Anda di halaman 1dari 4

Bab III (lanjutan)

ETIKA BISNIS : MEMAHAMI PERSPEKTIF CHINA


Etika bisnis adalah norma-norma/ kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai
institusi/organisasi , maupun dalam interaksi bisnisnya dengan stake holdersnya . Etika dan tindak
tanduk etisnya menjadi bagian budaya perusahaan dan built-n sebagai perilaku (behavior) dalam
diri karyawan biasa sampai CEO. Standarnya tidak uniform/universal . Tapi lazimnya harus ada
standar minimal. Ketidak universal-an itu mencuatkan berbagai perspektif suatu bangsa dalam
menjiwai, mengoperasikan dan setiap kali menggugat diri.
Khususnya dari perspektif China baik secara built-in maupun yang nyata di permukaan para
eksekutif, manajer dan karyawan organisasi bisnis senantiasa berusaha menjalankan bisnis
mereka dengan kewajaran dan kepatutan sosial. Menjadi pembawa obor peradaban bisnis (business
civilization) merupakan kewajiban sekalipun dalam prakteknya terdapat pelanggar yang sengaja
maupun tak sengaja. Sebagai pelanggar mereka seringkali digugat sensitivitas etis mereka.
Respons pelanggar karena kecepatan berbisnis, karena perasaan tidak nyaman dan takut kalah
dalam persaingan. Jawaban klise itu tidak hanya di luar daratan China, tapi juga di negeri China
sendiri sekalipun.hingga mereka terjebak dalam relativisme etik dimana ukuran ukuran dan criteria
baik vs buruk, adil vs tidak adil, jujur vs tidak jujur merupakan ukuran dan sifat pribadi dan
pembenaran diri.
Dari perspektif China, seperti halnya dalam masyarakat beradab lainnya , hampir sepanjang sejarah
China, hubungan antar orang perorang dalam semua kelas atau lintas kelas sosial didasarkan pada
bentuk tingkah laku yang tak tertulis maupun tertulis. Ini mencakup hampir setiap segi tindak-tanduk
sehingga pembelajaran dan penerapan etiket yang baik (good conduct) yang dalam bahasa
Chinanya Limerupakan tuntutan hidup.
Li arti sebenarnya adalah pengorbanan yang mengacu pada kenyataan bahwa menerapkan
etiket yang tertulis maupun tak tertulis membutuhkan pengorbanan. Isu etika bisnis baru mencuat
kembali dan dengan dan dalam era keterbukaan menjadi bahan perbincangan di kalangan bisnis.
Dan makin banyak diperbincangkan makin jelas bahwa etika bisnis sebagai landasan corporate
governance bukan suatu impian atau konsep indah tapi tuntutan atau gugatan sosial.

Refleksi moral adalah urusan setiap orang perorang dan sebagai pelaku bisnis merupakan tuntutan
yang hidup. Sesungguhnya , setiap orang sejak kecil dididik dalam suasana keluarga untuk memiliki
ketaatan moral, perlunya mencari harmoni, mengendalikan diri, memiliki tanggungjawab ,berterima
kasih pada orang tua , serta menaruh respek pada yang lebih senior sekalipun yang senior belum
tentu memiliki kredibilitas dan kompetensi professional dan sensitivitas etik.
Juga dalam dunia bisnis, tugas mulia setiap manusia pelaku dalam interaksi dengan lingkungan
luarnya yakni pelanggan, pesaing, oknum birokrasi pemerintah dan lingkungan dalam karyawan
untuk ikut menumbuhkan harmoni , ta;pi terlebihdulu harmoni dalam keluarga. Harmoni dalam
keluarga merupakan pilar untuk berperan serta dalam masyarakat luas termasuk komunitas bisnis.
Cinta kasih - Ren (humanity) merupakan manifestasi yang terdalam dari hati sanubari
manusia.sebagai Etika-Filosofi yang mengikat sesama orang perorang , sedangkan manivestasi keIlahian ialah agama yang mengikat segenap alam semesta. Cinta kasih atau R e n ,Kemanusiaan
(humanity) berarti senantiasa menggugat diri juga dalam berbisnis untuk gemar belajar, rendah
hati, tahu diri. Tanggap akan semua nilai manusia, jujur dalam meningkatkan mutu diri, bersedia
mengakui kelemahan dan kesalahan, serta sabar/tekun dalam mendidik orang lain.
konsep kebijaksanaan atau Yi yang dapat menyerap arti kebenaran-keadilan, kesusilaan dan saling
percaya mempercayai, keberanian atau Yong banyak kali diajarkan oleh Konfisius sejak dulu kala.
Konsep ini sampai dewasa ini juga sepatutnya dan built-in merupakan wujud tingkah laku pebisnis
yang memiliki sensitivitas etik.
Konfusius sanagat terkenal dengan kata kata sakti seperti Apa yang orang lain tidak ingin lakukan
terhadapmu, janganlah kamu lakukakan kepada orang lain dan Bila kita ingin tegak, upayakan juga
menegakkan orang lain. Aturan emas ini juga berlaku dalam interaksi bisnis. Aturan emas atau
tuntutan moral yang bersifat resiprokal (timbal balik) juga terdapat dalam agama besar dunia lainnya
seperti Buddhisme, Islam dan Kristen.
Disamping ajaran kuno filsafat Konfusius dan Tao banyak pelaku bisnis memakai panduan dalam
penerapan bisnis mereka yakni 16 prinsip berbisnis yang baik ( Sixteen principles of Good Business)
yang dirumuskan oleh Tao Chu Kung , abad 15 S.M. Dalam prinsip ini terdapat dua bagian. Yang
pertama menunjukkan hal-hal positif , bagian kedua merupakan petuah (warning) mengenai hal-hal
bersifat negatif.
Yang positif dan yang negatif dapat disamakan dengan Yang dan Yin.
Yang diasosiakan dengan surga, semua yang positif, pria, cahaya, api, keras , sisi kanan, dan
hidup yang dinamis, sedangkan Yin dikonotasikan dengan bumi (earth) , semua yang negatif,
wanita, kegelapan, air, lunak/halus, dingin, sisi kiri, kemandekan (deadly and still),. Kelihatannya
yang dan Yin berlawanan, tapi paga hekekatnya justru saling mengisi atau komplementer dan
merupakan kombinasi yang bermanfaat (beneficial combination). Komplementaritas ini perlu
depelihara demi keseimbangan dan harmoni.
Dalam menganalisa perilaku dan pola pikir (mindscape) bisnis China baik yang di daratan China
maupun Asia Timur, sebaiknya kita tidak serta merta mencap mereka sebagai egoistik karena
berbagai pengamatan dan referensi bacaan menunjukkan serangkaian landasan kultural dalam
berbisnis mereka. Tidak selalu apa yang tampak dipermukaan itu seperti mau cepat bertransaksi,
tidak sabaran merupakan cirri khas dan umumnya demikian.

ENAM BELAS PRINSIP BISNIS YANG BAIK


Tao Chu Kung ,
1. Rajin dan tekun berusaha
Kemalasan berakibat petaka/celaka
2. Hemat dalam pengeluaran
Sikap boros menggerogoti harta/modal
3. Ramah/sopan kepada setiap orang
Ketidaksabaran mendatangkan kerugian
4. Jangan menyia-nyiakan kesempatan
Menunda-nunda meniadakan peluang
5. Tegas/lugas dalam interaksi transaksional
Keraguan membuahkan selisih pendapat
6. Cermati semua catatan (account) dengan baik
Ketelodoran menghambat rejeki
7. Bedakan yang baik dari yang buruk
Ketidakpedulian merugikan usaha
8. Kendalikan sediaan secara sistematik
Kecerobohan menghasilkan kesemerawutan
9. Berhati-hati dalam memberikan pinjaman
Kemurahan hati yang berlebihan menggegeroti modal
10.Bersikaplah adil dan tidak pilih kasih terhadap karyawan
Pilihkasih menciptakan kekalutan
11.Periksa dengan cermat catatan pengeluaran dan penghasilan
Kelalaian berakibat biaya tinggi/mahal
12. Periksa barang sebelum disetujui untuk diterima
Kekurangtelitian mendatangkan kerugian
13. Cermati setiap janji
Ingkar janji menghancurkan kepercayaan
14. Bijaksana dan jujur dalam usaha
Sikap tidak bijaksana dan tidak jujur
membuka penyelewengan
15. Tunjukkan rasa tanggung jawab dalam kesulitan
Menghindari tanggung jawab mengundang masalah
16. Tunjukkan sikap tenang dan percaya diri
Sikap nekat menghambat kemajuan dalam usaha
Sumber : Hamzah Sendut, John Madsen & Gregory Thong Tin Sin Managing
in A Plural Society , (1989) , Longman, Singapore .
(Huruf tebal adalah beretika, huruf biasa yang menyimpang
dari kepekaan etika)
Dari uraian di atas jelas etika bisnis adalah tuntutan harkat etis manusia dan tidak bisa dipenggal
atau ditunda sementara untuk membenarkan tindakan dan sikap tidak adil, tidak jujur dan tidak
bermoral. Menurut persepsi China yang built in maupun yang riil menjunjung tinggi etika bisnis
pada hakekatnya membuahkan hasil, sekalipun tidak langsung instan.
Etika bisnis dalam persepsi China ialah semua aspek yang membentuk pribadi manusia perorangan
China melalui proses pembaruan agama, filsafat, etika, tata susila, adat istiadat sebagai warna dasar.
Pengetahuan yang datang dari barat berfungsi untuk membantu peningkatan mutu sumber daya
manusia.

Mempraktekkan etika bisnis menurut persepsi China merupakan proses tersendiri yang tidak selalu
berhasil apalagi kalau dari dalam hatinya terpendam mau menang sendiri, sikap tidak jujur dan sikap
menjatuhkan orang lain. Dalam mengembangkan diri dan lingkungan interaksi bisnis kredibilitas dan
kompetensi professional harus mewujudkan management of values yang berati berani menyambut
gugatan sensivitas etik bisnis.
Kembali pada tuntutan refleksi moral. Intinya adalah bagaiamana perilaku individual dan sebagai
pelaku dalam bisnis memberi respons pada hal hal yang erat kaitannya dengan nilai-nilai
fundamental dalam masyarakat : hak, keadilan, persamaan, manfaat dan kebajikan ( rights, justice,
equity, utility and virtues).
Menyelenggarakan bisnis dengan efisiensi ekonomi merupakan inti ilmu manajemen, sedangkan
upaya mencapai keadilan dan kedamaian/harmoni melalui manajemen yang peka dan efektif pada
tata nilai adalah intisarinya management of values.
Memasuki abad 21 yang disebut Abad Asia terungkap berbagai pergeseran paradigma atau cara
pandang dan bervisi dalam manajemen yang kejadiannya seiring dengan perubahan masyarakat
Asia Timur dan dunia secara cepat.

Anda mungkin juga menyukai