Otoritas
Pelabuhan
(OP)
atau
Unit
Penyelenggara
Pelabuhan
(UPP)
b) Kegiatan pemerintahan yang menjalankan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran yang dilaksanakan oleh
Syahbandar.
(Pasal
80
ayat
4)
c) Kegiatan pemerintahan yang menjalankan fungsi CIQ, yang dilakukan oleh masing-masing instansi yang
bersangkutan
yaitu
Bea
Cukai,
Imigrasi
dan
Karantina
pelabuhan.
(Pasal
80
ayat
5)
d) Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap. (Pasal 80 ayat 2)
Kegiatan
Pengusahaan
di
Pelabuhan
terdiri
dari
(pasal
90
ayat
1)
:
a) Kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan
(BUP)
b) Kegiatan jasa terkait dengan kepelabuhanan (antara lain perkantoran, perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan
lain-lain)
Otoritas Pelabuhan
Karakteristik
utama
dari
eksistensi
Otoritas
Pelabuhan
(OP)
yaitu
:
Dibentuk untuk satu atau beberapa pelabuhan komersial oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri (pasal 81
ayat
1
dan
2,
pasal
82
ayat
1
dan
2)
Aparatnya adalah PNS yang mempunyai kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan (pasal 86)
Sebagai
wakil
pemerintah
memberikan
konsesi
kepada
BUP
(Pasal
82
ayat
4)
Pemegang hak pengelolaan tanah dan pemanfaatan perairan (pasal 85)
Tugas dan tanggung jawab Otoritas Pelabuhan (OP) secara singkat meliputi hal-hal yang terkait dengan :
1. Penyediaan lahan (daratan dan perairan) serta pembangunan dan pemeliharaan basic infrastructure (alur
pelayaran,
kolam
pelabuhan,
penahan
gelombang,
jaringan
jalan
dalam
pelabuhan)
2.
Penyusunan
Rencana
Induk
Pelabuhan
termasuk
DLKR
dan
DLKP
3. Keamanan dan ketertiban di pelabuhan, kelestarian lingkungan serta kelancaran arus barang.
4.
Penyusunan
tarif
5. Pelayanan jasa kepelabuhanan apabila tidak dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan (BUP).
(lihat pasal 83 ayat 1 dan 2)
Wewenang
Otoritas
Mengatur
dan
Mengawasi
Pelabuhan
(pasal
mengawasi
penggunaan
lahan
penggunaan
DLKR
84)
daratan
dan
yaitu
dan
:
perairan
DLKP
Mengatur
lalu
lintas
kapal
keluar/masuk
pelabuhan
melalui
kegiatan
pemanduan
Menetapkan
standar
kinerja
operasional
pelayanan
jasa
kepelabuhanan
Dari karakteristik, tugas dan tanggungjawab OP sebagaimana diuraikan diatas, nampaknya pengorganisasiannya
lebih cenderung menggunakan format pengelolaan pelabuhan sebagai landlord port, dengan catatan dapat pula
melakukan
kegiatan
pelayanan
jasa
kepelabuhanan
yang
memang
tidak
dilakukan
oleh
BUP.
Sedangkan format pengelolaan UPP cenderung merupakan service port, dengan catatan dalam keadaan tertentu
dapat pulan menyerahkan salah satu segmen pelayanan jasa kepelabuhanannya kepada BUP (pasal 91 ayat 4).
Sebagai perbandingan, hampir diseluruh pelabuhan Eropa Barat, Amerika Serikat, Australia dan Asia (termasuk
ASEAN) menggunakan sistim pengelolaan landlord port authority dengan variasi-variasi ada satu port authority
mengelola satu pelabuhan saja, ada pula satu landlord authority yang mengelola beberapa pelabuhan seperti di
Filipina
(Philipines
Port
Authority)
Kelembagaan pelabuhan Singapura yang sebelum tahun 1996 merupakan service port (the owner/regulator as
well as the operator) dengan nama Port of Singapore Authority yang lebih dikenal dengan singkatan PSA, sejak
awal tahun 1966 format pengelolaannya dipisahkan menjadi the Maritime and Port Authority of Singapore (MPA
Singapore) sebagai landlord port and regulator yang merupakan penggabungan dari Bational Maritime Board, the
Marine Department dan the Regulatory Departments of PSA. Kemudia PSA lama dirubah statusnya menjadi PSA
Corporation yang bertindak sebagai main operator dari pelabuhan Singapura. Dalam hubungan ini pada bulan
September 1997 MPA memberikan licences kepada PSA Corp untuk mengoperasikan se;uruh terminal barang dan
penumpang
dan
pelayanan
jasa
kepanduan
dan
penundaan
di
pelabuhan
Singapura.
Nampaknya di Indonesia menurut Undang Undang Pelayaran yang baru, pelabuhan-pelabuhan yang diusahakan
secara komersial, diarahkan juga ke landlord port authority yang sekaligus juga menjadi regulator dan sedangkan
yang
menjadi
regulatornya
adalah
Badan
Usaha
Pelabuhan
(BUP).
Perbedaannya dengan pelabuhan negara lain terletak pada kelembagaan dan status penyelenggaranya. Di negara
lain pada umumnya penyelenggaranya adalah badan otonom yang terpisah dari birokrasi pemerintahan termasuk
harta kekayaannya, meskipun badan otonom tersebut dimiliki oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
(penyelenggara pelabuhan Rotterdam sebagai landlord adalah Rotterdam Port Authority (Rotterdam Municipal Port
Management)
yang
merupakan
perusahaan
pelabuhan
(Havenbedrijf
Rotterdam
NV).
Perbedaan ini membawa pula pada perbedaan dalam status pengorganisasiannya. Di Singapura misalnya terdapat
semacam Board of Commissioners yang disebut Board of MPA dengan keanggotaan terdiri dari 9 orang yang
berasal dari berbagai kalangan yang terkait, kemudian Direktur Jenderal MPA sebagai managernya yang dibantu
oleh 7 divisi (corporate service division information technology division, policy division, port division, shipping
division, technology division, training division) Perlu dikemukakan bahwa MPA ini sesuai namanya juga bertindak
sebagai
regulator
di
bidang
shipping.
Di Indonesia, karena aparat OP merupakan PNS maka kelembagaan OP sepertinya akan merupakan full
government agency yang langsung bertanggungjawab kepada Menteri dan anggaran biayanya dari APBN
sedangkan penghasilannya akan merupakan penghasilan negara bukan pajak (PNBP), Penanggung jawab OP
mungkin disebut Kepala OP atau Direktur OP yang dibantu oleh Bagian sekretariat dan divisi-divisi yang terkait
dengan pelaksanaan tupoksi dan wewenangnya. Jadi tidak ada semacam board of commissioners-nya.
Copy paste dari Warta GAFEKSI No. 78