Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LATAR BELAKANG
Agama Kaharingan adalah salah satu kepercayaan yang ada di Suku
Dayak Kalimantan Tengah. Keberadaan kepercayaan ini sudah sangat tua,
bahkan lebih tua dari agama-agama besar yang di Indonesia seperti, Kristen,
Islam, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.
Namun, sampai saat ini kepercayaan ini masih belum banyak orang
yang mengenal. Bahkan, ajaran-ajaran Kaharingan yang murni, saat ini sudah
jarang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari oleh para pemeluknya. Sampai
saat ini, ajaran Kaharingan sudah banyak dipengaruhi oleh beberapa ajaran
agama lain, terutama agama Kristen dan Hindu. Bahkan, di dalam Kartu
Tanda Penduduk pemeluk ajaran Kaharingan, kolom agama diisi dengan
Agama Hindu atau Kristen.
Oleh karena itu, kami tertarik untuk meneliti lebih detail bagaimana
ajaran Kaharingan yang murni sebelum dipengaruhi oleh ajaran-ajaran agama
lain. Selain itu, dengan penelitian ini, kami juga berharap pemeluk ajaran
Kaharingan nantinya tidak mengalami tindakan diskriminatif dari pihak-pihak
lain, terutama pihak pemerintah .

BAB II
RUMUSAN MASALAH
Agar penulisan makalah ini tetap fokus pada pokok persoalan dan tidak
melenceng dari poin pembahasan, maka kami merumuskan beberapa
pertanyaan sebagai acuan dalam penulisan makalah ini. Berikut rumusan
pertanyaan tersebut:

a. Bagaimana sejarah agama Kaharingan dalam masyarakat Dayak ?


b. Apa pokok-pokok ajaran agama Kaharingan ?
c. Bagaimana pengaruh agama pendatang terhadap ajaran pokok agama
Kaharingan ?

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini menggunakan studi literatur dengan
mencari data dan informasi melalui buku mengenai Agama Kaharingan yang telah
ditulis oleh beberapa ahli. Dalam hal ini, kami melakukan tinjauan pustaka terhadap
buku Manaser Panatau Tatu Hiang (Menyelami Kekayaan Leluhur) yang ditulis oleh
Tjilik Riwut dan Sanaman Mantikei.a

a.

Sejarah Kaharingan
Kaharingan telah ada sejak awal manusia pertama yang diturunkan dari langit

oleh Ranying Hatalla. Keyakinan tersebut telah terukir demikian kuat dalam hidup
keseharian orang Dayak. Hal ini dikarenakan mereka sangat yakin dan mengalami
langsung pendampingan Ranying Hatalla dalam segala kegiatan hidup mereka,
melalui para petugasnya yaitu roh baik dalam bentuk makhluk halus yang tidak
terlihat oleh mata.
1. Masa Penjajahan
Di masa penjajahan, baik di masa Belanda maupun Jepang,
perkembangan Kaharingan mengalami hambatan dan tantangan. Para penjajah
secara terang-terangan menentang dan menyimpulkan bahwa agama
Kaharingan sebagai agama helu atau agama kafir. Agama yang benar adalah
agama yang dibawa oleh para penjajah, yaitu agama yang berasal dari Eropa
tempat asal mereka. Namun, walaupun masyarakat Dayak mengalami tekanan
nyatanya pemerintahan kolonial masih mengizinkan diadakannya upacara adat
wajib suku Dayak, dan hal inilah yang menyebabkan agama Kaharingan masih
bertahan meskipun dibawah tekanan para penjajah.
2. Masuknya agama Kristen
Agama Kristen dalam masyarakat Dayak disebarkan oleh para
missionaris yang mayoritas berasal dari Eropa atau orang-orang kulit putih.
Hal ini nantinya memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap ajaran
Kaharingan, sehingga saat ini ajaran Kaharingan sendiri sudah tidak lagi
murni, tetapi bercampur dengan ajaran-ajaran Kristen.
3. Setelah Kemerdekaan
Pada tahun 1950 di Tangkahen Kalimantan Tengah, diadakan kongres
pertama Kaharingan. Maksud dan tujuan kongres ini adalah untuk
2

[Type the document title]

menghimpun seluruh tokoh Kaharingan di wilayah Kalimantan. Hasil yang


diperoleh dari kongres itu adalah tersentuknya sebuah Sarikat Kaharingan
Dayak Indonesia (SKDI) untuk memperlancar perjuangan umat Kaharingan,
agar Kaharingan diakui dan dimasukkan kedalam administrasi pemerintahan.
Pada 19 sampai 21 Juli 1953, SKDI mengadakan kongres kedua di Kampung
Pahandut, Kahayan Tengah, Kabupaten Kapuas. Perjuangan tersebut
tercermin dalam hasil kongres berupa mosi tertanggal 22 Juli 1953
No.1/Kong/1953 dan sebuah surat yang ditujukkan kepada Kementrian Agama
Republik Indonesia, kemudian didesak lagi dengan surat pernyataan Kongres
tertanggal 9 Juli 1954, No.2/Kong IV/1954. Namun tampaknya perjuangan
mereka tidak ditanggapi oleh pihak pemerintah.
Pada Pemilu 1950, SKDI sebagai organisasi masa non affiliasi, mampu
mendudukkan satu orang wakilnya di DRRD Tingkat II Kabupaten Kapuas.
Pada Pemilu 1957 ketika pemberian otonom bagi Provinsi Kalimantan
Tengah, dalam penyusunan DPR-GR Provinsi Tingkat I Kalimantan Tengah,
berhasil pula mendudukkan seorang wakil dari ulama Kaharingan. Pada 1957,
SKDI dengan seluruh massanya menggabungkan diri dengan Sekber Golkar.
Saat itu 30% penduduk Kalimantan Tengah menganut agama Kaharingan,
dengan demikian seolah-olah SKDI lebur bersama kegiatan Golkar. Alasan
peleburan tersebut disebabkan karena SKDI dapat menerima semua Program
Golkar, disamping Pohon Beringin yang menjadi simbol partai Golkar mirip
dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan yang sangat dikenal oleh
penganut Kaharingan. Hasil Pemilu 1971 SKDI berhasil mendudukkan tiga
orang wakilnya untuk mewakili Golkar di DPRD Tingkat I Kalimantan
Tengah, di DPRD Tingkat II Kotamadya Palangka Raya dan di DPRD Tingkat
II Bariton Selatan.
Pada Januari 1972 diputuskan ruang gerak SKDI hanya meliputi
perjuangan sosial politik, sementara untuk pembinaan agama dan sosial
budaya dipegang oleh Majelis Ulama Hindu Kaharingan. Perkembangan
selanjutnya dengan hadirnya Wakil Majelis dalam DPRD serta dukungan
Golkar sebagai partner SKDI sejak awal, perjuangan mendapatkan bantuan
dana dari Pemerintah Daerah tidak lagi menjadi masalah. Akibat adanya
keterlibatan warga Kaharingan dalam bidang polotik, angin segar bagi masa
depan Kaharingan mulai berhembus. Mulai dirasakan adanya upaya
3

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

Pemerintah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Kaharingan.


Terbukti dengan dikeluarkannya surat dari Departemen Agama Republik
Indonesia L/II/99/11943 tanggal 9 September 1959 tentang tanggapan atas
surat Dewan Pemerintah Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Tengah seksi
Kaharingan, juga surat Kepala Kantor Urusan Agama Provinsi Kalimantan
Tengah 406/A/I/60 tanggal 10 Februari 1960 yang isinya juga tentang calon
petugas untuk pegawai Kantor Urusan Agama Provinsi Kalimantan Tengah
seksi Kaharingan. Proses selanjutnya tanggal 19 Oktober 1977 diterima
undangan dari Kepala Kejaksaan Kalimantan Tengah no. B-570/J-3/10/1977
untuk mengadakan dialog langsung tentang Kaharingan. Kelanjutan dari
dialog tersebut, 22 Oktober 1977 diterima surat dari Kejaksaan Tinggi
Kalimantan Tengah yang isinya meminta penjelasan tertulis tentang beberapa
pokok masalah yang menyangkut kepercayaan Kaharingan.
Saat itu, Kaharingan belum diakui sebagai agama oleh pemerintah.
Kaharingan

hanya

diakui

sebagai

kelompok

kebatinan

atau

aliran

kepercayaan. Pihak Kaharingan masih memperjuangkan niatna untuk


mendapatkan pengakuan sebagai agama yang sah di Indonesia. Kaharingan
adalah agama asli suku Dayak, apabila keberadaan mereka hanya diakui
sebagai aliran kepercayaan atau aliran kebatinan, kelak di kemudian hari
apabila aliran kepercayaan tersebut dibubarkan maka mereka akan kehilangan
eksistensinya. Pada umumnya orang yang bergabung dalam suatu aliran
kepercayaan telah memiliki agama sendiri. Sehingga jika diperintahkan untuk
kembali pada agama induknya, mereka akan kembali pada agamanya masingmasing. Namun berbeda dengan Kaharingan yang pada dasarnya merupakan
agama asli suku Dayak.
Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan resmi masih harus
menempuh jalan yang panjang, terutama dengan adanyan semacam ketentuan
bahwa yang dapat dianggap agama adalah ajaran berdasarkan wahyu Tuhan
yang diturunkan melalui seorang Nabi dan tertuang dalam sebuah kitab suci.
Sulit bagi mereka menerima kenyataan bahwa Kaharingan hanya diakui
sebagai aliran kebatinan atau kepercayaan saja. Bagi mereka Kaharingan
bukan merupakan suatu aliran kepercayaan ataupun aliran kebatinan, namun
Kaharingan adalah suatu kebenaran yang telah diwariskan oleh para nenek
moyang mereka. Suatu yang benar adalah apa yang telah menjadi warisan
4

[Type the document title]

nenek moyang . Dengan demikian, Kaharingan adalah satu-satunya kebenaran


yang harus mereka pegang dan pelihara.
Kaharingan adalah agama yang tidak lain adalah persoalan hidup
matinya suku Dayak. Akhirnya kesepakatan diperoleh, Kaharingan diakui
sebagai agama yang diintegrasikan dengan agama Hindu. Meskipun terdapat
perbedaan, namun banyak pula kesamaan yang ditemukan dalam ajaran
Hindu. Pengakuan tersebut tertuang dalam surat dari Kementrian Agama
Republik Indonesia tertanggal 28 April 1980 no. MA/203/1980.

BAB IV
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang kami gunakan dalam menyusun makalah ini adalah
metode penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah
manusia (Arikunto, 1998: 87).
Kami melakukan penelitian ini pada tanggal 29 Maret 2015 dengan salah
seorang keturunan penganut ajaran murni Kaharingan dengan metode wawancara
langsung di tempat yang bersangkutan. Sementara untuk tinjauan pustaka kami
lakukan sejak tanggal 1029 Maret 2015.

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

BAB V
LANDASAN TEORI
a.

Pengertian Agama
Secara etimologis, agama berasal dari bahasa sansekerta A yang berarti tidak,

dan Gama yang berarti kacau. Jadi, agama itu berarti tidak kacau. Sementara
pengertian agama secara terminologis sering dikatakan sulit didefinisikan. Oleh
karena itu, sekalipun sudah banyak para ilmuwan yang berusaha untuk
mendefinisikannya, definisi yang dihasilkan selalu bermacam-macam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur
tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya.
Sementara mile Durkheim, mendefinisikan agama sebagai suatu sistem yang
terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang
suci. Sedangkan menurut Bahrun Rangkuti, seorang muslim cendekiawan sekaligus
seorang linguis, mengatakan bahwa definisi dan pengertian agama berasal dari bahasa
Sansekerta; a-ga-ma. A (panjang) artinya adalah cara, jalan, The Way, dan gama
adalah bahasa Indo Germania; bahasa Inggris Togo artinya jalan, cara-cara berjalan,
cara-cara sampai kepada keridhaan kepada Tuhan.
Jadi, secara umum dapat disimpulkan bahwa agama adalah suatu jalan untuk
mengenal dan menyembah Tuhan yang bersifat transenden yang menjadi keyakinan
seseorang.

b. Pengertian Agama Kaharingan


Kaharingan adalah nama agama masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.
Menurut masyarakat Dayak Ngaju, Kaharingan telah ada beribu-ribu tahun sebelum
datangnya agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik, pada tahun 2007, di Kalimantan Tengah (yang terdiri dari 13 Kabupaten dan
1 Kotamadya) terdapat 223.349 orang penganut agama Kaharingan (Kalimantan
Tengah Dalam Angka 2008). Karena kebijakan Negara yang hanya mengakui 5
agama resmi, maka Kaharingan di lihat sebagai adat, kebudayaan, atau aliran
kepercayaan. Dengan demikian, para penganut agama Kaharingan secara tidak
langsung diklasifikasikan sebagai orang-orang yang belum beragama, atau tidak
6

[Type the document title]

beragama. Stigmatisasi itu memposisikan masyarakat Dayak Kaharingan menjadi


target proselitisasi baik oleh Pekabar Injil Kristen maupun oleh Pendakwah Islam.
Karena mereka dipandang tanpa agama, maka dalam iklim politik Indonesia yang
khas mereka bisa dengan mudah dituding komunis, pemberontak dan musuh negara.
Agar dapat eksis sebagai entitas sosial, politik, budaya dan agama di panggung
kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah dan Indonesia, para aktivis Kaharingan
(baca aktor sosial) dengan sadar melakukan praktik-praktik sosial tertentu. Beberapa
strategi dan siasat dibangun dan terbangun untuk memperoleh relasi dan posisi yang
menguntungkan secara sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan. Tulisan ini
memperlihatkan bagaimana politik kultural dan keagamaan terbangun dan dibangun
oleh para penganut agama Kaharingan ketika berhadapan dengan struktur-struktur
objektif yang ada di sekitar mereka. Dalam tulisan ini para penganut Kaharingan
dilihat sebagai individu-individu yang aktif, atau sebagai subjek yang menjalani
proses dialektika kehidupan yang terus menerus melakukan dialog dengan agen-agen
yang lain. Mereka dipandang sebagai satu kelompok masyarakat yang memiliki teori
tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya (Marko Mahin, 2009).

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

BAB VI
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Singkat Agama Kaharingan
Kaharingan lebih dikenal sebagai keyakinan orang Dayak zaman
dahulu. Demikian lekatnya kepercayaan ini dengan masyarakat Dayak
menyebabkan Kaharingan disebut sebagai agama asli masyarakat Dayak.
Nama Kaharingan sendiri diambil dari kata danum Kaharingan yang berarti
air kehidupan (Koentjaraningrat :1990). Kaharingan mengajarkan kepada
masyarakat penganutnya untuk menghormati arwah nenek moyang mereka
yang disebut ngaju liau.
Dalam Kaharingan, diyakini bahwa manusia dalam kehidupannya mempunyai
tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan adalah mengajak manusia menuju
jalan yang benar dengan berbakti serta mengagungkan Ranying Hatalla dalam setiap
sikap dan perbuatannya. Ajaran tersebut termuat dalam kalimat Balang Bitim jadi isi
sampuli balitan jadi daha, dia baling bitim tau indu luang rawei yang artinya kamu
bukan dijadikan menjadi darah dan daging, tetapi selebihnya hendaklah engkau
mempunyai suatu misi (Tjilik Riwut :2005).
Artinya, kita sebagai manusia tidak dijadikan dari materi saja, melainkan juga
hal-hal yang bersifat immaterial. Oleh karena itu, di dalam kehidupannya, manusia
jangan hanya mencari hal-hal yang material saja, tetapi juga harus punya misi
spiritual menuju kesempurnaan. Untuk mencapi hal tersebut, maka perlu ada upaya
penyucian.
Di dalam ajaran Kaharingan, proses penyucian digambarkan dengan
hasaki/hapalas (mengoleskan atau mengusapkan darah binatang kurban ke dahi yang
berfungsi menetralisir atau bersifat mendinginkan). Di dalam kepercayaan
Kaharingan, proses ini memiliki peranan yang sangat penting agar kehidupan
seseorang bisa senantiasa dalam keadaan suci. Dengan hasaki/hapalas sebagai
lambang penyucian diri, manusia terbebas dari pengaruh-pengaruh jahat baik lahir
maupun batin. Dalam keadaan bersih lahir batin, manusia akan lebih peka dan mampu
menerima karunia dan anugerah dari Ranying Hatalla. Karunia tersebut berupa
petunjuk yang akan diberikan oleh Ranying Hatalla dengan perantara roh baik yang
kehadirannya tidak bisa dilihat oleh mata jasmani.
Jika diamati secara seksama, di dalam aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
Ranying Hatalla, banyak terselip ajaran moal dan kasih kepada sesama. Di antaranya
8

[Type the document title]

setiap orang punya hak untuk mendapatkan Buli Lewu (surga) asalkan upacara Tiwah
dilaksanakan oleh pihak keluarga atau sanak saudara yang masih hidup. Dengan
demikian, dalam menjalankan hidup seseorang harus mampu mengontrol diri dalam
sikap dan perbuatannya serta mampu menjalin relasi dengan sesama. Bimbingan dan
pengarahan juga diberikan kepada keturunannya agar bertanggungjawab dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan untuk melaksanakan upacara Tiwah. Ada keterkaitan
untuk saling bertanggungjawab dan saling menghargai satu sama lain berfungsi
sebagai pengendali kontrol diri bagi manusia. Karena tidak mungkin seseorang yang
meninggal dunia mampu melaksanakan upacara Tiwah bagi dirinya sendiri.

BAB VII
KESIMPULAN
Agama Kaharingan sebagai salah satu kepercayaan yang dianut oleh bangsa
Indonesia semestinya dikenal oleh sebagian besar bangsa Indonesia. Secara garis
besar, ajaran Kaharingan memiliki konsep ketuhanan yang disebut Ranying Hatalla.
Ranying Hatalla inilah yang dipercaya sebagai Dzat Adikodrati yang mengatur
kehidupan seluruh umat manusia. Sementara dalam ajaran kehidupannya, manusia
dianjurkan untuk memiliki misi spiritual untuk menuju kesempurnaan. Misi tersebut
bisa tercapai melalui sebuah penyucian.

BAB VIII
DAFTAR PUSTAKA
o Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
o Riwut, Tjilik dan Sanaman Mantikei. 2003. Manaser Panatau Tatu Hiang
(Menyelami Kekayaan Leluhur).Palangka Raya:Pustakalima.
o

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

Mahin, Marko. 2009. Kaharingan dinamika agama Dayak di Kalimantan


Tengah. Depok: Universitas Indonesia.

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

HASIL WAWANCARA (SEMENTARA)


Nama : Selviana Yunita
Umur : 21 tahun (13 Juni 1993)
Asal Daerah : Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah

Kuesioner
1.

Bagaimana sejarah awal munculnya Kaharingan?


-> agama lama yang menyembah dewa suku dayak pedalaman

2.

Bagaimana ajaran-ajaran pokok Kaharingan?


-> ranying hatala, sumbernya ialah kehidupan, kaharingan memiliki arti
kehidupan, danum kaharingan yaitu air kehidupan yang merupakan air suci yang
dipercaya bisa menghidupkan apa saja yang mati. Upacara Tiwah, upacara
kematian mewah Kaharingan.

3.

Apakah Kaharingan juga memiliki kitab suci?


-> ada, mempunyai tempat ibadah balai basarah

4.

Seberapa banyak penganut ajaran Kaharingan saat ini?


-> lumayan banyak, namun identitas mereka tertutup dan tidak diketahui
karena banyak yang diidentitaskan dengan hindu dan kristen

5.

Bagaimana keberadaan penganut ajaran Kaharingan dan ajaran Kaharingan itu


sendiri saat ini ?
-> ..........

6.

Adakah pengaruh-pengaruh ajaran dari agama lain, semisal Islam atau Kristen,
terhadap ajaran Kaharingan yang asli ?
-> Ada, lebih khusus dalam masyarakat kristen kaharingan, dimana mereka tetap
pergi ke gereja, namun tetap menjaga upacara kaharingan

7.

(Jika ada) seperti apa bentuk pengaruh-pengaruh itu?


-> sda

10

[Type the document title]

8.

Adakah usaha di dalam penganut ajaran Kaharingan itu sendiri untuk


memurnikan ajarannya ?
-> cukup banyak, ada banyak beberapa kelompok yang menyuarakan agama
kaharingan berdiri sendiri dan menjadi agama yang diakui tanpa diidentikkan
dengan agama lain; kristen dan hindu

9.

(Jika ada) bagaimana bentuk usaha pemurnian itu?


-> sda

10. Sebagai penganut ajaran Kaharingan, bagaimana pandang Anda pribadi terhadap
keberadaan Kaharingan saat ini?
-> saya keturunan penganut kaharingan, dari datuk.

11

Menelusuri Genealogi Ajaran Kaharingan

Anda mungkin juga menyukai