TINJAUAN PUSTAKA
A. Akuntansi Pertanggungjawaban
1. Difenisi, Tujuan dan Manfaat Akuntansi Pertanggungjawaban
Akuntansi pertanggung jawaban merupakan salah satu konsep dari
akuntansi manejemen dan merupakan suatu sistem dalam akuntansi yang di
hubungkan
dengan
pusat
pertanggung
jawaban.
Inti
dari
akuntansi
8
Dari difenisi akuntansi pertanggungjawaban yang di kemukakan oleh
Mulyadi serta Hansen dan Mowen di atas, maka dapat dinyatakan tujuan dari
akuntansi pertanggungjawaban adalah untuk :
a. menghimpun informasi kinerja berdasarkan segmen dan melaporkan hasilhasil dari manejer yang bertanggungjawab,
b. orang yang bertanggungjawab atas penyimpangan biaya dan pendapatan yang
di anggarkan.
Informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan keluaran sistem
akuntansi pertanggungjawaban. Mulyadi (2001 : 174-175) menyatakan bahwa
informasi akuntansi pertanggungjawaban yang merupakan informasi masa yang
akan dating bermanfaat sebagai peilai kinerja manejer pusat pertanggungjawaban
dan pemotivasi manejer. Berlandaskan pada kutipan tersebut, maka ada tiga
manfaat akuntansi pertanggungjawaban dan pemotivasi manejer. Berdasarkan
pada kutipan tersebut, maka ada 3 manfaat akuntansi pertanggungjawaban, yakni :
1) sebagai dasar penyusunan anggaran yang lebih teratur,
2) menilai kinerja manejer pusat pertanggungjawaban ,
3) menjadi media untuk memotivasi manejer agar dapat mencapai tujuan yang
ditetapkan sesuai dengan tanggung jawabnya.
Untuk membangun suatu sistem akuntansi pertanggungjawaban yang baik
di perlukan serangkain persyaratan yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Beberapa hal yang menjadi syarat untuk membentuk dan mempertahankan sistem
akuntansi pertanggungjawaban, yaitu alokasi dan pengelompokan tanggung
jawab, sesuai bagan organisasi, dan anggaran yang jelas. Disisi lain menurut
9
Supriyono(2000 : 142) akuntansi pertanggungjawaban dapat di gunakan dengan
baik apabila terdapat kondisi-kondisi sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
akuntansi
pertanggungjawaban
ttradisional
dan
sistem
akuntansi
10
Traditional Responsibility
Accounting
Activity-Based Responsibility
Accounting
Menfokuskan pengendalian
Terhadap konsumsi sumber daya
Oleh responsible manajer
Sumber
Daya
Aktivitas
Produk
aktivitas
mengkonsumsi
biaya
Gambar 2.1
Perkembangan Fokus Metode Penelitian biaya
akuntansi
pertanggungjawaban
menghubunkan
informasi
11
karena itu timbul kebutuhan manajemen terhadap informasi akuntansi untuk
menilai pertanggungjawaban pelaksanaan tersebut.
Sistem akuntansi menurut Mulyadi ( 2001 : 191) memiliki empat
karaktristik berikut :
a) adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban,
b) standar ditetapkan sebagai tolak ukur kinerja manajer yang
bertanggunjawab atas pertanggungjawaban tertentu,
c) kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran,
d) manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan
kebijakan manajemen yang lebih tinggi.
adalah
suatu
segmen
bisnis
yang
manajernya
Penentuan
pusat
12
Pusat Pertanggungjawaban
INPUT
PROSES
OUTPUT
Gambar 2.2
Pusat pertanggungjawaban sebagai suatu system.
13
Masukan dan keluaran dalam pusat laba ini dihitung dalam satuan moneter.
Mernurut Mulyadi (2001 : 427), suatu pusat pertanggungjawaban merupakan
pusat laba jika manajemen puncak menghendaki untuk mengukur keluaran pusat
pertanggungjawaban
tersebut
dalam
satuan
rupiah
dan
manajer
pusat
terhadap
organisasinya.
Akuntansi
pertanggungjawaban
pertanggunjawaban,
sistem akuntansi
sehingga
harus
disusun
pertanggunjawaban dan
secara
seksama.
penyusunan struktur
14
penerapan akuntansi pertanggungjawaban, dimana struktur organisasi merupakan
gambaran dari pusat-pusat pertangunggjawaban yang dimiliki perusahaan. Ada 2
tipe sruktur organisasi berkaitan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban, yaitu :
organisasi fungsional dan organisasi divisional.
a. Organisasi Fungsional
Dalam organisasi fungsional, penbagian pusat pertanggungjawaban didasarkan
atas fungsi, yaitu produksi, fungsi penjualan ( pemasaran), fungsi administrasi.
CEO
STAF
Manajer
Manufaktur
Manajer
Pemasaran
STAF
STAF
Manajer
Pabrik
Manajer
Pabrik 2
Manajer
Pabrik 3
Manajer
Wilayah A
Manajer
Wilayah B
Manajer
Wilayah C
Gambar 2.3
Organisasi Fungsional
b. Organisasi divisional
Dalam organisasi divisional, pembagian organisasi didasarkan pada divisidivisi penghasilan laba. Menurut Supriyono (2001 : 27), dibawah setiap
devisi dibagi atas dasar fungsi. Fungsi yang ada divisi sama seperti fungsifungsi pada organisasi fungsional. Pada tipe organisasi ini, setiap divisi
15
merupakan pusat laba dan mungkin sekaligus sebagai pusat investasi,
sedangkan fungsi-fungsi yang dimilikinya merupakan pusat biaya dan atau
pusat pendapatan.
CEO
Staf
Manajer unit
Bisnis Y
Manajer unit
Bisnis X
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Manajer unit
Bisnis Z
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Staf
Manajer
Pabrik
Manajer
Pemasaran
Gambar 2.4
Organisasi Unit Bisnis (Divisional)
Sumber : Anthony dan Govindarajan (2005 : 118)
Dalam hubungannya dengan pusat pertanggungjawaban, sruktur
organisasi harus dianalisis mengenai kemungkinan adanya kelemahan dalam
pendelegasian wewenang. Jaringan pusat pertanggungjawaban dapat menjadi alat
yang efektif untuk mengendalikan organisasi jika struktur organisasi yang
melandasinya disusun secara rasional. Pada akhirnya, strutur organisasi yang
sesuai dengan konsep akuntansi pertanggungjawaban adalah struktur yang
memberikan peluang bagi bawahan untuk otonomi ( desentralisasi) dan yang
memisahkan dengan jelas wewenang dan tanggung jawab masing-masing bagian
16
yang ada. Kondisi demikian merupakan kebutuhan pokok pelaksanaan akuntansi
pertanggungjawaban sebagai realisasi adanya pusat-pusat pertanggungjawaban.
B. Pusat Biaya
Sebagaimana pusat pertanggungjawaban lainya, pusat biaya juga
mengkonsumsi masukan dan menghasilkan keluaran. Pusat biaya tidak memiliki
kendali atau kekuasaan atas timbulnya penghasilan ataupun penggunaan dana
investasi. Dalam pusat biaya, kinerja manajernya diukur berdasarkan biaya karena
manajer tersebut memiliki kendali atas terjadinya biaya. Atas dasar karakteristik
hubungan antara masukan dan keluarannya, pusat biaya digolongkan menjadi 2,
yaitu pusatbiaya teknik dan pusat biaya kebijakan.
1. Pusat Biaya Teknik ( Engineered Expense Center)
Pusat biaya teknik adalah pusat biaya yang sebagian besar biayanya
mempunyai hubungan fisik yang erat dan nyata dengan keluaranya.
Departemen produksi merupakan contoh pusat biaya teknik. Manajer pusat
biaya teknik bertanggunjawab atas efisien dan evektifitas pusat biaya yang
dipimpinnya.
Efesien pusat biaya teknik dinilai atas dasar hubungan antara masukan
dan keluarannya. Menurut Supriyono (2001 : 28), alat penilaian efisiensi
pusat biaya adalah standar, sedangkan efektivitas pusat biaya teknik dinilai
atas dasar kemampuan pusat biaya tersebut dalam mancapai volume produksi
yang diharapkan. Biaya yang sesunggunya terjadi pada ousat biaya ini
dibandingkan dengan biaya standarnya, kemudian dihitung dan dianalisis
17
penyimpangan biaya yang terjadi. Analisis penyimpangan biaya yang terjadi
harus dipertanggungjawabkan oleh manajer pusat biaya teknik, dengan
demikian manajer ini bertanggungjawab untuk menjamin efisiensi pusat biaya
yang dipimpinnya.
2. Pusat Biaya Kebijakan ( Discretionary Expense Center)
Pusat biaya kebijakan merupakan pusat biaya yang sebagian besar
biayanya tidak mempunyai hubungan fisik yang nyata keluaranya. Pusat biaya
ini memiliki keluaran, namun sulit untuk diukur secara kuantitatif.
Departemen administrasi dan umum merupakan contoh pusat biaya kebijakan.
Efisiensi pusat biaya ini tidak dapat dinilai, karena antara masukan
dan
beberapa karakteristik
khusus yang berbeda dengan pengedalian pusat biaya teknik, terutama dalam hal
penyusunan anggaran, tipe pengendalian yang digunakan dan pengukuran prestasi
manajernya. Selain itu, pengendalian yang baik terhadap pusat biaya kebijakan
memerlukan karakteristik tambahan dalam pemilihan manajer, pemeliharaan iklim
18
organisasi dan penentuan proporsi biaya teknik ( Supriyono. 2001 : 30). Hal ini
dikarena sebagai kecil biaya dalam pusat kebijakan mungkin merupakan biya
teknik, contohnya pada departemen akuntansi, dalam pembuatan faktur penjualan
dapat dihubungkan antara biaya dan keluarannya. Dengan mengidentifikasikan
biaya teknik pada departemennya, manajer pusat biaya kebijakan dapat dengan
baik mengendalikan sebagian biaya departemennya, meskipun jumlahnya relatif
kecil.
3. Laporan Pertanggungjawaban Biaya
Laporan pertanggungjawaban biaya dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan
manajer berbagai jenjang organisasi. Untuk kepentingan mengumpulkan
informasi akuntansi pertanggungjawaban, setiap pusat pertanggunjawaban
yang terdapat dalam struktur organisasi diberi kode dengan struktur kode
sebagai berikut :
a. jenjang organisasi dibagi menjadi tiga tingkat : tingkat Direksi, tingkat
Departemen, dan tingkat bagian. Oleh karena itu, jenjang organisasi diberi
kode dengan memakai tiga angka, yang setiap posisi angka mencerminkan
jenjang organisasi,
b. angka ke satu menunjukkan jenjang Direksi, angka kedua menunjukan
jenjang Departemen, sedangkan angka ketiga menunjukkan jenjang
Bagian.
Laporan yang memiliki kualitas yang baik, harus memenuhi beberapa
kreteria, yakni ditunjukan kepada pihak yang tepat, konsisten, tepat waktu,
teratur, mudah mengerti, penjelasanya terinci, dapat dibandingkan, bersifat
19
analitis dan tingkat efesiensi. Menurut Mulyadi ( 2001 : 194), laporan
pertanggunjawaban disusun dengan dasar-dasar berikut :
1) jenjang terbawah yang diberi laporan ini adalah tingkat manajer Bagian,
2) manajer jenjang terbawah diberi laporan mengenai biaya pusat
pertanggungjawaban
biaya yang berisi rician realisasi biaya
dibandingkan dengan anggaran biaya yang disusunnya,
3) manajer jenjang diatasnya diberi laporan mengenai biaya pusat
pertanggunjawaban itu sendiri dan ringkasan realisasi biaya yang
dikeluarkan oleh manajer-manajer yang berada dibawah wewenangnya,
yang disajikan dalam bentuk perbandingan dengan anggaran biaya yang
disusun oleh masing-masing manajer yang bersangkutan,
4) semakin keatas, laporan pertanggungjawaban biaya disajikan semakin
ringkas.
Sunarto
2002
72
juga
mengemukan
bahwa
laporan
Bulan ini
Kode Jenis Biaya/
Rek.
Pusat Biaya
20
Jenis laporan pertanggungjawaban biaya menurut Sunarto (2000 : 72) di
golongkan menjadi tiga kelompok sesuai dengan jenjang organisasi, yaitu :
(1) laporan pertanggungjawaban biaya _ manejer bagian. Laporan ini
disajiakn untuk para manejer Bagian,
(2) laporan pertanggungjawaban biya manejer departemen. Laporan ini di
sajikan untuk para manejer departemen,
(3) laporan pertanggungjawaban biaya direksi. Laporan ini disajiakn Kepada
Direktur Utama Direktur Prodeksi, dan Direktor Pemasaran.
C. Penilaian Kinerja
1. Difenisi dan Manfaat Penelitian Kinerja
Kemampuan para manejer untuk mengelola seluruh sumber daya yang di
miliki perusahaan dalam rangka memperoleh laba usaha dalam jangka pendek dan
jangka panjang dinamakan kinerja manejer. Pengukuran hasil kinerja para
manejer perusahaan itulah yang disebut dangan penilaian kinerja perusahaan.
Menurut Rudianto (2006 : 311), penilaian kinerja adalah penentuan secara
periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagiann organisasi dan
karyawannya bardasarkan sasaran, standard an kriteria yang telah di tetapkan
sebelumnya.
Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah di
tetapkan sebelimnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang di inginkan.
Standar perilaku dapat berupa kebijakan menejemen atau rencana formal yang di
tuangkan dalam anggaran. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku
yang tidak semestinya, merangsang perilaku yang semestinya di inginkan,
memotivasi semangt kerja dan menentukan standar kerja bagi seluruh individu
yang ada dalam perusahaan.
21
Proses penilaain kinerja perusahaan merupakan aktivitas yang harus di
lakukan perusahaan, manfaat penilaian kinerja menurut Rudianto (2006 : 312),
antara lain :
a. mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum,
b. membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan,
seperti promosi, transfer/mutasi, dan penberhentian,
c. mengindetifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan,
d. menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka,
e. menyediakan suatu dasar bagi distribusi pelanggan.
Mulyadi (2002 : 420) menyatakan bahwa tahap penilain kinerja di
laksanakan dalam dua tahap utama yakni tahap persiapan dan tahap penilaian.
Tahap persiapan terdiri atas:
1) penentuan daerah pertanggungjawaban dan manejer yang bertanggung
jawab,
2) penetapan kriteria yang di pakai untuk mengukur kinerja,
3) pengukuran kinerja yang sesungguhnya.
Jika seorang akan di minta untuk bertanggungjawab atas sesuatu, maka hal
pertama yang harus di lakukan adalah menetapkan dengan jelas daerah
pertanggungjawaban
yang
menjadi
wewenangya.
Dalam
daerah
22
serti tipe kriteria yang digunakan dan aspek perilaku yang ditimbulkan. Memilih
kriteria tertentu untuk mengukur dan menilai kinerja adalah sangat penting, karena
akan mempengaruhi tindakan seorang manajer. Efisiensi dan efektifitas
merupakan dua macam kriteris yang biasa digunakan untuk menentukan kinerja
atau prestasi atau pusat pertanggungjawaban. Efisiensi dan efektivitas biaya lebih
bersifat relatif atau komparatif daripada bersifat absolut, misalnya dengan
membandingkan antara prestasi suatu pusat pertanggungjawaban masa kini
dengan masa sebelumnya. Setelah seorang manajer diberi bagian wewenangnya
dan ditetapkan kriteria kinerja, maka selanjutnya adalah melakukan pengukuran
kinerja bersifat obyektif dan repetitif, namun pengukuran kinerja itu seringkali
menimbulkan perilaku yang tidak semestinya seperti, perataan (smoothing),
pencondongan (biasing)
untuk melindungi
b)
c)
23
diumpanbalikkan dalam laporan kinerja kepada manajer yang bertanggungjawab
untuk menunjukkan efisiensi dan efektivitas kinerjanya. Menurut Mulyadi (2001 :
432), ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam laporan kinerja, yakni :
(1) laporan kinerja untuk manajer tingkat bawah harus berisi informasi inci,
dan laporan kinerja manajer tingkat atasnya harus berisi informasi yang
lebih ringkas,
(2) laporan kinerja berisi unsur terkendalikan dan unsur tidak terkendalikan
yang disajikan secara terpisah, sehingga manajer yang bertanggung jawab
atas kinerja dapat dimintai pertanggungjawaban atas unsur-unsur yang
terkendalikan olehnya,
(3) laporan kinerj harus mencakup penyimpangan, baik yang menguntungkan
maupun yang merugikan,
(4) laporan kinerja sebaiknya diterbitkan paling tidak sebulan sekali.
Penerbitan yang kurang dari periode satu bulan dapat dilakukan dalam
keadaan khusus yang memerlukan perhatian segera dan perubahan segera
terhadap perilaku manajer,
(5) laporan kinerja disesuaikan dengan kebutuhan dan pengalaman pemakai,
(6) penyajian laporan kinerja sebaiknya memperhatikan kemampuan
penerima dalam memahami laporan tersebut.
Masalah yang mungkin timbul dalam menentukan penyebab penyimpangan
adalah manajer dan bawahan yang tidak bekerja sama dalam penyelidikan.
Seringkali pencarian penyebab terjadinya penyimpangan dianggap sebagai upaya
untuk mencari siapa yang salah. Untuk membentuk perilaku yang fungsional
dalam proses
24
Tahap akhir penilaian kinerja adalah tindakan koreksi untuk menegakkan
perilaku yang diinginkan dan mencegah terulangnya perilaku yang tidak
diinginkan. Perilaku merupakan tindakan orang untuk memproduksi hasil. Hasil
merupakan petunjuk efektivitas kerja. Organisasi harus melakukan evaluasi atas
keduanya, perilaku dan hasil yang dicapai dari perilaku tersebut.
Samryn (2001 : 262) mengemukakan bahwa ukuran kinerja yang baik
bersifat komprehensif dan meliputi ukuran-ukuran finansial dan non finansial.
Ukuran-ukuran yang dimaksud di sini adalah :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
25
penghargaan khusus (reward) terhadap hasil kerja mereka, dan atau memberikan
hukuman (punishment) bagi yang lalai.
Menurut Rudianto (2006 : 315), dalam melakukan penilaian kinerja, ada
beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu :
1. analisis rasio,
2. anggaran,
3. balance Scorecard,
4. economic Value Added (EVA),
5. benchmarking.
Dalam pusat biaya, karena tidak ada biaya yang seratus persen dapat
dikendalikan oleh manajer yang berwenang untuk mengendalikan pusat biaya.
Masalah yang timbul dalam penggunaan biaya sebagai ukuran kinerja manajer
pusat biaya menurut Mulyadi (2001 : 436) adalah :
a. Masalah Perilaku Biaya
Seringkali terdapat kerancuan antara variabilitas dengan terkendalikan atau
tidaknya suatu biaya. Variabilitas suatu biaya merupakan perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, sedangklan terkendalikan atau
tidaknya biaya tersebut bersangkutan dengan hubungan biaya dengan wewenang
yang dimiliki oleh manajer tertentu. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya
variabel maupun biaya tetapyang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus
berupa biaya terkendalikan oleh manajer pusat biaya tersebut. Biaya terkendalikan
adalah biaya variabel dan biaya tetap yang dapat dipengaruhi secara signifikan
oleh manajer dengan wewenang yang dimilikinya.
26
b. Masalah Hubungan Biaya dengan Pusat Biaya
Dalam hubungannya dengan pusat biaya, biaya dapat dibagi menjadi dua,
yakni biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan biaya
yang manfaatnya hanya dinikmati oleh pusat biaya tertentu. Biaya tidak langsung
merupakan biaya yang manfaatnya dapat dinikmati oleh lebih daru satu pusat
biaya. Dalam pengukuran kinerja pusat biaya, biaya langsu dan biaya tidak
langsung yang diperhitungkan sebagai ukuran kinerja harus berupa terkendalikan
oleh manajer pusat biaya tersebut.
c. Masalah jangka waktu
Dalam jangka panjang semua biaya pada dasarnya dapat dikendalikan oleh
manajer tertentu dalam organisasi perusahaan. Biaya kebijakan, baik biaya
variabel maupun biaya tetap merupakan biaya terkendalikan dalam jangka
pendek.
d. Masalah Tanggung Jawab Ganda
Jika suatu biaya berada di bawah wewenang lebih dari satu pusat manajer
pusat biaya, timbul masalah siapa yang mempertanggungjawabkannya. Sebagai
contoh, biaya pemeliharaan mesin berada di bawah tanggung jawab ganda
manajer Departemen Bengkel dan manajer Departemen Produksi. Dalam hal ini,
maka manajer Departemen Bengkel bertanggung jawab atas dihasilkannya jasa
dengan biaya yang minum, sedangkan manajer Departemen Produksi bertanggung
jawab atas penggunaan minimum jasa bengkel untuk memenuhi kebutuhan
produksinya. Manajer pusat
dihasilkannya jasa dengan biaya yang minimum, sedangkan manajer pusat biaya
27
pemakai bertanggung jawab dalam meminimumkan penggunaan jasa pusat biaya
penghasil jasa.
2. Anggaran Biaya Sebagai Alat Penilaian Kinerja
Hansen dan Mowen (2004 : 383) mendefinisikan anggaran sebagai
rencana tindakan yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Tidak semua rencana
kerja organisasi dapat disebut anggaran. Menurut Rudianto (2006 : 114), ciri-ciri
anggaran yaitu :
a.
b.
c.
d.
penyusunan
suatu
anggaran
dinamakan
pengangguran,
28
bekerja lebih keras karena mereka menganggap bahwa target organisasi adalah
merupakan target pribadinya juga.
Menurut Mulyadi (2001 : 511), anggaran yang baik memiliki karakteristik berikut
ini :
a) anggaran disusun berdasarkan program,
b) anggaran disusun berdasarkan karakteristik pusat pertanggungjawaban
yang dibentuk dalam organisasi perusahaan,
c) Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Penyusunan program merupakan proses pengambilan keputusan mengenai
program yang akan dilaksanakan oleh perusahaan dan penaksiran sumber yang
dialokasikan kepada setiap program tersebut. Program merupakan rencana jangka
panjang untuk mencapai tujuan perusahaan. Rencana jangka panjang yang
dituangkan dalam program memberikan arah ke mana kegiatan perusahaan
ditujukan dalam jangka panjang. Anggaran merinci pelaksanaan program,
sehingga anggaran yang disusun setiap tahun memiliki arah seperti yang
ditetapkan dalam rencana jangka panjang.
Tiap-tiap pusat pertanggungjawaban yang dibentuk dalam suatu organisasi
memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Oleh karena itu penyusunan
anggaran pun harus disesuaikan dengan karakteristik pengendalian setiap pusat
pertanggungjawaban akan menghasilkan tolak ukur kinerja yang tidak sesuai
dengan kegiatan pusat pertanggungjawaban yang diukur kinerjanya. Hal ini dapat
mengakibatkan
perilaku
yang
tidak
semestinya
pada
manajer
pusat
29
pengendalian pusat biaya kebijakan dimulai dengan pembuatan anggaran biaya
yang disetujui oleh manajemen puncak. Anggaran biaya ini merupakan batas atas
pengeluaran biaya yang dapat dilakukan oleh manajer pusat biaya tersebut.
Anggaran biaya ini bukan merupakan tolak ukur efisiensi, namun untuk
memberikan pedoman agar biaya sesungguhnya tidak melebihi jumlah yang telah
disetujui dalam anggaran.
Di dalam fungsinya sebagai alat pengendalian, maka proses penyusunan
anggaran menurut Mulyadi (2001 : 512) harus mampu menanamkan sense of
commitment dalam diri penyusunya. Jika tidak, maka anggaran yang disusun
tidak lebih hanya sebagai alat perencanaan belaka dan jika terjadi penyimpangan
antara realisasi dari anggarannya, maka tidak satu pun manajer yang merasa
bertanggungjawab.
Anggaran
biaya
merupakan
suatu
rencana
yang
30
(a) anggaran biaya teknik yang keluarannya dapat diukur. Contoh anggaran
jeni ini adalah anggaran departemen produksi,
(b) anggaran biaya kebijakan yang
atau secara
bottom-up
Proses penyusunan anggaran memerlukan organisasi yang memisahkan
fungsi penyusunan usulan anggaran, fungsi penelaah dan pengesah usulan
anggaran serta fungsi administrasi anggaran. Komite anggaran yang anggotanya
terdiri dari manajemen puncak perlu dibentuk untuk melaksanakan fungsi
penelaah dan pengesahan terhadap rancananga anggaran yang diterima dari
manajer pusat pertanggungjawaban yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi
dalam menetapkan rancangan kegiatan perusahaan di masa yang akan datang.
Fungsi administrasi anggaran dipegang oleh departemen anggaran yang
merupakan fasilitator, baik bagi komite anggaran maupun manajer pusat
pertanggungjawaban dalam proses penyusunan anggaran.
D. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Simamora (2007 : 57) yang pernah melakukan penelitian sejenis pada PT
Ira Widya Utama berpendapat bahwa struktur organisasi yang dianut suatu
perusahaan dapat menunjukkan bagaimana sistem akuntansi pertanggungjawaban
31
yang digunakan perusahaan tersebut. Struktur organisasi ini juga dapat
menjelaskan pembatasan wewenang atas setiap manajer. Sriyanti juga menyatakan
pentingnya
anggaran
biaya
sebagai
proyeksi
kinerja
setiap
pula
pertanggungjawaban biaya.
Lubis (2006 : 55) mengemukakan pendapatnya atas pentingnya
pemisahan antara biaya terkendali dan biaya tidak terkendali dalam perusahaan.
Penyusunan anggaran biaya yang melibatkan setiap unit pertanggungjawaban
dalam perusahaan akan memberikan dampak yang baik dan memotivasi manajer
unit mencapai target bersama. Iswahyudhi (2007 menyatakan bahwa dengan
diterapnya sistem akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan menyebabkan
terciptanya suatu pengendalian dan pengukuran prestasi kerja manajer. Laporan
pertanggungjawaban harus dibuat sebagai dasar untuk membuat analisis penilaian
prestasi manajer untuk setiap pusat pertanggungjawaban dalam perusahaan akan
memberikan dampak yang baik dan memotivasi manajer unti mencapai target
bersama.
Iswahyudhi (2007) menyatakan bahwa dengan diterapkannya sistem
akuntansi pertanggugjawaban yang baik akan menyebabkan terciptanya suatu
pengendalian
dan
pengukuran
prestasi
kerja
manajer.
Laporan
manajer
untuk
setiap
pusat
pertanggungjawaban.
Akuntansi
32
prestasinya berdasarkan tolak ukur keuangan saja namun juga memperhitungkan
tolak ukur non keuangan (Rambe, 2004).
Damayanti (2004) yang pernah melakukan penelitian sejenis pada PT PLN
Indonesia (persero) mengemukakan bahwa :
Pelaporan realisasi dan anggaran serta analisis selisih antara realisasi dengan
anggaran menunjukkan bahwa besarnya penyimpangan anggaran tersebut
masih cukup baik karena disebabkan oleh faktor diluar kendali manajer
pusat pertanggungjawaban sehingga dengan adanya penyimpangan ini akan
mendorong
manajer
meningkatkan
kinerja
untuk
melakukan
perusahaan.
pengendalian
Laporan
biaya
untuk
pertanggungjawaban
33
Table II.2
Tinjauan penelitian terdahulu
Nama
Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
SriYanti
Simamora
020503117
Peranan
Akuntansi
Pertanggungja
waban Dalam
mengukur
kinerja pusat
biaya pada PT
Irawidya
Utama Medan
Untuk
Deskriftif
mendapat
dan
gambaran yang Komparatif
jelas mengenai
bagai
mana
perusahaan
menggunakan
sistem
Akuntansi
Pertanggungjaw
aban
dalam
mengukur
kinerja
Pusat
biaya pada PT
Irawidya utama
medan
Kesimpulan
Proses
penyusunan
anggaran biaya
telah
sesuai
dengan konsep
sistem
akuntansi
pertanggungfja
waban
yakni
disusun
oleh
setiap
departemen
biaya yang ada
dalam
perusahaan dan
akan
dilaporkan
pada direktur
utama untuk di
evaluasi
kembali agar
dapat di nilai
apakah
telah
sesusi dengan
rencana kerja
tahunan
perusahaan
yang
talahy
ditetapkan.