Pencegahan Preeklamsi
Pencegahan Preeklamsi
PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA
WIM T PANGEMANAN
Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK Universitas Sriwijaya / RSMH Palembang
48
Invasi sitotrofoblas endovaskuler dalam arteriarteri spiralis dan disfungsi sel endotel adalah dua
kunci utama dalam patofisiologi preeklampsia.
Walau demikian, karena penyebab kedua kunci
utama ini masih tidak diketahui, satu-satunya cara
untuk mencegah preeklampsia adalah dengan
mencegah kehamilan. Dekker dan Van Geijn
memberikan tinjauan, dalam beberapa perincian,
penjelasan untuk pencegahan primer preeklampsia
dalam dekade yang akan datang, dihubungkan
dengan tiga hipotesis utama tentang etiologi
preeklampsia:9,10,12,13,14
1. Hipotesis iskemia plasenta : berdasarkan
hipotesis ini, iskemik plasenta menghasilkan
peningkatan pelepasan membran - membran
mikrovilli sinsitiotrofoblas, yang dapat
menjadi penyebab disfungsi sel endotel.
2. Hipotesis maladaptasi imun : berdasarkan
hipotesis ini, mekanisme imun terlibat dalam
patogenesis preeklampsia. Maladaptasi imun
memberikan penjelasan yang menarik tentang
gangguan invasi trofoblas endovaskuler, dan
aktivasi abnormal sel-sel limfoid desidua
dapat menjelaskan peningkatan kadar spesies
radikal bebas, neutrofil elastase dan sitokin,
seperti tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin-1 (IL-1), yang telah ditemukan
berada pada preeklampsia.
3. Preeklampsia sebagai penyakit genetik:
preeklampsia berat dan eklampsia memiliki
tendesi familial. Perkembangan preeklampsiaeklampsia boleh jadi didasarkan pada gen
resesif tunggal atau gen dominan dengan
incomplete penetrance. Penetrance mungkin
tergantung pada genotip janin. Keterkaitan
multifaktorial
merupakan
kemungkinan
lainnya.
Untuk sesaat, tidak ada terapi yang mungkin
untuk mencegah iskemi plasenta dan gen
preeklampsia, jika hal tersebut ada, belum
ditemukan. Potensi terapi imunoterapi dalam
pencegahan preeklampsia sebenarnya masih kontroversial. Bagaimanapun, studi epidemiologi
dengan kuat mendukung bahwa paparan terhadap
sperma memberikan paling sedikit separuh
perlindungan
melawan
perkembangan
preeklampsia. Kesimpulan berasal dari penelitianpenelitian ini, meskipun tidak secara langsung
digunakan dalam penerapan praktek sehari-hari,
mungkin memiliki konsekuensi praktis untuk
dokter-dokter praktek, sekalipun etiologi pasti dari
preeklampsia masih belum dapat dipecahkan:15,20
1. Berdasarkan konsep primipaterniti, wanita
multipara dengan pasangan baru sebaiknya
pendekatan yang diberikan adalah sebagai
wanita primigravida.
2.
49
Ketidakseimbangan
oksidatif
pada
preeklampsia kemungkinan berhubungan erat
dengan aktivitas sitokin, khususnya TNF. Kadar
bioaktif TNF- meningkat pada preeklampsia.
Antioksidan secara selektif menghambat pelepasan
TNF karena dapat mengontrol status reduksi
oksidasi dari glutation, yang merupakan hal yang
sangat penting sebagai modulator endogen dari
produksi TNF. Mitokondria adalah target utama
dari serangan radikal bebas oksigen. Dalam
mitokondria, TNF menumbangkan bagian aliran
elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen
dan lipid peroksida. Jika hal ini tidak dihilangkan
dengan reduksi yang efisien berikutnya dari
glutation teroksidasi, efek toksik yang serius
terjadi karena bertahannya lipid peroksida toksik,
glutation teroksidasi, dan tentunya produksi lebih
lanjut dari TNF.13,24
Dalam penelitian morfologi, efek intraseluler
yang dapat dideteksi pertama kali dari TNF adalah
pembengkakan dan malfungsi dari mitokondria.
Shanklin dan Sibai menunjukkan bahwa
preeklampsia berhubungan dengan kerusakan
mitokondria yang meluas yang sama dengan
kerusakan mitokondria yang diinduksi oleh radikal
bebas oksigen.25,26
Stark24 menunjukkan fakta-fakta bahwa
preeklampsia mungkin disebabkan oleh genetik
TNF mediated mitokondrial dysfunction. Nacetylcysteine adalah prekursor glutation yang
dikenal baik. Sehingga, penggunaan Nacetylcysteine merupakan pilihan yang menarik
karena mungkin melindungi sel-sel endothelial dan
mitokondrianya dari toksisitas TNF-.24
PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder, yang
menunjukkan
pemutusan proses penyakit sebelum munculnya
penyakit yang dikenal secara klinis adalah fokus
dari bab ini. Pencegahan sekunder terhadap
penyakit hanya mungkin jika tiga hal mendasar
yang diperlukan dibawah ini dijumpai:
Pengetahuan tentang mekanisme patofisiologi
Tersedianya metode deteksi dini
Bermaksud mengintervensi dan mengoreksi
perubahan patofisiologi
Tersedianya Metode Deteksi Dini
Tanda dan gejala preeklampsia secara umum
tampak jelas pada stadium yang relatif lanjut pada
kehanilan, biasanya pada trimester ketiga.
Walaupun demikian, kelainan dihasilkan dari
interaksi abnormal antara ibu dan adanya trofoblas
endovaskuler yang lebih dini pada kehamilan.
Untuk alasan tersebut, hal ini masuk akal untuk
menemukan indikator yang lebih dini untuk
50
memberikan prognosis yang tidak baik terhadap
luaran perinatal.28
Petanda Biokimia
Penting untuk memperhatikan bahwa kebanyakan
wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi
kehamilan adalah asimptomatik. Kurangnya gejala
ini, pada kenyataannya, adalah bagian yang
penting dari rasionalnya kunjungan perawatan
antenatal yang sering pada kehamilan lanjut. Testes laboratorium telah digunakan untuk
memprediksikan, diagnosis, dan memonitor
progresifitas penyakit. Diagnosis preeklampsia
seringkali didasarkan pada tes laboratorium.
Asam
urat.
Preeklampsia
hiperurisemia
disebabkan oleh penurunan urat clearance oleh
ginjal, dan asam urat clearance turun secara tidak
proposional pada preeklampsia dibandingkan
dengan kreatinin dan urea clearance. Penjelasan
patofisiologi untuk penurunan yang spesifik dari
urat clearance didasarkan pada pola bifasik
keterlibatan ginjal dalam preeklampsia. Kerusakan
fisiologi tubular, suatu ciri dini keterlibatan ginjal
dalam preeklampsia, menghasilkan berkurangnya
renal clearance terhadap asam urat sehingga
terjadi peningkatan kadar asam urat plasma.
Kemudian dalam perkembangan penyakit, saat
proteinuria nampak, fungsi glomerular bersama
dengan urea dan kreatinin clearance menjadi
rusak.
Preeklampsia hiperurisemia sedikit banyak
berhubungan dengan penurunan volume plasma
dan aktifitas plasma renin. Preeklampsia
hiperuresemia kemungkinan disebabkan oleh
kombinasi vasokonstriksi intrarenal (peritubular)
dan hipovolemia. Peningkatan kadar asam urat
berhubungan dengan beratnya lesi preeklampsia
pada biopsi ginjal, derajat patologi uteroplasenta
vaskuler, dan jeleknya keadaan janin.28,29,34
Hiperurisemia telah dilaporkan menjadi
prediktor yang lebih baik daripada tekanan darah
terhadap luaran perinatal yang tidak baik. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan kadar urat
nampaknya
bersamaan
dengan
terjadinya
peningkatan tekanan darah dan terjadi sebelum
perkembangan stadium proteinuria dari penyakit.
Kadar asam urat telah digunakan untuk diagnosis
dini preeklampsia tapi tidak untuk hipertensi itu
sendiri. 32
Secara keseluruhan, nilai asam urat dalam
memprediksikan
preeklampsia
nampaknya
terbatas. Pengukuran serial kadar asam urat
(dimulai pada kadar trimester pertama) pada
pasien-pasien dengan risiko tinggi (seperti
hipertensi
kronik)
untuk
perkembangan
51
diatas kadar tersebut (2%) adalah sangat
bermakna.35
Karena fungsi tubular dirusak pada stadium
lebih dini dari proses penyakit preeklampsia
daripada fungsi glomerular, rasio kalsium :
kreatinin urin (Uca/Ucr) telah digunakan untuk
diagnosis dini preeklampsia. Rodriguez dkk
menghitung nilai rasio Uca/Ucr antara kehamilan 24
- 34 minggu. Rasio Uca/Ucr 0.04 atau lebih rendah
dilaporkan memiliki sensitifitas 70%, spesifitas
95%, nilai duga positif 64%, dan nilai duga negatif
96% (11.4% insiden preeklampsia). Sebagai
perbandingan, Hutchesson dkk serta beberapa
peneliti lainnya tidak mampu menunjukkan
reduksi dalam ekskresi kalsium urin pada wanita
preeklampsia yang terjadi sebelum onset hipertensi
dan keterlibatan ginjal. Masse dkk, menemukan
tidak ada perbedaan eksresi kalsium urin antara
preeklampsia dan pasien normotensi.
Secara keseluruhan, mengukur ekskresi
kalsium urin tampaknya terlalu kecil atau tidak
bernilai dalam diagnosis dini atau prediksi
preeklampsia.26-28,32
Human Chorionic Gonadotropin (hCG).
Beberapa penelitian menemukan peningkatan
kadar -hCG pada kelainan hipertensi yang
diinduksi kehamilan, dan hal ini didukung bahwa
determinasi -hCG dapat memiliki nilai untuk
diagnosis dini preeklampsia.38,39
Hasil dari penelitian besar dipublikasikan oleh
Muller dkk. Dalam program skrining prospektif
trisomi 21 hCG, data dari 5776 pasien diperiksa
untuk menilai hubungan antara hCG dan hipertensi
yang diinduksi kehamilan (PIH = pregnancy
induced hypertension; n = 234), preeklampsia (n
=34), small for gestational age (SGA) neonatus (n
= 236); kadar hCG (dengan median yang multipel)
lebih tinggi pada tiga populasi dengan kelainan
patologik. Perbedaan ini secara statistik bermakna
pada pasien dengan SGA neonatus dan
preeklampsia tapi tidak pada PIH. Penulis tidak
menyediakan data untuk menghitung nilai duga
positif, tapi data-data mereka menunjukkan bahwa
dengan nilai cut-off hCG 2 median multipel, 10%
populasi akan dipertimbangkan berada pada risiko
dan 30% kasus preeklampsia akan diidentifikasi.
Dengan nilai cut-off hCG 1 median multiple, 50%
populasi dipertimbangkan berada pada risiko dan
100% kasus preeklampsia akan diidentifikasi.40
Secara keseluruhan, kebanyakan penelitian
menemukan bias yang besar dan cenderung
tumpang tindih antara kadar -hCG pada
kehamilan normotensi dan hipertensi. Sehingga,
nilai
klinik
pengukuran
-hCG
untuk
memprediksikan
atau
memantau
kelainan
52
1), fVIIIrag, dan asam urat dan menyimpulkan
bahwa fibronektin adalah prediktor preeklampsia
terbaik. Evaluasi adanya peningkatan kadar
fibronektin pada minggu 25 - 32 kehamilan pada
diagnosis dini preeklampsia, mereka menemukan
sensitifitas 96% dan spesifisitas 94%. Berdasarkan
penulis ini, peningkatan plasma fibronektin
mendahului peningkatan tekanan darah pada ratarata 4- 6 minggu.42
Sebelumnya, ditemukan bahwa peningkatan
fibronektin mendahului peningkatan tekanan darah
sekitar 4 minggu pada pasien-pasien dengan
hipertensi gestasional dan sekitar 12 minggu pada
pasien
dengan
preeklampsia
sebelumnya.
Mengukur kadar fibronektin dapat dilakukan
dengan tehnik immunokimia yang tersedia pada
kebanykan rumah sakit dan mungkin menolong
dalam diagnosis dini preeklampsia, khususnya tipe
berat dengan onset dini.28,32,43
Hitung Trombosit. Masa hidup trombosit lebih
pendek secara bermakna pada kelainan hipertensi
yang diinduksi kehamilan, khususnya ketika
terjadi komplikasi retardasi pertumbuhan janin,
dibandingkan dengan kehamilan tanpa komplikasi.
Pada wanita preeklampsia, turunnya hitung
trombosit terjadi kurang lebih bersamaan dengan
peningkatan kadar asam urat, dan keduanya
mendahului perkembangn proteinuria sekitar 3
minggu. Standar deviasi pada jumlah sirkulasi
trombosit wanita hamil normotensi dan hipertensi
menghalangi penggunaan hitung trombosit sebagai
metode yang efektif untuk deteksi dini pada wanta
nulipara risiko rendah.28,41
Kadar
Hemoglobin,
Hematokrit,
Mean
Corpuscular
Volume.
Peningkatan
kadar
hemoglobin dan hematokrit abnormal (Hb/Hct)
adalah prediktor yang lebih baik terhadap luaran
perinatal yang jelek daripada kadar estriol atau
human placental lactogen (hPL) rendah abnormal.
Kadar Hb/Hct ibu yang tinggi berhubungan
dengan berat badan lahir rendah dan berat plasenta
rendah, peningkatan insiden prematuritas dan
mortalitas perinatal, dan peningkatan resistensi
vaskuler perifer, dan bentuk hipertensi maternal.
Pengukuran serial Hb/Hct sangat berguna dalam
memantau kehamilan dengan risiko tinggi terjadi
insufisiensi uteroplasenta dan dalam memantau
bentuk penyakit yang menyebabkan kelainan
hipertensi yang diinduksi kehamilan atau
komplikasi kehamilan oleh retardasi pertumbuhan
janin, atau keduanya. Peningkatan kadar petanda
hemoglobin pada trimester kedua mendahului
perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi
kehamilan dan berguna sebagai prediktor. Nilai
53
menghasilkan hasil yang sangat bervariasi.
Variasi-vaariasi ini mungkin berhubungan dengan
perbedaan teknik yang luas sama seperti definisi
yang berbeda tentang kelainan hipertensi yang
diinduksi kehamilan., retardasi pertumbuhan janin,
gawat janin, dan luaran perinatal yang jelek.
Walaupun demikian, alasan utama kesimpulan
yang bervariasi mengenai nila FVWs Doppler
pembuluh
darah
uteroplasenta
adalah
kemungkinan peneliti menggunakan proses seleksi
yang berbeda dalam membagi populasi dengan
bentuk aliran Doppler uteroplasenta normal atau
abnormal.
Ketidaknormalan
kadangkala
didasarkan pada FVWs yang sangat jelek, rata-rata
RI empat-sisi, atau kadangkala FVWs terbaik. Bias
terjadi pada lesi-lesi preeklampsia dalam arteri
spiralis mendukung bahwa hal ini lebih masuk
akal untuk mencari bentuk aliran Doppler terjelek,
dan peneliti-peneliti yang menggunakan FVWs
terjelek secara konsisten melaporkan hasil yang
paling baik dengan Doppler uteroplasenta dalam
deteksi dini preeklampsia.
Hasil pemeriksaan Doppler ultrasound
terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai tes
skrining untuk berbagai derajat hipertensi
mengecewakan, tapi dalam deteksi dini
preeklampsia berat yang berhubungan dengan
luaran perinatal yang jelek, Doppler uteroplasenta
telah memiliki sensitivitas yang tinggi.
Keuntungan lainnya adalah relatif mudah
digunakan, tidak mahal, dan tidak invasif.
Penggunaan aliran Doppler dapat dilakukan pada
kehamilan dini dan cocok untuk intervensi
terapeutik dengan usaha untuk mengurangi insiden
preeklampsia dan komplikasi-komplikasinya.47
Hasil dari beberapa studi dengan velosimetri
aliran Doppler berwarna dalam diagnosis dini
preeklampsia adalah menjanjikan. Harrington dkk
menemukan bahwa noktah bilateral pada
kehamilan 19 - 21 minggu memiliki sensitivitas
lebih dari 70% dan nilai duga positif 27%, 31.2%,
dan 37.5%, secara respektif, untuk preeklampsia,
Bayi-bayi SGA, dan beberapa komplikasi. Pada
studi lainnya 652 wanita dengan kehamilan
tunggal, Harrington dkk menunjukkan bahwa
adanya noktah bilateral pada akhir trimester
pertama (kehamilan 12-16 minggu) berhubungan
dengan rasio odd tipikal 42 (Confidence interval
95% (CI) 5.66-312) untuk berkembang menjadi
preeklampsia kemudian dalam kehamilan.47
Oleh sebab itu, untuk sesaat tidak ada tes yang
baik yang tersedia untuk memprediksikan
preeklampsia. Evaluasi Doppler ultrasound
terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai metode
skrining secara keseluruhan dan pengukuran
(serial) kadar fibronektin pada pasien-pasien risiko
54
secara aktif. Collin dkk, menganalisa 10 studi
prospektif, randomized trials terhadap pemberian
terapi diuretik secara primer untuk edema atau
peningkatan berat badan yang cepat, atau untuk
keduanya. Analisa terhadap studi ini, melibatkan
7000 wanita, nampaknya menunjukkan adanya
reduksi
yang
bermakna
dalam
insiden
preeklampsia. Seperti yang dicatat oleh penulispenulis ini, paling sedikit terdapat dua kesulitan
utama dalam hal metodologi yang menghambat
pengambilan kesimpulan yang tepat. Pertama,
kriteria yang digunakan untuk diagnosis
preeklampsia tidak jelas atau tidak tetap. Kedua,
karena diuretik dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah dan mengurangi edema, sehingga
terapi yang diberikan menutupi dua tanda
diagnosis dari kelainan hipertensi yang diinduksi
kehamilan tanpa diperantarai adanya bentuk
penyakit yang mendasari dan dampak buruknya.55
Secara konsekuen, Collin dkk, menggunakan
lebih banyak metode langsung dalam penilaian
keuntungan yang potensial dari terapi diuretik
dengan menganalisa luaran janin dan insiden
preeklampsia. Angka kematian perinatal adalah 1,9
% pada kelompok kontrol dan 1,7 % pada wanita
yang diterapi diuretik. Pemberian diuretik tidak
memiliki pengaruh pada kejadian preeklampsia.
Evaluasi lebih lanjut terhadap efek potensial obat
yang negatif tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna antara subjek yang diterapi dan kontrol.
Pada kelompok yang diterapi diuretik, dilaporkan
beberapa kasus trombositopenia neonatal dan
kuning
sebagai
akibat
ketidakseimbangan
elektrolit dan pankreatitis maternal (termasuk
empat kasus fatal). Oleh karena itu, perlu
pertimbangan
kontraindikasi
untung
rugi
penggunaan terapi diuretik profilaksis selama
kehamilan.55,56
Suplementasi Magnesium
Penggunaan magnesium sulfat dalam pencegahan
atau pengobatan kejang pada preeklampsia berateklampsia
menghasilkan
hipotesis
bahwa
suplementasi magnesium antepartum dapat
memiliki efek yang menguntungkan dalam insiden
preeklampsia. Walaupun demikian, masukkan
magnesium tidak tampak mempengaruhi insiden
preeklampsia atau retardasi pertumbuhan janin,
dan randomisasi penelitian terkontrol dengan
plasebo tidak menunjukkan adanya penurunan
insiden preeklampsia.57,58
Suplementasi Protein
Sampai tahun 1930-an, coraknya adalah diet
protein yang ketat pada toxemia, dengan alasan
untuk menghindari metabolik toksin. Sesudah
tahun 1930-an, muncul hipotesis baru dimana
kurangnya diet protein bertanggungjawab dalam
menyebabkan kelainan hipertensi yang diinduksi
kehamilan. Konsep ini tampaknya muncul dari
observasi
hipoproteinemia
pada
wanita
preeklampsia. Walaupun demikian, beberapa
survei menemukan tidak ada hubungan antara
intake protein sehari-hari dan insiden kelainan
hipertensi yang diinduksi kehamilan (ditunjukkan
oleh Green). Studi terkontrol belum menemukan
keuntungan yang pasti dari suplementasi protein
dalam pencegahan kelainan hipertensi yang
diinduksi kehamilan. 54
Suplementasi Zinc
Zinc adalah elemen esensial dalam metabolisme
oksidatif, sintesis deoxyribonucleic acid (DNA)
dan ribonucleic acid (RNA), imunokompeten, dan
55
Suplementasi Kalsium
Pada tahun 1930-an, Theobald menyatakan
bahwa toksemia adalah hasil dari insufisiensi
absolut atau relatif dari beberapa substansi atau
substansi dalam diet, yang terpenting adalah
kalsium (ditunjukkan oleh Green). Studi
epidemiologi
mendukung
bahwa
insiden
eklampsia berbanding terbalik dengan intake
kalsium nutrisional.54,59
Walaupun demikian, kebanyakan studi-studi
pada wanita hamil dengan defisiensi kalsium
berasal dari negara-negara sedang berkembang,
dimana nutrisi secara keseluruhan inadekuat atau
defisiensi dengan presentase yang bermakna pada
populasi. Juga, mayoritas pada negara-negara ini,
sistem perawatan prenatal tidak optimal, dan ini
dapat menjadi faktor perancu dalam analisis
epidemiologi dampak intake kalsium nutrisional
terhadap insiden preeklampsia.
Data dari beberapa studi memberikan datadata yang berlawanan dengan hipotesis defisiensi
nutrisional, termasuk defisiensi intake kalsium,
sebagai etiologi spesifik atau faktor patogenik.
Tidak ada perbedaan yang konsisten dalam jumlah
vitamin atau mineral antara diet wanita
preeklampsia dan nonpreeklampsia yang tampak
dari survei-survei tetang diet yang lebih jelas.
Thomson menemukan bahwa diet wanita
dengan preeklampsia cenderung berisi lebih
sedikit vitamin C dibandingkan dengan diet pada
wanita normotensi atau hipertensi dan lebih pada
vitamin lain dan kalsium. Sebagai tambahan, hal
ini diperdebatkan bahwa insiden lebih rendah
secara substansial pada kelainan hipertensi yang
diinduksi kehamilan dalam kehamilan kedua atau
sesudahnya sulit untuk mengalami defisiensi
nutrisional. Di Belanda hunger winter pada
tahun 1944-1945, dimana intake nutrisional secara
keseluruhan dan intake kalsium
kurang dari
minimal, insiden eklampsia menurun.62
Pada tahun 1991, Repke menunjukkan hasil
empat studi suplementasi kalsium yang ada pada
saat itu. Dia menyimpulkan bahwa suplementasi
kalsium menghasilkan penurunan tekanan darah,
kelahiran preterm, dan preeklampsia yang
bermakna. Walaupun demikian, kebanyakan studi
ini terlalu kecil untuk menggambarkan kesimpulan
yang pasti, dan kebanyakan studi terfokus pada
menurunkan tekanan darah dan insiden hipertensi
gestasional, tidak pada pencegahan preeklampsia
yang sebenarnya.59
Pada tahun 1991, Belizian dan rekan-rekan
melaporkan percobaan suplementasi kalsium
terbesar. Mereka mempelajari 1194 wanita
nullipara pada kehamilan minggu ke-20 pada
permulaan studi. Wanita tersebut diberikan secara
56
1997.
Mereka
mengumpulkan
hasil-hasil
percobaan National Institute of Health (NIH)
Calcium for Preeclampsia Prevention (CPEP) di
lima pusat kedokteran yang besar. Keputusan
untuk memulai percobaan yang besar ini adalah
berdasarkan fakta bahwa kebanyakan percobaan
sejauh ini dikoordinir di negara-negara dimana,
tidak seperti di Amerika Serikat, diet biasanya
berisi sedikit kalsium. Peneliti merandomisasi
4589 pasien dengan kehamilan 13 sampai 21
minggu untuk menerima terapi harian dengan 2 g
kalsium
elemental
atau
plasebo
untuk
mempertahankan kehamilan mereka. Suplementasi
kalsium tidak mengurangi secara bermakna
insiden atau beratnya preeklampsia atau
memperlambat onsetnya. Preeklampsia terjadi
pada 6.9% wanita pada grup kalsium dan 7.3 %
pada grup plasebo. Sebagai tambahan, tidak ada
perbedaan bermakna antara kedua grup dalam
prevalensi hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan tanpa preeklampsia atau pada seluruh
kelainan hipertensi. Kalsium tidak mengurangi
jumlah kelahiran preterm, bayi SGA, atau
kematian fetal dan neonatal. Mereka juga
menemukan tidak ada keuntungan bagi wanita
dengan kadar ekskresi kalsium 24 jam yang
rendah, juga tidak ada keuntungan lain bagi wanita
yang intake kalsium dietnya berada pada quartil
terendah dan yang median intake hariannya 422
mg sama atau lebih rendah yang dilaporkan untuk
wanita di negara-negara berkembang.66
Tabel 5-1 menunjukkan data tentang efek
suplementasi kalsium seperti yang dipublikasikan
dalam meta-analisis oleh kelompok Bucher dan
dalam percobaan NIH.64,66
Tinjauan
Cochrane
menunjukkan
bahwa
suplementasi kalsium tidak memperbaiki luaran
perinatal. Adakah tempat untuk suplementasi
kalsium? Suplementasi kalsium tidak memperbaiki
luaran perinatal tapi mungkin, dengan menurunkan
prevalensi preeklampsia, berarti menghemat biaya,
keuntungan yang relevan di negara-negara dengan
dana perawatan kesehatan yang terbatas.66a
Obat-obat Antihipertensi
Efek dari obat-obat antihipertensi telah dinilai
dengan mempelajari efeknya pada preeklampsia
yang berkembang dari ringan keberat pada wanita
yang tampak dengan penyakit hipertensi ringan
atau sedang. Pendekatan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa pengobatan dini hipertensi dapat
mencegah munculnya manifestasi preeklampsia
lainnya. Walaupun demikian, ciri-ciri plasenta,
renal, hepatik dan homeostatik preeklampsia
57
tampaknya tidak menjadi konsekuensi langsung
dari peningkatan tekanan darah. Meskipun hal ini
jelas bahwa penggunaan obat-obat antihipertensi
pada wanita dengan hipertensi ringan sampai
sedang mengurangi insiden hipertensi berat, obatobat ini tidak memiliki efek yang menguntungkan
terhadap insiden preeklampsia atau kematian
perinatal.56
Antikoagulan
Karena aksi thrombin yang berlebihan dan deposit
fibrin intravaskular merupakan salah satu
mekanisme primer yang dipikirkan dalam
patogenesis preeklampsia, wanita dengan kelainan
hipertensi yang diinduksi kehamilan telah diobati
dengan antikoagulan dalam usaha untuk
memperbaiki keadaan klinis dan luaran perinatal.
Heparin digunakan dalam studi tanpa kontrol
melibatkan kasus-kasus tunggal, atau pasien
dengan seri yang kecil, menunjukkan tidak ada
kegunaan dalam pencegahan sekunder atau tersier.
Laporan terdahulu dalam penggunaan koumarin
untuk mencegah preeklampsia rekuren pada wanita
multipara tidak menunjukkan adanya efek
menguntungkan terhadap maternal atau perinatal.
Sebagai tambahan, penggunaan antikoagulan
mungkin membahayakan pada kasus-kasus
hipertensi berat, khususnya jika berhubungan
dengan trombositopenia.56,67
Aspirin Dosis Rendah untuk Mengkoreksi
Ketidakseimbangan Kadar Prostasiklin /
Tromboksan A2
Apakah luka sel endotelial pada preeklampsia
menyebabkan penurunan secara primer sintesis
prostasiklin (PGI2) atau penurunan, sebagai
contoh, Nitric Oxide (NO), trombosit memainkan
peranan sentral pada proses penyakit. Redman
menyatakan preeklampsia adalah proses pada
trofoblas yang dimediasi oleh disfungsi trombosit
dan dicegah paling sedikit sebagian oleh agen
antitrombosit. Pada lapisan nonendotelialisasi
yang nampak pada arteri-arteri spiralis dengan
tidak adanya produksi antiagregasi PGI2 atau
Nitric Oxide yang adekuat oleh vaskularisasi
uteroplasenta atau endovaskular trofoblas, aktivasi
trombosit yang dimediasi lapisan tersebut dapat
terjadi. Trombosit mengalami perlekatan dan
melepaskan alpha-granule dan konstituen dense
ganule. Tromboksan A2 (TXA2) dan serotinin
diproduksi,mengkontribusi agregasi trombosit dan
menginduksi pembentukan fibrin untuk stabilisasi
trombus trombosit yang dapat menyumbat aliran
darah maternal ke kotiledon plasenta, sehingga
menyebabkan infark pada plasenta. Tidak adanya
stimulasi normal dari sistem renin-angiotensin,
disamping
hipovolemia
signifikan,
dan
peningkatan
sensitifitas
vaskuler
terhadap
angiotensin II dan norepinephrine dapat dijelaskan
dengan mekanisme tunggal, luka pada sel
endotelial menyebabkan defisiensi produksi atau
aktivitas vasodilator prostaglandin, khususnya
PGI2, atau keduanya. Peningkatan rasioTXA2/PGI2
mungkin merupakan penyebab destruksi trombosit
selektif, kadang disertai dengan hemolisis
mikroangiopati, dan penurunan aliran darah
uteroplasenta dengan trombosis arteri spiralis dan
infark plasenta. Karena ketidakseimbangan
PGI2/TXA2 memberikan penjelasan untuk
banyaknya manifestasi klinik preeklampsia,
beberapa usaha dibuat untuk mengkoreksi
ketidakseimbangan atau untuk memperkecil
dampaknya.68-74
Aspirin menyebabkan defek fungsional jangka
panjang pada trombosit, secara primer,
berhubungan dengan inaktivasi permanen dari
aktivitas
siklooksigenase
trombosit
dan
menghambat reaksi sekretori trombosit resultan.
Aspirin mengasetilasi grup hidroksil residu serine
tunggal pada sisi aktif enzim siklooksigenase.
Karena grup asetil dari aspirin terikat secara
kovalen pada sisi aktif siklooksigenase, hambatan
terhadap enzim ini adalah irreversible. Metabolit
aspirin salisilat mengikat secara reversible pada
atau dekat sisi aktif pada jalur yang mencegah
asetilasi enzim oleh aspirin. Walupun demikian,
profil efek konsentrasi aspirin dan salisilat in vivo
mendukung bahwa proteksi salisilat terhadap
siklooksigenase adalah interaksi farmakodinamik
yang nampaknya tidak benar diikuti oleh aspirin
oral pada manusia. TXA2 disintesis dan dilepaskan
oleh trombosit sebagai respon stimulasi yang
bervariasi (seperti thrombin, kolagen, adenosin
difosfat) dan menyebabkan agregasi trombosit
irreversible. Sehingga, hal ini memberikan
mekanisme untuk memperkuat respon trombosit
untuk agonis yang berbeda.75
Trombosit anucleate (tanpa inti) adalah target
seluler yang unik untuk aksi aspirin. Trombosit
tidak dapat meresintesis siklooksigenase karena
mereka kekurangan inti. Sehingga, karena bentuk
yang ireversibel dari inhibisi enzim yang diinduksi
aspirin, dosis yang menginhibisi TXA2 secara
tidak komplit, jika diberikan secara akut,
akumulasi untuk inhibisi yang komplit selama
pemberian obat kronik. Sehingga, pemberian
harian sebanyak 30 sampai 50 mg aspirin
menghasilkan supresi komplit secara nyata pada
biosintesis trombosit TXA2 setelah 7 sampai 10
hari pada pasien yang tidak hamil.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
aspirin 60 sampai 80 mg juga cukup untuk
58
menghambat agregasi trombosit yang tergantung
siklooksigenase, melepaskan reaktivasi, dan
produksi TXA2 serum pada kehamilan normal dan
pada
hipertensi
gestasional.
Pemulihan
kemampuan untuk memproduksi TXA2 tergantung
pada sintesis trombosit baru, memerlukan waktu
10 sampai 12 hari untuk turnover komplit. Dosis
optimal aspirin untuk antitrombosis masih
diperdebatkan. Dosis sebesar 3.5 g/hari dan
serendah 20 sampai 40 mg/hari telah dilaporkan
efektif dalam pencegahan kejadian trombosis.
Pada kasus aspirin, hal ini penting untuk
menggunakan dosis efektif terendah karena efek
konkomitannya pada siklooksigenase dinding
pembuluh darah dan hubungnan antara dosis
aspirin
dan
khususnya
efek
samping
gastrointestinal. Aspirin juga menghambat
siklooksigenase endotelial; walaupun demikian,
dinding pembuluh darah mungkin kurang sensitif
dan
memiliki kapasitas untuk mensintesis
siklooksigenase baru ketika aspirin menghilang
dari sistem.75,76-78
Mekanisme lain yang terlibat dalam
menyebabkan selektifitas paradoksikal aspirin
dosis rendah pada siklooksigenase trombosit
didasarkan pada karakteristik farmakokinetik obat
ini. Absorbsi dari dosis oral yang rendah
menyebabkan konsentrasi yang relatif tinggi pada
sirkulasi portal, menyebabkan inhibisi kumulatif
terhadap siklooksigenase pada trombosit yang
melalui kapiler-kapiler usus, dimana konsentrasi di
sirkulasi perifer (setelah deasetilisasi aspirin di
hati) tetap terlalu rendah untuk mempengaruhi
siklooksigenase endotelial. Secara aktual, inhibisi
terhadap siklooksigenase adalah cepat, terjadi
sebelum aspirin tampak pada sirkulasi sistemik,
dimana menunjukkan pentingnya inaktivasi
siklooksigenase trombosit di sirkulasi portal.78,79
Oleh karena itu, efek antitrombosit aspirin
tidak berhubungan dengan bioavaibilitas sistemik.
Peningkatan dosis aspirin dapat mempengaruhi
interaksi komponen lain antara trombosit dan
endotelium yang mungkin membantu mencegah
atau membatasi pembentukan trombus, tapi dosis
yang lebih besar memiliki efek-efek lain yang
potensial. Dosis analgesik aspirin dapat
memberikan beberapa efek fibrinolitik, tetapi dosis
aspirin yang rendah tidak mempunyai efek dalam
hal ini. Aspirin tidak menghambat pelepasan
adenosin difosfat yang diinduksi trombosit alpha
granule.
Aspirin memberikan lebih banyak efek yang
mempunyai nilai potensial dalam terapi untuk
mencegah preeklampsia. Dalam suatu studi klinik
terhadap wanita hamil dengan risiko preeklampsia,
Walsh, dkk. membuktikan bahwa dosis aspirin
59
Uji Italian-Low Dose Aspirin
Pazine, dkk melaporkan hasil dari uji aspirin dosis
rendah yang dilakukan oleh Italian Multisenter
pada wanita yang punya risiko sedang untuk
eklampsia. Wanita-wanita yang dipilih adalah
berdasarkan kriteria profilaksis yaitu: umur <18
tahun atau > 40 tahun, hipertensi kronik, nefropati,
riwayat kehamilan dengan hipertensi atau dengan
PJT dan kehamilan kembar, juga kriteria terapi
yaitu adanya peningkatan tekanan darah atau
tanda-tanda dini PJT pada kehamilan terakhir; 583
wanita lainnya sebagai plasebo. Penulis
menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kelompok aspirin dan kelompok kehamilan
37 mg dan kelompok-kelompok ini tidak berbeda
dalam frekuensi kehamilan dengan hipertensi
dengan/ tanpa proteinuria (51(15,2%)) vs
(81(19,3%)). Karena uji tersebut tidak doubleblind atau kontrol plasebo, mungkin terdapat bias.
Sebenarnya ini adalah studi pertama yang
melaporkan adanya penemuan negatif mengenai
aspirin dosis rendah. Jumlah pasien yang tidak terfollow up pada kelompok plasebo (46/523; 8,8%)
lebih banyak dibandingkan pada kelompok yang
diterapi aspirin (18/ 583; 3,1%). Peneliti
menyatakan bahwa perbedaan ini menunjukkan
bahwa para klinisi menfolow-up wanita pada
kelompok aktif dengan lebih cermat.
Lounden menyatakan bahwa perbedaan
tersebut mungkin merupakan penyebab pada
beberapa pasien yang berada pada grup plasebo
yang memutuskan untuk keluar dari studi ini
karena mereka ingin mendapatkan aspirin atau
untuk mencari perawatan antenatal dari dokter
yang bersedia untuk memberikan terapi. Faktanya
adalah pasien-pasien dengan motivasi kuat untuk
perilaku seperti ini berisiko tinggi memberikan
bias yang serius.
Penjelasan lain untuk mengenai adanya
kesenjangan antara studi-studi awal dan studi ini
dan hal ini juga nyata secara mayor pada studistudi lain yang berskala besar adalah bahwa uji-uji
ini menunjukkan penurunan insiden dari pre
eklampsia pada wanita yang berisiko lebih tinggi
dibandingkan pada wanita di studi Italian; pada
uji-uji awal, rerata preeklampsia di antara
kelompok kontrol berkisar dari 11%-35%;
dibandingkan dengan 2,7% yang dilaporkan oleh
Parazzine,dkk.
Masalah tambahan pada studi Italian ini
adalah mengenai dosis aspirin yang digunakan,
yaitu 50 mg/hari. Menurut Walsh, dosis aspirin
mungkin tidak cukup untuk mencapai plasenta
guna menghmbat TXA plasenta dan biosintesis
lipid peroksida, yang mana hal ini diperhitungkan
sebagai suatu kekurangan dalam studi ini. Jika
60
grup plasebo); dan 6 orang megalami HELLP
syndrome (1 org pada grup aspirin dan 5 org pada
grup plasebo). Karena preeklampsia berat, HELLP
syndrome, dan eklampsia dianggap sebagai
kematian maternal yang serius, 33 (2,2%) pasien
pada grup aspirin vs 55 (3,7%) pada grup plasebo
mempunyai komplikasi atau penyakit berat.
Ini hanyalah suatu studi di mana ditemukan
adanya peningkatan insiden solusio plasenta di
antara wanita yang mendapat aspirin (11 orang
wanita vs 2 orang pada grup plasebo; P=0,01).
Pada studi CLASP, 9364 wanita dipilih untuk
mendapatkan 60 mg aspirin setiap harinya atau
sebagai plasebo; 74% dimasukkan untuk
profilaksis preeklampsia; 12% untuk profilaksis
PJT; 12% untuk terapi preeklampsia dan 3% untuk
terapi PJT. Pada studi ini, wanita yang dianggap
layak adalah mereka yang mempunyai usia gestasi
antara 12 - 32 minggu dan tidak ada indikasi yang
jelas untuk tidak menggunakan aspirin. Untuk
tujuan-tujuan analisis, wanita-wanita ditempatkan
pada grup terapi di mana mereka seharusnya
ditempatkan.
Secara keseluruhan, penggunaan aspirin
berhubungan dengan penurunan sebesar 12% pada
insiden preeklampsia, dan ini tidak signifikan.
Pada wanita-wanita yang dipilih untuk alasan
profilaksis pada masa gestasi 20 mg atau lebih
awal, penggunaan aspirin berhubungan dengan
penurunan sebesar 22%. Penggunaan aspirin
setelah masa gestasi 20 mg pada studi CLASP,
berhubungan dengan peningkatan kematian
perinatal. Insiden eklampsia sama pada kedua
grup; insiden HELLP syndrome tidak disebutkan.
Tidak ada efek signifikan pada penggunaan aspirin
dalam kasus PJT atau kelahiran dan dengan
kematian neonatal. Aspirin, secara signifikan,
menurunkan jumlah kasus kelahiran preterm
(19,7% grup aspirin vs 22,2% pada grup kontrol);
penurunan absolut 2,5 0,9 per 100 wanita yang
dith/ (P=0,003) terdapat trend (P=0,0004) yang
secara signifikan lebih besar pada preeklampsia
dengan kelahiran preterm. Terdapat trend yang
sama dalam penurunan penggunaan antihipertensi
dan terapi antikejang di antara para wanita yang
diterapi aspirin dengan kelahiran lebih dini. Pada
suatu analisis, pasien yang akan diprofilaksis
untuk preeklampsia, rata-rata kelahiran atau
kematian perinatal disebabkan oleh preeklampsia,
hipertensi, atau PJT yang terjadi sebelum masa
gestasi 32 mg, karena efek pencegahan penyakit
pada onset awal seharusnya lebih besar, tedapat
5,3% yang diberikan aspirin dibandingkan dengan
10,6% pada plasebo.
Dalam suatu tulisan ilmiah tidak ditunjukkan,
tetapi seperti disebutkan oleh Working group
61
mencegah preeklampsia pada 1 wanita dari 100
wanita yang diterapi, dengan CI 0-2 per 100.
Selain itu, tidak ada bukti efek aspirin pada insiden
kelahiran dan kematian neonatal.
Uji NIH kedua baru-baru ini adalah uji coba
yang terbesar terhadap efek aspirin dosis rendah
pada wanita berisiko tinggi. Multisenter, secara
acak,
plasebo-kontrol,
uji
double-blind
mengikutsertakan 471 wanita dengan IDDM, 747
dengan hipertensi kronis, 688 dengan multifetal
gestasi, dan 606 dengan preeklampsia pada
kehamilan terakhir. Pasien-pasien yang dipilih
mempunyai masa gestasi 13-26 mg (rata-rata 20
mg) dan dengan preeklampsia. Dari grup aspirin
dan plasebo, hasil yang didapat adalah : untuk
diabetes (DM), 18,3% vs 21,6%; untuk kehamilan
multifetal, 11,5% vs 15,9%; untuk wanita dengan
.
Tabel 5-2. Efek aspirin dosis rendah pada preeklampsia
PREEKLAMPSIA
ASPIRIN
PLASEBO
Penelitian kecil93*
10/319
50/284
Penelitian besar
949/13.928
1032/13.765
Semua studi
2404/13.729
1082/14.049
ODDS RATIO
0.18
0.90
0.87
95% CI
0.09-0.36
0.83-0.99
0.80-0.96
62
berskala besar dan kecil adalah diikutkan dalam
kriteria. Wanita-wanita pada uji coba berskala
kecil adalah yang berisiko tinggi preeklampsia,
dengan insiden antara 13-40%.
Masalah-masalah pada Uji-Uji Berskala Besar
Tingkat kepatuhan adalah problem yang paling
penting dalam uji-uji bersakala besar. Para wanita
hamil diketahui tidak patuh dalam menggunakan
obat, walaupun randomisasi lebih daripada 25.000
wanita, namun yang patuh hanya sedikit. Pada
studi Australia mengenai pasien-pasien dengan
risiko tinggi, ternyata tedapat 15% grup aspirin
dan 20% grup plasebo yang tidak patuh. Pada
studi CLASP, sebanyak 96% yang pada awalnya
mengikuti medikasi, hanya 66% dan 88% yang
melanjutkan pengobatan untuk minimal 95% dan
80%, yaitu antara waktu dilakukan random sampai
kelahiran.
Pada
uji
CLASP,
gambaran
ketidakpatuhan terlihat dari kuesioner yang baru
dikirim setelah 3 bulan paska kelahiran, terdapat
10% sampel yang terdiri dari para wanita yang
bayi-bayinya diyakini untuk hidup dan sehat.
Walaupun mungkin hanya sebagai suatu jalan
untuk melanjutkan ke studi yang berskala besar,
tetapi tidak dapat dihindari bahwa risiko
ketidakpatuhan tidak dapat dihilangkan, khususnya
pada wanita dengan keluaran perinatal yang
kurang baik.
Seperti yang sudah disebutkan di awal, hanya
3 uji coba yang menggunakan tes biokimia untuk
mengecek kepatuhan wanita yang menggunakan
aspirin.
Problem
lainnya
adalah
waktu
randomisasi. Sebagai contoh, uji ECCPA
waktunya sama dengan uji CLASP, pasien yang
dipilih yaitu antara 12-32 minggu masa gestasi.
Hanya 8% wanita yang memulai dengan aspirin
pada 12 minggu masa gestasi dan hanya sekitar 1/3
dari pasien yang dipilih sebelum 12 minggu masa
gestasi.
Problem yang sama juga terjadi pada studi
NIH- rata-rata waktu randomisasi adalah sekitar 20
minggu masa gestasi. Namun pada uji lain, yaitu
analisis data dari grup wanita yang diambil
sebelum 20 minggu masa gestasi menunjukkan
bahwa aspirin mempunyai efek menguntungkan.
Kata hati-hati seharusnya dibuat bila aspirin
tidak diletakkan pada kontainer tertutup,
khususnya jika studi-studi tersebut dilakukan pada
daerah tropis/ subtropis. Aspirin stabil pada udara
kering tetapi dapat terhidrolisis oleh suhu lembab,
khususnya pada lingkungan yang panas. Jika
aspirin tidak disimpan secara benar pada
lingkungan yang panas dan lembab, aspirin dapat
kehilangan efikasinya. Selain itu, peringatan
tersebut digunakan dalam intepretasi studi yang
63
maka aspirin tidak akan mempengaruhi
trombosis arteri lokal.
3. Menurut Walsh, dosis dari aspirin seharusnya
cukup tinggi untuk menghambat sintesis
Prostaglandin H plasental dan juga produksi
lipid peroksida. Jika produksi lipid peroksida
plasenta tidak cukup dihambat, lipid peroksida
tersebut dapat berlaku sebagai stimulus yang
kuat untuk sintesis TXA2 berikutnya. Bila
aspirin bekerja secara bebas dalam
mempengaruhi trombosit, seperti pengurangan
produksi lipid peroksida, dosis yang lebih
tinggi mungkin efektif. Dua buah studi
mendukung pendapat tersebut, satu studi tidak
randomisasi dan yang lain randomisasi yang
mana digunakan dosis aspirin yang lebih
besar. Kedua studi ini menunjukkan adanya
pengurangan dalam insiden preeklampsia dan
risiko janin.
4. Komsumsi trombosit fetal adalah insufisiensi
plasenta yang mana mungkin berhubungan
dengan aktivasi sel endotel. Berdasarkan
konsumsi oral aspirin pada ibu, hanya dosis
yang sangat kecil yang dapat mencapai
plasenta. Trombosit fetal tidak atau minimal
dipengaruhi oleh terapi aspirin dosis rendah.
Faktanya adalah trombosit tidak dipengaruhi
oleh aspirin dosis rendah, karena konsekuensi
farmakokinetik aspirin mungkin memberikan
penjelasan lain mengenai efek dari aspirin
dosis rendah.
5. Yang perlu dicatat adalah tidak ada penurunan
kematian perinatal dalam keseluruhan uji
mayor. Hal ini menunjukkan kekuatan yang
tidak adekuat, aspirin secara alternatif
mempunyai efek nyata pada pembuluh darah
uteroplasenta tetapi mencegah manifestasi
maternal seperti proteinuria.
Aspek yang aman dari aspirin dideskripsikan
dalam rangkuman yang lebih detail. Secara
keseluruhan, uji-uji berskala besar membuktikan
bahwa aspirin adalah aman untuk fetus dan bayi
yang baru lahir, tidak ada bukti adanya
peningkatan terjadinya perdarahan neonatal.
Aspirin dosis rendah aman untuk ibu, dan anestesi
epidural adalah aman pada wanita hamil yang
menggunakan aspirin dosis rendah.
Usaha Lain untuk Memperbaiki Keseimbangan
PGI2- TXA2; Omega 3 FFA Rantai Panjang
Walaupun studi awal menyebutkan bahwa diet
ikan berperan dalam mencegah penyakit jantung
koroner, tidak ditemukan studi-studi epidemiologi
dari Dyeberg dan Bang sampai tahun 1975 di
mana asosiasi ini menjadi yang perlu dicatat.
Daviglus, dkk mendapatkan data epidemiologi dari
64
Karena efek-efek yang menguntungkan
tersebut maka dimulailah beberapa uji coba
tentang efek minyak ikan. Olesan, dkk.
melaporkan tentang hasil studi terbesar juga uji
FOTIP. Pada 6 uji coba, wanita dengan kehamilan
risiko tinggi secara acak dipilih untuk
mendapatkan minyak ikan atau minyak olive
selama 20 mg masa gestasi. (Tabel 5.3) Empat dari
uji coba tsb merupakan profilaksis, tedapat
232,280, dan 386 wanita yang sudah mengalami
kelahiran preterm, IUGR, atau kehamilan dengan
hipertensi dan preeklampsia, dan 579 wanita
dengan kehamilan kembar. Minyak ikan
mengurangi risiko kelahiran preterm dari 33%
menjadi 21% (OR, 0,54; 95% CI, 0,30-0,98) tetapi
tidak berefek pada keluaran. Pada kehamilan
kembar, risiko untuk 3 keluaran tidak berbeda.
Minyak ikan tidak nampak sebagai suatu solusi.
Tabel 5-3. Pengaruh minyak ikan pada hipertensi dalam kehamilan: penelitian multisenter minyak
ikan di Eropa.
Hipertensi karena
Minyak ikan
Minyak kelapa
OR
95 % CI
kehamilan
Hipertensi karena
55/167
61/183
0.98
0.63-1.53
kehamilan berulang
Kehamilan kembar
38/274
38/279
1.39
0.83-2.32
*Berulangnya hipertensi karena kehamilan pada pasien dengna riwayat preeklampsia sebelumnya dan atau
hipertensi karena kehamilan
Studi-studi pertama mengenai nitrogliserin pada
kehamilan dilakukan pada pasien-pasien dengan
preeklampsia berat. Cotton, dkk. membuktikan
bahwa nitrogliserin I.V bersifat poten, cepat dalam
hemodinamik T1/2 yang diukur dalam menit.
Nitrogliserin mengurangi MAP (mean arterial
pressure) 27,5% tanpa perubahan yang signifikan
dalam HR, CVP, atau SV pada 6 orang pasien
dengan kehamilan yang diinduksi hipertensi.
Tekanan kapiler pulmonar berkisar dari 9 3
sampai 4 2 mmHg, sedangkan cardiac index
berkurang dari 3,51 0,67 sampai 2,87 0,76
L/min/m2. O2 delivery secara signifikan dari 617
78 sampai 491 106 ml/min/m2. walaupun volume
ekspansi tidak mempengaruhi MAP, kombinasi
antara ekspansi volume darah dan nitrogliserin
menghasilkan resistensi terhadap efek hipotensi
dari nitrogliserin. Cardiac index, PCWP, dan
pemakaian O2 berbeda dari nilai semula.
Studi Grunewald dkk terhadap 12 pasien
dengan preeklampsia berat (TD diastolik 110
mmHg atau lebih). Semua pasien mendapat
nitrogliserin I.V dengan dosis bertahap, meningkat
dari 0,25 g/kg/min sampai TD diastolik menurun
di bawah 100 mmHg. Selama diinfus, TD
menurun secara signifikan. Pola Doppler pada
65
mengobati preeklampsia. Selain itu, uji acak
dengan jumlah wanita berisiko preeklmapsia yang
terbatas menunjukkan adanya pengurangan yang
signifikan dalam rata-rata kejadian preeklampsia
pada wanita yang mendapat 1000 mg vit C dan
400 I.U vitamin E. Sebagai kesimpulan, rata-rata
gangguan hipertensi adalah sama dan tidak ada
perbedaan dalam keluaran perinatal.
RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
66
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
67
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
blind
randomized
controlled
trial.
BMJ
1989;199:826-830.
Thompson AM. Diet in pregnancy: 3. Diet in
relation to the course and outcome of pregnancy. Br
J Nutr 1959;13:509-525.
Belizan JM, Villar J, Gonzalez L, et al. Calcium
suplementation to prevent hypertensive disorders of
pregnancy. N Engl J Med 1991;325:1399-1405.
Bucher HC, Guyyat GH, Cook RJ, et al. Effect of
calcium suplementation on pregnancy-induced
hypertension and preeclampsia: A meta-analysis of
randomized
controlled
trials.
JAMA
1996;275:1113-1117.
Marcoux S, Brisson J, Fabia J. Calcium intake from
dairy product and supplements and the risk of
preeclampsia and gestational hypertension. Am J
Epidemiol 1991;133:1266-1272.
Levine RJ, Hath JC, Curet LB. Trial of calcium to
prevent preeclampsia. N engl J Med 1997;337:6976.
66a.Atallah AN, Hofmeyr GJ, Duley L. Calcium
supplementation during pregnancy for preventing
hypertensive disorders and related problems
[Cochrane Review]. In The Cochrane Library,
Issue 1. 2000. Oxford: Update Software.
66b.DerSimonian R, Levine RJ. Resolving
idcrepancies between a meta-analysis and
subsequent large controlled trial. JAMA
1999;282:664-670.
66c.Crwther CA, Hiller JE, Pridmore B, et
al.Calcium supplementation in nuliparous women
for the prevention o pregnancy-induced
hypertension, preeclampsia and preterm birth: An
Australian randomized trial. FRACOG and the
ACT Study Grup. Aust N Z J Obstet Gynecol
1999;39:12-18.
Wallernburg HCS. Changes in the coagulation
system and trombosits in pregnancy-induced
hypertension and preeclampsia. In SharpF,
Symonds EM [eds]. Hypertension in Pregnancy.
Ithaca, NY: Perinatology Press, 1987, pp 227-248.
Redman CWG. Trombosits and the beginning of
preeclampsia. N Eng J Med 1991;323:478-480.
Middelkop CM, Dekker GA, Kraayenbrink AA,
Popp-Sjinders C. trombosit-poor plasma serotonin
in normal and preeclamptic pregnancy. Clin Chem
1993;39:1675-1678.
Gant NF, Daley GI, Chand S, et al. A study of
Angiotensin-II pressor response throughout
primigravid
pregnancy.
J
Clin
Invest
1973;52:2682-2689.
Fitzgerald DJ, Entman ss, Mulloy K,
Fitzgerald DJ, Rocki W, Murray R, et al.
Thromboxane A2 synthesis in pregnancy-induced
hypertension. Lancet 1990;335:751-754.
Friedman SA. Preeclampsia: A review of the role
of porstaglandins. Obstet Gynecol 1988;71:122137.
Harker LA. Trombosits and vascular thrombosis. N
Engl J Med 1994;330:1006-1007.
Moran N, Fotzgerald GA. Mechanism of action of
antipletelet drugs. In Colman RW, Hirsch J, Marder
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
68
95. Sibai BM, Caritis SN, Thom E, et al. Prevention of
preeclampsia with low-dose aspirin in helathy
nulliprous pregnant women. N Engl J Med
1993;329:1213-1218.
96. CLASP Collaborative Grup. CLASP: A
randomized trial of low-dose aspirin for the
prevention and treatment of preeclampsia among
9364 pregnant women. Lancet 1994;343:619-629.
97. Lilford RJ. Report of a workshop. Whwre next for
prophylaxis agains pre-aclampsia? Br J Obstet
Gynaecol 1996;103:603-6-7.
98. Wallenburg HCS, Dekker GA, Makowitz JW,
Rotmans P. Low-dose aspirin in prevents
pregnancy induced hypertension and pre-eclampsia
in angiotensin-sensitive primigravide. Lancet
1986;1:1-3.
99. McParland P, Pearce JM, Chamberlain GVP.
Doppler ultrasuon and aspirin in recognitionand
prevention of pregnancy-induced hypertension.
Lancet 1990:I:1552-1555.
100. Atallah AN. ECPAA: Randomised triel of low dose
aspirin for the prevention of maternal and fetal
complication in high risk pegnant women. Br J
Obstet Gynaecol 1996;103:39-47.
101. Carritis S, Sibai BM, Hauth J, et al. Low-dose
aspirin for the prevention of preeclampsia in high
risk women. N Engl J Med 1998;338:701-705.
102. Rotchell Ye, Cruickshank JK, Gay MP, et al.
Barba-dose Low dose Aspirin Study in Pregnancy
(BLASP): A randomised trial for the prevention of
pre-eclampsia and its complications. Br J Obstet
Gynaecol 1998;105:286-292.
103. Golding J. A randomised trial of low dose aspirin
por primiparae inpregnancy. Br J Obstet Gynaecol
1998;105:293-299.
104. Casi E, Raziel A, Sherman D, et al. prevention of
preganncy-induced hypertension in twins by early
administration of low-dose aspirin: A preliminary
report. Am J Reprod Immunol 1994;31:19-24.
105. Ramaiya C, Mgaya HN. Low dose aspirin in
prevention of pregnancy-induced hypertension in
primigravidae at the Muhimbili Medical Centre,
Dar Es Salaam. East Afr Med J 1995;72:690-693.
106. Wang Z, Li W. A prospective randomized placebocontrolled trial of low dose aspirin for prevention in
intra-uterine growth retardation. Chin Med J
1996;109:238-242.
107. Gilani A, Khan Z. Role of aspirin in management
of pregnancy induced hypertension: A study in
Pakistani population. Specialist 1994;10:323-325.
108. Grant JM. Multicentre trial in obstetrics and
gynaecology: Smaller explanatory trials are
required. Br J Obstet Gynaecol 1996;103:599-602.
109. Lindheimer MD. Pre-eclampsia-eclampsia 1996:
Preventable? Have dispute on its treatment been
resolved? Curr Opinion Nephrol Hypertens Pregn
1996;16:229-238.
110. Gallery EDM, Ross MR, Hawkins M, et al. Low
dose aspirin in high-risk pregnancy. Hypertens
Pregn 1996;16:229-238.
69
127. Olsen SF, Olsen J, Friche G. Dose fish
consumption during pregnancy increase fetal
growth? A study of the size of newborn, placental
weight and gestational age in relation to fish
consumption during pregnancy. Int J Epidemiol
1990;19:971-977.
128. Sorensen JD, Olsen SF, Pederson AK, et al. Effect
of fish oil supplementation in the third trimester of
pregnancy on prostacyclin and thromboxane
production. Am J Obstet Gynecol 1993;168;915922.
129. Schiff E, Ben-Barucah G, Barkai G, et al.
Reduction of thromboxane A2 synthesis in
preganncy by polyunsaturated fatty acids
supplement. Am J Obstet Gynecol 1993;168:122124.
130. Olsen S, Secher W, Tabor A, et al. Randomized
clinical trials of fish oil suplementation in high risk
pregnancies. Br J Obstet Gynaecol 200;107:382395.
131. Dekker GA, Geijn van HP. Endothelial dysfunction
in preclampsia: Part II. Reducing the adverse
consequences of endothelial cell dysfunction in
preeclampsia: therapeutic perspectives. J Periant
Med 1996;24:119-139.
132. Coton BD, Longmire S, Jones MM, et al.
Cardiovascular alteration in severe pregnancyinduced hypertension.: Effects of intravenous
nitroglycerin coupled with blood volume
expansion. Am J Obstet Gynecol 1986;154:1-531059.