkan pula ketika terjadi diskusi kelas, jumlah siswa yang
mengangkat tangan cukup banyak, dari enam permasalahan yang
didiskusikan rata-rata terdapat lima sampai tujuh siswa mengajukan
pertanyaan. Tetapi dalam diskusi tersebut hanya dapat diakomodir dua
atau tiga pertanyaa yang disampaikan kepada kelompok penyaji.
Paparan di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada
sikus I memiliki kelemahan dan kelebihan. Tentunya kelebihan pada
siklus I tetap dipertahankan sedangkan kelemahannya diperbaiki pada
siklus II.

Siklus II
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada prinsipnya langkah-langkah sama seperti pada siklus I,
namun pelaksanaan pembelajarannya diperbaiki mengenai kelemahan
yang ditemukan selama siklus I. Hal-hal yang dilaksanakan pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
a. mengubah jumlah anggota kelompok-kelompok belajar dengan
anggota masing masing 6 orang siswa. Anggota kelompok pada
siklus II ini mengerjakan tugas yang berbeda dengan pada siklus I,

31

yaitu kelanjutan materi Siklus I tentang Kehidupan masyarakat Pra


aksara di Indonesia.
b. Memperbaiki rencana pembelajaran sesuai dengan strategi
pembelajaran Jigsaw untuk materi Kehidupan manusia pada masa
para aksara di Indonesia. Perbaikan RPP ini didasari pada hasil
pengamatan guru dalam proses pembelajaran selama siklus I dan
hasil postest.
c. Memperbaiki instrumen pengumpul data, lebih disesuaikan dengan
kebutuhan pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran Jigsaw
pada materi Kehidupan manusia pada masa para aksara di Indonesia
dan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I .
d. Memberi arahan dan motivasi kepada siswa untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran Jigsaw tentang Kehidupan manusia pada
masa Pra aksara.
e. Memperbaiki peranan guru dalam pembelajaran dengan berdasarkan
pada hasil refleksi siklus I .
Tindakan siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi dari
Siklus I. Pembentukan kelompok diubah modelnya, siswa diberi pilihan
dalam menentukan anggota kelompoknya. Penekanan tugas masingmasing anggota ahli lebih ditegaskan, mengingat tugasnya pada waktu
pembelajaran teman sebaya sangat ditentukan oleh kemampuan tim ahli.
Sedangkan kelemahan sehubungan dengan waktu, guru harus taat pada
jadwal waktu setiap tahap (sintak) pembelajaran yang telah ditentukan

32

dalam RPP. Berdasarkan hasil refleksi tersebut maka langkah pebelajaran


tetap pada rancangan.
Bahan pembelajaran pada siklus II merupakan kelanjutan dari
bahan siklus I, serta diperlukan juga soal tes untuk kegitan pretes dan post
tes selama pembelajaran.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Sama seperti pada siklus I, langkah-langkah pembelajaran yang
dilaksanakan tertuang dalam rencana pembelajaran.
a. Appersepsi dan Pengisian angket motivasi awal.
Selama proses pembelajaran berlangsung, komunikasi sudah
diciptakan sejak awal pembelajaran. Appersepsi dilakukan dengan tanya
jawab seputar kehadiran siswa, model pembelajaran yang telah dilakukan
pertemuan sebelumnya, serta penegasan tentang kelemahan pelaksanaan
siklus I.
Sebelum kegiatan diskusi dilaksanakan dilakukan pretes terlebih
dahulu. Siswa melaksanakan kegiatan ini lebih cepat karena telah
dilakukan pula pada siklus I.
b. Pembentukan Kelompok
Sebagaimana hasil refleksi, pembentukan kelompok untuk kelas
VII-B pada siklus II siswa diminta membentuk kelompok dengan memilih
sendiri anggota kelompoknya, mengingat bahwa pada waktu siklus I
proses ini memakan waktu lama. Jumlah siswa kelas ini 41, dan sesuai
perencanaan diperlukan pengelompokan menjadi 6 kelompok. Anggota

33

tiap kelompok bervasiasi, 5 kelompok terdiri atas 7 anggota dan yang satu
kelompok terdiri atas 6 orang. Masing-masing kelompok dipimpin oleh
ketua kelompok yang bertugas mengatur pembagian tugas dalam diskusi
kelompok ahli. Akibat dari keleluasaan membentuk kelompoknya sendiri
ini, maka kelompok yang terbentuk berubah menjadi 7 kelompok dengan
anggota rata-rata 6 orang. Ini menurut siswa yang lebih baik, karena
anggota kelompoknya lebih kecil. Proses pembentukan kelompok ini telah
diantisipasi dengan menyediakan kartu masalah diskusi lebih dari enam
eksemplar sehingga pengembangan jumlah kelompok ini tidak
bermasalah. Dengan perubahan ini proses pembentukan kelompok hanya
memakan waktu tiga menit.
c. Diskusi Kelompok Ahli
Dengan pengarahan guru, ketua kelompok membagi kartu diskusi
sebanyak enam lembar. Lembar 1 memecahkan masalah tentang
penafsiran terhadap peralatan dari masa palaeolithikum dihubungkan
dengan fungsi dan mata pencaharian. Lembar 2, penafsiran terhadap
peralatan dari masa neolithikum dihubungkan dengan fungsi, dan mata
pencaharian. Lembar 3 dan 4, melakukan penafsiran terhadap peninggalan
masa megalithukum dihubungkan dengan fungsi dan kepercayaan
masyarakat dengan jenis peninggalan yang berbeda. Lembar 5, membuat
analisa tentang hubungan pola kehidupan masyarakat dengan mata
pencaharian dan tempat tinggal. Lembar ke 6, mendiskripsikan kehidupan
kelompok masyarakat ditinjau dari bentuk kelompok dan hubungan antar
anggotanya..

34

Sebelum melakukan diskusi kelompok ahli, diberikan arahan


kepada siswa ruang lingkup permasalahan yang menjadi tanggung jawab
masing-masing ahli. Tugas utama adalah mencari penyelesaian terhadap
permasalahan yang dibawa oleh masing-masing ahli, kemudian pada
diskusi kelompok asalnya, ahli ini bertugas sebagai pemberi informasi
kepada temannya tentang permasalahan masing-masing.
Siswa yang memiliki permasalahan sama (warna kartu yang sama)
berkumpul menjadi satu kelompok, sehingga dalam diskusi ini kelompok
kelas menjadi 6 kelompok ahli. Proses pembentukkan kelompok
berlangsung selama empat menit dan ini lebih cepat dibanding siklus I.
Selama pelaksanaan diskusi dilakukan pengamatan terhadap
proses kerja kelompok dengan seksama dan mendatangi kelompok demi
kelompok untuk memastikan bahwa pembicaraan tidak menyimpang dari
permasalahan yang dihadapi.
d. Diskusi Pengajaran Teman Sebaya
Dalam tahap ini, anggota kelompok ahli kembali ke kelompok
asalnya sebagaimana pada siklus I. Dengan dipandu oleh ketua kelompok,
masing-masing kelompok ahli secara berurutan menyampaikan hasil
diskusinya, kemudian teman lainnya memperhatikan dan mencatat pokokpokok jawaban yang penting di buku catatannya. Secara bergantian dari
ahli permasalahan pertama hingga ahli permasalahan keenam. Untuk
kelompok tujuh yang anggotanya hanya lima, diminta untuk bertanya
kepada kelompok lain tentang permasalahan yang tidak dimiliki kelompok
ahlinya.

35

e. Presentasi Hasil Diskusi Kelompok


Presentasi hasil diskusi kelompok dilakukan pada pertemuan ke
dua sikls II. Hal ini dimaksudkan agar anggota kelompok memiliki
kesiapan untuk mempresentasikan hasil diskusinya optimal.
Setelah kelas dibuka dengan apersepsi, siswa diminta untuk
membentuk kelompok sesuai dengan kelompok pertemuan pertama.
Waktu yang dibutuhkan relatif singkat yaitu empat menit.
Secara acak kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam
presentasi ini dipilih berdasarkan nomor urut permasalahan, sehingga
kelompok yang akan presentasi ditentukan, kemudian kelompok lain
memberikan tanggapannya, boleh berupa pertanyaan atau tanggapan.
Mengingat dalam siklus II ini jumlah kelompok menjadi tujuh maka
ditentukan dua kelompok membahas permasalahan yang sama dalam satu
sesion, dalam hal ini kelompok empat bersamaan pembahasannya dengan
kelompok enam. Waktu yang dibutuhkan untuk presentasi dibatasi sepuluh
menit untuk masing-masing kelompok sudah termasuk tanya jawabnya.
Dalam diskusi ini pembagian waktu telah diperbaiki sehingga tiap
kelompok mendapatkan waktu yang cukup untuk mempresentasikan hasil
diskusinya.
f. Pengambilan Kesimpulan
Setelah seluruh kelompok mempresentasikan hasil, diberikan
penekanan-penekanan terhadap materi pembelajaran yang dibahas,
secara berurutan dari masalah pertama sampai pada masalah keenam.

36

Siswa secara individu melakukan pembenahan terhadap pokok-pokok


materi yang telah direkam di buku catatannya

3. Tahap Observasi
Sama seperti pada siklus I, observasi dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan siklus II mulai dari pertemuan pertama
hingga ke dua. Observasi ini digunakan untuk merekam segala aktivitas
siswa dan kinerja guru selama tindakan pembelajaran model Jigsaw
tentang Kehidupan manusia pada masa para aksara di Indonesia
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah
diperbaiki. Setelah pembelajaran berakhir pada setiap pertemuan
diadakan diskusi dengan para observer untuk mengetahui temuantemuan selama tindakan pembelajaran sebagai bahan refleksi.

4. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan setiap akhir pertemuan selama siklus
II. Tahap ini merupakan tahap mengamati secara rinci segala hal yang
terjadi di kelas baik berupa aktivitas siswa maupun kinerja guru. Hasil
refleksi selama dua pertemuan pada siklus II ini digunakan sebagai
rencana tindak lanjut pada pembelajaran selanjutnya.
Selama proses siklus II berlangsung tercatat beberapa kelebihan
yang bisa dikemukakan. Ketika penjelasan awal terhadap metoda
pembelajaran disampaikan siswa terlihat sangat tertarik dan antusias untuk
segera melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan diskusi

37

perhatian dan motivasi siswa mengikuti pelajaran sangat tampak pada


keaktifan mereka mengajukan pertanyaan dan pendapat sehubungan
dengan permasalahan yang dihadapi dalam kelompok ahli. Peningkatan
motivasi ini diperlihatkan pula ketika terjadi dikusi kelas, jumlah siswa
yang mengangkat tangan cukup banyak, dari enam permasalahan yang
didiskusikan rata-rata terdapat sembilan sampai sepuluh siswa
mengajukan pertanyaan. Hal ini mungkin disebabkan karena informasi
yang diberikan pada siswa bahwa siswa yang bertanya akan mendapatkan
penilaian baik, sehingga minat mereka untuk bertanya meningkat. Dalam
diskusi tersebut hanya dapat diakomodir dua atau tiga penanya untuk
disampaikan kepada kelompok penyaji.
Paparan di atas menunjukkan bahwa proses pembelajaran pada
sikus II telah sesuai dengan rencana untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa.

38

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Diskripsi Data Hasil Penelitian


1. Diskripsi Hasil Tindakan Siklus I
Setelah proses pembelajaran pada siklus I dilaksanakan, diberikan
angket motivasi belajar siswa bersamaan dengan kegiatan tes akhir
(postes). Pelaksanaan kegiatan ini diberikan di pertemuan tersendiri, di
luar jam pertemuan yang dirancang dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan
agar siswa memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri, mengingat
dalam penelitian ini rekaman prestasi belajar tetap harus berlangsung.
Data skor yang diperoleh berupa daftar ceklis yang disebarkan
kepada siswa pada awal, akhir siklus I dan akhir siklus II. Hasil ceklis
kemudian dilakukan penskoran. Tarap persetujuan yang disusun adalah
Sangat Setuju (SS), Setuju (S) Kurang Setuju (KS), dan Tidak Setuju (TS).
Skore dari masing-masing tarap persetujuan adalah (SS = 4; S = 3; KS =
2; dan TS = 1). Jumlah total dari masing-masing pernyataan merupakan
motivasi dari masing-masing siswa.
Hasil skor termuat dalam lampiran 6, setelah dilakukan klasifikasi
berdasarkan tabel 3.1 diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.1 Skor Motivasi Belajar Siswa pada awal Siklus I
INTERVAL
50 60
39 49
27 38
15 26

KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
38

FREKUENSI
1
11
27
2

PERSENTASE
2,44%
26,83%
65,85%
4,88%

39

Pada pengukuran motivasi belajar setelah proses pembelajaran


siklus I diperoleh data skor termuat dalam lampiran 7, setelah dilakukan
klasifikasi berdasarkan tabel 3.1 diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.2 Skor Motivasi Belajar Siswa pada akhir Siklus I


INTERVAL
50 60
39 49
27 38
15 26

KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang

FREKUENSI
3
31
7
0

PERSENTASE
7,32%
75,61%
17,07%
0%

Selama proses pembelajaran, observer melakukan pengamatan


untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa dalam pembelajaran.
Aspek yang diukur adalah keaktifan, kerjasama, antusias dan hasil kerja
kelompok. Data yang diperoleh (lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai
hasil pengamatan aktivitas diskusi oleh observer pertama 56,90, observer
kedua 54,68, dan observer ketiga 59,78. Hasil rata-rata dari ketiga
observer ini adalah 57,12.

2. Diskripsi Hasil Tindakan Siklus II


Setelah proses pembelajaran pada siklus II dilaksanakan, juga
diberikan angket motivasi belajar siswa bersamaan dengan kegiatan tes
akhir (postes). Pelaksanaan kegiatan ini diberikan di pertemuan tersendiri,
di luar jam pertemuan yang dirancang dalam penelitian.
Dengan pengukuran yang sama degan siklus I, data skor yang
diperoleh termuat dalam lampiran 8, setelah dilakukan klasifikasi
berdasarkan tabel 3.1 diperoleh data sebagai berikut:

40

Tabel 4.3 Skor Motivasi Belajar Siswa pada akhir Siklus II


INTERVAL
50 60
39 49
27 38
15 26

KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang

FREKUENSI
12
28
1
0

PERSENTASE
29,27%
68,29%
2,44%
0%

Selama proses pembelajaran dalam siklus II, observer melakukan


pengamatan untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran. Aspek yang diukur: keaktifan, kerjasama, antusias dan hasil
kerja kelompok. Data yang diperoleh (lampiran 10) menunjukkan bahwa
nilai hasil pengamatan aktivitas diskusi oleh observer pertama 76.05,
observer kedua 83.37, dan observer ketiga 78.59. Hasil rata-rata dari
ketiga observer ini adalah 79.33.
Dari hasil pencatatan dan observasi pada siklus I, diperoleh angka
partisipasi diskusi kelas (lampiran 11) bahwa motivasi bertanya
ditunjukkan oleh jumlah aktivitas individu sejumlah 9 orang, setelah
diminta partisipasi siswa menjawab pertanyaan tercatat 15 orang berusaha
menjawab pertanyaan, dan respon ini seluruhnya dapat diakomodir oleh
guru.
Dari hasil pencatatan dan observasi pada siklus II, diperoleh angka
partisipasi diskusi kelas (lampiran 12) bahwa motivasi bertanya yang
ditunjukkan dengan aktivitas bertanya siswa secara individu yang diberi
kesempatan bertanya 31 orang dari jumlah respon kelas yang mengajukan
untuk bertanya 54 orang. Ketika diajukan kesempatan menjawab,
diperoleh data 38 orang berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan
dalam diskusi.

41

B. Analisis Data
Pada pengukuran skor motivasi belajar siswa pada awal siklus I
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah cukup dengan
persentase sebesar 65,85%. sedangkan untuk kategori sangat baik 2,44%, baik
26,83% dan kurang 4,88%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan
proses pembelajaran dengan teknik jigsaw, persebaran motivasi siswa
beragam
Dari perolehan skor motivasi belajar siswa pada akhir siklus I
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah baik dengan
persentase sebesar 75,61%. sedangkan untuk kategori sangat baik 7,32%,
cukup 17,07% dan kurang 0%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan
proses pembelajaran dengan teknik jigsaw, motivasi belajar siswa meningkat.
Siswa dengan motivasi sangat baik dan baik meningkat, sedangkan jumlah
siswa dengan kategori motivasi cukup dan kurang jumlahnya menurun.
Perolehan skor motivasi belajar siswa pada akhir siklus II
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah baik dengan
persentase sebesar 68,29%. sedangkan untuk kategori sangat baik meningkat
dari 7,32% menjadi 29,27% pada siklus II, kategori cukup menurun dari
17,07% menjadi 2,44% dan kategori kurang tetap 0% .
Guna memperoleh gambaran mengenai peningkatan motivasi belajar
dari siklus I ke siklus II, disajikan tabel 4.4 berikut:

42

Tabel 4.4 Peningkatan Persentase Motivasi Belajar Siswa


INTERVAL
50 60
39 49
27 38
15 26

KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang

Awal Siklus
I
2.44%
26.83%
65,85%
4.88%

Akhir
Siklus I
7.32%
75.61%
17.07%
0%

Akhir
Siklus II
29,27%
68,29%
2,44%
0%

Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan proses pembelajaran


dengan teknik jigsaw, motivasi belajar siswa meningkat dari siklus I ke siklus
II. Siswa dengan motivasi sangat baik dan baik meningkat, sedangkan jumlah
siswa dengan kategori motivasi cukup dan kurang jumlahnya menurun.
Dari hasil observasi selama proses pembelajaran pada siklus I,
observer melakukan pengamatan untuk mengukur tingkat motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran. Aspek yang diukur adalah keaktifan, kerjasama,
antusias dan hasil kerja kelompok. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa
nilai hasil pengamatan aktivitas diskusi pada siklus I oleh observer pertama
56,90, observer kedua 54,68, dan observer ketiga 59,78. Hasil rata-rata dari
ketiga observer ini adalah 57,12.
Dari data tersebut menujukkan bahwa keaktifan siswa menujukkan
angka rata-rata 57,12. Ini berarti bahwa siswa cukup aktif dalam mengikuti
kegiatan diskusi.
Dari hasil pencatatan dan observasi pada siklus I, diperoleh angka
partisipasi diskusi kelas bahwa motivasi bertanya ditunjukkan oleh jumlah
aktivitas individu sejumlah 9 orang, setelah diminta partisipasi siswa
menjawab pertanyaan tercatat 15 orang berusaha menjawab pertanyaan, dan
respon ini seluruhnya dapat diakomodir oleh guru.

43

Dari hasil pencatatan tersebut. menunjukkan bahwa keaktifan siswa


secara individu yang diberi kesempatan bertanya 9 orang dari jumlah respon
kelas yang mengajukan untuk bertanya 15 orang. Ketika diajukan kesempatan
menjawab, diperoleh data 15 orang berusaha menjawab pertanyaan yang
diajukan dalam diskusi.
Selama proses pembelajaran pada siklus II, observer melakukan
pengamatan untuk mengukur tingkat motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran. Aspek yang diukur adalah keaktifan, kerjasama, antusias dan
hasil kerja kelompok. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai hasil
pengamatan aktivitas diskusi oleh observer pertama 76.05, observer kedua
83.37, dan observer ketiga 78.59. Hasil rata-rata dari ketiga observer ini
adalah 79.33.
Dari hasil data menujukkan bahwa keaktifan siswa menunjukkan
angka rata-rata 79,33 ini berarti bahwa siswa mengalami peningkatan
keaktifan dalam mengikuti kegiatan diskusi.
Dari hasil pencatatan dan observasi siklus II, diperoleh angka
partisipasi diskusi kelas bahwa motivasi bertanya yang ditunjukkan dengan
aktivitas bertanya siswa secara individu yang diberi kesempatan bertanya 31
orang dari jumlah respon kelas yang mengajukan untuk bertanya 54 orang.
Ketika diajukan kesempatan menjawab, diperoleh data 38 orang berusaha
menjawab pertanyaan yang diajukan dalam diskusi.
Berdasarkan paparan di atas ada peningkatan nilai partisipasi siswa
dalam mengikuti diskusi dari siklus I ke siklus II, sebesar 22,22. Sedangkan
partisipasi dalam diskusi kelas, jumlah individu yang bertanya mengalami

44

peningkatan 21 siswa, partisipasi dalam menjawab pertanyaan meningkat


sebesar 23 siswa, dan jumlah respos untuk bertanya meningkat 39 siswa.

C. Temuan Penelitian
Berdasarkan diskripsi data dan analisa data penelitian ditemukan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran teknik
jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap mata
pelajaran IPS, khususnya materi kehidupan manusia pada masa pra
aksara.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran teknik
jigsaw meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran di kelas.

45

BAB V
PEMBAHASAN

A. Peningkatan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran


teknik jigsaw
Observasi awal yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa cenderung
pasif dalam menerima informasi dari guru. Perhatian terhadap guru rendah,
ditunjukkan oleh tindakan siswa saat pembelajaran, mereka terlihat gaduh,
membaca buku ketika guru menerangkan, dan sesekali berbicara dengan
temanya. Siswa tidak tertarik terhadap pembelajaran yang sedang
berlangsung.
Dari hasil pengamatan pula diketahui bahwa keterlibatan siswa
terhadap proses pembelajaran rendah. Hal ini ditunjukkan dalam kegiatan
diskusi, ketika diminta guru membentuk kelompok waktu yang dibutuhkan
relatif lama, jumlah pertanyan yang diajukan oleh siswa hanya melibatkan 2
siswa dari 6 kelompok yang ada. Usaha guru memancing siswa untuk
bertanya tidak berhasil. Rendahnya minat berkelompok berakibat keterlibatan
dan partisipasi dalam diskusi menjadi rendah. Hal ini menunjukkan rendahnya
motivasi belajar siswa dalam mengikuti pelajaran IPS.
Kondisi siswa tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan terhadap
kemanfaatan mata pelajaran yang rendah, berarti dalam hal ini motif siswa
tidak aktif dan kebutuhan untuk mencapai tujuan yang dapat
dirasakan/mendesak tidak muncul (Sardiman, 2007:73).

45

46

Berdasarkan pengamatan dan permasalahan di atas, maka diputus


untuk melakukan proses pembelajaran cooperative learning teknik Jigsaw
pada pokok bahasan kehidupan manusia pada masa para aksara di Indonesia.
Selanjutnya disusun suatu perencanaan pembelajaran yang mengacu pada
model dan materi yang dihadapi. Hal ini dilakukan agar motivasi belajar siswa
meningkat sehingga pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan.
(Sibermen, 2001:160).
Sebagai dasar di awal pembelajaran, diberikan angket motivasi belajar
siswa. Pada pengukuran awal ini diperoleh data kategori sangat baik sebesar
2,44%, kategori baik sebesar 26,83% dan kategori cukup sebesar 65,85%.
sedangkan untuk dan kategori motivasi belajar kurang 4,88%. Dari data ini
menunjukkan bahwa kategori motivasi belajar siswa terbesar adalah cukup
yaitu 65,85%.
Pengukuran tingkat motivasi pada awal pembelajaran sebagaimana
dalam paparan pelaksanaan penelitian, dilakukan pada situasi mendadak dan
beberapa siswa masih ragu-ragu. Dampak dari pengertian siswa tersebut
memungkinkan untuk diperoleh data yang sesuai dengan keadaan sebenarnya,
sehingga data yang diperoleh pada awal pembelajaran ini dapat dipergunakan
untuk mengukur peningkatan motivasi belajar siswa setelah proses
pembelajaran.
Pada akhir siklus I keadaan motivasi belajar siswa menjadi kategori
sangat baik 7,32%, kategori baik sebesar 75,61%. sedangkan untuk kategori,
cukup 17,07% dan kurang 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kategori motivasi
sangat baik mengalami peningkatan 4,88%, sedangkan kategori baik

47

miningkat sebesar 48,78%. Hal ini berarti bahwa siswa dengan kategori
motivasi belajar cukup dan kurang jumlahnya menurun.
Pada akhir siklus II setelah dilakukan pengukuran motivasi belajar
keadaannya adalah kategori sangat baik 29,27%, kategori baik sebesar
68,29%. sedangkan untuk kategori cukup sebesar 2,44% dan kategori motivasi
belajar kurang tetap 0%. Peningkatan motivasi belajar pada akhir siklus II
dimana kelompok motivasi sangat baik meningkat sebesar 21,95%, kategori
baik turun sebesar 7,32%, kategori cukup turun sebesar 14,63% dan kurang
jumlahnya tetap 0%.
Hasil temuan lapangan yang diperoleh dari observasi dan wawancara
dengan sebagian siswa bahwa setelah pembelajaran model jigsaw
dilaksanakan ternyata siswa sangat senang dan antusias melakukan diskusi.
Sebagian besar siswa terlibat dalam kegiatan diskusi sehingga kondisi ini
sangat membantu dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan pembelajaran
model ini kondisi motivasional sebagaimana dikemukakan Keller (dalam
Santoso, 2007:42) dapat dicapai, perhatian siswa terpupuk,
kesesuaian/relevansi dengan tujuan pembelajaran tercapai, kepercayaan diri
siswa meningkat, dan pada akhir pembelajaran siswa terasa puas.
Berdasarkan paparan, temuan-temuan hasil pengamatan, dan
pembahasan di atas, menunjukkan bahwa Model Pembelajaran teknik Jigsaw
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian permasalahan
apakah penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan motivasi
belajar IPS pada siswa, ternyata sesuai dengan hasil penelitian yang
diperoleh.

48

B. Model pembelajaran teknik jigsaw meningkatkan aktivitas belajar


siswa
Model Pembelajaran teknik jigsaw merupakan alternatif menarik
dalam pembelajaran (Sibermen, 2001:160). Kegiatan siswa dalam belajar
difokuskan pada kegiatan mandiri dan kelompok, yang mengandalkan
keahliannya kemudian menyampaikannya kepada teman satu tim yang tidak
mempelajari keahliannya. Dalam diskusi tercipta kondisi bahwa mereka
termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang
dipelajari teman satu timnya (Nur, 2000:9)
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai hasil pengamatan
aktivitas diskusi rata-rata dari ketiga observer pada siklus I ke siklus II adalah
57,12 menjadi 79,34. Dari data ini berarti keaktifan siswa mengalami
kenaikan angka rata-rata sebesar 22,22 dengan demikian siswa mengalami
peningkatan keaktifan dalam mengikuti kegiatan diskusi.
Pada siklus I, yang diberi kesempatan bertanya 9 orang dari jumlah
respon kelas yang mengajukan untuk bertanya 15 orang. Ketika diajukan
kesempatan menjawab, diperoleh data 15 orang berusaha menjawab
pertanyaan yang diajukan dalam diskusi. Peningkatan keaktifan siswa secara
individu selama proses pembelajaran pada siklus II, diperoleh angka
partisipasi diskusi kelas secara individu yang diberi kesempatan bertanya 31
orang dari jumlah respon kelas yang mengajukan untuk bertanya 54 orang.
Ketika diajukan kesempatan menjawab, diperoleh data 38 orang berusaha
menjawab pertanyaan yang diajukan dalam diskusi.

49

Berdasarkan paparan di atas ada peningkatan nilai partisipasi dalam


diskusi kelas dari siklus I ke siklus II, jumlah individu yang bertanya
mengalami peningkatan 21 siswa, partisipasi dalam menjawab pertanyaan
meningkat sebesar 23 siswa, dan jumlah respos untuk bertanya meningkat 39
siswa.
Meningkatnya tingkat aktivitas siswa dalam belajar dari siklus ke
siklus sesuai dengan karakteristik model pembelajaran jigsaw, yang
membangkitkan motivasi siswa dalam belajar. Motivasi terbesar dalam belajar
yang tampak dalam proses ini adalah motivasi instrinsik dan ekstrinsik dari
siswa untuk tampil dalam mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok ahli
kepada teman satu timnya. Pada saat ini kepercayaan pada diri siswa tumbuh
dan melahirkan motivasi untuk memperlajari apa-apa yang menjadi tugas dan
kewajibannya. (Hamzah, 2007:23).
Peningkatan aktivitas siswa pada siklus II sangat menonjol disebabkan
oleh rangsangan untuk menumbuhkan motivasi belajar selama diskusi kelas.
Pernyataan bahwa siswa yang ikut aktif dalam kegiatan diskusi akan
mendapatkan nilai baik, sebagaimana dalam paparan refleksi diskusi siklus II,
sangat memberikan rangsangan secara ekstrinsik terhadap tumbuhnya
motivasi belajar siswa. Angka-angka baik yang disimbolkan oleh observer
untuk merekam aktivitas belajar siswa di kelas, menjadi tujuan bagi siswa
dalam pembelajaran dikelas.
Sardiman (2001: 92) menyatakan bahwa angka-angka yang baik itu
bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Selanjutnya, bahwa
memang ada siswa yang hanya mengejar angka-angka itu sebagai tujuan

50

pokok agar naik kelas saja, namun motivasi untuk mendapatkan nilai baik,
tentu memiliki tarap yang lebih tinggi. Makna dari peningkatan motivasi pada
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam
mengaitkan angka-angka yang diperoleh siswa dengan nilai (values) yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkannya.
Berdasarkan paparan, temuan-temuan hasil pengamatan, dan
pembahasan di atas, menunjukkan bahwa Model Pembelajaran teknik Jigsaw
juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan terbangkitkannya motivasi belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran teknik jigsaw. Dengan demikian
penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa, ternyata mendukung hasil penelitian yang diperoleh.

51

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat disimpulkan:
1. Penerapan model pembelajaran teknik jigsaw dapat meningkatkan
motivasi belajar IPS pada siswa kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang.
2.

Penerapan model pembelajaran teknik jigsaw dapat


meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang

B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disarankan
berkenaan dengan pemanfaatan hasil penelitian dan penelitian lanjutan.
1. Saran-saran untuk pemanfaatan hasil penelitian
a. Bagi guru
Model pembelajaran teknik jigsaw dapat diterapkan sebagai alternatif
pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar IPS di sekolah.
Guru dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan
untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
bahan pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dengan tetap memperhatikan prinsip pembelajaran yang menarik dan
dapat memotivasi belajar siswa.

51

52

b. Bagi siswa
Siswa disarankan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran model
pembelajaran ini dengan baik karena sangat membantu untuk melatih
diri dalam berbagai kemampuan, khusus kemampuan kerjasama dan
meningkatkan motivasi belajarnya.
c. Bagi sekolah
Sekolah diharapkan dapat memberikan fasilitas pembelajaran guna
mengembangkan model pembelajaran jigsaw, mengingat penerapan
model pembelajaran ini memerlukan dukungan sarana-prasarana yang
memadai agar proses pembelajaran mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Saran-saran untuk penelitian lanjutan
a. Penelitian lanjutan hendaknya dapat diarahkan pada topik-topik
pembelajaran yang lain terutama untuk materi yang dianggap sulit
oleh siswa atau materi IPS yang memiliki cakupan luas.
b. Penggunaan model pembelajaran jigsaw dalam meningkatkan
motivasi dan keaktifan belajar siswa dipandang perlu untuk
dihubungkan dengan peningkatan prestasi siswa, dalam hal ini masih
terbuka kemungkinan dilakukan penelitian lanjutan.

53

DAFTAR RUJUKAN
Hamzah, H., 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya : analisa di bidang
pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Jalil, A, 2006. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing ubtuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Malang
pada Konsep Sistem Hormon Tahun Pembelajaran 2004/2005, Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.
Kuserin, 2006. Penerapan Metode Jigsaw untuk mempercepat Pemahaman Unsur
Abstrak pada pembelajaran IPS Geografi siswa kelas IX-C SMP Negeri 1
Kembangbahu Lamongan, Forum Penelitian Kependidikan, X(12): 54-63.
Mentari, S., Sulastri & Yuli Widiastuti, 2006. Efektivitas Relative Penggunaan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam mata
kuliah Aspek Hukum Bisnis, PTK Tidak diterbitkan, Malang: Fakultas
Ekonomi Universitas negeri Malang.
Nur, M., & Wulandari, P.R., 2000. Pengajaran Berpusat kepada siswa dan
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran, Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
Nur, M., 2005. Pembelajaran Kooperatif Tim Penegembang LPMP Jawa Timur
dan PSMS Unesa, Surabaya, UNESA: Pusat Sains dan Matematika
Sekolah.
Santoso, 2007. Pengaruh Interaksi antara Pemberian Balikan dan Sikap
Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar dan Perolehan Hasil Belajar
Fisika Siswa MTs Putra-putri Kelas 2 Lamongan, Tesis tidak diterbitkan.
Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Sardiman, A.M., 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Silberman, M.L, 1996. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif,
terjemahan oleh Sarjuli, Ammar, A., Sutrisno, Arifin, Z.A. & Muqowin,
2002. Yogyakarta: Yappendis.
Sunarmi, Damanhuri, A. & Setyowati, E., 2006. Penggunaan Metoda
Pembelajaran Kooperatif teknik Jigsaw untuk meningkatkan hasi belajar
konsep genetika siswa kelas III SMU Negeri 2 Blitar, PTK tidak
diterbitkan, Malang: Universitas Negeri Malang.
Sunaryono, 2006. Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar
Fisika melalui Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme pada Siswa Kelas
X SMA ISLAM Disamakan Malang, PTK tidak diterbitkan, Malang:
Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Malang.
Supraptama, 2001. Meningkatkan motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran
Geografi melalui Pendekatan Cooperative Learning, Jurnal Penelitian
Tindakan Kelas, I(3): 216-221.

Anda mungkin juga menyukai