Anda di halaman 1dari 6

1

HUBUNGAN MEKANISME KOPING DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN


TERJADINYA PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PASIEN
DI PUSKESMAS KELURAHAN PEJATEN TIMUR
JAKARTA SELATAN
TAHUN 2015

Aisyiah*; Retno Widowati; Rian Purnama Bakti


*Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional

ABSTRAK
Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di
jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada pembuluh darah tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan satu dari tiga orang di seluruh dunia pada tahun
2001, meninggal karena penyakit kardiovaskular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan mekanisme koping dan kebiasaan merokok dengan terjadinya penyakit jantung
koroner di Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta Selatan. Desain penelitian ini adalah
kasus control dengan kasus penderita PJK di Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta
Selatan sebanyak 30 orang, dan kontrol dengan yang bukan penderita PJK sebanyak 30 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan hasil jawaban pada kuesioner dan catatan
rekam medik yang ada di Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta Selatan. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan chi square. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
hubungan yang siginifikan antara mekanisme koping dan kebiasaan merokok dengan kejadian
PJK di Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta Selatan (masing-masing P value = 0,000).
Oleh karena itu, perilaku hidup sehat dengan tidak merokok dan menghadapi masalah dengan
mekanisme koping yang positif merupakan faktor penting untuk mencegah terjadinya PJK.

Kata Kunci

: Mekanisme Koping, Kebiasaan Merokok, PJK

Latar Belakang

penyakit tersebut. Pada tahun 2011, penyakit


jantung koroner telah menyebabkan
kematian 243.048 orang Indonesia. Dari
setiap 100.000 orang Indonesia yang masih
hidup, rata-rata 150 orang akan meninggal
karena penyakit jantung koroner pertahunnya (WHO, 2011).

Penyakit jantung koroner (coronary


heart disease) adalah penyebab kematian
paling umum di dunia. Sekitar 7 juta (11%)
kematian di dunia tahun 2011 disebabkan
oleh penyakit tersebut. Penyakit jantung
koroner juga merupakan pembunuh nomor
satu di Indonesia. Hampir satu dari lima
kematian di Indonesia disebabkan oleh

Sekitar 50% dari 12 juta penduduk


dunia meninggal akibat penyakit jantung

dan pembuluh darah. Di belahan negara


dunia,
penyakit
jantung
merupakan
penyebab kematian nomor satu pada orang
Amerika dewasa. Setiap tahunnya di
Amerika Serikat 478.000 orang meninggal
karena penyakit jantung koroner, 1,5 juta
orang mengalami serangan jantung, 407.000
orang mengalami operasi peralihan, dan
300.000 orang menjalani angioplasty. Di
Eropa diperhitungkan 20.000-40.000 orang
dari 1 juta penduduk menderita penyakit
jantung koroner (WHO, 2004).
Data statistik menunjukkan bahwa
pada tahun 1992 presentase penderita
penyakit jantung koroner di Indonesia
adalah 16,5%, dan pada tahun 2000
melonjak menjadi 26,4%. Di Indonesia
penyakit jantung koroner saat ini menempati
posisi pertama sebagai penyebab kematian
dan di Jawa Timur didapatkan sekitar 1017% yang terkena penyakit jantung koroner
dari jumlah penduduk, dan kebanyakan yang
rawan terkena penyakit tersebut adalah
antara usia 50 tahun (Nugroho, 2009).
Prevalensi
jantung
koroner
berdasarkan hasil diagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.
Prevalensi jantung koroner berdasarkan
diagnosis dokter tertinggi di Sulawesi
Tengah adalah 0,8% diikuti Sulawesi Utara,
DKI Jakarta, Aceh masing-masing 0,7%.
Sementara prevalensi jantung koroner
menurut diagnosis atau gejala tertinggi di
Nusa Tenggara Timur 4,4%, diikuti Sulawesi
Tengah 3,8%, Sulawesi Selatan 2,9%,
Sulawesi Barat 2,6% (Riskesdas 2013).
Kemungkinan
yang
terjadi
dari
meningkatnya prevalensi penyakit jantung
koroner yang sesungguhnya diantara pasien
gagal jantung disebabkan karena tidak
dieksplorasikannya secara sistematis dalam
banyak percobaan dan karena dalam
percobaan
kebanyakan
dari
pasien

mengalami infark miokard, angina, ataupun


iskemia aktif. Oleh karena itu, pentingnya
penyakit jantung koroner ditegaskan karena
menurut pengamatan yang mengatakan
bahwa prognosis pasien dengan gagal
jantung dan penyakit jantung koroner
adalah jauh lebih buruk dibandingkan
dengan pasien tanpa penyakit koroner dan
berhubungan dengan tingkat keparahan
penyakit koroner angiografik (Mihai &
Robert, 2000).
Penyebab penyakit jantung koroner
secara pasti belum diketahui, meskipun
demikian secara umum dikenal berbagai
faktor yang berperan penting terhadap
timbulnya penyakit jantung koroner yaitu
umur, jenis kelamin, keturunan (termasuk
ras) merupakan faktor risiko yang tidak
dapat diubah. Sedangkan faktor risiko yang
dapat diubah yaitu merokok, tinggi
kolesterol dalam darah, hipertensi, kurang
aktifitas fisik, berat badan lebih dan
obesitas, stress serta diabetes yang disebut
sebagai faktor risiko PJK.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Kepala Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur
mengatakan bahwa jumlah pasien penyakit
jantung khususnya penyakit jantung
koroneryang berkunjung di Puskesmas
Kelurahan Pejaten timur adalah sebanyak
200 230 pasien pada tahun 2013.
Padatahun 2014 angka pasien penderita
penyakit jantung koroner yang datang
menuju Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur
diperkirakan terus meningkat jika tidak
ditangani dengan segera. Dengan cara
mencari faktor masalah sehingga akan
menemukan bentuk solusi untuk mengurangi
kejadian penderita penyakit jantung koroner
pada pasien yang berkunjung ke Puskesmas
Kelurahan Pejaten Timur.
Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan mekanisme


koping dan kebiasaan merokok dengan
terjadinya penyakit jantung koroner di
Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta
Selatan Tahun 2015.

Populasi pada penelitian ini sebanyak 30


dari jumlah pasien dengan Penyakit Jantung
Koroner dan 30 untuk pasien non Penyakit
Jantung Koroner. Dalam menentukan
sampel menggunakan cara accidental
sampling

Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian
observasional
merupakan
rancangan penelitian dalam keperawatan
dengan cara mengadakan pengamatan pada
kelompok atau anggota kasus yang akan
diteliti. Dalam rancangan penelitian
observasional ini mengunakan metode case
control. Desain penelitian kasus kontrol
adalah sebagai berikut:
Kasus
: Semua pasien dengan Penyakit
Jantung Koroner / PJK yang
berada
di
Puskesmas
Kelurahan
Pejaten
Timur
Jakarta Selatan.
Kontrol : Semua pasien non Penyakit
Jantung Koroner / PJK yang
berada
di
Puskesmas
Kelurahan
Pejaten
Timur
Jakarta Selatan.

Hasil Penelitian
Pada Tabel 1 sebagian besar responden
memiliki mekanisme koping yang mal
adaptif. Selain itu, hasil penelitian univariat
juga didapatkan bahwa sebagian besar
responden memiliki kebiasaan merokok.

Tabel 1. Hasil analisa univariat kejadian PJK, mekanisme koping dan kebiasaan merokok di
Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Jakarta Selatan Tahun 2015 (n= 60)
Variabel
PJK
Mekanisme Koping
Kebiasaan Merokok

Kategori
Non PJK
PJK
Adaptif
Mal Adaptif
Tidak
Ya

Distribusi Responden
Jumlah
%
30
50
30
50
26
43,3
34
56,7
23
38,3
37
61,7

Tabel 2. Hubungan mekanisme koping dna kebiasaan merokok dengan kejadian penyakit jantung
koroner di Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur Tahun 2015 (n= 60)

Variabel
Mekanisme Koping
Adaptif
Mal adaptif
Kebiasaan Merokok
Tidak
Ya

Kejadian PJK
Non PJK
PJK
N
%
N
%

Total
N

86,7
13,3

0
30

0
100

26
34

43,3
56,7

21
9

70
30

2
28

6,7
93,3

23
37

38,3
61,7

Pembahasan
Hasil analisis hubungan antara
mekanisme koping dengan terjadinya PJK
pada pasien di Puskesmas Kelurahan Pejaten
Timur Jakarta Selatan diperoleh bahwa
diantara responden yang PJK terdapat 34
orang (56,7%)
yang memiliki koping
maladaptif. Mekanisme koping merupakan
tiap
upaya
yang
ditujukan
untuk
penatalaksanaan stress, termasuk upaya

P Value

0,000

32,667
(6,379167,278)

0,000

26
4

Berdasarkan Tabel 2 tergambarkan


bahwa responden non PJK dengan
mekanisme koping adaptif sebanyak 26
orang (86,7%). Sedangkan responden yang
PJK dengan mekanisme koping mal adaptif
sebanyak 30 orang (100%). Hasil uji chi
square menunjukkan bahwa p value < ,
sehingga ada hubungan yang bermakna
antara mekanisme koping dengan kejadian
PJK. Dari Tabel 2 juga didapatkan gambaran
bahwa responden non PJK yang tidak
memiliki kebiasaan merokok sebanyak 21
orang (70%). Sedangkan responden PJK
yang
memiliki
kebiasaan
merokok
sebanyak 28 orang (93,3%). Hasil uji chi
square menunjukkan bahwa p value < ,
sehingga ada hubungan yang bermakna
antara kebisaan merokok dengan kejadian
PJK. Dari analisis lebih lanjut didapatkan
pula nilai OR = 32,667, artinya responden
dengan kebiasaan merokok berpeluang
sebanyak 32,667 kali untuk terkena PJK
dibanding dengan responden yang tidak
merokok.

OR

penyelesaian
masalah
langsung
dan
mekanisme pertahanan ego yang di gunakan
untuk melindungi diri (Stuart, 2006).
Mekanisme koping merupakan perilaku
tidak sadar yang memberikan perlindungan
psikologis
terhadap
peristiwa
yang
menegangkan. Mekanisme ini digunakan
seseorang untuk membantu melindungi
terhadap perasaan yang tidak berdaya dan
ansietas, kadang mekanisme pertahanan diri
menyimpang dan tidak lagi mampu untuk
membantu seseorang seseorang dalam
menghadapi stressor (Griffin & Patricia,
2008). Hasil penelitian ini senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Putra, 2012)
dimana ada hubungan yang signifikan antara
mekanisme koping dengan kejadian PJK di
RSU Cibabat Cimahi (p value= 0,02).
Mekanisme koping maladaptif adalah
koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah
pertumbuhan,
menurunkan
otonomi
dan
cenderung
menguasi
lingkungan. Kategorinya adalah makan
berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan
dan menghindar (Stuart & Sundeen 1995).
Mekanisme koping maladaptif yang gagal
mengatur masalah atau distres emosianal,
dapat menyebabkan emosional secara
berlebihan
sehingga
memicu
resiko
terjadinya penyakit pembuluh darah. Hal ini
dikaitkan berdasarkan dengan teori (Lazarus
& Folkman, 1986) yang menyatakan bahwa
koping berfungsi untuk mengatur masalah
dan mengatur distres emosional seseorang.

Penggunaan koping yang sukses tidak hanya


mengurangi ancaman tapi juga mengatasi
ancaman yang merangsang respon dalam
tubuh untuk timbulnya penyakit (Welch &
Austin, 2001).

Merokok mungkin juga meningkatkan risiko


trombosis menjadi aterosklerosis.

Hasil analisis pada penelitian ini juga


didapatkan hubungan antara kebiasaan
merokok dengan Penyakit jantung koroner
dengan pada pasien di Puskesmas Kelurahan
Pejaten Timur Jakarta Selatan diperoleh
bahwa diantara responden yang PJK
terdapat 28 orang (93,3%) yang kebiasaan
merokok. Hasil penelitian ini senada dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yuliani dkk
(2014).
Merokok
adalah
membakar
tembakau yang kemudian dihisap isinya,
baik
menggunakan
rokok
maupun
menggunakan
pipa
(Sitepoe,
2000).
Temparatur sebatang rokok yang tengah
dibakar adalah 90 derajat Celcius untuk
ujung rokok yang dibakar, dan 30 derajat
Celcius untuk ujung rokok yang terselip di
antara bibir perokok (Istiqomah, 2003).

Sebagian besar responden memiliki


mekanisme koping yang maladaptif
sebanyak 56,7% dan kebiasan merokok
sebanyak 61,7% di Puskesmas Kecamatan
Pejaten Timur Tahun 2015. Selain itu,
terdapat hubungan yang signifikan antara
mekanisme koping (P value=0,00) dan
kebiasaan merokok (P value=0,00) dengan
kejadian PJK di Puskesmas Kecamatan
Pejaten Timur Tahun 2015.

Hal ini berkaitan dengan teori


(Kromhout et al, 2000), merokok adalah
salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Beberapa laporan secara
konsisten menunjukkan bahwa risiko
penyakit jantung koroner 2-4 kali lebih
tinggi pada laki-laki dan perempuan perokok
berat (> 20 batang per hari) dibandingkan
yang tidak merokok. Mekanisme bagaimana
rokok mempengaruhi penyakit jantung
koroner masih belum jelas. Perokok
cenderung
mempunyai
kadar
HDL
kolesterol yang lebih rendah. Satu
mekanisme yang mungkin berhubungan
adalah injury hypothesis oleh Ross. Pada
hipotesa ini diterangkan bahwa bahan kimia
terutama radikal bebas yang ada pada asap
rokok menyebabkan kerusakan endotel.
Adanya konsentrasi kolesterol yang tinggi
menimbulkan dan memperluas luka.

Kesimpulan

Saran
1. Bagi Puskesmas
- Peningkatan mutu pelayanan kesehatan,
khususnya pada bagian pencegahan dan
penanganan penyakit tidak menular
dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pasien di Puskesmas
melalui
pendidikan
kesehatan
penanggulangan serta pencegahan PJK.
- Pengembangan promosi kesehatan,
perluasan media informasi, baik dalam
bentuk media masa, penyuluhan
perorangan maupun kelompok tentang
mekanisme koping yang adaptif dan
bahaya merokok.

2. Bagi peneliti selanjutnya


- Perlu pengembangan penelitian lebih
lanjut tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan
terjadinya
penyakit
jantung koroner
- Perlu adanya kajian lebih mendalam
tentang tingkat stressor dan kebiasaan
merokok dengan menggunakan indepth
interview agar tergambar lebih jelas
secraa kualitatif mengenai variabel
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Griffin, & Patricia, B .(2008). Manual of
Cardiovascular
Medicine.
3th
edition.USA Lippincott Williams &
Wilkins.
Istiqomah, U. (2003). Upaya menuju
generasi tanpa rokok. Surakarta: Seti
Aji
Kromhout, D., Bloemberg B, Feskens E,
Menotti A, & Nissinen A. (2000),
Saturated fat, vitamin C and smoking
predict long-term population allcause mortality rates in the seven
Countries
Study.
International
Journal of Epidemiology.
Lazarus, S. & Folkman, R.S. (1986). Stress,
appraisal, and coping. New York :
Springer.
Mihai, G & Robert, O.B. (2000). Coronary
Artery Disease, In: H. David Humes,
Kelleys Textbook of Internal
Medicine. 4th edition. Philadelphia;
Lippincott Williams & Wilkins.
Nugroho, J. (2009). Penyakit Jantung
Koroner Menyerang Umur 40
Tahun. Surabaya Pos.
Riskesdas, RI. (2013). Laporan Riset
Kesehatan Dasar 2013. (Diakses
Lewat:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites
/download/rkd2013/Laporan_Riskes
das2013.PDF. 11 september 2014).
Sitepoe, M. (2000). Kekhususan Rokok
Indonesia. Jakarta : PT Grasindo.

Stuart, G.W.,& Sundeen, S.J (1995).


Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart,

W Gail. (2006). Buku Saku


Keperawatan jiwa. Edisi 5. Cetakan
1. Jakarta : EGC.

World Health Organization (WHO). 2011.


Coronary Heart Disease.
World Health Organization. (2004). The
Atlas of Heart Disease and Stroke.
World Health Organization.
Yuliani, Fatma dkk. (2014). Hubungan
Berbagai Faktor Resiko Terhadap
Kejadian Penyakit Jantung Koroner
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe
2. (Jurnal Kesehatan Andalas, 2014 3
(1)) Diunduh tanggal 7 Desember
2014;http://jurnal.fk.unand.ac.id/image
s/articles/vol3/no1/3740.pdf.

Anda mungkin juga menyukai