HT Emergency
HT Emergency
II.1 Definisi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam
arteri. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Menurut The Seventh of The Joint national Committee on Prevention,
detection, Wvaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi,
hipertensi derajat 1, dan derajat 2.
Klasifikasi Tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan
TDS (mmHg)
Darah
Normal
< 120
Prehipertensi
120 139
Hipertensi derajat 1
140 159
Hipertensi derajat 2
160
TDD (mmHg)
Dan
Atau
Atau
Atau
< 80
80 90
90 99
100
II.2 Epidemiologi
Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
2.
Hipertensi Hiperdinamik
Penyebab 1 :
Frekuensi denyut jantung / volume ekstrasel
HIPERTENSI
Penyebab 2 :
Aktivitas simpatis (dari SSP) / respon terhadap katekolamin
Curah jantung
HIPERTENSI
Hipertensi Resistensi
Penyebab :
- Aktivitas simpatis
- Respon terhadap katekolamin
- Konsentrasi angiotensin II
Vasokonstriksi perifer
- Mekanisme autoregulasi
(arteriol)
- Hipertrofi otot vasokonstriktor
HIPERTENSI
HIPERTENSI kerusakan vaskuler TPR HIPERTENSI MENETAP
b. Hipertensi Sekunder (disebabkan oleh penyakit lain)
Dibagi 3 :
Hipertensi Renal
Stenosis arteri renalis/ penyempitan arteriol & kapiler ginjal
Iskemia ginjal
Renin
Tumor yang produksi
renin
Angiotensinogen
Angiotensin I
ACE
Angiotensin II (oktapeptida)
Lepaskan aldosteron
dari korteks adrenal
Vasokontriktor berat
TPR
Tekanan darah
Hipertensi
Hipertensi kronik
tidak
dihambat
Retensi Na
Hormon ekstrasel
Curah jantung
HIPERTENSI
-
tanpa
mekanisme
pengaturan
Retensi Na di ginjal
Curah jantung
HIPERTENSI
-
Sindrom Cushing
Pelepasan ACTH tidak adekuat
Curah jantung
Retensi Na
HIPERTENSI
Feokromasitoma
Tumor adrenomedula
Katekolamin
Curah Jantung
HIPERTENSI
-
Pil Kontrasepsi
Retensi Na
Curah jantung
HIPERTENSI
Hipertensi Neurogenik
Ensefalitis, edema serebri, pedarahan, tumor otak
Tekanan darah
HIPERTENSI
Curah Jantung
HIPERTENSI
Konsumsi liquorice
Adalah sejenis gula-gula yang dibuat dari Succus liquiritiae yang
mengandung asam glizirinat dengan khasiat retensi air Tekanan
II.5 Gejala
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan
tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual
Muntah
Sesak nafas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.
yang tenang
Cuff standar yaitu dengan balon 12 13 cm lebar dan panjang 35 cm,
orang gemuk atau anak perlu alat yang sesuai dan dipasang setinggi
jantung
Tekanan sistolik = suara fase I dan tekanan diastolic = fase V
Pengukuran pertama haarus pada kedua sisi lengan
untuk
kolesterol
Elektrokardiogram
Ekokardiogram
Radiologi: foto toraks
Sesuai penyakit penyerta
10
LVH
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal bila diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
II.9 Terapi
Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :
Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi
Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap factor resiko atau kondisi penyerta
lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga
mencapai target terapi masing-masing kondisi.
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi
nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian
menurunkan tekanan darah dan mengendalikan factor-faktor resiko serta penyakit
penyerta lainnya.
Terapi nonfarmakologis terdiri dari :
Menghentikan merokok
Menurunkan berat badan berlebih
11
Jenis jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan
JNC 7:
Ant)
Beta Blocker (BB)
Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1receptor antagonist / blocker (ARB)
12
penyakit lain
Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam
menurunkan resiko kardiovaskular
Gagal jantung
Pasca infark miokardium
Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi
Diabetes
Penyakit ginjal kronis
Pencegahan stroke berulang
Populasi minoritas
Obesitas dan sindrom metabolic
13
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target
tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi
dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah
awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan
dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka
langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke
antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindarkan
dengan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah,
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan bisaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah.
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
CCB dan BB
CCB dan ACEI atau ARB
CCB dan diuretika
AB dan BB
Kadang diperlukan tida atau empat kombinasi obat
14
Indikasi dan Kontraindikasi (KI) Kelas kelas Utama Obat Antihipertensi menurut
ESH
Kelas Obat
Indikasi
KI Mutlak
KI Tidak Mutlak
Gout
Kehamilan
Diuretika (Loop)
kongestif
Penyekat
atau 3)
Penyakit
pembuluh
darah
Antagonist
(dihydopiridine)
Takiaritmia,
kongestif
gagal
miokardium, non-diabetic
nefropati, nefropati DM tipe 1,
Kehamilan,
hiperkalemia,
proteinuria
Angiotensin
II
receptor
antagonist (ATI-blocker)
Nefropati DM tipe 2,
Kehamilan,
hiperkalemia,
mikroalbuminaria diabetic,
15
jantung
Blocker
Hipotensi ortostatik
hiperlipidemia
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Perbaikan Pola
Hidup
tanpa Indikasi
dengan Indikasi
Memaksa
Memaksa
darah
Normal
< 120
dan < 80
Dianjurkan
Prehipertensi
120 139
atau 80 89
Ya
Obat-obatan untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi derajat 1
140 159
atau 90 99
Ya
Diuretika jenis
Obat-obatan untuk
Thiazide untuk
indikasi yang
memaksa obat
dapat dipertimbangkan
antihipertensi lain
(diuretika, ACEI,
Hipertensi derajat 2
160
atau 100
Ya
Kombinasi 2 obat
untuk sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan ACEI
atau ARB atau BB
atau CCB
II.10 Komplikasi
16
Aterosklerosis
Penyakit jantung koroner
Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
Aneurisma
Gagal Jantung
Stroke
Edema paru
Gagal ginjal
Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
Sindrom metabolic
II.11 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya
dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan
pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari
hipertensi adalah untuk mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
17
Beevers.
Para
patofisiologi
hipertensi.
British
Medical
Journal.
FindArticles.com.
Hughes AD, Schachter M. Hypertension and blood vessels. Hughes AD, Schachter
M. Hipertensi dan pembuluh darah. Br Med Bull 1994;50:356-70. Br Med Bull 1994;
50:356-70.
Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003.
Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. ed. IV. Jakarta: FKUI. 2006.
18