Anda di halaman 1dari 24

Manajemen Keperawatan

Semester II Tahun 2008

DELEGASI DAN SUPERVISI


DALAM
MANAJEMEN
KEPERAWATAN

Kelompok I:
Dastono Susantoro (0706188271)
Esthetika Wulandari (0706307986)
Krishna Susanti (060602236)

Mega Purbasari (0706190061)


Raymond (0706190143)
I.

PENDAHULUAN
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan keperawatan

dirasakan sebagai suatu fenomena yang harus direspon oleh perawat.


Oleh karena itu pelayanan keperawatan ini perlu mendapat prioritas
utama dalam pengembangan ke masa depan. Perawat harus mau
mengembangkan ilmu pengetahuannya dan berubah sesuai tuntutan
masyarakat dan menjadi tenaga perawat yang professional, tidak hanya
dalam ketrampilan teknis namun juga kemampuan manajerial.
Pengembangan dalam berbagai aspek keperawatan bersifat saling
berhubungan, saling bergantung, saling mempengaruhi dan saling
berkepentingan. Oleh karena itu inovasi dalam pendidikan keperawatan,
praktek keperawatan , ilmu keperawatan dan kehidupan keprofesian
merupakan

fokus

keperawatan

utama

Indonesia

keperawatan

masih

Indonesia.

berusaha

Saat

mewujudkan

ini,

dunia

keperawatan

sebagai profesi. Proses ini tentunya membawa berbagai perubahaan


dalam

aspek

keperawatan

yaitu

penataan

pendidikan

tinggi

keperawatan, pelayanan dan asuhan keperawatan, pembinaan dan


kehidupan keprofesian, dan penataan lingkungan untuk perkembangan
keperawatan.
Perubahaan-perubahaan ini akan membawa dampak yang positif
seperti makin meningkatnya mutu pelayanan kesehatan/keperawatan
yang diselenggarakan, makin sesuainya jenis dan keahlian tenaga
kesehatan/keperawatan yang tersedia dengan tuntutan masyarakat,
bertambahnya kesempatan kerja bagi tenaga kesehatan. Oleh karena
alasan-alasan di atas maka pelayanan keperawatan di rumah sakit mana

pun harus dikelola secara profesional, tentunya dengan mengembangkan


ilmu Manajemen Keperawatan. Manajemen Keperawatan harus dapat
diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata di Rumah Sakit, sehingga
perawat perlu memahami bagaiman konsep dan aplikasinya di dalam
organisasi keperawatan itu sendiri.

Salah satu fungsi manajemen keperawatan adalah pendelegasian


dan supervisi suatu tugas oleh atasan pada bawahan, atau oleh satu
orang yang lebih kompeten kepada pihak lain. Sistem pendelegasian dan
supervisi,
pelaksaan

meski

memiliki

suatu

tugas,

banyak

keuntungan

membuka

banyak

untuk

memudahkan

kesempatan

bagi

penyalahgunaan maupun kesalahan. Karena itu, perlu dikaji teknik-teknik


terbaik untuk memastikan delegasi dan supervisi yang benar dalam
proses manajemen, serta mengkaji konsekuensi hukum dari tindakan
tersebut.

II.

MANAJEMEN KEPERAWATAN DI INDONESIA


Saat ini dunia keperawatan di Indonesia sedang mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Bidang kesehatan telah menjadi


industri dengan pertumbuhan yang luar biasa dan dengan sendirinya
kebutuhan akan tenaga perawat yang profesional dan kompeten di
bidangnya meningkat pula.
Di satu sisi, perkembangan ini merupakan suatu kesempatan bagi
tenaga keperawatan di Indonesia untuk meningkatkan eksistensinya
dalam dunia kesehatan, sehingga dapat bersanding secara sejajar dengan
profesi lainnya. Namun, di sisi lain perkembangan ini juga merupakan
tantangan

bagi

kemampuannya.

insan

keperawatan

Indonesia

untuk

membuktikan

Bila tenaga keperawatan Indonesia tidak segera berbenah diri baik


dari segi kompetensi maupun maupun administrasi, maka kesempatan
tersebut tidak dapat dimanfaatkan dengan seefektif mungkin hingga
bidan keperawatan Indonesia akan ketinggalan dibandingkan tren dunia
internasional.
Beberapa tantangan dalam manajemen keperawatan yang ada di
Indonesia saat ini terutama terletak pada masalah hukum dan peraturan
mengenai keperawatan, beberapa di antaranya:
1. Belum ada kejelasan mengenai hirarki kompetensi perawatan
yang berlaku secara umum, sehingga standar kompetensi
tersebut

seringkali

harus

ditetapkan

oleh

masing-masing

lembaga pelayanan kesehatan secara terbatas dan berbedabeda antara institusi kesehatan yang satu dengan yang lain.
Contoh yang paling jelas adalah belum adanya peraturan yang
baku tentang batas kewenangan perawat lulusan D3 dan S1.
2. Tuntutan
supervisor
manajerial

kompetensi dari
pun

belum

dalam

perawat yang diangkat

didefinisikan

keperawatan

secara
seringkali

sebagai

khusus.

Posisi

diasumsikan

berbanding lurus dengan durasi pengabdiannya di institusi


kesehatan yang bersangkutan atau pengalaman teknisnya,
sehingga tuntutan akan kompetensi manajerial justru tidak
terpenuhi.
3. Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter)
juga belum distandarisasi. Batasan antara wewenang perawat
dan wewenang dokter seringkali kabur, sehingga seringkali
menyudutkan profesi perawat.
4. Standar kompensasi yang saat ini berlaku, masih berbasis
profesi. Ini menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan di sisi

tenaga perawat karena untuk tindakan yang sama dengan durasi


serta risiko yang sama, tenaga perawat mungkin menerima
kompensasi yang lebih rendah dibandingkan profesi lainnya.
5. Belum adanya pemisahan fungsi manajerial dan teknikal pada
profesi perawat. Meskipun keduanya merupakan satu kesatuan
kompetensi yang sulit dipisahkan, namun pencampuradukkan
fungsi manajerial dan teknikal pada satu orang tenaga perawat
menghasilkan konflik kepentingan dalam pemberian asuhan
keperawatan. Perawat yang menyandang dua fungsi tersebut
setiap kali harus menentukan kepentingan mana yang harus ia
dahulukan, kepentingan pasien atau kepentingan manajemen.
Masalah-masalah tersebut sangat berkaitan dengan proses
delegasi dan supervisi dalam manajemen keperawatan sehingga perlu
mendapatkan perhatian khusus.

III. PERAN,

FUNGSI

DAN

TUGAS

TENAGA

KEPERAWATAN
Fungsi supervisi dan delegasi merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam manajemen dan berkaitan erat dengan peran, fungsi
dan tugas keperawatan. Karena itu, sebelum membahas lebih lanjut
mengenai supervisi dan delegasi, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu
peran, fungsi dan tugas tenaga keperawatan.
PERAN TENAGA PERAWAT

Menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989, peran perawat


meliputi peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien,
pendidik, coordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu.1
Sebagai pemberi asuhan keperawatan hanya dapat dilakukan oleh
seorang perawat apabila ia memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia melalui pelayanan keperawatan dengan proses keperawatan
yang benar. Dengan demikian perawat tersebut dapat memberikan
diagnosis keperawatan dengan tepat serta merencakan dan melakukan
tindakan yang sesuai dengan kebutuhan. Setelah terlaksana, baru
kemudian diadakan kegiatan evaluasi untuk memastikan perkembangan
kasus tersebut.
Peran perawat sebagai advokat pasien merupakan fungsi di mana
seorang perawat dituntut untuk dapat memberikan informasi dan
pelayanan kepada pasien dalam proses pengambilan keputusan atas
tindakan keperawatan terhadap pasien. Perawat juga harus bertindak
sebagai pembela dan pelindung hak-hak pasien.
Sebagai seorang edukator, perawat diharapkan dapat membantu
klien untuk mengetahui lebih banyak tentang penyakitnya, termasuk
gejala serta tindakan kesehatan yang diberikan, sekaligus memonitor
perilaku pasien sesudahnya.
Peran seorang perawat sebagai koordinator meliputi berbagai
kegiatan

untuk

mengorganisasi

suatu

pelayanan

kesehatan

yang

biasanya diberikan oleh sebuah tim, sehingga perawatan yang diberikan


sesuai dengan kebutuhan klien.
Perawat tidak dapat bekerja sendiri dalam melakukan tugasnya.
Karena itu, perawat harus mampu menjalankan peran sebagai kolaborator
dengan
1

anggota

tim

yang

lain,

seperti

dokter,

ahli

gizi,

A. Aziz Alimul Hidayat (2008), Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta

teknisi

laboraturium, dll untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang


prima kepada pasien.
Sebagai konsultan, perawat merupakan tempat bagi pasien atau
anggota tim yang lain untuk memberikan pertimbangan mengenai
tindakan keperawatan yang paling tepat. Peran ini dijalankan berdasarkan
kebutuhan pihak lain atas informasi mengenai layanan keperawatan.
Pembaharu merupakan peran yang terakhir disebutkan, namun
tidak berarti karena peran ini tidak penting. Sebagai pembaharu, seorang
perawat dituntut untuk dapat melakukan perencanaan serta perubahan
secara terarah untuk memperbaiki kualitas pelayanan keperawatan.
Dari sejumlah peran tenaga perawat yang telah dibahas, kita dapat
melihat bahwa sebenarnya terdapat dua kelompok peran yang bisa jadi
bertolak belakang, yaitu peran fungsional dan peran manajerial. Kedua
hal tersebut sangat berbeda orientasinya. Peran fungsional berorientasi
pada kepentingan pasien, sementara fungsi manajerial berorientasi pada
kepentingan rumah sakit / lembaga layanan kesehatan tempat tenaga
perawat tersebut bekerja. Perbedaan tersebut akan membentuk suatu
konflik kepentingan yang sangat berhubungan dengan masalah supervisi
dan delegasi.
FUNGSI TENAGA PERAWAT
Berdasarkan peran yang telah diidentifikasi tersebut, tenaga
keperawatan diharapkan dapat melaksanakan tiga fungsi (pada pasienpasien yang dirawat), yaitu fungsi independen, fungsi dependen, dan
fungsi interdependen.
a. Fungsi Independen merupakan fungsi di mana tenaga perawat
melaksanakan tugasnya sendiri dengan keputusan sendiri untuk

memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien untuk memenuhi


kebutuhan dasarnya.
b. Fungsi

Dependen

merupakan

fungsi

tenaga

perawat

sebagai

perpanjangan tangan pihak lain, misalnya perawat pengawas atau


perawat spesialis terhadap perawat umum. Dalam fungsi ini, terdapat
proses pelimpahan tugas atau delegasi yang sangat erat hubungannya
dengan konsep supervisi.
c. Fungsi Interdependen adalah fungsi seorang perawat sebagai bagian
dari sebuah tim atau kelompok kerja untuk memberikan pelayanan
yang terbaik bagi pasien. Fungsi ini terutama diperlukan untuk pasienpasien yang rumit dan memerlukan beberapa penanganan sekaligus.
TUGAS TENAGA PERAWAT
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan menuntut perawat
untuk menjalankan berbagai tugas. Sesuai dengan kesepakatan dalam
Lokakarya Keperawatan tahun 1983, tugas perawatn dijabarkan sebagai
berikut:
No Fungsi Perawat
Tugas Perawat
1
Mengkaji kebutuhan pasien/klien,
1. Mengumpulkan data
2. Menganalisis
keluarga,
kelompok
dan
menginterpretasi data
masyarakat serta sumber yang
tersedia
2.

dan

untuk

memenuhi kebutuhan tersebut


Merencanakan
tindakan Mengembangkan rencana tindakan
keperawatan
keluarga,
masyarakat

3.

potensial

dan

kepada
kelompok

individu, keperawatan.
atau

berdasarkan

diagnosis keperawatan.
Melaksanakan

rencana Menggunakan

dan

menerapkan

keperawatan yang meliputi upaya konsep-konsep dan prinsip-prinsip

peningkatan

kesehatan, ilmu perilaku, social budaya, ilmu

pencegahan

penakit, biomedik

penyembuhan,

pemulihan

pemeliharaan

dalam

melaksanakan

dan asuhan keperawatan dalam rangka

kesehatan memenuhi

kebutuhan

dasar

termasuk pelayanan klien dan manusia.


4.

keadaan terminal.
Mengevaluasi
hasil

asuhan

keperawatan

1. Menentukan

kritera

yang

dapat diukur dalam menilai


rencana keperawatan.
2. Menilai tingkat pencapaian
tujuan.
3. Mengidentifikasi

5.

Mendokumentasikan

proses

keperawatan.

perubahan yang diperlukan.


1. Mengevaluasi
data
permasalahan keperawatan.
2. Mencatat data dalam proses
keperawatan.
3. Menggunakan
untuk

6.

Mengidentifikasi

hal-hal

yang

perlu diteliti atau dipelajari serta


merencanakan studi kasus guna
meningkatkan pengetahuan dan
mengembangkan

keterampilan

dalam praktek keperawatan.


7.

Berperan

serta

melaksanakan

dalam
penyuluhan

kesehatan

kepada

klien,

keluarga,

kelompok

serta

masyarakat.

perubahan-

catatan

memonitor

klien

kualitas

asuhan keperawatan.
1. Mengidentifikasi
masalahmasalah

penelitian

dalam

bidang keperawatan.
2. Membuat
usulan
rencana
penelitian keperawatan.
3. Menerapkan hasil penelitian
dalam praktek keperawatan.
1. Mengidentifikasi
kebutuhan
pendidikan kesehatan.
2. Membuat
rencana
penyuluhan kesehatan.
3. Melaksanakan
penyuluhan
kesehatan.
4. Mengevaluasi
penyuluhan kesehatan.

hasil

8.

Bekerja

sama

dengan

disiplin

1. Berperan

serta

dalam

ilmu terkait dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada

pelayanan

individu, keluarga, kelompok

klien,

kesehatan

keluarga,

kepada

kelompok

dan

masyarakat.

dan masyarakat.
2. Menciptakan komunikasi yang
efektif,

baik

dengan

tim

keperawatan maupun dengan


9.

Mengelola perawatan klien dan

tim kesehatan lain.


Menerapkan
keterampilan

berperan

manajemen

dalam

sebagai

ketua

melaksanakan

tim

kegiatan

dalam

keperawatan

keperawatan.

klien

secara

menyeluruh.

IV. DELEGASI DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN


Secara umum, manajemen sering diartikan sebagai kemampuan
untuk mencapai suatu tujuan melalui tindakan orang lain. Dari definisi ini
dapat disimpulkan bahwa tindakan delegasi merupakan suatu hal yang
inheren dan tidak dapat dihindari dalam manajemen secara umum, maupun
dalam manajemen keperawatan.
Dalam manajemen keperawatan, pendelegasian dapat diartikan
sebagai:
1.

Pendelegasian

ialah

proses

terorganisir

dalam

kerangka

hidup

organisasi/keorganisasian untuk secara langsung melibatkan sebanyak


mungkin orang dan pribadi dalam pembuatan keputusan, pengarahan, dan
pengerjaan

kerja-yang

berkaitan

dengan

pemastian

tugas.

2. Pendelegasian ialah tindakan mempercayakan tugas (yang pasti dan


jelas),

kewenangan,

hak,

tanggung

jawab,

kewajiban,

dan

pertanggungjawaban kepada bawahan secara individu dalam setiap posisi


tugas. Pendelegasian dilakukan dengan cara membagi tugas, kewenangan,

hak,

tanggung

jawab,

kewajiban,

serta

pertanggungjawaban,

yang

ditetapkan dalam suatu penjabaran/deskripsi tugas formil dalam organisasi


3. Delegasi dapat diartikan sebagai penyelesaian suatu pekerjaan melalui
orang lain. Atau pemberian tugas kepada seseorang atau kelompok dalam
menyelesaikan tujuan organisasi.

DASAR PENDELEGASIAN
Pokok pembahasan tentang dasar pendelegasian ini berupaya untuk
menjawab

pertanyaan

"mengapa

pendelegasian

itu

penting?"

atau

"mengapa pendelegasian itu dibutuhkan dalam hidup dan kerja suatu


organisasi?" Pendelegasian itu sangat penting bagi hidup dan kerja setiap
organisasi

dengan

alasan-alasan

mendasar

berikut

di

bawah

ini.

1. Pemimpin hanya dapat bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain,
sesuatu yang hanya dapat diwujudkannya melalui pendelegasian.
2. Melalui pendelegasian, pemimpin memberi tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan demi
pemastian tanggung jawab tugas (agar setiap individu peserta suatu
organisasi berfungsi secara normal).
3. Dengan pendelegasian, pekerjaan keorganisasian dapat berjalan dengan
baik tanpa kehadiran pemimpin puncak atau atasan secara langsung.
4. Dalam pendelegasian, pemimpin memercayakan tugas, wewenang, hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sekaligus
"menuntut" adanya hasil kerja yang pasti dari bawahan.
5. Dalam pendelegasian, pemimpin memberikan tugas, wewenang, hak,

tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sepadan bagi


pelaksanaan kerja sehingga bawahan dengan sendirinya dituntut untuk
bertanggung

jawab

penuh

dalam

pelaksanaan

kerja.

SIFAT DELEGASI
Perlu diingat bahwa pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat
hierarki organisasi. Besar kecilnya pendelegasian adalah sesuai dengan
tugas,

hak,

wewenang,

pertanggungjawaban

setiap

kewajiban,
individu

tanggung
dalam

jawab,

hierarki

dan

organisasi.

Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari satu tugas ke tugas yang lain
dalam suatu organisasi karena satu pendelegasian berlaku untuk satu tugas
saja.
SIKAP TERHADAP DELEGASI
Ada beberapa sikap terhadap delegasi/pendelegasian yang memiliki efek
negatif ataupun positif. Sikap-sikap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemimpin sering tidak mendelegasikan tugas karena pelbagai alasan,
yaitu pemimpin tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status
quo, serta tidak memercayai orang lain/mencurigai orang lain.
2. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak
tahu

ataupun

ingin

membebaskan

diri/meringankan

diri

dari

kewajibannya.
3. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut
atau sangat hati-hati, atau kurang/tidak percaya.
4. Pemimpin dapat dan patut mendelegasikan tugas dengan bertanggung
jawab.
Pendelegasian dapat dilakukan dengan memerhatikan beberapa faktor
penting berikut ini:

1. Tugas yang tepat harus diberikan kepada orang yang tepat pula,
sesuai dengan kapasitas/kompetensi yang ada padanya.
2. Tugas yang tepat yang akan didelegasikan harus sepadan dengan
wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang
tepat pula.
3. Memercayakan suatu tugas harus disertai perhitungan waktu yang
tepat, kondisi yang tepat dalam suatu sistem manajemen terpadu yang baik.
4. Pendelegasian harus dilaksanakan dengan ekspektasi pragmatis
yang didukung oleh sistem pengawasan yang baik guna menciptakan
efektivitas dan efisiensi kerja serta produksi yang tinggi.
5.

Pemimpin

sebagai

pemberi

tugas

harus

secara

konsisten

memberikan dukungan penuh ("backing") kepada setiap bawahan yang


menerima pendelegasian tugas darinya.
6. Pendelegasian yang dilaksanakan dengan cara yang tepat, dapat
didefinisikan sebagai empat hal berikut:

Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari


pemimpin dan bawahan. Pemimpin melaksanakan pendelegasian
serta memberi dukungan, sementara bawahan siap serta taat
kepada pemimpin dalam melaksanakan tugas/tanggung jawab

yang dipercayakan kepadanya.


Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus
dipertahankan oleh pemimpin dan bawahan, antara lain:
1. tetap (tidak berubah) -- berdasarkan ketentuan/polisi kerja
organisasi yang berlaku;
2. teratur (berdasarkan sasaran/kecepatan/ketertiban yang
diminta) -- sesuai dengan sistem manajemen organisasi yang
ada.
3. terus-menerus (mencegah/mengatasi hambatan dengan
bekerja secara tetap) -- yaitu sesuai dengan tuntutan kerja dan
batas waktu yang telah ditetapkan.

Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan

kuantitas kerja.
Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau
produksi tinggi, sesuai dengan perencanaan.

SIKAP PEMIMPIN TERHADAP PENDELEGASIAN


Pendelegasian hanya akan berfungsi secara efektif apabila pemimpin
memahami dan mengambil sikap yang tepat terhadap pendelegasian itu. Ini
berarti pemimpin tertinggi dan yang setingkat di atas setiap bawahan
bertanggung jawab penuh atas tugas yang didelegasikan dengan memberi
dukungan penuh kepada bawahan dengan memenuhi apa yang dibutuhkan
dalam

menjalankan

tugas.

Pemimpin

yang

mendelegasikan

tugas

bertanggung jawab memberi kredit kepada setiap pelaksana tugas atas hasil
kerja yang telah diperlihatkannya. Ia juga mutlak bertanggung jawab penuh
atas sukses atau gagalnya suatu pelaksanaan kerja serta segala konsekuensi
yang ditimbulkan oleh setiap bawahannya.
POLA PENDELEGASIAN
Pola pendelegasian yang membawa hasil memiliki ciri-ciri khusus yang
harus dipahami oleh setiap orang. Ciri-ciri khusus tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.

Menekankan pada tercapainya hasil-hasil yang didambakan atau


diinginkan pada waktu depan yang telah ditentukan ("desired

results").
Pendelegasian menyatakan dengan tegas tentang apa yang
harus dicapai, bukan bagaimana mencapainya, di mana fokus
utama diarahkan kepada hasil produksi.

Pendelegasian memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung


jawab, kewajiban membuat/memberi laporan pada awal tugas,
dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan dievaluasi oleh

pemimpin.
Pelaksanaannya dilandasi pedoman/petunjuk ("guidelines") yang
jelas, baik bagi tugas maupun pelaksana tugas. Artinya
pendelegasian menyatakan pedoman-pedoman, laranganlarangan, dan batas-batas dimana seseorang harus
bekerja/melakukan kewajibannya. Hal ini menolong setiap orang

untuk bekerja dengan baik/patut.


Melibatkan sumber-sumber daya ("resources") yang pasti.
Pendelegasian menyatakan (disertai dengan pernyataan) akan
adanya sumber-sumber daya, antara lain sumber daya manusia,
keuangan, teknis, atau organisasi yang dapat dipakai seseorang

untuk menyelesaikan tugas yang didelegasikan kepadanya.


Dinyatakan dengan adanya tanggung jawab dan
pertanggungjawaban ("responsibility" dan "accountability").
Pendelegasian menyatakan patokan yang akan digunakan untuk
menilai hasil/prestasi akhir, yang diwujudkan dengan adanya
tanggung jawab dan pertanggungjawaban kerja yang dapat
dilakukan dengan membuat/memberi pelaporan pada awal
tugas, dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan

dievaluasi oleh pemimpin.


Mempertimbangkan risiko-risiko yang akan terjadi atau ditindaki
("consequences"). Pendelegasian dapat menyatakan akibatakibat yang akan terjadi, yang baik maupun yang tidak baik,
sebagai hasil dari suatu pekerjaan atau tugas yang
didelegasikan. Akibat-akibat ini dapat diukur melalui
evaluasi/pengkajian yang dilakukan dengan meneliti deskripsi
tugas dan hasil kerja atau produk yang telah dilakukan atau
dihasilkan. Dengan menanyakan apakah semuanya ini telah

dilakukan dengan baik dan sesuai dengan rencana, ketentuan


dan prosedur, ataukah malah sebaliknya.
Dalam melakukan delegasi, American Nurse Association mengeluarkan
panduan persyaratan yang sangat komprehensif:

right task: tugas yang diberikan untuk didelegasikan harus tepat

right circumstances: situasi pemberian delegasi harus benar

right person: penerima delegasi harus kompeten untuk


melakukannya

right direction and communication: petunjuk dan komunikasi


dilakukan secara benar

right supervision and evaluation: pemantauan dan evaluasi


dilaksanakan dengan benar

PERMASALAHAN DALAM PENDELEGASIAN


Delegasi dalam praktek keperawatan professional sering mengalami
masalah, dimana proses delegasi tidak dilaksanakan secara efektif. Hal ini
diarenakan tiga hal :
1. underdelegation (kurang delegasi) : Pelimpahan tugas terlalu sedikit.
Staf diberi wewenang yang sangat sedikit, terbatas dan sering tidak
terlalu jelas.
2. over-delegation (delegasi berlebihan) : Pemberian delegasi berlebihan.
Dan tidak sesuai dengan kompetensi hal ini dapat menimbulkan
kesalahn dan berdampak buruknya pelayanan dan beresiko untuk
menimbulkan tuntuan bila terjadi kesalahn.
3. unproper delegation (delegasi tidak tepat) : Pelimpahan yang tidak
tepat.Kesalahan yang ditemukan adalah, pemberian tugas limpah,
orang yang tepat, dan alasan delegasi hanya karena faktor

senang/tidak senang. Pelimpahan ini tidak efektif karena kecendrungan


pimpinan menilai pekerjaanya berdasarkan unsur subyektif.
Masalah lain yang dapat timbul :

Masukan tidak terkontrol dapat dilihat pada hasil nyata yang dicapai
dalam pengerjaan tugas, atau cara lain, antara lain menyediakan
peluang/kondisi untuk berdiskusi secara terbuka dengan para
bawahan, mendengar keluhan mereka, dsb., atau penemuan

langsung yang ditemui di lapangan.


Tugas yang didelegasikan terlampau banyak, atau terlalu sedikit,

yang dalam kenyataannya tidak sesuai dengan kapasitas bawahan.


Tidak ada pelatihan bagi tugas, baik pelatihan tugas, atau latihan di

dalam tugas ("in-service training").


Informasi yang kabur. Yang bersumber dari pemimpin yang "kurang
jelas" dalam berkomunikasi dengan para bawahan, atau gengsi dari
bawahan, yang walaupun tidak memahami suatu informasi, tetapi

malu untuk bertanya.


Komando dari atas yang datang dari dua sumber yang berbeda. Ini
menciptakan kebingungan bagi dan di antara para bawahan yang
dihadapkan dengan pertanyaan, "perintah yang mana yang harus

dituruti?"
Bawahan tidak mengerti nilai dari tugas yang diinformasikan.
Apakah tugas tersebut sangat mendesak karena bernilai primer

atau dapat ditunda karena sifatnya yang kurang penting, dsb.


Harapan pemimpin yang berlebihan, tanpa mengetahui dengan

jelas akan kemampuan para bawahannya dengan pasti.


Motivasi dan harapan para bawahan yang bersifat kompleks
terhadap pemimpin, tugas, imbalan, situasi/kondisi, dsb.

KEBERHASILAN DALAM PENDELEGASIAN

Tindakan pendelegasian tugas dapat mempermudah dan meringankan


kerja seseorang dalam organisasi. Namun ada beberapa hal yang patut
diperhatikan untuk memastikan bahwa delegasi berjalan dengan lancer:
1. Komunikasi yang jelas dan lengkap : Kelengkapan informasi yang
disampaikan, akurasi terhadap pesan, penggunaan kata-kata atau
istilah yang mudah diterima oleh penerima pesan
2. Ketersediaan sumber dan sarana
3. Monitoring / Supervisi
4. Pelaporan kemajuan tugas limpah

V.

SUPERVISI

DALAM

MANAJEMEN

KEPERAWATAN
Berdasarkan definisinya, supervisi dalam manajemen keperawatan
dapat diartikan sebagai:

The active process of directing, guiding and influencing the outcome


of an individuals performance of a task (individuals engaging in
supervision of patient care should not be construed to be managerial
supervisors on behalf of the employer).

(American Nursing Association)


Providing guidance for the accomplishment of a task or activity, with
initial direction and periodic inspection of the actual accomplishment
of the task or activity.
(American Nursing Association & National Council of State Boards of
Nursing, 1990)

Personally observing a function of activity, providing leadership in the


process of nursing care, delegating functions or activities while
retaining accountability, and evaluating or determining that nursing
care being provided is adequate and delivered properly. (Huber,
2000)

Berdasarkan definisi tersebut, kita dapat menggambarkan hubungan


antara supervisi dengan bidang-bidang lainnya:

Supervisi dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh


seseorang yang berwenang untuk mengawasi dan memastikan bahwa
karyawan yang berada di bawah pengawasannya (baik secara langsung
maupun tidak) dapat menyelesaikan tugasnya dalam konteks pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien. Supervisi penting dilakukan untuk
memastikan bahwa suatu tugas yang didelegasikan telah dilakukan dengan
baik.
Kegiatan supervisi termasuk:

Fungsi dasar manajemen : pengambilan keputusan, pemecahan

masalah, delegasi, dan manajemen rapat,


Organisasi kelompok dan staf, identifikasi kebutuhan,
mendefinisikan pekerjaan, merekrut karyawan baru, pelatihan

karyawan baru,
Manajemen kinerja karyawan (menentukan tujuan, mengamati dan
memberikan masukan, memecat atau memberikan sangsi), serta
memastikan pegawai patuh pada kebijakan serta peraturan
eksternal maupun internal

Dalam menganalisis supervisi, perlu dilihat terlebih dahulu jenis


pendelegasian

tugas

yang

terkait

dengannya.

Terdapat

dua

jenis

pendelegasian tugas: yaitu delegasi yang bersifat struktural dan delegasi


yang bersifat fungsional.
Delegasi yang bersifat struktural, membuahkan kegiatan supervisi
yang juga bersifat struktural, di mana seorang supervisor diberi wewenang
untuk melakukan kegiatan pengawasan secara terus-menerus terhadap
kinerja

sekelompok

orang

bawahannya.

Dalam

supervisi

struktural,

wewenang untuk mengadakan kegiatan pengawasan tersebut tercantum


dalam job description seseorang dan bersifat jangka panjang. Contoh dari
supervisi seperti ini adalah adanya perawat pengawas yang secara konsisten
dan teratur memastikan segala kegiatan keperawatan berlangsung dengan
baik.
Di lain pihak, terdapat delegasi yang bersifat fungsional. Delegasi
seperti ini dilakukan untuk jangka pendek di mana pihak yang memberikan
delegasi, secara sementara dan terbatas, memberikan wewenang kepada
pihak lain yang memiliki kompetensi untuk melakukan suatu tugas atau
prosedur. Contoh dari supervisi fungsional ini adalah bila seorang perawat
kepala

ruangan

memberikan

instruksi

kepada

perawat

umum

untuk

melakukan tindakan tertentu kepada pasien, seperti menyuntik atau


melakukan transfusi darah.
Supervisi merupakan konsekuensi langsung dari adanya delegasi.
Berbagai tugas yang termasuk dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien tidak mungkin dapat dilakukan secara independen. Namun,
perlu diingat bahwa delegasi berarti menyerahkan suatu pekerjaan atau
tugas kepada orang lain dengan tetap bertanggung jawab terhadap hasil
akhir. Karena itu, dalam setiap tindakan delegasi, supervisi diperlukan untuk
memastikan bahwa delegasi yang dilakukan membuahkan hasil yang
diharapkan.

VI. TANGGUNG JAWAB, TANGGUNG GUGAT DAN


KONSEKUENSI HUKUM DALAM DELEGASI DAN
SUPERVISI
Menurut

American

Nursing

Association,

tanggung

jawab

dapat

diartikan sebagai penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugastugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap
kompeten dalam pengetahuan, sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA,
1985).
Dalam pendelegasian tugas, seorang perawat harus bertanggung
jawab tentang dua hal:
1. Mendelegasikan secara benar (sesuai dengan kompetensi dan
kebutuhan)
2.

Memastikan supervisi yang cukup

Secara hukum, bila seorang perawat mendelegasikan tugas kepada


perawat lain yang dianggap kompeten dan terjadi suatu kesalahan, maka
penerima delegasi bertanggung jawab atas tindakannya dan delegator
bertanggung jawab atas supervisi, follow up, intervensi dan tindakan korektif.
Sayangnya, dengan ketidakjelasan hukum dan peraturan keperawatan
di Indonesia saat ini, perawat sering kali tidak yakin mengenai konsekuensi
hukum dari tindakan delegasi dan supervisi yang ia lakukan. Batas yang jelas
antara tugas manajerial perawat dan tugas pemberian asuhan keperawatan
terhadap pasien, belum ditentukan sehingga perawat seringkali mengalami
konflik kepentingan. Sementara perawat harus dihadapkan kepada tiga jenis
tanggung jawab: tanggung jawab terhadap Tuhan, pasien, dan rekan sejawat
serta atasan.

Selain batas atas tugas yang bersifat manajerial dan pemberian


asuhan keperawatan, belum juga ada aturan yang jelas mengenai tingkat
kompetensi yang diperlukan untuk tugas-tugas yang spesifik. Seringkali
masih terdapat kerancuan antara kompetensi perawat lulusan S1 dan D3,
ataupun perawat-perawat spesialis seperti perawat anestesi, UGD atau
pediatri. Ini memiliki dampak terhadap aspek hukum karena akan timbul
pertanyaan: siapakah yang dianggap cukup kompeten untuk melakukan
suatu tugas?
Belum lagi pembagian tugas dengan tenaga kesehatan lain, dalam
peran

perawat

sebagai

kolaborator.

Sebagai

bagian

dari

tim

yang

memberikan pelayanan kepada pasien, perawat mungkin diminta untuk


melakukan tugas yang sebenarnya termasuk dalam tindakan medis. Hal
tersebut sebenarnya merupakan risiko hukum yang cukup besar karena bila
terjadi

kesalahan

maka

perawat

tentunya

akan

dimintai

pertanggungjawaban karena telah melakukan tindakan yang sebenarnya


berada di luar kewenangannya. Sementara di lain pihak, kompensasi yang
diberikan kepada perawat belumlah sesuai dengan keterampilan dan
kompetensinya.
Untuk memastikan seluruh proses keperawatan telah dilakukan dengan
benar, maka mutlak diperlukan adanya dokumentasi. Selain berguna sebagai
alat

untuk

dokumentasi

mempertahankan
juga

berfungsi

kontinuitas
sebagai

alat

dan

konsistensi

supervisi,

perawatan,

terutama

yang

berhubungan dengan tanggung jawab, tanggung gugat atau akontabiliti,


serta aspek hukum dalam manajemen keperawatan.
Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam
membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu konsekuensikonsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada
pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani

menghadapinya.

Terutama

yang

berkaitan

dengan

kegiatan-kegiatan

profesinya. Perawat harus


mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang dilakukannya. Hal
ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1. Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik
buruknya?2

VII. KESIMPULAN DAN SARAN


Dari penjabaran di atas, kita dapat simpulkan bahwa dunia
keperawatan di Indonesia sedang berkembang pesat. Hal ini patut dilihat
sebagai suatu kesempatan, namun di lain pihak masih banyak yang perlu
dibenahi terutama dari segi perundangan serta peraturan.
Perundangan dan peraturan yang jelas akan menjamin posisi
perawat dalam tugasnya memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan maksimal. Dengan demikian, perawat tidak perlu merasa takut
atau tidak nyaman dalam melaksanakan delegasi dan supervisi dalam
tugasnya sehari-hari.
Selain delegasi dari fungsi-fungsi keperawatan, perlu juga dipikirkan
mekanisme yang lebih terinci mengenai pelimpahan tindakan medis
kepada perawat. Seringkali situasi dan kondisi tidak memungkinkan
pelaksanaan tindakan medis dilakukan sendiri oleh dokter, sehingga
terpaksa

dikerjakan

oleh

perawat.

Hendaknya

parameter

ataupun

indikator mengenai kondisi perkecualian tersebut dijabarkan secara


mendalam sehingga terdapat kejelasan dalam situasi apa dan sejauh
mana seorang perawat dapat mengambil alih tindakan medis tanpa

Iyus Yosep, Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat Perawat dari Sudut Etik, www.ppni.org

melanggar hukum atau wewenangnya. Hal ini dapat memberikan


kepastian hukum untuk profesi perawat.
Seperti

halnya

di

organisasi

American

Nursing

Association,

hendaknya disusun suatu standar kompetensi perawat yang merinci


tingkatan pendidikan perawat dan wewenangnya. Standar tersebut akan
sangat membantu dalam mengatur garis delegasi dan supervisi dalam
manajemen keperawatan.
Perlu

dipertimbangkan

juga

upaya

pemisahan

antara

peran

manajerial seorang perawat dengan peran sebagai pemberi asuhan


keperawatan kepada pasien. Pencampuran tanggung jawab tersebut
dapat mengakibatkan konflik kepentingan yang akhirnya mengurangi
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan.
Delegasi dan supervisi merupakan dua hal yang sulit untuk
dipisahkan. Dalam definisi delegasi pun, supervisi sudah menjadi bagian
yang inheren di dalamnya. Ini berarti bahwa dalam setiap tindakan
pendelegasian, supervisi mutlak diperlukan untuk menjamin kualitas
tugas yang dilimpahkan.

Anda mungkin juga menyukai