Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipoglikemi

paling

sering

ditemukan

pada

penderita

diabetes

dibandingkan karena penyebab non-diabetes. Faktor pencetus pada penderita


diabetes terutama berkaitan dengan penggunaan obat-obatan seperti insulin dan
obat golongan sulfonylurea (terutama klorpropamid) (Bakta & Suastika, 1999).
Hipoglikemia yang disebabkan oleh overdosis insulin atau asupan kalori yang
tidak adekuat merupakan komplikasi terapi insulin yang paling sering dan paling
serius. Pada keadaan hipoglikemia berat, koma atau kematian akan terjadi bila
pasien tidak diterapi dengan glukosa secara intravena bila tidak sadar (Neal,
2006).
Hipoglikemia harus segera di obati karena bisa menyebabkan kerusakan
otak yang ireversebil (Rubenstein et al, 2007). Kerusakan otak akibat
hipoglikemia lebih berat daripada akibat dari hiperglikemia (Satyanegara, 2010).
tak memerlukan glukosa darah sebagai sumber energi utama. Oleh sebab itu jika
gula darah terlalu rendah maka organ pertama yang terkena dampaknya adalah
sistem saraf pusat, seperti sakit kepala akibat perubahan aliran darah otak,
konfusi, iritabilitas, kejang, dan koma. Selain itu, hipoglikemia juga
menyebabkan pengaktifan sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa lapar,
gelisah, berkeringat dan takikardia.
Studi yang berlangsung dari tahun 1998-2002, melibatkan 1.465 partisipan
dengan DM tipe 2 dan berusia rata-rata 65 tahun yang pernah mengalami sekali
atau lebih episode hipoglikemia, menunjukkan sebanyak 17% menderita
demensia, dibandingkan dengan 10,3% dari mereka yang tidak ada riwayat
hipoglikemia. Risiko terjadinya demensia ada 26% pada kelompok pasien yang
memiliki riwayat hipoglikemia berat sebanyak 1 kali, meningkat 15% pada pasien
yang memiliki riwayat hipoglikemia berat sebanyak 2 kali, dan menjadi 16% pada
pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia 3 kali atau lebih. (Soemadji, 2007).
1

Pada penelitian survey yang dilakukan oleh Department of Neurology and


Neurological Sciences, and Program in Neurosciences, Stanford University
School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2% penyebab masuknya seseorang
dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka yang menderita diabetes
mellitus dan telah menjalani terapi pemberian insulin pada rentang waktu sekitar
1,5 tahunan.
Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Untuk menjaga agar kadar
gula selalu normal, perhatikan pola makan, olah raga ringan secara teratur untuk
membantu pembakaran glukosa menjadi nergi dan merangsang produksi insulin,
hindarkan stress atau gangguan emosional lainnya dan disiplin minum obat
sesuai anjuran dokter.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum :
Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien
dengan Hipoglikemia
1.2.2 Tujuan Khusus :
Penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Hipoglikemia ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk:
1. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnosa, penatalaksanaan dan pencegahan pada klien
hipoglikemia
2. Memahami asuhan keperawatan kritis pada klien dengan hipoglikemia
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1

Apakah definisi dari Hipoglikemia?

1.3.2

Apakah etiologi dari Hipoglikemia?

1.3.3

Apakah manifestasi klinis dari Hipoglikemia?

1.3.4

Bagaimanakah patofisiologi dari Hipiglikemia?

1.3.5

Bagaimana WOC dari Hipoglikemia?

1.3.6

Apakah pemeriksaan dari Hipoglikemia?

1.3.7

Bagaimana penatalaksaan pada Hipoglikemia?

1.3.8

Apakah pencegahan dari Hipoglikemia?


1.3.9

Bagaimana

asuhan

Hipoglikemia?

keperawatan

kritis

pada

klien

dengan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipoglikemia, glukosa darah kurang dari 50 mg/100mg karena glukosa
digunakan secara abnormal. (Bosmick, 1997).
Menurut Sherwin dan Felig dalam Bakta & Suastika, 1999, hipoglikemi
adalah :
1. Pada laki-laki dan wanita dewasa setelah puasa satu malam, kadar glukosa
plasma di bawah 60 mg/dL/
2. Pada laki-laki setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 55
mg/dL.
3. Pada wanita setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 45 mg/dL.
4. Pada laki-laki dan wanita setelah diberikan 75-100 gram glukosa, glukosa
plasma terendah di bawah 50 mg/dL.
Hipoglikemia (kadar gula darah rendah secara abnormal) terjadi jika gula
darah turun dibawah 50-60 mg/dL (Baughman & Hackley, 2000). Hipoglikemia
adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan
komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral (Beradero et al,
2009).
Hipoglikemia murni True hypoglicemy adalah gejala hipoglikemia apabila
gula darah < 60 mg/dl (Dr Soetomo ,1998). Definisi kimiawi dari hipoglokemia
adalah glukosa darah kurang dari 2,2 m mol/l, walaupun gejala dapat timbul pada
tingkat gula darah yang lebih tinggi. (Petter Patresia A,1997). Hipoglikemia
adalah batas terendah kadar glukosa darah puasa(true glucose) adalah 60 mg
%,dengan dasar tersebut maka penurunan kadar glukosa darah di bawah 60 mg%.
(Wiyono ,1999). Dapat disimpulkan bahwa hipoglikemia adalah suatu keadaan
dimana kadar gula darah secara abnormal rendah.

2.2 Etiologi
Pada dasarnya ada dua penyebab gejala klinik akibat hipoglikemi, yaitu
aktivasi sistem saraf autonomic dan neuroglikopenia (Bakta & Suastika, 1999).
Hipoglikemia dapat disebabkan karena terlalu banyak insulin atau preparat
hipoglikemik oral. Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat. Biasanya sering terjadi
sebelum makan, terutama jika menunda makan atau jika tidak makan makanan
kecil. Hipoglikemia tengah malam dapat terjadi karena memuncaknya NPH
malam hari atau insulin Lente, terutama pada pasien yang tidak makan makanan
kecil sebelum tidur (Baughman & Hackley, 2000).
Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi
hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena
melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan
hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan
lebih berat. Gejala hipoglikemik dan manifestasi dapat dibagi menjadi yang
diproduksi oleh hormon counterregulatory ( epinefrin / adrenalin dan glukagon)
dipicu oleh glukosa jatuh, dan efek neuroglycopenic dihasilkan oleh gula
otak berkurang,
Penyebab hipoglikemia pada pasien yang sedang menerima pengobatan
insulin eksigen atau hipoglikemik oral antara lain (Beradero et al, 2009):
a. Regimen insulin yang tidak fisiologis
b. Overdosis insulin atau sulfonylurea
c. Tidak makan
d. Tidak mengkonsumsi makanan yang telah direncanakan
e. Gerak badan tanpa kompensasi makanan
f. penyakit ginjal stadium akhir
Sedangkan penyebab pada pasien non-diabetes adalah, penyakit hati stadium
akhir dan konsumsi alcohol
Faktor Predisposisi :
Faktor predisposisi (Arif Masjoer, 2001) terjadi hipoglikemia pada pasien
yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea:

1.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien


a.

Pengurangan / keterlambatan makan

b.

Kesalahan dosis obat

c.

Latihan jasmani yang berlebihan

d.

Perubahan tempat suntikan insulin

e.

Penurunan kebutuhan insulin :


a) Penyembuhan dari penyakit
b) Nefropati diabetik
c) Penyakit Addison
d) Hipotirodisme
e) Hipopituitarisme
f. Hari-hari pertama persalinan
g.

Penyakit hati berat

h. Gastroparesis diabetik
2.

Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter :


a. Pengendalian glukosa darah yang ketat
b. Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipogliklemik
c. Penggantian jenis insulin

2.3 Manifestasi Klinis


Pasien hipoglikemia bisa lapar, mual, lesu, sering menguap atau bahkan
kejang atau koma (Bosmick, 1997).
Gejala-gejala neuroglikopenia adalah berdebar, berkeringat, gemetar,
hangat, gelisah dan mual. Sedangkan gejala-gejala neuroglikopenia adalah pusing,
kebingungan, kelelahan, kesulitan bicara, nyeri kepala, kesulitan berkonsentrasi,
kelainan tingkah laku, halusinasi, kelainan fokal (hemiparesis, apasi), dan
konvulsi sampai koma. Gejala lain yang tidak dapat digolongkan dalam kedua
penyebab diatas adalah rasa mengantuk, kelemahan, rasa lapar dan penglihatan
kabur (Bakta & Suastika, 1999).
Tanda dan gejala hipoglikemia adregenik adalah pucat, diaphoresis,
takikardia, piloereksi, palpitasi, gugup, cepat marah, merasa dingin, lemah dan

gemetar dan rasa lapar. Sedangkan gejla hipoglikemia neuroglikopeni adalah sakit
kepala, konfusi, parastesis sirkumoral, merasa lelah, berbicara tidak jelas,
diplopia, emosi labil, kejang dan koma (Beredero et al, 2009).
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu
gejala adrenergic dan gejala sistem saraf pusat. Gejala hipoglikemia dapat terjadi
secara mendadak dan tidak diperkirakan dan bergam dari orang ke orang. Pasien
yang mempunyai kadar glukosa dalam batas hiperglikemik (200 mg/dL atau
lebih) dapat merasa hipoglikemik. Gejala adrenergic terjadi jika glukosa darh
turun sampai 120 mg/dL atau kurang. Penurunan respons hormonal (adregenik)
dapat terjadi pada pasien yang mempunyai diabetes selam bertahun-tahun
(Baughman & Hackley, 2000).
1. Manifestasi adrenergik
a. Kegoyahan, kegelisahan
b. Berdebar-debar , tachycardia
c. Berkeringat , rasa hangat (meskipun kelenjar keringat memiliki
reseptor

muscarinic,

sehingga

"manifestasi

adrenergik"

sepenuhnya akurat)
d. Muka pucat , dingin
e. Dilated murid (mydriasis)
f. Perasaan mati rasa " kesemutan "(paresthesia)
2. Manifestasi Neuroglycopenic
a. Abnormal pemikiran, penilaian terganggu
b. Spesifik dysphoria, kecemasan , kemurungan, depresi, menangis
c. Negativisme, lekas marah, agresif, combativeness, marah
d. Kepribadian berubah, lability emosional
e. Kelelahan , kelemahan, apatis, kelesuan , melamun, tidur
f. Kebingungan, amnesia , pusing, delirium
g. Penglihatan kabur, penglihatan ganda
h. Otomatis perilaku, juga dikenal sebagai otomatisme
i. Kesulitan berbicara, bicara cadel

tidak

j. Ataxia , ketiadaan, kadang-kadang keliru untuk " mabuk


k. Focal atau umum motor defisit, kelumpuhan , hemiparesis
l. Pingsan, koma, pernapasan abnormal
m. Generalized atau fokus kejang
Tidak

semua

manifestasi

di

atas

terjadi

dalam

setiap

kasus hipoglikemia. Tidak ada urutan yang konsisten untuk munculnya gejala,
jika gejala bahkan terjadi. manifestasi tertentu juga dapat bervariasi menurut
umur, dengan tingkat keparahan hipoglikemia dan kecepatan penurunan. Pada
anak- anak muda, muntah kadang-kadang dapat menyertai hipoglikemia pagi
dengan ketosis . Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, berat hipoglikemia
bisa menyerupai mania, penyakit mental, intoksikasi obat, atau mabuk. Pada
orang tua, hipoglikemia dapat menghasilkan fokus stroke seperti efek-atau sulit
menentukan malaise. Gejala satu orang mungkin mirip dari episode ke episode,
tetapi tidak selalu begitu dan mungkin dipengaruhi oleh kecepatan di mana kadar
glukosa yang ditinggalkan, serta kejadian sebelumnya.
Adapun gejala-gejala yang lainnya antara lain :
a. HIpoglikemia ringan
Sistem saraf simpatis di rangsang, menyebabkan berkeringat, tremor,
takikardia, palpitasi, gelisan dan lapar
b. Hipoglikemia sedang
Meyebabkan kerusakan fungsi sistem saraf pusat, ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi, sakit kepala, kepala terasa ringan, mudah lupa, rasa kesemutan
pada bibir dan lidah, bicara tidak jelas, perubahan emosional, mudah marah,
penglihatan ganda dan mengantuk.
c. Hipoglikemia berat
Sistem saraf pusat mengalami kerusakan lebih jauh, pasien memerluka
bantuan dengan pengobatan lain, perilaku disorientasi, kejang, kesulitan
bangun dari tidur atau hilang kesadaran (Baughman & Hackley, 2000)

2.4 Patofifisiologi
Hipoglikemia memberikan peringatan sehigga timbul keadaan kesadaran
akan hipoglikemia yang diduga disebabkan oleh respons fisiologis terhadapa
hipoglikemia oleh adrenalin (epinefrin), noradrenalin (norepinefrin) dan sistem
saraf simpatis seperti tremor, berkeringat, kecemasan, palpitasi, dan menggigil.
Jika kadar glukosa plasma turun sampai di bawah 3-4 mmol/L, timbu gejala
neuroglikopenik yang di akibatkan oleh defisiensi glukosa dalam otak sehingga
timbul perasaan lelah, pening, mengantuk, sulit berbicara, tidak mampu
berkonsentrasi dan bingung, kadang-kadangan agresif (Rubenstein et al, 2007).
Hipoglikemia pada penderita diabetes bisa disebabkan oleh konsumsi
makanan yang tidak cukup, olahraga dan insulin yang terlalu banyak. Nyeri
kepala di pagi hari merupakan satu-satunuaa indikasi adanya hipoglikemia
noktural (Rubenstein et al, 2007). Penurunan kadara glukosa darah yamg cepat
akan merangsang sistem simpatis untuk memproduksi adrenalin yang
menyebabkan diaphoresis, kulit dingin, takikardi dan gemetar (Carpenito, 2009).
Patogenesis (Arif Masjoer, 2001), pada waktu makan cukup tersedia
sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai
makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus
dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari
sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian
lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk
energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa
berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber
energi.
Hipoglikemia akan menggangu fungsi otak karena suplai makanan ke otak
berkurang. Beberapa menit saja tidak mendapatkan makanan, otak bisa
mengalami kerusakan. Alcohol bisa menyebabkan hipoglikemia. Selain
menghambat kemampuan hati untuk melepaskan glukosa, alcohol juga
menghambat kerja hormone yang menaikkan kadar glukosa darah serta
meningkatka efek insulin (Tandra, 2008).

10

Oksigen dan glukosa adalah sumber energi bagi otak. Jika jumlah glukosa
yang di suplai oleh darah menurun, maka akan mempengaruhi juga kerja otak.
Pada kebanyakan kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika
gula darahnya menurun hingga di bawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa
darah menurun hingga di bawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menghasilkan koma (Parretta, 2005 ).
Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada berapa
banyak kadar glukosa darh turun. Keluhan akibat otak yang tidak mendapatkan
cukup kalori sehingga menggangu fungsi intelektual, antara lain sakit kepala,
kurang brekonsentrasi, mata kabur, capek, bingung, kejang atau koma. Keluhan
akibat efek samping hormone lain (adrenalin) yang berusaha untuk menaikkan
kadar glukosa darah yaitu pucat, berkeringat, nadi cepat, berdebar, cemas serta
rasa lapar (Tandra, 2008).

11

2.5 WOC
alkohol

Di
metabolisme
di hati

Menghambat
kemampuan
hati melepas
glukosa

Glikogenesis
&glukoneogen
olisis

Penyakit hepar
(hepatitis,
sirosis, Ca)

Penyakit ginjal
(gagal ginjal)

Fungsi hati
terganggu

Gangguan
inaktivasi
insulin

<<fungsi
sintesis di hati

Tumor
pankreas

Menghasilkan
insulin >>

Pada pasien
DM

>> insulin
>> aktifitas
<< asupan
makanann

>> insulin

KGD

HIPOGLIKEMIA
kematian

Kerusakan jaringan
otak
Terlambat
mendapat
penanganan
MK :
Resti
Aspirasi

Kesadaran
merurunkoma

saraf simpatik
terangsang

<< asupan
glukosa ke
otak
Sel otak tidak
memperoleh
sumber energi

Gangguan fungsi
otak

Vasodilatasi
pembuluh
darah
kranial

Sakit kepala

MK :
Nyeri

Merangsang kelenjar
adrenal
Produksi hormone
adrenalin/epinefrin

Merangsang hati
melepaskan glukosa

12

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Reflek batuk
Kejang,
diplopia maka contoh darah harus di ambil
Timbuluntuk
efek
Bila di duga
hipoglikemia,
pemeriksaan glukosa (Bosmick, 1997). Untuk menentukkan adanya hipoglikemia,
Retensi
sputum glukosa darah melalui finger stick harus dilakukan. Hasil glukosa
pemeriksaan
di tenggorokan
MK :
Takidiafore
darah adalah 60 mg/dl atau kurang (BeraderoTremor,
et al, 2009). lemah
Resti cidera
rasa lapar,
kardi
sis
Pemeriksaan glukosa darah sebelum dan sesudah suntikan dekstrosa.
kulit
MK
:
(Mansjoer A 1999: 604). Di kutip dari dingin
www.medicare.com ada berbagai
Resti
pemeriksaan penunjang meliputi :
ketidakefektifan
: hypoglikemia,
MK :
a.
Perpanjangan
pengawasan puasa, tes primer MK
untuk
bersihan
jalan
Intoleransi
Kekurangan
nafas
perpanjanganya (48-72 jam) setelah pengawasan puasa.
aktivitas
volume cairan
b. Tes bercampur makanan, tes ini di gunakan jika anda mempunyai tanda puasa
(2 jam PP)
c. Tes urine di simpan untuk mencari substansi keton.
d. Tes ini juga mencari tes pancreas atau penyakit endokrin
2.7 Penatalaksanaan
Pada penderita yang sadar, pengobatan dapat segera diberikan berupa
glukosa oral (20 g karbohidrat). Pada penderita yang tidak sadar, diberikan
glukosa intravena 12,5-25 g bolus, kemudian dilanjutkan dengan glukosa infuse.
Jika tidak berhasil dapat diberikan glucagon 1 mg secara subkutan, intramuscular
atau intravena atau efedrin injeksi 25-50 mg (Bakta & Suastika, 1999).
Pasien hipoglikemia harus diberikan 50 ml glukosa 50% intravena
(Bosmick, 1997). Penatalaksanaan hipoglikemia adalah
a. Pemberian gula per oral 10-15 g
2-4 preparat glukosa yang dijual bebas, 130-180cc jus buah atau soda regular,
6-10 lifesaver atau gula-gula keras, 2-3 sendok teh gula atau madu.
b. Ulangi pengobatan jika gejala menetap lebih dari 10-15 menit.
c. Berikan makanan kecil mengandung protein dan zat tepung (susu, atau keju
dan krakers) setelah gejala menghilang.
d. Anjurkan untuk pasien diabetic untuk selalu membawa gula dalam bentuk
sederhana sepanjang waktu.

13

e. Jangan anjurkan makan makanan penutup tinggi kalori, tinggi lemak untuk
mengatasi hipoglikemia. Kandungan tinggi lemak dapat melambatkan
penyerapan glukosa (Baughman & Hackley, 2000).
Untuk pasien yang sadar, pengobatan terdiri atas karbohidrat kerja cepat
15 g (3 tablet glukosa atau 120cc jus buah tanpa gula atau 3 permen). Setelah 15
menit, glukosa darah harus diperiksa kembali. Apabila glukosa darah tetap 60
mgdl atau kurang, pengobatan dapat di ulang. Apabila pasien tidak sadar,
pengobatan oral tidak diberikan sama sekali. Pasien diberi satu ampul 50%
dekstrosa IV bolus. Dalam satu menit biasanya pasien sudah mnejadi sadar
(Beradero et al, 2009).
Penatalaksanaan hipoglikemia berat:
a. Glucagon 1 mg subkutan atau intramuscular untuk pasien yang tidak mampu
menelan atau menolak pengobatan. Mungkin membutuhkan waktu 20 menit
untuk memulihkan kesadaran. Berikan gula sederhana disertai makan kecil
jika sudah sadar.
b. Diberikan dekstrosa 50% dalam air 25-50 ml melalui intravena untuk pasien
yang tidak sadar atau tidak mampu untuk menelan dalam lingkungan rumah
sakit (Baughman & Hackley, 2000).
Glucagon dapat menyebabkan glikogenesis dalam hati dengn adanya
simpanan glikogen yang adekuat. Pada klien yang keadaannya kritis akibat koma
selama beberapa waktu, simpanan glikogen mungkin telah digunakan dan
pemberian glukosa IV adalah satu-satunya tindakan yang efektif (Carpenito,
2009).
2.8 Pencegahan
Cara yang paling efektif untuk mencegah episode selanjutnya
hipoglikemia tergantung pada penyebabnya. Risiko episode lebih lanjut dari
hipoglikemia diabetes sering dapat (tetapi tidak selalu) akan berkurang dengan
menurunkan dosis insulin atau obat lain, atau dengan perhatian yang lebih cermat
untuk menyeimbangkan gula darah pada jam yang tidak biasa, tingkat yang lebih
tinggi dari latihan, atau konsumsi alkohol.

14

Banyak kesalahan metabolisme bawaan memerlukan menghindari atau


pemendekan interval puasa, atau karbohidrat ekstra. Untuk gangguan yang lebih
berat, seperti jenis penyakit penyimpanan glikogen 1, ini mungkin diberikan
dalam bentuk tepung jagung setiap beberapa jam atau dengan infus lambung terus
menerus.
Beberapa perlakuan digunakan untuk hipoglikemia hyperinsulinemic,
tergantung pada bentuk yang tepat dan tingkat keparahan. Beberapa bentuk
hiperinsulinisme

bawaan

menanggapi diazoxide atau octreotide . Operasi

pengangkatan bagian terlalu aktif pankreas adalah kuratif dengan resiko minimal
ketika hiperinsulinisme adalah fokal atau karena tumor jinak memproduksi insulin
pankreas.Ketika hiperinsulinisme bawaan longgar dan tahan terhadap obat,
pancreatectomy nyaris total mungkin pengobatan terakhir, namun dalam kondisi
ini kurang konsisten efektif dan penuh dengan komplikasi lebih.
Hipoglikemia karena kekurangan hormon seperti hypopituitarism atau
kekurangan adrenal biasanya berhenti ketika hormon yang tepat diganti.
Hipoglikemia karena sindrom dumping dan kondisi pasca-bedah lainnya yang
terbaik ditangani dengan mengubah diet. Termasuk lemak dan protein dengan
karbohidrat dapat memperlambat pencernaan dan mengurangi sekresi insulin
awal. Beberapa bentuk ini menanggapi pengobatan dengan inhibitor glukosidase ,
yang memperlambat pati pencernaan.
Hipoglikemia reaktif dengan kadar glukosa menunjukkan rendah paling
sering gangguan ditebak yang bisa dihindari dengan mengkonsumsi lemak dan
protein dengan karbohidrat, dengan menambahkan camilan pagi atau sore hari,
dan mengurangi konsumsi alkohol.
Sindrom Idiopathic postprandial tanpa kadar glukosa menunjukkan
rendah pada saat gejala bisa lebih dari tantangan manajemen. Banyak orang
menemukan perbaikan dengan mengubah pola makan (porsi kecil, menghindari
gula berlebihan, makanan campuran daripada karbohidrat sendiri), mengurangi
asupan perangsang seperti kafein , atau dengan membuat perubahan gaya hidup
untuk mengurangi stres.

15

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
1. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh pusing, lemah dan penurunan konsentrasi.
3. Riwayat penyakit saat ini
Berisi tentang kapan terjadinya hipoglikemia, apa yang dirasakan klien dan
apa saja yang sudah dilakukan untuk mengatasi sakitnya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya penyakit yag diderita seperti diabetes mellitus, hepatitis, sirosis
hepatis, gagal ginjal dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan
hipoglikemia. Kaji riwayat penggunaan obat, konsumsi alcohol, aktivitas
fisik yang dilakukan dan asupan makanan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya penyakit keluarga yang bisa menimbulkan hipoglikemia seperti
diabetes mellitus, hepatitis
6. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual
Berhubungan dengan perasaan dan emosi yang di alami pasien mengenai
kondisinya.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik berdasarkan prinsip ABCD
a. A (airway)

16

16

Adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya


penurunan kesadaran/koma yang menyebabkan penurunan
reflex batuk dan terjadi retensi sputum di tenggorokan.
b. B (breathing)
Adanya suara nafas tambahan
c. C (Circulation)
Takikardi, diaphoresis, akral dingin
d. Disability (kesadaran)
Kesadaran menurun sampai koma karena otak kekurangan
glukosa.
b. Pemeriksaan fisik Review of System (ROS)
a. Pernafasan (B1)
Sesak karena adanya sumbatan jalan napas
b. Kardiovaskuler (B2)
Palpitasi, takikardi
c. Persyarafan (B3)
Gelisah/cemas, diaphoresis, pucat, akral dingin, sakit kepala,
penilaian terganggu, agresif, emosi labil, pusing, penglihatan
kabur/ganda, kesulitan bicara, kejang, penurunan kesadaran-koma
d. Perkemihan (B4)
e. Pencernaan (B5)
Mual, timbul rasa lapar,
f. Muskuloskeletal dan integument (B6)
Pucat, kelemahan, tremor, turgor kulit jelek (kurang cairan)
C. Pemeriksan Diagnostik
Glukosa darah adalah 60 mg/dl atau kurang
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan
1) Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran

17

Tujuan

: Tidak akan mengalami aspirasi

Kriteria Hasil

: Kesadaran meningkat, terdapat reflek batuk, bertoleransi


terhadap pemberian makana per oral tanpa apirasi

No.
1.

Intervensi
Rasional
Tempatkan pasien pada posisi Posisi semi fowler pada pasien
semi fowler atau posisi kepala dengan

penurunan

lenih tinggi

mengurangi

dapat

kesadaran
resiko

terjadinya aspirasi
Pantau tingkat kesadaran, reflek Sebagai indikator perkembangan

2.

batuk,

refleks

muntah

dan tingkat kesadaran pasien

kemampuan menelan
Hindari pemberian cairan atau Pemberian cairan atau makanan

3.

makanan per oral


4.

Laporkan

segera

peroral akan meningkatkan resiko


bila

aspirasi
terjadi Untuk mendapatkan penanganan

perubahan pada warna sekresi yang lebih cepat dan tepat


paru seperti asupan makanan
2) Resiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran, kejang dan
diplopia.
Tujuan

: tidak terjadi cidera

Kriteria Hasil : resiko cidera berkurang atau hilang, pasien dan anggota
keluarga

atau

pemberi

asuhan

mengembangkan

strategi

untuk

mempertahankan keamanan
No.
intervensi
1. Menciptakan lingkungan

rasional
yang Untuk meminimalkan terjadinya

aman
cidera
2. Berikan penghalang sisi tempat Untuk meminimalkan terjadinya
tidur, berikan ketinggian tempat cidera
tidur yang rendah dan lakukan
pemantauan pada malam hari
3. Menghindarkan lingkungan yang Untuk meminimalkan terjadinya
berbahaya

(misalnya cidera

18

memindahkan

perabotan

yang

dapat membahayakan pasien)


4. Memberikan penerangan yang Untuk
adekuat
5. Observasi

faktor-faktor

meningkatkan

meningkatkan

kewaspadaan
yang Untuk meningkatkan kesadaran

kerentanan pasien, anggota keluarga dan

terhadap cidera
pemberi asuhan
6. Bantu pasien dalam ambulasi Memfaasilitasi ambulasi pasien
sesuai dengan kebutuhan
3) Resiko

ketidakefektifan

dapat meminimalkan terjadinya

bersihan

injuri.
jalan nafas

berhubungan

dengan

penumpukan sputum
Tujuan

: bersihan jalan nafas efektif

Kriteria Hasil : Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas, ekspansi dada


simetris, tidak ada suara nafas tambahan , tidak terdapat tanda distress
pernapasan
No
1.

Intervensi
Rasional
Kaji adanya sumbatan jalan napas adanya sumbatan mempengaruhi
(lidah jatuh ke belakang, sputum) proses respirasi
sehubungan dengan penurunan

2.

kesadaran
Berikan posisi semi fowler

Untuk membantu bernafas dan


ekspansi
lapangan

dada

serta

paru

ventilasi
basiler,

menghindari obstruksi jalan napas


dan
pasien

memberikan

pengeluaran

sekresi yang optimal


dengan Untuk memfasilitasi

3.

Mobilisasi

ekspansi

4.

kemampuan penuh
Auskultasi bunyi napas,

dada dan ventilasi.


Bunyi pernafasan menurun karena

penurunan aliran udara dan atau

adanya penurunan aliran udar

bunyi tambahan.

yang disebabkan oleh tertahannya

19

5.

Berikan kelembaban yang

sekret
Untuk mencairkan sekresi

6.

adekuat
Kolaborasi pemberian oksigen

Untuk

7.

oksigen pasien yang adekuat


Monitoring secara rutin kulit dan Perubahan pada warna kulit dan
warna membrane mukosa

pemenuhan

membrane

kebutuhan

mukosa

mengindikasikan
8.

dapat
terjadinya

hipoksia
Monitor frekuensi dan kedalaman Untuk mengevaluasi

adanya

bernafas
disstres pernafasan
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
berlebih.
Tujuan

: kebutuhan volume cairan seimbang.

Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan


membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda vital stabil
No
1.

Intervensi
Rasional
Selimuti pasien dengan kain tipis Untuk mencegah
dan hindari suhu yang terlalu terkumpulnya
yang panas

2.

Anjurkan

ekstremitas
pasien

vasodilatasi,
darah

dan

di

berkurangnya

volume darah sirkulasi


untuk Untuk pemenuhan kebutuhan

mengkonsumsi cairan sedikitnya dasar cairan dan menurunkan


2500ml/hari atau sesuai dengan resiko dehidrasi
3.

kondisi individu
Kolaborasi untuk
cairan

4.

tambahan

pemberian Adanya penurunan intake cairan


melalui

IV penggunaan

parenteral

dapat

sesuai keperluan
memperbaiki kekurangan cairan
Pantau masukan dan haluaran, Memberikan
informasi
catat warna, karakter urin. Hitung keadekuatan volume cairan dan

5.

keseimbangan cairan
kebutuhan caira
Monitoring perubahan tanda vital Peningkatan suhu meningkatkan
seperti peningkatan suhu badan, laju metabolic dan kehilangan

20

takikardi, hipotensi ortostatik

cairan

melalui

Takikardi
6.

evaporasi.
menunjukkan

kekurangan cairan sistemik


Evaluasi turgor kulit, kelembaban Merupakan indicator langsung
membrane mukosa

status

cairan

atau

perbaikan

ketidakseimbangan
5) Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah intracranial
Tujuan

: Nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil : skala nyeri berkurang, nyeri dapat di control


No.
1.

Intervensi
Anjurkan

Rasional
untuk Menurunkan

pasien

stimulasi

beristirahat di lingkungan yang berlebihan


2.

tenang
Observasi

adanya

yang

yag
dapat

mengurangi sakit kepala


tanda-tanda Indicator derajat nyeri yang tidak

nyeri non-verbal seperti ekspresi langsung yang di alami


wajah,

posisi

tubuh,

gelisah,

diaphoresis, perubahan frekuensi


3.

jantung
Berikan kompres hangat pada meningkatkan

4.

kepala
Gunakan

sentuhan

relaksasi
terapeutik, Memberikan

visualisasi dan reduksi stress

pengendali
mengubah

sirkulasi
pasien
nyeri

dan

sejumlah
dan

mekanisme

atau
sensasi

nyeri dan mengubah persepsi


5.

nyeri
pemeberian Analgesik

Kolaborasikan

berguna

untuk

analgesic
mengurangi nyeri
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan

: Pasien dapat mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan

Kriteria Hasil : berpartisipasi dalam aktivitas, peningkatan dalam toleransi


aktivitas
No
1.

Intervensi
Identifikasi

dan

Rasional
minimalkan Membantu

meningkatkan

21

faktor-faktor

yag

dapat efektivitas

menurunkan toleransi terhadap


2.

aktivitas
Berikan lingkungan yang tenang Lingkungan yang nyaman dan
dan nyaman.

3.

Ajarkan

tenang dapat mendukung pola


klien

penghematan
aktivitas

istirahat pasien.
metode Klien dapat beraktivitas secara

(lebih

energy
baik

untuk bertahap sehingga tidak terjadi


duduk kelemahan.

daripada berdiri saat melakukan


4.

aktivitas)
Berikan bantuan sesuai kebutuhan Memberikan
kebutuhan

bantuan
akan

sesuai

mendorong

kemandirian dalam melakukan


5.

aktivitas
Monitor respon kardiorespirasi Untuk
mengetahui

respons

terhadap aktifitas : takikardi, fisiologis terhadap peningkatan


disritmia,
pucat

dispnea,

diaforesis, aktivitas

22

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hipoglikemi adalah :
1. Pada laki-laki dan wanita dewasa setelah puasa satu malam, kadar glukosa
plasma di bawah 60 mg/dL/
2. Pada laki-laki setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 55
mg/dL.
3. Pada wanita setelah puasa 72 jam, kadar glukosa plasma di bawah 45 mg/dL.
4. Pada laki-laki dan wanita setelah diberikan 75-100 gram glukosa, glukosa
plasma terendah di bawah 50 mg/dL.
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah secara
abnormal rendah. Hal ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Untuk menjaga
agar kadar gula selalu normal,perhatikan pola makan ,olah raga ringan secara
teratur untuk membantu pembakaran glukosa menjadi nergi dan merangsang
produksi insulin,hindarkan stress atau gangguan emosional lainnya dan
disiplin minum obat sesuai anjuran dokter.
4.2 Saran
Untuk memudahkan pemberian tindakan asuhan keperawatan dalam
keadaan darurat secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur
tetap/protokol yang dapat digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat
tepat apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di
perlukan baik untuk perawat maupun untuk klien.

23

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made & I ketut suastika. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Baughman, Diane C & JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah. Buku
Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Beradero, et al. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
24
Bosmick, John A. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Carpenito, L. J. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis ed. 9.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Neal, M. J. 2006. At a Glance farmakologi Medis ed.5. Jakarta:Penerbit Erlangga.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Parretta, Larraine. 2005. Makanan Untuk Otak. Jakarta:Erlangga.
Rubenstein, et al. 2007. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Jakarta : Penerbit Erlangga
Tandra, Hans. 2008. Segala Sesuatu yang Ahrus Anda Ketahui tentang Diabetes.
Jakarta:Gramedia.
Taylor, C.M. 2011. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan ed. 10.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf ed. 4. Jakarta:Gramedia.
Suparman. 1988. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Universitas Indonesia.
Waspadji S. 2000. Kegawatan pada diabetes melitus. Dalam: Prosiding simposium:
penatalaksanaan kedaruratan di bidang ilmu penyakit dalam Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. hal.83-4.

24

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC


dan Kreteria Hasil NOC ed. 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wong and Whaley. 1996. Peiatric Nursing Clinical Manual. Philadelpia : Morsby.

Anda mungkin juga menyukai