Oleh :
Afifuddin
160121090008
Pembimbing :
Dr. Nuskah Sudjana drg., SpBM
Kelenjar liur mempunyai peranan yang penting dalam proses pencernaan maupun
aktifitas antimikroba dalam rongga mulut. Secara umum kelenjar ini dibagi atas kelenjar
liur mayor (parotis, sublingual dan mandibula) dan kelenjar liur minor. Kelenjar liur minor
tersebar di mukosa rongga mulut dan orofaring.1
Tumor kelenjar ludah berkisar 3-4 % dari keseluruhan tumor pada kepala dan leher.
Tumor pada kelenjar parotis berkisar 70-80 % dari keseluruhan tumor pada kelenjar ludah
80 % tumor kelenjar parotis adalah tumor jinak, 80 % diantaranya merupakan pleimorfik
adenoma dan 80 % diantaranya berasal dari lobus superfisialis kelenjar parotis. 1,3 Tumor
ganas kelenjar ludah berkisar 0,7 % dari keseluruhan tumor ganas, sekitar 3 % dari tumor
ganas kepala leher dan sekitar 30 % dari keseluruhan tumor pada kelenjar ludah.2
Tujuan utama perawatan pada pasien dengan tumor jinak maupun ganas pada
kelenjar ludah adalah pengangkatan keseluruhan massa tumor untuk kepentingan diagnosis
dan kontrol lokal. Preservasi fungsi terutama nervus fasialis beserta cabangnya sangat
penting pada tindakan pembedahan kelenjar parotis. Reseksi nervus fasialis dilakukan jika
massa tumor telah menginvasi nervus fasialis atau ketika reseksi nervus fasialis dilakukan
akan memfasilitasi eksisi/pengangkatan massa tumor.3
Prosedur diagnostik tumor kelenjar ludah dilakukan dengan pemeriksaan USG
yang dikombinasikan dengan FNAB. MRI dan CT Scan merupakan standar pencitraan
tumor kelenjar ludah, untuk mengetahui lokasi tumor, ekstensi tumor, dan relasi dengan
struktur sekitarnya.2,3 Ukuran, invasi ke jaringan sekitar dan tingkatan histologi dari tumor
menentukan tindakan terapi awal (initial therapy). Tumor ganas kelenjar parotis yang low
grade pada lobus superfisialis dapat dilakukan superfisial parotidektomi. Pada kondisi lain
dimana tumor ganas kelenjar parotis yang high grade membutuhkan pengangkatan
keseluruhan kelenjar parotis serta kemungkinan pengangkatan struktur vital disekitarnya.3
Anatomi Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar dengan berat sekitar 15-30 g.
Kelenjar ini terletak di regio preauricular dan bagian posterior dari mandibula. Kelenjar
parotis merupakan struktur unilobular yang dipisahkan oleh nervus
fasialis dan
membaginya menjadi lobus superfisialis dan bagian dalam (deep). 80 % kelenjar parotis
merupakan lobus superfisialis terletak pada bagian lateral dari otot masseter, merupakan
kelenjar sebelah lateral dari nervus fasialis. 20 % kelenjar parotis merupakan lobus bagian
dalam terletak sebelah medial dari nervus fasialis dan diantara prosesus mastoid dan ramus
mandibula.3,5
Kelenjar parotis terletak pada bagian posterior dari fossa retromandibula hingga
ascending dari ramus mandibular. Pada bagian superior kelenjar parotis berbatasan dengan
arkus zygoma. Pada bagian inferior berbatasan dengan bagian anteromedial dari otot
sternocleidomastoid. Ke arah posterior meluas hingga tepi posterior dari otot
sternicleidomastoid hingga ke ujung mastoid. Lobus bagian dalam terletak pada spatium
parapharyngeal, di bagian medial dibatasi oleh dinding lateral dari faring, bagian lateral
dibatasi oleh ramus mandibular dan medial otot pterygoideus, bagian anterior dibatasi
fascia pterygoideus dan raphe pterygomandibular, bagian posterior dibatasi oleh carotid
sheath dan fascia prevertebra (Gambar 1). Kelenjar parotis aksesori terdapat pada bagian
anterior dari otot masseter diantara duktus parotis dan zygoma. Kelenjar parotis di
selubungi oleh kapsul jaringan ikat (fibrous). Pada bagian anterior jaringan ikat ini tebal,
ke posterior jaringan ikat ini tipis dan translusen. Bagian lobus superfisialis tertutup oleh
kulit dan otot platisma. Lobus bagian dalam berada pada struktur yang disebut dengan
parotid bed.5
Gambar 1. Anatomi kelenjar parotis dan hubungannya dengan struktur didalamnya. Sumber: Grays Anatomy 40 th
Edition.
Terdapat tiga nervus yang berdekatan dengan kelenjar parotis, yaitu; nervus
fasialis, greater auricular, dan auriculotemporalis. Nervus fasialis keluar dari foramen
stylomastoid sebelah lateral dari prosessus styloid dan terletak superior bagian posterior
dari otot digastric venter posterior serta terletak sebelah antero-inferior dari kanalis
auditorius eksternus. Cabang utama nervus fasialis terletak pada 5-15 mm pada titik
dimana ujung dari prosessus mastoid, kanalis auditorius eksternus dan tepi superior otot
digastricus venter posterior bertemu (Gambar 2). 3 Menurut Pereira et al, terdapat cara yang
lebih mudah dan aman untuk mengidentifikasi nervus fasialis. Pada teknik ini
menggunakan pusat dari segitiga yang dibentuk oleh sendi temporomandibula, prossesus
mastoid dan sudut mandibular (Gambar 3).4 Terdapat beberapa pola percabangan nervus
fasialis (Gambar 4).
Gambar 2. Petunjuk anatomis identifikasi nervus fasialis. Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology
4th Edition.
Inervasi pada kelenjar parotis berasal dari nervus glossopharyng (CN IX) yang
merupakan serabut saraf parasimpatik preganglionic yang berasal dari nucleus salivatorius
bagian inferior pada medulla melalui foramen jugularis. Serabut saraf ini kemudian
berjalan ke fossa kranii media dan keluar melalui foramen ovale dan kemudian ke ganglion
Gambar 3. Petunjuk anatomis identifikasi nervus fasialis. Jarak dari sisi anterior 5,2 cm, sisi posterior 5,4 cm, sisi
superior 5,1 cm. Sumber: Pereira JA, et al. A simple method for safe identification of the facial nerve using palpable
landmarks.
Gambar 4. Pola percabangan nervus fasialis. Tipe I 13%, tipe II 20%, tipe III 28%, tipe IV 24%, tipe V 9%, tipe VI 6%.
Sumber: Textbook and color atlas of salivary gland pathology diagnosis and management.
Vaskularisasi pada kelenjar parotis berasal dari cabang arteri karotis eksternus,
yang berjalan ke superior dari bifurkasi karotis dan parallel terhadap mandibula dibawah
otot digastrikus venter posterior (Gambar 1). Arteri ini kemudian berjalan medial ke
kelenjar parotis dan bercabang menjadi dua. Arteri temporalis superfisialis berjalan lebih
superior dari bagian superior kelenjar parotis ke scalp. Arteri maksilaris meninggalkan
bagian medial kelenjar parotis dan menyuplai fossa infratemporalis serta pterygopalatinus.
Arteri fasialis transversalis yang merupakan cabang arteri temporalis superfisialis
menyuplai kelenjar parotis, duktus parotis dan otot masseter. Aliran darah vena bermuara
pada vena jugularis eksterna melalui vena retromandibular.6
Kelenjar limfe pada kelenjar parotis 90 % terletak pada lapisan superfisial antara
kelenjar dan kapsul kelenjar. Pada kelenjar parotis dewasa memiliki 15-20 kelenjar limfe.
Pada kelenjar parotis memiliki dua sistem drainase limfatik, superfisial dan deep. Kelenjar
limfe superfisial merupakan muara drainase dari kelenjar limfe parotis, kanalis auditorius
eksternalis, pinna, scalp, kelopak mata, kelenjar air mata. Kelenjar limfe bagian dalam
(deep) merupakan muara drainase dari kelenjar parotis bagian dalam, kanalis auditorius
ekternalis, telinga tengah, nasofaring, dan palatum lunak (Gambar 6).6
Gambar 6. Anatomi kelenjar limfe parotis. Sumber: Grays Anatomy 40th Edition
Indikasi
Superfisial parotidektomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat
bagian lateral kelenjar parotis dengan mempertahankan nervus fasialis. Tindakan ini
diindikasikan untuk tumor jinak pada bagian superfisial kelenjar parotis, seperti pada
pleimorfik adenoma dan tumor ganas berkapsul (low grade) pada bagian lateral kelenjar
parotis. Kelenjar parotis bagian dalam (deep) secara konseptual memiliki tiga bagian,
yaitu: (1) bagian kelenjar parotis diantara nervus fasialis dan otot masseter, (2) bagian
kelenjar parotis diantara nervus fasialis dan mandibula dan mastoid/ kanalis akustikus
eksternus, (3) kelenjar parotis bagian retromandibula yang meluas ke parapharynx. Pada
superfisial parotidektomi untuk mengidentifikasi nervus facialis dilakukan dengan dua
metode yaitu dengan mengidentifikasi cabang utama/main trunk (parotidektomi
superficialis anterograde) atau dengan mengidentifikasi cabang perifer nervus facialis
(parotidektomi superficialis retrograde).5
Gambar 7: Posisi kepala pasien dan pola insisi (modified Blair incision). Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery
And Oncology 4th Edition.
Dengan scalpel no 15 dilakukan insisi pada kulit sesuai desain insisi. Insisi dilakukan
dengan hati-hati supaya kartilago tragal tidak sampai terpotong. Insisi diperdalam hingga ke
subkutan (Gambar 8). Diseksi flap bagian anterior bisa menggunakan electrokauter. Lemak
subkutan dibiarkan melekat pada flap. Jika platysma diikut sertakan pada flap anterior, insiden
terjadinya frey sindrom akan berkurang. Perlu diperhatikan penanganan jaringan sebaik mungkin
untuk menghindari cederanya cabang perifer dari nervus fasialis yang keluar dari kelenjar parotis.
Didapatkan struktur jaringan antara subkutan dan fascia dari parotis berupa lapisan fibrous putih
dan SMAS. Flap posterior dielevasi hingga tampak kartilago kanalis auditorius, ujung prosessus
mastoid dan tepi anterior otot sternokleidomastoid.
Fascia pada bagian tepi anterior otot sternokleidomastoid diinsisi dan diseksi hingga ke
ekor kelenjar parotis, kemudian diretraksi ke anterior dengan hemostat. Nervus great auricular
ditemukan pada aspek posterior di atas otot sternocleidomastoid. Nervus ini tunggal tetapi
memiliki beberapa percabangan. Cabang posterior yang menuju ke telinga eksternal dapat
dipreservasi, sehingga telinga eksternal masih merasakan sensasi. Ditemukan juga vena jugularis
eksterna di depan nervus great auricular. Diseksi diteruskan ke anterior, kelenjar parotis dipisahkan
dari otot sternokleidomastoid hingga dijumpai otot digastric venter posterior. Dilakukan kontrol
perdarahan untuk memudahkan identifikasi dan diseksi nervus fasialis. Bisa digunakan
elektrokauter bipolar untuk prosedur ini. Tepi posterior lobus superfisialis dipisahkan dari kanalis
auditorius dan diretraksi ke anterior.
Gambar 8. Pasca insisi dan elevasi flap anterior dan posterior dan menggunakan disseksi tumpul untuk meminimalkan
cedera saraf. Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology 4th Edition.
Gambar 9. Kelenjar parotis diretraksi ke anterior dan dipisahkan dari perlekatannya pada kanalis auditorius. Sumber:
Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology 4th Edition.
Pada tahap pemisahan kelenjar parotis dengan kanalis auditorius digunakan hemostat
panjang untuk memudahkannya (Gambar 9). Pemaparan otot digastrikus venter posterior
diteruskan hingga ke insesinya pada digastric groove pada prosessus mastoid. Digunakan retraktor
rake yang tumpul untuk menarik otot sternkleidomastoid, hingga otot digastric venter posterior
terlihat insersinya pada digastric groove. Diseksi di teruskan disepanjang tepi otot digastrikus
venter posterior (Gambar 10). Dengan menggunakan hemostat, dipisahkan jaringan kelenjar parotis
dari kanalis auditorius dan sulkus timpanomastoid untuk mendapatkan visibilitas dari cabang
utama nervus fasialis yang keluar dari foramen stylomastoid.
Diseksi dilanjutkan kembali, kontrol perdarahan dipertahankan untuk mendapatkan
visibilatas lapang kerja yang baik. Retractor panjang bersudut (langenback) digunakan untuk
menarik (mengerakkan) lobus superfisialis kelenjar parotis ke anterior. Jaringan kelenjar parotis
dan ikat dipisahkan tahap demi tahap dengan hati-hati dengan menggunakan hemostat dan
elektrokauter, untuk mengekspos cabang utama nervus fasialis pada titik dimana prosessus
mastoid, kartilago kanalis auditorius dan tepi superior dari otot digastrikus venter posterior
bertemu (Gambar 11). Pembedah bisa menggunakan jarinya untuk mengidentifikasi ujung
prosessus mastoid, kartilago kanalis auditorius (tragal pointer). Tampak struktur seperti pita
berwarna putih dengan lebar 2-3 mm.
Gambar 10. Pemaparan otot digastrikus venter posterior hingga ke digastric groove dan pengguna langenback panjang
untuk meretraksi kelenjar parotis. Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology 4th Edition.
Setelah mengidentifikasi cabang utama nervus fasialis, diseksi diteruskan pada bagian
superfisial ke arah cabang perifer. Dengan menggunakan hemostat bengkok jaringan kelenjar
parotis di pisahkan menyusuri percabangan perifer nervus fasialis. Cabang utama nervus fasialis
panjangnya berkisar 5-15 mm, namun bisa mengalami regangan karena desakan massa tumor.
Gambar 11. Identifikasi cabang utama nervus fasialis dan diseksi bagian superfisial ke arah percabangan nervus fasialis.
Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology 4th Edition.
Perdarahan yang terjadi dapat dikontrol dengan elektokauter, untuk perdarahan pada
pembuluh darah yang cukup besar bisa dilakukan ligasi. Diseksi diteruskan sepanjang cabang
perifer nervus fasialis. Jika massa tumor terletak pada bagian inferior kelenjar parotis, diseksi
percabangan nervus fasialis bagian atas dilakukan terlebih dahulu. Jaringan disekitar kanalis
auditorius dan zygoma di pisahkan dan diretraksi ke anterior. Arteri dan temporalis superfisialis
yang melewati kelenjar parotis di pisahkan dari jaringan sekitar dan diligasi. Diseksi nervus fasialis
dengan hemostat diteruskan untuk mendiseksi percabangan nervus fasialis. Pembukaan hemostat
sewaktu diseksi dipertahankan untuk mendapatkan visualisasi jaringan dibawahnya dan jaringan
dipisahkan dengan gunting Reynoldg(Gambar 12).
Gambar 12. Diseksi jaringan dengan hemostat dan dilakukan pemisahan dengan gunting Reynold. Diseksi percabangan
superior nervus fasialis. Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology 4th Edition.
Setelah diseksi percabangan bagian atas selesai, sebagian jaringan kelenjar parotis
direfleksikan ke arah kaudal dengan menggunakan hemostat. Ketika akan mencari cabang bukal,
perhatian perlu diberikan karena adanya duktus stenoni pada sentral kelenjar yang berdekatan
dengan cabang bukal dari nervus fasialis. Duktus stenoni berjalan parallel terhadap cabang bukal.
Diseksi diteruskan untuk mendapatkan percabangan bagian inferior dari nervus fasialis. Setelah
massa tumor terpisah dengan nervus fasialis, massa tumor bisa diangkat. Dilakukan kontrol
perdarahan dan pencucian daerah operasi dilakukan penutupan luka dengan penjahitan 2 lapis.
Dilakukan pemasangan penrose drain atau suction drain (redon drain) (Gambar 13). Daerah luka
operasi diberi perban tekan dan dipertahankan beberapa hari.
Gambar 13. Tampak keseluruhan percabangan nervus fasialis setelah pengangkatan massa tumor. Penutupan luka
operasi dan pemberian penrose drain. Sumber: Jatin Shahs Head And Neck Surgery And Oncology
4th Edition.
Komplikasi9
Komplikasi operasi kelenjar parotis dapat berupa intra maupun post operatif, untuk
yang post operatif dibagi lagi menjadi early dan late complication (tabel 1).
Tabel 1. Komplikasi parotidektomi.
Komplikasi paska operasi
Komplikasi intra
operasi
Early
late
Terpotongnya
nervus Paralisis nervus fasialis
Fasial sinkinesis
fasialis
Rupturnya kapsul parotis Perdarahan atau hematom Hipoestesi nervus greater
auricular
Tidak
semua
tumor Infeksi
Rekuren
terangkat
Nekrosis flap kulit
Keloid
Deformitas
deformitas
Trismus
Freys syndrome
Fistula parotis
Selama intra operasi setiap komplikasi yang terjadi harus segera ditangani, bila nervus
fasialis putus maka segera dilakukan tindakan bedah mikro atau menggunakan fibrin tissue
adhesive untuk menyambung kembali saraf yang terputus tersebut. Jika terjadi gap yang
lebar diantara ujung-ujung saraf tersebut maka dapat dilakukan penyambungan dengan
graft yang diambil dari greater auricular nerve.
Rupturnya kapsul parotis dapat terjadi selama tindakan operasi, tindakan yang diambil
adalah mencegah perluasan dari ruptur tersebut dan memastikan semua tumor telah
terangkat jika ragu maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan radioterapi post operasi.
Paralisis nervus fasialis cabang mandibularis merupakan cabang yang paling beresiko
terkena jejas pada saat operasi parotidektomi disamping cabang cabang lainnya. Pada
pasien usia tua terdapat kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya paralisis
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Paralisis nervus fasialis ini sifatnya
sementara dan secara umum sembuh spontan setelah 6 bulan, sebanyak 90% kasus sembuh
spontan setelah 1 bulan.
Hal yang perlu diperhatikan bagi operator adalah pemberian obat tetes mata pada
pasien karena biasanya mata belum bisa menutup sempurna. Bila perlu follow up ke dokter
mata untuk hasil yang lebih baik.
Perdarahan dan hematom adalah komplikasi yang jarang dan berhubungan dengan
kurang cermatnya kontrol perdarahan pada saat operasi, perawatannya adalah dengan
evakuasi hematoma dan kontrol dari sumber perdarahan.
Infeksi, untuk menghindari terjadinya infeksi, dilakukan tindakan aseptik, pemberian
antibiotik profilaksis dan penanganan jaringan dengan baik. Infeksi jarang terjadi setelah
parotidektomi superfisial karena regio parotis kaya akan vaskularisasi. Penatalaksanaannya
adalah dengan pemberian antibiotik dan drainase pus.
Nekrosis flap kulit. Komplikasi ini jarang terjadi. Nekrosis umumnya terjadi pada
ujung distal flap kulit postaurikula. Merokok sebelum terapi radiasi dan diabetes mellitus
menjadi faktor resiko karena mempengaruhi suplai darah ke flap.
Trismus. Hal ini berhubungan dengan inflamasi dan fibrosis otot masseter. Umumnya
dapat sembuh dengan latihan gerakan rahang
Fistula saliva atau sialocele. Hal ini disebabkan kebocoran saliva dari sisa kelenjar
saliva yang terdapat di bawah flap atau drain luka. Komplikasi ini umumnya ringan dan
dapat sembuh sendiri. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membatasi intake
oral, aspirasi, dan balut tekan pada luka, berikutnya adalah penggunaan obat-obatan untuk
mengurangi produksi saliva. Dan bila terapi konservatif tidak berhasil maka
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan yang lebih radikal.
Hipoestesi nervus greater auricular. Pasien diberitahu bahwa mereka akan merasa
mati rasa di sekitar telinga. Wilayah mati rasa akan meningkatkan dalam satu tahun
operasi,
tetapi
tempat
kecil
kulit
dapat
tetap
anaesthesi.
Beberapa
penulis
Pasien muda dapat mengalami paresis wajah minimal sampai moderate (House
grade 2-3) setelah total parotidektomi. Pasien yang lebih tua umumnya mengalami paresis
yang lebih berat setelah operasi, dan butuh waktu yang lebih lama untuk sembuh (3-6
bulan). Selama masa penyembuhan, mata harus dirawat dengan baik untuk menghindari
paparan yang berhubungan dengan komplikasi oftalmikus. Pasien harus melubrikasi mata
dengan salep mata sebelum tidur dan menggunakan tetes mata sering-sering dalam sehari.
Profilaksis ini terus dilakukan sampai mata dapat menutup sempurna.
Pasien dirujuk untuk mendapatkan terapi ajuvan berdasarkan hasil pemeriksaan
histologi dan perluasan tumor. Indikasi radioterapi post operatif adalah tumor high grade
dengan invasi perineural, penyebaran nodus limfe ke nodus limfe multipel, perluasan
nodus ekstrakapsuler, dan batas tepi yang dekat dengan resiko rekurensi tumor.
Pasien yang telah menjalani parotidektomi yang disebabkan keganasan
memerlukan follow up 3 bulan sekali selama 2 tahun, kemudian 6 bulan sekali selama 3
tahun, selanjutnya setahun sekali.
Kesimpulan
Neoplasma banyak terjadi pada kelenjar parotis. Penegakkan diagnosisnya sulit
karena baik jinak maupun ganas tumor parotis sama-sama terletak di dalam kapsul dan
walaupun mempunyai gambaran histologis yang mirip tetapi dapat memberikan sifat
tumor yang berbeda. Parotidektomi merupakan suatu prosedur bedah untuk tumor parotis,
baik tumor kelenjar parotis benign maupun malignan. Parotidektomi lateral ditujukan
untuk ekstirpasi massa dari lateral kelenjar, ekplorasi nervus fasialis dan bila perawatan
dengan obat-obatan gagal atau terdapat peningkatan gejala kerusakan nervus fasialis.
Parotidektomi total ditujukan sebagai terapi pada lesi malignansi high grade.
Daftar Pustaka