Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS SEDIAAN FARMASI


PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DAN KOFEIN DALAM TABLET
SECARA SPEKTROFOTOMETRI DENGAN METODE SIMULTAN

Oleh :
Golongan Q
Kelompok D
1.

Lidwina A. Yoe

2443013241

2.

Maria V. R. Radja

2443013243

3.

Vini S. Tanaem

2443013256

4.

Juan S. Gendra

2443013273

Asisten Praktikum: Bu Senny

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2015

I.

Tujuan
Untuk mengetahui kadar Parasetamol dan Kofein dalam sediaan tablet secara spektrofotometri
dengan metode simultan.

II.

Dasar Teori
Spektrofotometri Sinar Tampak (UV-Vis) adalah pengukuran energi cahaya oleh suatu
sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Dalam kondisi percobaan terkontrol
(menggunakan larutan yang diencerkan), jumlah radiasi yang diserap berhubungan langsung
dengan konsentrasi analit dalam larutan (Hukum Beer), memungkinkan mengukur sampel
organik (terutama pada rentang radiasi UV) dan anorganik (terutama pada rentang radiasi cahaya
tampak) (Preedy, 2012). Prinsip spektrofotometri UV-Vis yaitu berdasarkan pengukuran serapan
cahaya (radiasi elektromagnetik) oleh suatu senyawa (analit) di daerah ultraviolet dan sinar
tampak (Gandjar dan Rohman, 2007).
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer,
yaitu:
A = - log T = - log It / Io = . b . C
Keterangan:
A

= Absorbansidarisampel yang akandiukur

= Transmitansi

Io = Intensitassinarmasuk
It

= Intensitassinar yang diteruskan

= Koefisienekstingsi

= Tebalkuvet yang digunakan

= Konsentrasi dari sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).


Kadar campuran dua zat dapat ditentukan dengan metode spektrofotometri tanpa harus

dipisahkan terlebih dahulu. Kedua zat harus memiliki panjang gelombang maksimum yang tidak
berimpit. Absorpsi campuran sampel pada panjang gelombang pengukuran merupakan jumlah
absorpsi dari masing-masing zat tunggalnya. Kadar masing-masing zat ditentukan menggunakan
simultan (Widjaja dkk., 2013).
Bila diinginkan pengukuran dua senyawa berbeda secara bersama-sama dengan
spektrofotometri, maka dapat dilakukan pada dua panjang gelombang dimana masing-masing
komponen tidak saling mengganggu atau gangguan dari komponen yang lain paling kecil. Dua

buah kromofor yang berbeda akan memberikan kekuatan absorbsi cahaya yang berbeda pula
pada satu daerah panjang gelombang. Pengukuran dilakukan pada beberapa panjang gelombang
sehingga nantinya didapatkan dua panjang gelombang maksimum. Pada dua panjang gelombang
maksimum ini akan didapatkan dua persamaan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi
masing-masing panjang gelombang. Sehingga konsentrasi masing-masing komponen dapat
dihitung. Mula-mula dipilih panjang gelombang yang perbandingan absortivitas maksimum,
yaitu: (a1/a2) maksimum pada 1 dan (a2/a1) pada 2. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar di
bawah ini:

Gambar 5. Spektra Dua Buah Senyawa, Senyawa I dan Senyawa II


(Gandjar dan Rohman, 2012).
Dari Hukum Lambert-Beer, dapat diketahui bahwa absorbansi berbanding lurus dengan
absortivitas (a), tebal kuvet (b), dan konsentrasi (c). Supaya nilai b tetap maka selama pegukuran
digunakan tebal kuvet yang sama.
Absorbansi senyawa 1, A1 = a1 b1 c 1 dan.............................................(1.1)
Absorbansi senyawa 2, A2 = a2 b2 c 2 dan.............................................(1.2)
Selama kuvet yang digunakan sama maka nilai b tetap sehingga kedua persamaan diatas
menjadi persamaan (10-16) dan (10-17)
A1 = a1 c 1 .............................................(1.3)
A2 = a2 c 2 .............................................(1.4)
Pengukuran campuran 2 senyawa baik pada panjang gelombang 1 (1) mapun panjang
gelombang 2 (2), oleh absorbansi pada kedua panjang gelombang tersebut merupakan jumlah
dari absorbansi senyawa 1 dan absorbansi senyawa 2 (perhatikan gambar diatas yang
menggambarkan spektra dua buah senyawa,senyawa I dan II), yang secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
A1 = (a1c 1) 1 + (a2c 2) 1 .............................................(1.5)
A2 = (a1c 1) 2 + (a2c 2) 2 .............................................(1.6)
Keterangan: nilai a (absorptivitas) dapat juga diganti dengan absorptivitas molar, dimana:
c 1 : Konsentrasi senyawa 1
c 2 : Konsentrasi senyawa 2

(a1) 1

: Absorptivitas senyawa 1 pada panjang gelombang pertama

(a1) 2

: Absorptivitas senyawa 1 pada panjang gelombang kedua

(a2) 1

: Absorptivitas senyawa 2 pada panjang gelombang pertama

(a2) 2

: Absorptivitas senyawa 2 pada panjang gelombang kedua

A1

: Absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama

A2

: Absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua

(Gandjar dan Rohman, 2012).


Karakteristik Bahan Aktif
1. Acetaminophen / Parasetamol (FI V, hal. 998)

RM/BM
Pemerian
Kelarutan

: C8H9NO2 /151,16.
: Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
: Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut

dalam etanol.
Tablet Parasetamol (FI V, hal. 1001)
Tablet Parasetamol mengandung Parasetamol, C8H9NO2, tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera di etiket.
AOAC hal. 242:
Acetaminophe
n

Wavelength, m
242
243
244
257

A1%1cm
679
679
920
750

Solvent
0,1 N HCl
H2O
95% ethanol
0,1 N NaOH

2. Kofein (FI V, hal. 728)

RM/BM
Pemerian

: C6H10N4O2/194,19 (anhidrat); 212,21 (monohidrat).


: Serbuk putih, bentuk jarum mengkilat, biasanya menggumpal; tidak
berbau; rasa pahit; larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus; bentuk

Kelarutan

hidratnya mengembang di udara.


: Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol; mudah larut dalam

kloroform; sukar larut dalam eter.


Sediaan mengandung Kofein tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110% dari

jumlah yang tertera pada etiket (USP XXXII tahun 2009).


AOAC hal. :

Caffeine

Wavelength, m
273
273
273

A1%1cm
400
400
532

Solvent
0,5 N NaOH
0,5 N H2SO4
CHCl3

Berdasarkan jurnal: Simultaneous of Paracetamol and Caffeine in Tablet Formulation,


beberapa data yang digunakan sebagai berikut:
Konsentrasi larutan standar: 2 32 ppm
maksimal untuk Parasetamol: 243 nm
maksimal untuk Kofein: 273 nm
III.

Alat dan Bahan


Alat :
- Botol timbang
- Labu takar 50 ml (3 buah)
- Labu takar 10 ml (13 buah)
- Beaker glass
- Mikro pipet
- Pipet tetes
- Batang pengaduk

Sendok tanduk
Kuvet
Spektrofotometer

Bahan :
- Parasetamol murni
- Kofein murni
- Sampel tablet Bodrex
- Air

IV.

Penimbangan dan Perhitungan


Komposisi bahan aktif dalam tablet Bodrex: Parasetamol 600 mg
Kofein 50 mg
Sehingga perbandingan Parasetamol : Kofein = 12 : 1. Oleh karena itu perbandingan konsentrasi larutan
baku Parasetamol : Kofein = 12 : 1. Namun jika menggunakan perbandingan ini maka konsentrasi untuk
Parasetamol menjadi sangat besar dan tidak masuk pada rentang yang sudah ditentukan yaitu 2 32
ppm. sehingga perbandingan ini dikecilkan menjadi 5 : 1.
Rentang konsentrasi yang dapat terbaca: 2 32 ppm

No.
Laruta
n baku
C1
C2
C3
C4
C5

Larutan Baku
Parasetamol
Kofein
(5 x Kofein)
25 mg/ 50 ml
125 mg/ 50 ml
(500 ppm)
(2500 ppm)
2 ppm
10 ppm
3 ppm
15 ppm
4 ppm
20 ppm
5 ppm
25 ppm
6 ppm
30 ppm

1. Pembuatan Larutan Baku Kofein


Larutan baku Kofein 25 mg/25 ml = 500 ppm
Perhitungan pengenceran:
2 ppm
C1 = 500 ppm x 10 ml = 0,04 ml = 40 l

C2 =

3 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,06 ml = 60 l

C3 =

4 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,08 ml = 80 l

C4 =

5 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,10 ml = 100 l

C5 =

6 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,12 ml = 120 l

Cara kerja:

2.

Pembuatan
Larutan Baku
Parasetamol
Larutan baku

Parasetamol 125
mg/25 ml = 2500
ppm
Perhitungan

pengenceran:

C1 =
10 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,04 ml = 40 l

C2 =

15 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,06 ml = 60 l

C3 =

20 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,08 ml = 80 l

C4 =

25 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,10 ml = 100 l

C5 =

30 ppm
500 ppm

x 10 ml = 0,12 ml = 120 l

Cara kerja:

3.

Preparasi
Sampel:

4.

Pembuatan
NaOH 0,1 N 450
ml
N

1000
v
0,1 =

x valensi
W
40

1000
450

x1

W = 1,8 gram
VI. Hasil Praktikum
1 (Parasetamol) : 258 nm
2 (Kofein)
: 274 nm
1. Larutan Baku Parasetamol:
125,6 mg
Parasetamol =
= 2.512 ppm
50 ml

No.
C1
C2

Konsentrasi
(ppm)
10,048
15,072

A1%1cm

Absorbansi
1
0,699
1,047

2
0,522
0,783

1
695,66
694,66

2
519,51
519,51

W
Mr

C3
C4
C5

20,096
25,120
30,144

1,389
1,699
1,974

1,031
1,281
1,516

688,69
676,35
654,86

= 682,04

513,04
509,95
502,92

= 512,98

2. Larutan Baku Kofein:


25,2 mg
Kofein =
= 504 ppm
50 ml

No.
C1
C2
C3
C4
C5

1
(258 nm)
2
(274 nm)

Konsentrasi
(ppm)
2,016
3,024
4,032
5,04
6,048

A1%1cm

Absorbansi
1
0,031
0,091
0,099
0,114
0,150

A1%1cm
Parasetamol

A1%1cm
Parasetamol

682,04

234,88

512,98

460,29

2
0,075
0,174
0,185
0,221
0,276

1
153,77
300,93
245,54
226,19
248,01

= 234,88

3. Sampel:

No.

Penimbangan

C setelah pengenceran

W (mg)

C (ppm)

(20 l ad 10 ml)

S1

54,4

1088

2,176

S2

53,8

1076

2,152

S3

54,3

1086

2,172

4. Pengamatan absorbansi sampel:


Sampel

1
(258 nm)

2
(274 nm)

S1

0,104

0,082

S2

0,098

0,076

S3

0,131

0,104

5. Perhitungan kadar Parasetamol dan Kofein dalam tablet:


S1

As 1 = Ap 1 + Ak 1

2
372,02
575,39
458,83
438,49
456,35

= 460,29

As 1 = (A1%1cm p 1 . Cp) + (A1%1cm k 1 . Ck)


0,104 = (682,04 . Cp) + (234,88 . Ck)
0,104(234,88 .Ck )
Cp
=
682,04

As 2 = Ap 2 + Ak 2
As 2 = (A1%1cm p 2 . Cp) + (A1%1cm k 2 . Ck)
0,104(234,88 .Ck )
0,082 = (512,98 .
) + (460,29 . Ck)
682,04
0,082 = 0,078 (176,66 . Ck) + (460,29 . Ck)
0,004 = 283,63 . Ck
0,141 ppm
Ck
= 1,41 . 10-5 % = 0,141 ppm 2,176 ppm

. 100%

= 6,48%

1,476 ppm
2,176 ppm

. 100%

= 67,83%

Cp

= 1,476 . 10-4% = 1,476 ppm

S2

As 1 = Ap 1 + Ak 1
As 1 = (A1%1cm p 1 . Cp) + (A1%1cm k 1 . Ck)
0,098 = (682,04 . Cp) + (234,88 . Ck)
0,098(234,88. Ck)
Cp
=
682,04

As 2 = Ap 2 + Ak 2
As 2 = (A1%1cm p 2 . Cp) + (A1%1cm k 2 . Ck)
0,098(234,88. Ck)
0,076 = (512,98 .
) + (460,29 . Ck)
682,04
0,076 = 0,073 (176,66 . Ck) + (460,29 . Ck)
0,003 = 283,63 . Ck
0,058 ppm
Ck
= 1,058 . 10-5 % = 0,1058 ppm 2,152 ppm

. 100%

= 4,92%

1,41 ppm
2,152 ppm

. 100%

= 65,52%

Cp

= 1,41 . 10-4%

= 1,41 ppm

S3

As 1 = Ap 1 + Ak 1
As 1 = (A1%1cm p 1 . Cp) + (A1%1cm k 1 . Ck)
0,131 = (682,04 . Cp) + (234,88 . Ck)
0,131(234,88 . Ck)
Cp
=
682,04

As 2 = Ap 2 + Ak 2
As 2 = (A1%1cm p 2 . Cp) + (A1%1cm k 2 . Ck)
0,131(234,88 . Ck)
0,104 = (512,98 .
) + (460,29 . Ck)
682,04
0,104 = 0,098 (176,66 . Ck) + (460,29 . Ck)
0,006 = 283,63 . Ck
0,2115 ppm
Ck
= 2,115 . 10-5 % = 0,2115 ppm 2,172 ppm

. 100%

= 9,74%

Cp

= 1,85 . 10-4%

= 1,85 ppm

1,85 ppm
2,172 ppm

. 100%

= 85,17%

Perhitungan 4d:

Konsentrasi Kofein (Ck)


9,74*
1,56
6,48
4,92
3,26

Rata-rata = 5,7

- 5,7
d=

6,48
=
4,92
0,78
0,78

0,78 4d = 3,12

* 9,74 5,7 = 4,04 > 4d data dibuang


6,84 + 4,92
% Ck =
= 5,7%
2
Kadar Kofein / tablet= 5,7% . 838,25 mg = 47,78 mg/tab
(Sediaan Tablet Bodrex mengandung Kofein 95,56% dari yang tertera di etiket)

Konsentrasi Parasetamol (Cp)

85,17*
17,34
67,83
65,52
2,31

Rata-rata = 66,675
67, 83
- 66,675 65,52
=
d=

1,55
1,55

1,55 4d = 4,62

* 85,17 66,675 = 18,495 > 4d data dibuang


67,83 +65,52
% Cp =
= 66,675%
2
Kadar Parasetamol / tablet = 66,675% . 838,25 mg = 558,90 mg/tab
(Sediaan Tablet Bodrex mengandung Parasetamol 93,15% dari yang tertera di etiket)
VII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan penetapan kadar campuran dua zat yaitu
parasetamol dan kofein dengan menggunakan metode spektrofotometri simultan. Kadar masingmasing komponen dalam larutan campuran tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri tanpa harus dipisahkan terlebih dahulu. Metode spektrofotometri
simultan didasarkan pada prinsip bahwa absorbansi larutan campuran pada panjang gelombang
pengukuran merupakan jumlah absorpsi dari masing-masing zat tunggalnya. Penentuan kadar
sampel dengan metode spektrofotometri simultan ini hanya dapat dilakukan untuk campuran zat
dimana masing-masing zat tersebut mempunyai panjang gelombang maksimum yang tidak
saling berhimpit (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pada proses awal praktikum, sebelum dilakukan pembuatan larutan baku, praktikan melihat
terlebih dahulu memperhatikan komposisi bahan aktif dalam sediaan. Diketahui Tablet Bodrex
mengandung Parasetamol 600 mg dan Kofein 50 mg. Oleh karena kadar Parasetamol yang lebih

banyak daripada kadar Parasetamol maka konsentrasi larutan baku Parasetamol harus dibuat
lebih besar daripada konsentrasi larutan baku Kofein. Berdasarkan kadar yang tertera maka
perbandingan konsentrasi larutan baku yang harus dibuat adalah 12:1. Namun jika menggunakan
perbandingan ini maka konsentrasi larutan baku Parasetamol setelah diencerkan sangat besar
dan tidak masuk pada rentang yang sudah ditentukan yaitu 2 - 32 ppm. Sehingga perbandingan
pun diubah menjadi 5:1.
Setelah pembuatan larutan baku Kofein 25 mg/50 ml dan Parasetamol 125 mg/50 ml, maka
dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi larutan baku yang masuk pada rentang 2
32 ppm. Konsentrasi yang dipilih untuk Kofein adalah 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, dan 6
ppm, serta untuk Parasetamol dibuat 5 kalinya yaitu 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm, dan 30
ppm. Selanjutnya larutan Parasetamol dan Kofein siap diukur. Berdasarkan jurnal parasetamol
memiliki panjang gelombang maksimum 243 nm dan panjang gelombang maksimum
paraseamol yang digunakan adalah 273 nm. Setelah diamati maka diperoleh panjang gelombang
maksimal pada 258 nm dan 274 nm.
Sebelum melakukan pengukuran absorbansi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi alat
dengan larutan. Larutan blangko adalah seluruh komponen didalam larutan selain analit. Pada
praktikum ini larutan blangko yang digunakan adalah NaOH 0,1 N. NaOH dimasukan kedalam
kuvet yang tersedia. Pada saat mengambil kuvet perlu diperhatikan bagian sisi kuvet. Bagian
yang boleh disentuh adalah bagian kasarnya saja. Bagian tembus pandang harus dibersihkan
sebelum digunakan. Alat spektrofotometer diatur sehingga nilai absorbansi dari larutan blangko
adalah nol. Absorbansi larutan blangko dibuat menjadi nol agar tidak terukur oleh detektor dan
menggangu pembacaan absorbansi sampel sehingga memperkecil kesalahan pengukuran.
Setelah itu dilakukan pengukuran untuk larutan siap ukur. Pada setiap pergantian larutan yang
akan diukur absorbansinya.
Selanjutnya dilakukan preparasi terhadap sampel dengan cara mengambil serbuk sampel
yang sudah dihaluskan sebanyak 50 mg, lalu dilarutkan dengan NaOH 0,1 N pada labu takar 50
ml. Kemudian disaring dan dipipet sebanyak 20 l, lalu dimasukkan dalam labu takar 20 ml.
Setelah itu ditambahkan NaOH 0,1 N dan diamati absorbansinya.
Berdasarkan hasil pengamatan maka diperoleh A1%1cm Parasetamol pada 258 nm adalah
682,04 dan pada 274 nm adalah 512,98. Kemudian A1%1cm Kofein pada 258 nm adalah 234,88
dan pada 274 nm adalah 460,29. Setelah itu absorbansi sampel pada panjang gelombang 258 nm
adalah 0,104, 0,098, dan 0,181, serta untuk panjang gelombang 278 nm adalah 0,082, 0,076,
0,104. Sehingga konsentrasi yang diperoleh untuk Kofein adalah 6,48%, 4,92%, dan 9,74%, lalu
untuk Parasetamol adalah 67,83%, 65,52%, dan 85,17%. Berdasarkan perhitungan 4d, maka ada
data yang dibuang, sehingga konsentrasi untuk Kofein adalah 5,7% per tablet dan untuk
Parasetamol adalah 66,675% per tablet.

VIII. Kesimpulan
Kadar Kofein dalam sediaan masuk pada rentang yang disyaratkan yaitu 95,56% dan kadar
Parasetamol juga dalam sediaan masuk pada rentang yang disyaratkan yaitu 93,15%

IX. Daftar Pustaka


Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitati. Edis. Keenam. Jakarta: Erlangga.
Depkes R.I. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gandjar, I.G. dan A. Rohman. 2012. Analisis Obat Secara Spektrofotometri dan Kromatografi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Preedy, R. 2012. Dietary Sugars : Chemistry, Analysis, Function and Effects. Cambridge: The Royal
Society Of Chemistry.
Widjaja, K., P. Susanti, L. Laksmiani dan D. Cahyadi. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Analis.
Jimbaran: Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai