BAB I
PENDAHULUIAN
A. Latar Masalah
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dalam penelitian ini
dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran
Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar IPS pada siswa Kelas VII-B
SMP Negeri 5 Malang?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan motivasi belajar IPS pada
siswa Kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang dalam memahami kehidupan
masyarakat pada masa pra aksara di Indonesia melalui penerapan model
pembelajaran jigsaw.
D. Definisi Operasional
1. Motivasi Belajar IPS
Motivasi merupakan suatu usaha untuk menggerakkan,
mengarahkan, serta menggiatkan seseorang agar ia terdorong untuk
melakukan tindakan dalam mencapai tujuan. Dalam penelitian ini
motivasi belajar IPS adalah dorongan belajar siswa yang ditimbulkan atas
usaha yang dilakukan oleh guru dalam mendorong siswa untuk mengikuti
pembelajaran di sekolah khsusnya dalam mata pelajaran IPS.
2. Pembelajaran Jigsaw
Dalam penelitian ini, metoda Pembelajaran Cooperative Learning
teknik jigsaw dengan ciri utama diskusi yang dibagi pada dua tahap,
pertama adalah diskusi kelompok ahli dan kedua diskusi teman sebaya,
dimana pada tahap kedua ini setiap siswa yang telah menguasai
permasalahan pada diskusi pertama menyampaikan hasil diskusinya pada
teman lain di kelompok awal.
E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai fihak,
yaitu:
1. Bagi siswa, bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar IPS,
khususnya materi Kehidupan Manusia pada masa Pra-aksara di Indonesia.
2. Bagi Guru, sebagai bahan rujukan kegiatan pembelajaran khususnya
pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi.
3. Bagi Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penentuan
kebijakan dalam pemenuhan sarana prasarana kelas. Hal ini berhubungan
dengan pemilihan tempat duduk dan meja belajar siswa yang mendukung
terlaksananya kegiatan diskusi kelas.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk
meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi dapat
dirangsang dari faktor luar (ekstrinsik) dan dari faktor dalam diri
seseorang (instrinsik). Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang
tepat. Kegagalan siswa dalam belajar tidak selamanya disebabkan oleh
kesalahan siswa itu sendiri, ada kemungkinan lain yaitu adanya ketidak
berhasilan guru dalam memberikan motivasi untuk belajar
Jenis motivasi secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan
daya penggerak psikis dalam diri siswa untuk menimbulkan suatu
kegiatan belajar, dengan tanpa adanya himbauan ataupun kondisi yang
memaksanya. Keadaan ini berkosekuensi siswa yang termotivasi secara
instrinsik senantiasa tekun belajar karena kebutuhan bukan untuk pujian
atau hadiah tertentu.
Motivasi instrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik karena
keadaan penggerak psikis yang muncul dari dalam kesadarannya sendiri,
yang didukung oleh kebutuhan-kebutuhan terhadap obyek tertentu. Siswa
yang mempunyai jenis motivasi ini biasanya tak kenal putus asa sebelum
tujuannya tercapai, dengan segala upaya dan cara bagaimana ia
mendapatkan dari pelajaran tersebut. Motivasi ektrinsik datang dari luar
psikis siswa, seperti guru, teman-teman, lingkungan belajar dan
sebagainya.
Hamzah (2007:23) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar
10
11
dan Tidak Setuju (TS). Skore dari masing-masing tarap persetujuan adalah
(SS = 4 ; S = 3 ; KS = 2 ; dan TS = 1). Jumlah total dari masing-masing
pernyataan merupakan motivasi dari masing-masing siswa.
12
13
14
BAB III
METODA PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini berusaha meningkatkan motivasi belajar siswa dengan
model pembelajaran Jigsaw. Penelitian yang digunakan adalah Penelitian
Tindakan Kelas yang dikenal dengan PTK. Data yang dikumpulkan berupa
hasil pengamatan/observasi secara terus menerus dalam proses pembelajaran
dan instrumen angket yang diisi oleh siswa tentang motivasi belajarnya, di
awal pelajaran, dan akhir setiap siklus. Dalam pelaksanaan kegiatan peneliti
terlibat langsung dari awal hingg berakhirnya penelitian yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi di setiap akhir tindakan dan
pembuatan laporan.
Rancangan penelitian yang dibuat sesuai dengan masalah yang diangkat
dalam situasi nyata di lapangan, bahwa kurangnya motivasi belajar siswa
disebabkan oleh model pembelajaran yang dipakai oleh guru kurang menarik
minat siswa. Karena itu diupayakan untuk meningkatkan motivasi siswa
melalui pembelajaran Jigsaw.
Selanjutnya sebagai model rancangan penelitian mengacu pada Kemmis
& Mc. Taggart (dalam Jalil, 2007:33). Alur kegiatan penelitian sebagai
berikut:
14
15
Rencana
Tindakan
Refleksi
Siklus I
Tindakan dan
Observasi
Revisi
Perencanaa
n
Refleksi
Siklus II
Tindakan dan
Observasi
16
B. Subyek Penelitian
Subyek dalam PTK ini adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang
tahun pelajaran 2008/2009 dengan jumlah siswa sebanyak 41 orang.
Penentuan kelas ini dilaksanakan berdasarkan hasil investigasi terhadap kelas
dalam kegiatan Pemantapan Kepampuan Mengajar Sertifikasi Guru dalam
Jabatan melalui jalar Pendidikan tahun 2008.
D. Data Penelitian
Untuk mengukur Proses Pembelajaran dengan model Jigsaw,
dalam penelitian ini data penelitian sebagai berikut:
a. Data Skor Motivasi Belajar.
Data ini diperoleh dari hasil angket yang diberikan kepada siswa
dengan menggunakan instrumen yang berupa angket, terdiri atas 15
butir pertanyaan mengenai tarap persetujuan siswa dalam mempelajari
17
IPS. Dengan instrumen ini setiap siswa diminta untuk mengisi setiap
pernyataan yang diberikan, dimana setiap pernyataan menunjukkan
tarap persetujuan. Tarap persetujuan yang disusun dalam penelitian ini
adalah Sangat Setuju (SS), Setuju (S) Kurang Setuju (KS), dan Tidak
Setuju (TS). Skore dari masing-masing tarap persetujuan adalah (SS =
4; S = 3; KS = 2; dan TS = 1). Jumlah total dari masing-masing
pernyataan merupakan motivasi dari masing-masing siswa.
18
E. Instrumen Penelitian
1. Angket Motivasi Belajar Siswa
Untuk mengukur tinggi rendahnya motivasi belajar siswa dalam
penelitian ini, angket motivasi belajar diberikan di awal siklus I sebelum
melakukan penelitian. Ini dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya
motivasi belajar siswa sebelum diberlakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan model Jigsaw. Selanjutnya untuk mengetahui
perkembangan motivasi belajar siswa, angket motivasi juga diberikan
pada akhir siklus I dan siklus II.
Angket motivasi siswa yang digunakan merupakan adopsi dari
penelitian yang dilakukan oleh Sunaryono (2006:60) dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi pengamatan proses pembelajaran IPS di
kelas. (lampiran 3)
2. Rubrik/Lembar Observasi
Dalam penelitian ini observasi dilaksanakan untuk melihat proses
pembelajaran dan perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung motivasi siswa
ketika melakukan diskusi kelompok dan kelas. Hasil pengamatan
dipergunakan sebagai bahan refleksi dan mencocokkannya dengan yang
telah diisi dalam angket motivasi siswa.
Lembar ini terdiri atas lembar observasi kegiatan diskusi
kelompok untuk individual, dan lembar observasi kegiatan diskusi kelas.
(lampiran 4 dan 5)
19
F. Analisis Data
Analisis data penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif
berdasarkan hasil observasi terhadap proses dan hasil belajar siswa dengan
langkah sebagai berikut.
1. Melakukan reduksi, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang
telah terkumpul.
2. Melakukan interpretasi, yaitu menafsirkan selanjutnya diwujudkan dalam
bentuk pernyataan.
3. Melakukan analisis hasil observasi guru terhadap pelaksanaan diskusi.
4. Melakukan analisis terhadap proses hasil pengamatan guru terhadap
presentasi siswa.
5. Melakukan analisis inferensi, yaitu menyimpulkan apakah dalam tindakan
pembelajaran ini terjadi peningkatan motivasi siswa atau tidak
berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan bersama observer.
6. Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkah perbaikan untuk
siklus berikutnya.
7. Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan analisis hasil observasi
yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian dituangkan dalam
bentuk interpretasi berupa kalimat pernyataan.
Dari ketujuh langkah tersebut di atas, selanjutnya menetapkan
pedoman peningkatan kualitas belajar IPS SMP Negeri 5 Malang dengan
indikator penilaian motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPS dari siklus I
ke siklus II, observasi serta wawancara dapat diketahui keadaan motivasi
siswa dalam mempelajari IPS. Penentuan peningkatan motivasi belajar dapat
20
Kriteria
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
G. Prosedur Penelitian
21
22
23
Siklus I
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini hal-hal yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Membentuk kelompok-kelompok diskusi dan observasi dengan
anggota masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang siswa.
b. Menyusun rencana pembelajaran sesuai dengan strategi
pembelajaran Jigsaw dengan kegiatan meliputi langkah-langkah
sebagai berikut: 1) menyusun RPP untuk setiap pertemuan yang di
dalamnya memuat skenario pembelajaran sesuai strategi yang
dipilih, yaitu model pembelajaran kooperatip teknik Jigsaw
(Lampiran 1). 2) menyusun LKS sesuai dengan kegiatan
pembelajaran pada setiap pertemuan. (Lampiran 2)
24
25
26
27
28
3. Tahap Observasi
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan
siklus I mulai dari pertemuan pertama hingga kedua. Observasi ini
digunakan untuk merekam segala aktivitas siswa dan kinerja guru selama
tindakan pembelajaran Jigsaw tentang Kehidupan Manusia pada masa pra
aksara di Indonesia. Setelah pembelajaran berakhir pada setiap pertemuan
diadakan diskusi dengan para observer untuk mengetahui temuan-temuan
selama tindakan pembelajaran sebagai bahan refleksi. Hasil observasi
selanjutnya dianalisis untuk diperbaiki pada pertemuan berikutnya. Dalam
melaksanakan observasi ini, digunakan instrumen dan format observasi.
4. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan selama
siklus I. Tahap ini merupakan tahap perenungan dari hasil mengamati
secara rinci segala hal yang terjadi di kelas baik berupa aktivitas siswa
maupun kinerja guru. Hasil refleksi selama dua pertemuan pada siklus I
tersebut, digunakan dasar rencana perbaikan tindakan pada siklus II.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, proses pembelajaran
teknik jigsaw menunjukkan dampak yang lebih baik dari pembelajaran
sebelumnya, meskipun masih banyak kekurangan.
29
30
Siklus II
1. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada prinsipnya langkah-langkah sama seperti pada siklus I,
namun pelaksanaan pembelajarannya diperbaiki mengenai kelemahan
yang ditemukan selama siklus I. Hal-hal yang dilaksanakan pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
a. mengubah jumlah anggota kelompok-kelompok belajar dengan
anggota masing masing 6 orang siswa. Anggota kelompok pada
siklus II ini mengerjakan tugas yang berbeda dengan pada siklus I,
31
32
33
tiap kelompok bervasiasi, 5 kelompok terdiri atas 7 anggota dan yang satu
kelompok terdiri atas 6 orang. Masing-masing kelompok dipimpin oleh
ketua kelompok yang bertugas mengatur pembagian tugas dalam diskusi
kelompok ahli. Akibat dari keleluasaan membentuk kelompoknya sendiri
ini, maka kelompok yang terbentuk berubah menjadi 7 kelompok dengan
anggota rata-rata 6 orang. Ini menurut siswa yang lebih baik, karena
anggota kelompoknya lebih kecil. Proses pembentukan kelompok ini telah
diantisipasi dengan menyediakan kartu masalah diskusi lebih dari enam
eksemplar sehingga pengembangan jumlah kelompok ini tidak
bermasalah. Dengan perubahan ini proses pembentukan kelompok hanya
memakan waktu tiga menit.
c. Diskusi Kelompok Ahli
Dengan pengarahan guru, ketua kelompok membagi kartu diskusi
sebanyak enam lembar. Lembar 1 memecahkan masalah tentang
penafsiran terhadap peralatan dari masa palaeolithikum dihubungkan
dengan fungsi dan mata pencaharian. Lembar 2, penafsiran terhadap
peralatan dari masa neolithikum dihubungkan dengan fungsi, dan mata
pencaharian. Lembar 3 dan 4, melakukan penafsiran terhadap peninggalan
masa megalithukum dihubungkan dengan fungsi dan kepercayaan
masyarakat dengan jenis peninggalan yang berbeda. Lembar 5, membuat
analisa tentang hubungan pola kehidupan masyarakat dengan mata
pencaharian dan tempat tinggal. Lembar ke 6, mendiskripsikan kehidupan
kelompok masyarakat ditinjau dari bentuk kelompok dan hubungan antar
anggotanya..
34
35
36
3. Tahap Observasi
Sama seperti pada siklus I, observasi dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan siklus II mulai dari pertemuan pertama
hingga ke dua. Observasi ini digunakan untuk merekam segala aktivitas
siswa dan kinerja guru selama tindakan pembelajaran model Jigsaw
tentang Kehidupan manusia pada masa para aksara di Indonesia
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah
diperbaiki. Setelah pembelajaran berakhir pada setiap pertemuan
diadakan diskusi dengan para observer untuk mengetahui temuantemuan selama tindakan pembelajaran sebagai bahan refleksi.
4. Tahap Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan setiap akhir pertemuan selama siklus
II. Tahap ini merupakan tahap mengamati secara rinci segala hal yang
terjadi di kelas baik berupa aktivitas siswa maupun kinerja guru. Hasil
refleksi selama dua pertemuan pada siklus II ini digunakan sebagai
rencana tindak lanjut pada pembelajaran selanjutnya.
Selama proses siklus II berlangsung tercatat beberapa kelebihan
yang bisa dikemukakan. Ketika penjelasan awal terhadap metoda
pembelajaran disampaikan siswa terlihat sangat tertarik dan antusias untuk
segera melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam pelaksanaan diskusi
37
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
38
FREKUENSI
1
11
27
2
PERSENTASE
2,44%
26,83%
65,85%
4,88%
39
KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
FREKUENSI
3
31
7
0
PERSENTASE
7,32%
75,61%
17,07%
0%
40
KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
FREKUENSI
12
28
1
0
PERSENTASE
29,27%
68,29%
2,44%
0%
41
B. Analisis Data
Pada pengukuran skor motivasi belajar siswa pada awal siklus I
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah cukup dengan
persentase sebesar 65,85%. sedangkan untuk kategori sangat baik 2,44%, baik
26,83% dan kurang 4,88%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukan
proses pembelajaran dengan teknik jigsaw, persebaran motivasi siswa
beragam
Dari perolehan skor motivasi belajar siswa pada akhir siklus I
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah baik dengan
persentase sebesar 75,61%. sedangkan untuk kategori sangat baik 7,32%,
cukup 17,07% dan kurang 0%. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan
proses pembelajaran dengan teknik jigsaw, motivasi belajar siswa meningkat.
Siswa dengan motivasi sangat baik dan baik meningkat, sedangkan jumlah
siswa dengan kategori motivasi cukup dan kurang jumlahnya menurun.
Perolehan skor motivasi belajar siswa pada akhir siklus II
menunjukkan bahwa kategori yang paling menonjol adalah baik dengan
persentase sebesar 68,29%. sedangkan untuk kategori sangat baik meningkat
dari 7,32% menjadi 29,27% pada siklus II, kategori cukup menurun dari
17,07% menjadi 2,44% dan kategori kurang tetap 0% .
Guna memperoleh gambaran mengenai peningkatan motivasi belajar
dari siklus I ke siklus II, disajikan tabel 4.4 berikut:
42
KRITERIA
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Awal Siklus
I
2.44%
26.83%
65,85%
4.88%
Akhir
Siklus I
7.32%
75.61%
17.07%
0%
Akhir
Siklus II
29,27%
68,29%
2,44%
0%
43
44
C. Temuan Penelitian
Berdasarkan diskripsi data dan analisa data penelitian ditemukan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran teknik
jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa terhadap mata
pelajaran IPS, khususnya materi kehidupan manusia pada masa pra
aksara.
2. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran teknik
jigsaw meningkatkan aktivitas siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran di kelas.
45
BAB V
PEMBAHASAN
45
46
47
miningkat sebesar 48,78%. Hal ini berarti bahwa siswa dengan kategori
motivasi belajar cukup dan kurang jumlahnya menurun.
Pada akhir siklus II setelah dilakukan pengukuran motivasi belajar
keadaannya adalah kategori sangat baik 29,27%, kategori baik sebesar
68,29%. sedangkan untuk kategori cukup sebesar 2,44% dan kategori motivasi
belajar kurang tetap 0%. Peningkatan motivasi belajar pada akhir siklus II
dimana kelompok motivasi sangat baik meningkat sebesar 21,95%, kategori
baik turun sebesar 7,32%, kategori cukup turun sebesar 14,63% dan kurang
jumlahnya tetap 0%.
Hasil temuan lapangan yang diperoleh dari observasi dan wawancara
dengan sebagian siswa bahwa setelah pembelajaran model jigsaw
dilaksanakan ternyata siswa sangat senang dan antusias melakukan diskusi.
Sebagian besar siswa terlibat dalam kegiatan diskusi sehingga kondisi ini
sangat membantu dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan pembelajaran
model ini kondisi motivasional sebagaimana dikemukakan Keller (dalam
Santoso, 2007:42) dapat dicapai, perhatian siswa terpupuk,
kesesuaian/relevansi dengan tujuan pembelajaran tercapai, kepercayaan diri
siswa meningkat, dan pada akhir pembelajaran siswa terasa puas.
Berdasarkan paparan, temuan-temuan hasil pengamatan, dan
pembahasan di atas, menunjukkan bahwa Model Pembelajaran teknik Jigsaw
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian permasalahan
apakah penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan motivasi
belajar IPS pada siswa, ternyata sesuai dengan hasil penelitian yang
diperoleh.
48
49
50
pokok agar naik kelas saja, namun motivasi untuk mendapatkan nilai baik,
tentu memiliki tarap yang lebih tinggi. Makna dari peningkatan motivasi pada
proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam
mengaitkan angka-angka yang diperoleh siswa dengan nilai (values) yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkannya.
Berdasarkan paparan, temuan-temuan hasil pengamatan, dan
pembahasan di atas, menunjukkan bahwa Model Pembelajaran teknik Jigsaw
juga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan terbangkitkannya motivasi belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran teknik jigsaw. Dengan demikian
penerapan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa, ternyata mendukung hasil penelitian yang diperoleh.
51
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat disimpulkan:
1. Penerapan model pembelajaran teknik jigsaw dapat meningkatkan
motivasi belajar IPS pada siswa kelas VII-B SMP Negeri 5 Malang.
2.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disarankan
berkenaan dengan pemanfaatan hasil penelitian dan penelitian lanjutan.
1. Saran-saran untuk pemanfaatan hasil penelitian
a. Bagi guru
Model pembelajaran teknik jigsaw dapat diterapkan sebagai alternatif
pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar IPS di sekolah.
Guru dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan rujukan
untuk memilih model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
bahan pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
dengan tetap memperhatikan prinsip pembelajaran yang menarik dan
dapat memotivasi belajar siswa.
51
52
b. Bagi siswa
Siswa disarankan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran model
pembelajaran ini dengan baik karena sangat membantu untuk melatih
diri dalam berbagai kemampuan, khusus kemampuan kerjasama dan
meningkatkan motivasi belajarnya.
c. Bagi sekolah
Sekolah diharapkan dapat memberikan fasilitas pembelajaran guna
mengembangkan model pembelajaran jigsaw, mengingat penerapan
model pembelajaran ini memerlukan dukungan sarana-prasarana yang
memadai agar proses pembelajaran mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Saran-saran untuk penelitian lanjutan
a. Penelitian lanjutan hendaknya dapat diarahkan pada topik-topik
pembelajaran yang lain terutama untuk materi yang dianggap sulit
oleh siswa atau materi IPS yang memiliki cakupan luas.
b. Penggunaan model pembelajaran jigsaw dalam meningkatkan
motivasi dan keaktifan belajar siswa dipandang perlu untuk
dihubungkan dengan peningkatan prestasi siswa, dalam hal ini masih
terbuka kemungkinan dilakukan penelitian lanjutan.
53
DAFTAR RUJUKAN
Hamzah, H., 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya : analisa di bidang
pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Jalil, A, 2006. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing ubtuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Malang
pada Konsep Sistem Hormon Tahun Pembelajaran 2004/2005, Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Malang.
Kuserin, 2006. Penerapan Metode Jigsaw untuk mempercepat Pemahaman Unsur
Abstrak pada pembelajaran IPS Geografi siswa kelas IX-C SMP Negeri 1
Kembangbahu Lamongan, Forum Penelitian Kependidikan, X(12): 54-63.
Mentari, S., Sulastri & Yuli Widiastuti, 2006. Efektivitas Relative Penggunaan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam mata
kuliah Aspek Hukum Bisnis, PTK Tidak diterbitkan, Malang: Fakultas
Ekonomi Universitas negeri Malang.
Nur, M., & Wulandari, P.R., 2000. Pengajaran Berpusat kepada siswa dan
Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran, Surabaya: Universitas
Negeri Surabaya
Nur, M., 2005. Pembelajaran Kooperatif Tim Penegembang LPMP Jawa Timur
dan PSMS Unesa, Surabaya, UNESA: Pusat Sains dan Matematika
Sekolah.
Santoso, 2007. Pengaruh Interaksi antara Pemberian Balikan dan Sikap
Pembelajaran terhadap Motivasi Belajar dan Perolehan Hasil Belajar
Fisika Siswa MTs Putra-putri Kelas 2 Lamongan, Tesis tidak diterbitkan.
Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Sardiman, A.M., 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Silberman, M.L, 1996. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif,
terjemahan oleh Sarjuli, Ammar, A., Sutrisno, Arifin, Z.A. & Muqowin,
2002. Yogyakarta: Yappendis.
Sunarmi, Damanhuri, A. & Setyowati, E., 2006. Penggunaan Metoda
Pembelajaran Kooperatif teknik Jigsaw untuk meningkatkan hasi belajar
konsep genetika siswa kelas III SMU Negeri 2 Blitar, PTK tidak
diterbitkan, Malang: Universitas Negeri Malang.
Sunaryono, 2006. Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep dan Motivasi Belajar
Fisika melalui Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme pada Siswa Kelas
X SMA ISLAM Disamakan Malang, PTK tidak diterbitkan, Malang:
Lembaga Penelitian, Universitas Negeri Malang.
Supraptama, 2001. Meningkatkan motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran
Geografi melalui Pendekatan Cooperative Learning, Jurnal Penelitian
Tindakan Kelas, I(3): 216-221.