dan 56. Dengan memperhatikan pasal tersebut diharapkan auditor lebih berhati-hati. Pasal 39 ayat
(2) Keppres No. 16/1994 dinyatakan: Barang siapa menandatangani dan atau mengesahkan suatu
bukti yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh hak dan atau pembayaran dari negara
bertanggung jawab atas kebenaran dan sahnya surat bukti surat tersebut. Ketentuan tersebut
menjadi bertentangan dengan tuntutan ganti rugi berdasarkan tanggung jawab renteng. Sebagai
contoh, ketika atasan menyuruh bawahannya bertindak menyalahi penggunaan anggaran, maka
orang pertama yang terlibat secara formal adalah orang yang menandatangani, misalnya seorang
petugas telah menandatangani berita acara penerimaan barang.
III. Pelaksanaan Bantuan Tenaga Ahli
Kasus yang ditangani penyidik pada umumnya kasus hasil penyelidikan polisi atau jaksa, namun ada
juga yang berasal dari laporan lembaga audit yang menyatakan adanya indikasi tindak pidana
korupsi.
Apabila lembaga audit menerima surat dari kepolisian atau kejaksaan yang isinya meminta bantuan
tenaga ahli untuk menghitung kerugian negara, maka lembaga audit menunjuk tim yang akan
melaksanakan bantuan.
1. Penunjukan tim audit untuk melaksanakan penelitian awal
Untuk kasus yang berasal dari lembaga audit, sebaiknya dilakukan oleh tim atau salah satu anggota
tim yang pernah melaksanakan audit investigasi untuk kasus terkait. Sedangkan untuk kasus yang
baru dan merupakan hasil penyilidikan jaksa atau polisi, tim dipilih terutama mereka yang pernah
melaksanakan bantuan kepada penyidik untuk kasus yang relatif sama.
Tim harus menguasai akuntansi, auditing, dan sedikit mengetahui hukum dan perundang-undangan.
2. Penelitian awal terhadap kasus yang akan diaudit
Agar pekerjaan bantuan audit tersebut dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat, sebaiknya untuk
kasus hasil penyelidikan jaksa atau polisi dapat ditempuh dua cara sebagai berikut:
- Penyidik memaparkan kasus tersebut dihadapan auditor.
- Lembaga audit menugaskan tim untuk memperoleh gambaran kasus dengan mendatangi kantor
penyidik.
Apabila alternatif kedua yang dipilih, maka dalam penelitian awal tim audit:
- Menanyakan kepada penyidik mengenai perintah penyidikan.
- Apabila dalam penanganan kasus diperlukan surat izin, misalnya kasus kredit bank, maka auditor
menanyakan apakah telah ada izin dari BI.
- Mencari tahu apakah terdakwanya ditahan atau tidak.
- Bukti-bukti surat apa saja yang telah disita.
- Auditor mempelajari BAP terdakwa dan BAP para saksi.
- Setelah memperoleh gambaran kasus yang dihadapi, selanjutnya memperkirakan bukti-bukti surat
apa saja yang masih diperlukan.
- Umumnya, pada setiap kasus terdapat perbedaan, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian
awal juga berbeda.
3. Pembentukan tim audit
Tim yang melaksanakan audit sebaiknya yang telah terjun pada penelitian awal, namun juga tidak
harus dipaksakan. Contoh kasus yang sulit dan makan tenaga adalah manipulasi keuangan dengan
memanipulasi pencatatan, pengerjaan akuntansi tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, dan buku besar belum dibuat.
4. Pelaksanaan Audit
Dalam melaksanakan audit sebaiknya auditor memfokuskan pada pemeriksaan bukti surat. Pada
kasus tindak pidana khusus, auditor harus mengaudit suatu transaksi dari awal sampai akhir dengan
mempelajari ketentuan yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Sebagai contoh, kasus kredit macet
non bisnis mengacu pada ketentuan berikut ini.
- UU Perbankan.
- Ketentuan kredit dari BI dan bank bersangkutan.
- Ketentuan hukum perdata.
- Ketentuan agraria apabila agunannya berupa tanah.
- UU yang berhubungan dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah.
- Ketentuan lain yang ada hubungannya dengan kasus yang diaudit.
Apabila terjadi penyimpangan dari ketentuan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum
material. Auditor harus mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Perhitungan kerugian negara harus pasti
atau minimal tidak boleh sangkaan atau digeneralisir. Apabila kerugian negara belum dapat dihitung,
sebagai contoh, agunan bank belum dijual, sebaiknya kerugian negara didasarkan pada kerugian
terhadap perekonomian negara.
5. Keterangan ahli
Apabila perkara sudah jelas permasalahannya dan telah ada persesuaian
dengan penyidik, auditor membuat keterangan ahli. Keterangan ahli ditandatangani tim audit (bukan
kepala lembaga audit). Sebaiknya, digunakan kertas polos dalam membuat keterangan ahli.
6. Auditor di-BAP
Auditor yang akan menjadi saksi ahli di siding pengadilan di-BAP oleh penyidik. Namun berdasarkan
pengalaman, justru auditor yang mempersiapkan BAP karena harus sejalan dengan keterangan ahli.
Hal demikian dapat dimaklumi karena untuk kasus tertentu yang mengetahui secara detail
permasalahannya adalah auditor. Pertanyaan dan jawaban dalam BAP dibuat sedemikian rupa,
sehingga mencerminkan BAP saksi ahli. Sebelum di-BAP, auditor disumpah terlebih dahulu.
7. Auditor menjadi saksi ahli di siding pengadilan
Seringkali ketika persidangan pada pokok perkara, status auditor sebagai saksi ahli dipermasalahkan
oleh penasehat hukum. Pertanyaan hakim dan penasehat hukum umumnya bebas, sehingga saksi
ahli sebaiknya pengetahuannya luas. Jawaban saksi ahli diupayakan tidak timbul pertanyaan baru,
dan auditor harus berusaha sedemikian rupa, sehingga tidak dapat ditarik ke masalah hukum atau
yang di luar keahlian auditor atau kasus yang menjadi kasus perdata.
IV. Audit Investigasi
1. Menerapkan azas praduga tak bersalah
Dalam audit investigasi, terutama yang didasarkan pada informasi atau pengaduan masyarakat,
auditor harus menerapkan azas praduga tak bersalah dalam merencanakan dan melaksanakan
tugasnya. Seseorang tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Selanjutnya, auditor tetap diperbolehkan
menerapkan sikap skeptisme profesionalismenya. Hal demikian berarti, auditor tidak boleh
menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, namun juga tidak boleh menganggap
manajemen sebagai orang yang
tidak diragukan kejujurannya. Sebaiknya auditor tidak berasumsi bahwa
pelaku salah meskipun informasi dari masyarakat sudah mempublikasikan di media massa
sedemikian rupa. Berdasarkan pengalaman, hal demikian lebih berhasil. Sebagai contoh, dalam
melakukan wawancara dengan mereka yang diduga terlibat, auditor harus berpenampilan secara
wajar dan tidak menimbulkan sikap yang dapat memberi kesan bahwa auditor hanya mencari
kesalahan. Hal demikian, selain dapat menciptakan suasana yang tidak tegang antara auditor dengan
yang diperiksa, juga dapat mempermudah memperoleh bukti atau informasi yang benar dari mereka.
Di samping itu, auditor juga harus menyadari bahwa kecurangan pada umumnya terjadi karena
persengkokolan (kolusi), sehingga asumsi bahwa yang diperiksa telah melakukan kesalahan atau
kecurangan, hanya membuat kasus sulit untuk dibongkar.
Pada waktu membuat laporan audit investigasi, azas praduga tak bersalah juga harus diterapkan.
Dalam laporan audit digunakan kata diduga, misalnya:
- Pemimpin proyek diduga telah melanggar ...
- Pemimpin proyek diduga telah melakukan kolusi.
- Pemimpin proyek diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.
2. Sumber informasi audit investigsi
Sumber informasi audit investigasi dapat berupa:
- Pengembangan temuan audit sebelumnya, seperti audit terhadap laporan keuangan dan audit
opersional.
- Adanya pengaduan dari masyarakat.
- Adanya permintaan dari dewan komisaris atau DPR untuk melakukan audit, misalnya karena
adanya dugaan manajemen/pejabat melakukan penyelewengan.
3. Penelitian awal terhadap pengaduan masyarakat
Informasi dari masyarakat belum tentu jelas atau disertai data yang akurat. Oleh karena itu,
sebaiknya diadakan penelitian awal terlebih dahulu. Namun, auditor harus berterima kasih, karena
masih ada masyarakat yang peduli terhadap permasalahan yang merugikan negara, masyarakat,
atau perusahaan.
Penelaahan awal terhadap informasi untuk menentukan apakah cukup alasan untuk dilakukan audit
investigasi. Salah satu criteria agar dapat dilakukan audit ini adalah apakah ada indikasi yang
merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara setelah diadakan penelaahan informasi
awal yang disertai dengan bukti-bukti yang diperoleh.
Dari penelitian awal diperoleh gambaran kasus dan dua kesimpulan:
- Tidak cukup alasan untuk dilakukan audit investigasi.
- Cukup alasan untuk diadakan audit investigasi.
Apabila cukup alasan, maka dibentuk tim dan dianggarkan waktu pelaksanaannya.
4. Program pemeriksaan untuk audit investigasi
Program audit untuk audit investigasi umumnya sulit ditetapkan telebih dahulu atau dibakukan. Kalau
audit investigasi yang dilaksanakan merupakan pengembangan temuan audit sebelumnya, seperti
finacial audit dan operational audit, auditor dapat menyusun langkah audit yang hendak dilaksanakan.
Meskipun demikian, terkadang setelah dilaksanakan, banyak mengalami penyesuaian atau
perubahan.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan modus operandi antara kasus yang satu
dengan yang lain. Di samping itu, modus operandi praktek kecurangan atau korupsi di Indonesia jauh
lebih banyak macamnya jika dibandingkan di negara maju, seperti: penyalahgunaan wewenang,
pemalsuan, penipuan, kolusi, nepotisme, menghalalkan segala cara, dan selalu berlindung di balik
pembenaran hukum. Auditor mungkin menghadapi satu kasus saja, contohnya yaitu pemberian kredit
bank yang tidak benar. Namun demikian, adanya kemungkinan auditor menemukan lebih dari satu
kasus, seperti L/C fiktif dan pembelian fiktif.
Dengan demikian, setiap transaksi merupakan kasus berdiri sendiri. Prosedur audit yang diterapkan
tergantung dari kasus yang dihadapi. Umumnya, penerapan prosedur audit pada financial audit juga
dapat membongkar beberapa kasus. Demikian halnya, program pemeriksaan untuk audit investigasi
akan mengaudit setiap transaksi dari awal sampai akhir, dan harus sesuai dengan ketentuan yang
umum dan ketentuan dari obyek yang diperiksa. Sebagai contoh, untuk kasus pembelian fiktif dimulai
dari dasar pengadaan barang, pelaksanaan pembelian, pembayaran dan pemanfaatan dari barang
yang dibeli. Pengadaan barang yang sebetulnya bisa dibeli melalui cabang dengan harga relatif
murah, tetapi, apabila pengadaannya disentralisir di pusat umumnya banyak terjadi pemborosan.
Apabila laporan keuangan dimanipulasi manajemen, sepanjang proses akuntansinya telah dilakukan,
maka dilanjutkan dengan mencari modus operandi kecurangan. Tanpa terlebih dahulu dikerjakan
akuntansinya, lebih sulit menentukan jumlah kecurangan secara pasti, misalnya sebagian besar
transaksi tidak dibuatkan buku besar dan entitas mempunyai banyak unit operasi yang bersifat
responsibility center dan decentralized. Apabila pimpinan entitas menyusun sendiri laporan keuangan,
maka auditor harus berhati-hati karena ada kemungkinan dia akan melakukan manipulasi keuangan.
Korupsi yang dilakukan dengan kolusi atau penyalahgunaan wewenang umumnya melibatkan banyak
orang, yaitu dari atasan sampai bawahan. Modus operandi untuk pembelian barang habis pakai fiktif,
baik
sebagian atau seluruhnya yitu dengan menaikkan harga. Agar rekanan bersedia diajak kolusi tentu
dipilih rekanan yang mempunyai hubungan istimewa dan penawaran harga dilaksanakan secara
formalitas. Rekanan seolah-olah mengirim barang, dan petugas penerima barang karena merasa
sebagai bawahan menurut saja disuruh menandatangani berita acara penerimaan barang fiktif.
Selanjutnya, kepala gudang ikut menandatangani berita acara penerimaan barang dan bagian
administrasi mencatatnya pada kartu persediaan. Bagian yang memerlukan barang disuruh membuat
bon permintaan barang fiktif dan seringkali beberapa bagian lain ikut dilibatkan. Sebagai auditor,
apabila audit dilakukan enam bulan setelah terjadinya transaksi tersebut, maka akan mengalami
kesulitan membuktikannya karena
mereka tentu bersatu. Dalam kondisi tersebut, yang paling sulit adalah memecah persatuan mereka.
Tentunya, masing-masing auditor mempunyai
teknik tersendiri dengan berprinsip bahwa tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan dengan
sempurna.
5. Pelaksanaan audit investigasi
Apabila dari penelitian awal dapat disimpulkan bahwa audit dapat dilaksanakan, maka dibuat surat
tugas. Sebelum diterbitkan surat penugasan, obyek disuruh menyusun pembukuan sebagaimana
mestinya, dan audit baru dimulai setelah pembukuan dan laporan keuangan dibuat.
Berbeda dengan audit forensik, bagaimanapun sulitnya melakukan audit, maka
auditor tetap harus melaksanakan. Sebagai contoh, kasus manipulasi keuangan melalui manipulasi
pembukuan yang terjadi di suatu entitas yang mempunyai banyak unit. Masing-masing unit ada yang
mengelola keuangan, ada juga yang tidak, bahkan buku besar tidak/belum dibuat.
Untuk perencanaan, pelaksanaan dan pembuatan laporan audit, sebaiknya auditor menggunakan
azas praduga tak bersalah.
Setiap temuan harus didukung dengan bukti secara lengkap, terutama dokumen yang.Pemeriksa No.
84 April 2002 39 mendukung transaksi. Bukti dokumen jauh lebih kuat daripada bukti pengakuan.
Apabila hasil audit diserahkan kepada kejaksaan, maka pengakuan bukan/tidak termasuk bukti surat.
Pengumpulan bukti pendukung sangat penting, terutama apabila laporan audit akan diserahkan
kepada kejaksaan. Pengakuan dari mereka yang diduga terlibat atau bertanggung jawab hanya
berlaku selama pengakuan tersebut diakui oleh yang bersangkutan. Di samping itu, pengakuan bukan
sebagai bukti
audit apabila hanya pelengkap yang memperkuat bukti audit yang ditemukan auditor.
Kemungkinan auditor tidak dapat memperoleh bukti yang kompeten apabila terjadi kolusi atau
pemalsuan bukti. Prosedur audit yang dirancang secara efektif akan mendapati banyak kendala
dalam menghadapi adanya kolusi dan
pemalsuan.
6. Kertas kerja audit investigasi
Kertas kerja audit bisa disusun sebagai berikut:
- Kertas kerja audit yang umum, yaitu menyangkut data umum obyek atau kegiatan yang diperiksa
termasuk ketentuan yang harus dipatuhi.
- Kertas kerja audit untuk setiap orang yang diduga terlibat, yaitu berisi antara lain: identitas
seseorang, tindakan yang melanggar hukum serta akibatnya yang dilengkapi dengan bukti yang
mendukung.
Selain itu, dapat pula disusun per tahapan transaksi seperti pada kasus kredit macet, antara lain:
tahap permohonan kredit, tahap perhitungan 5C, tahap pencairan dan penggunaan kredit, serta tahap
setelah kredit cair sampai dinyatakan macet.
Kertas kerja harus dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dibuat laporan khusus.
7. Hasil audit investigasi
Hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti
- Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi penyimpangan dari suatu aturan atau ketentuan yang
berlaku, namun tidak merugikan negara atau perusahaan.
- Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
karyawan.
- Terjadi ketekoran/kekurangan kas atau persediaan barang milik negara, dan bendaharawan tidak
dapat membuktikan bahwa kekurangan tersebut diakibatkan bukan karena kesalahan atau kelalaian
bendaharawan.
- Terjadi kerugian negara akibat terjadi wanprestasi atau kerugian dari perikatan yang lahir dari
undang-undang.
- Terjadi kerugian negara akibat kelalaian atau akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh pegawai negeri selain bendaharawan.
- Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan tindak pidana lainnya.
8. Laporan audit investigasi
Laporan audit investigasi bersifat rahasia, terutama apabila laporan tersebut akan diserahkan kepada
kejaksaan. Dalam menyusun laporan, auditor tetap menggunakan azas praduga tak bersalah.
Pada umumnya laporan audit investigasi berisi: dasar audit, temuan audit, tindak lanjut dan saran.
Sedangkan laporan audit yang akan diserahkan kepada kejaksaan, temuan audit memuat: modus
operandi, sebab terjadinya
penyimpangan, bukti yang diperoleh, dan kerugian yang ditimbulkan.
Apabila menyangkut nama seseorang yang diduga terlibat, maka digunakan nomor sandi. Dalam
laporan harus digunakan kata diduga, misalnya untuk pihak yang diduga terlibat digunakan nomor
sandi X dengan uraian kalimat: diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.
Laporan audit investigasi biasanya tebal serta banyak lampirannya. Oleh karena itu, sebaiknya tidak
dilampirkan dalam dakwaan karena ada kemungkinan terjadi salah jumlah, dan angka yang berbeda
antara hal satu dengan yang lainnya. Pernah dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, laporan
audit investigasi dilampirkan dalam dakwaan oleh jaksa, tetapi terdakwa diputus bebas, beberapa
pertimbangan keputusan bebas oleh hakim
antara lain:
- Penjumlahan angka dalam laporan audit yang salah.
- Angka kerugian negara antara halaman laporan audit yang satu dengan yang lain berbeda.
- Angka dalam laporan audit tidak sama dengan lampiran laporan audit.
Bagaimanapun juga laporan audit investigasi bagi penyidik adalah sebagai informasi awal. Untuk
kepentingan jaksa, dibuat lagi keterangan ahli yang ringkas. Di samping itu, belum tentu sama
laporan auditor untuk pelaku dan jumlah kerugian antara laporan audit investigasi dengan keterangan
ahli.
Minat terhadap akuntansi forensik dan audit investigatif berkembang pesat, terutama di kalangan aparat
penegak hukum dan mahasiswa program profesi akuntansi. Pemberitaan media massa menambah
keingintahuan masyarakat mengenai upaya pencegahan dan penindakan terhadap korupsi, dan secara
tidak langsung, mengenai investigasi dan audit investigatif. Di dalam negeri, terdapat pemberitaan yang
bertubi-tubi mengenai: Penyuapan kepada oknum penegak hukum, oknum anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, oknum pimpinan pemerintah pusat dan daerah, oknum komisioner, dan lain sebagainya.
Berbagai kasus korupsi yang melibatkan petinggi Bank Indonesia. Kriminalisasi terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi dan beberapa anggotanya, rekaman percakapan telepon dalam sidang terbuka
Mahkamah Konstitusi, Pansus Dewan Perwakilan Rakyat mengenai kasus Bank Century, pengungkapan
mafia peradilan oleh Komjen Pol. Susno Duadji, dan permintaan keterangan oleh KPK mengenai Bank
Century. Sementara itu, di luar negeri ada pemberitaan tentang Bernard (Bernie) Madoff dan Ponzi
scheme-nya yang sejak 2001 terendus oleh akuntan forensik (Harry Marcopoulos) dan jurnalis
investigatif (Erin Arvedlund). U.S. SEC dan FBI mengetahuinya dari pengakuan Madoff delapan tahun
kemudian. Fraud yang diperkirakan telah berjalan 30 tahun dengan kerugian U.S. $65 miliar, menarik
perhatian praktisi keuangan, akuntansi, dan penegak hukum. Akuntansi forensik dan audit investigatif
dalam bentuk yang paling sederhana merupakan perpaduan antara disiplin akuntansi, audit, dan hukum.
Aspek hukumnya meliputi berbagai bidang seperti hukum pidana umum maupun khusus (seperti pidana
korupsi, pidana perbankan, pidana pencucian uang, dan lain-lain), hukum perdata, hukum acara (pidana
dan perdata), arbitrase, dan penyelesaiaan sengketa. Bahkan ada undang-undang di luar negeri yang
dapat menyeret pejabat negara Indonesia, seperti U.S. Foreign Corrupt Practices Act. Dalam pengertian
yang luas, akuntansi forensik meliputi disiplin lain seperti sosiologi dan antropologi (Bab 10), teknologi
informasi (Bab18), ilmu kepolisian dan psikologi (Bab 19), serta kriminologi dan viktimologi (Bab 30).
Seluruh lingkupa kuntansi forensik dan audit investigatif dibahas dalam buku ini. Kasus-kasus yang
disebutkan di atas menjadi ilustrasi buku ini.
Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide
quantitative financial information about matters before the courts.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA)
Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi
yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judicial atau administratif.
Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau
bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka
pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi
terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan.
Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya
fraud. Audit tersebut akan menghasilkan red flag atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal
ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.
2.2 Perbandingan antara Audit Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)
Audit Tradisional
Audit Forensik
Waktu
Berulang
Tidak berulang
Lingkup
Spesifik
Opini
Membuktikan
(kecurangan)
Hubungan
Non-Adversarial
Adversarial
hukum)
Metodologi
Teknik Audit
Eksaminasi
Standar
Standar Audit
Praduga
Professional Scepticism
Bukti awal
Hasil
fraud
(Perseteruan
Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional
adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada
beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah
prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan
sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah
kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara
spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang
bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level
mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit
forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak
kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan
bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda
tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital
forensic, dan sebagainya.
2.3 Tujuan Audit Forensik
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan
(fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.
Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat
diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan
oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan
tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.
Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK,
BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat
CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat
legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit
forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan
investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di
pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi
risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di
Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi
hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap
oleh BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK.
BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59%
dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada
diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada
audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan
BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang
sedemikian kental dalam kasus tersebut.
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes,
tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensic,ialah :
1. Kreatif
Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal
dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang
normal
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan
situasi
3. Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak
mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya,
perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan
5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar
memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di bawah cross
examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang
akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang
dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu
dapat dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi.
Apabila anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang
dapat mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi
forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres dalam analisa atau datadata yang disajikan.
Money-laundering.
Kejahatan asuransi.
3. Perselisihan antar pemegang saham atau partnership.
4. Kerugian bisnis atau perusahaan.
5. Perselisihan perkawinan.
Diposkan oleh Rifki Alparisi di 07.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Calon presiden dan calon wakil presiden bisa ditanya mengenai asal-usul dana
kampanye mereka apabila ditemukan ada penyumbang anonim atau penyumbang yang tidak
masuk daftar penyumbang. presiden dan wakil presiden bisa ditanya tentang identitas
sebenarnya dari penyumbang itu serta alasan tidak dimasukkannya nama donatur. Hal itu
merupakan salah satu butir dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 30 Tahun
2004 Tentang Panduan Audit Laporan Keuangan Partai Politik dan Audit Laporan Dana
Kampanye Peserta Pemilihan Umum yang diterbitkan oleh KPU 21 April lalu.
Secara keseluruhan isi keputusan ini mencakup Juklak untuk audit laporan dana
kampanye Parpol dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan audit laporan
dand kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden. Semua ketentuan mengenai halhal ini diatur dalam Pasal 2, 3, dan 4 keputusan ini, yang kemudian dirinci di dalam
lampirannya. Rincian di dalam lampiran itu mencakup 3 pokok bahasan besar, yaitu
penerapan prosedur yang disepakati atas laporan dana kampanye Pemilu; prosedur
pemeriksaan atas dana kampanye calon anggota DPD; penerapan prosedur yang disepakati
atas laporan dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketiga pokok
bahasan itu masing-masing dirinci dengan jelas dan detail mengenai bagaimana prosedur
pemeriksaan atas saldo awal, sumbangan nonkas dari partai dan para calon, dan seterusnya.
Pendek kata, ketentuan mengenai mekanisme audit di keputusan ini sudah jelas dan rinci.
Audit yang dimaksud dalam keputusan KPU ini adalah audit umum untuk
menyatakan pendapat (opini) akuntan atas kewajaran penyajian laporan keuangan tahunan
partai politik. Sedangkan audit atas laporan dana kampanye peserta Pemilu adalah audit
sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures). Sedangkan laporan keuangan
parpol adalah laporan yang mencakup periode 1 Januari hingga 31 Desember. Selambatlambatnya 3 bulan setelah akhir tahun buku yang bersangkutan, parpol menyerahkan laporan
keuangan tahunan kepada kantor akuntan publik.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum no 07 tahun 2010 tentang Pedoman Audit laporan dana
kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah :
Pasal 1 Pedoman Audit Dana Kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, selanjutnya
disebut Pedoman Audit Laporan Dana Kampanye, adalah untuk lebih memudahkan kantor
akuntan publik dalam melaksanakan audit laporan dana kampanye pasangan calon serta Tim
Kampanye.
Pasal 2 Audit oleh kantor akuntan publik atas laporan dana kampanye pasangan calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah audit sesuai prosedur yang disepakati
(agreed upon procedures).
Pasal 2 (1) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas)
hari sejak diterimanya laporan dana kampanye dari KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota. (2) Dalam melakukan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor
akuntan publik berpedoman pada :
Panduan audit laporan dana kampanye pasangan calon, yang ditetapkan oleh KPU
bekerjasama dengan Institut Akuntan Publik Indonesia yang merupakan anggota Ikatan
Akuntan Indonesia.
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dapat menambah prosedur sepanjang disetujui oleh
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan KAP
Tidak memadainya laporan keuangan yang dimiliki oleh partai politik ini disebabkan karena
kemampuan pengelolaan keuangan partai yang rendah. Selain itu, juga disebabkan tidak
adanya standar akuntansi keuangan yang layak dan komprehensif untuk partai politik.
Standar yang dipakai saat ini yakni PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan untuk
Organisasi Nirlaba :
PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, yang dalam hal ini adalah
PSAK No 45 yaitu tentang Standar Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam audit yang dikordinir oleh IAI untuk dana
kampanye dan laporan keuangan partai politik, PSAK 45 inilah yang dijadikan dasar.
Mencermati karakteristik partai politik yang berbeda dengan organisasi nirlaba
umumnya, maka penggunaan PSAK 45 ini kurang tepat untuk digunakan dasar sebagai
standar pelaporan keuangan partai politik. Karakteristik partai politik ini yang pertama,
tujuan partai politik adalah untuk meraih kekuasaan. Sehingga perlu aturan khusus
menyangkut keuangan sebagai bentuk upaya pencegahan praktek korupsi politik (money
politic) dan dominasi kelompok kepentingan. Kedua, adanya agenda besar lima tahunan yaitu
pemilu yang akan menyedot dana yang besar dengan keterlibatan publik yang besar juga.
Ketiga, adanya aturan-aturan khusus menyangkut partai politik, sehingga berkaitan dengan
keuangan partai politik. Selain itu masih ada beberapa perbedaan antara partai politik dengan
organisasi nirlaba antara lain sumbangan yang diterima dibatasi jumlahnya, wajib melaporkan
daftar nama penyumbang, hasil kegiatan berupa kekuasaan politik, dan Akuntabilitasnya
berupa bersih dari politik uang, kepatuhan hukum, janji politik kepada konstituen.
Mengenai perbedaan karakteristik ini tidak bisa dibantah lagi, yang menjadi persoalan kemudian
apakah dengan perbedaan ini diperlukan sebuah standar khusus untuk partai politik. Mengenai hal ini terdapat
tiga pendapat. Pertama mengatakan PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik,
karena secara umum karakteristik antara organisasi nirlaba dengan partai politik adalah sama. Pendapat ini juga
menyatakan bahwa yang dibutuhkan hanya sebatas pedoman pembuatan laporan keuangan berdasarkan aturan
perundang-undangan yang ada untuk melengkapi penggunaan PSAK 45 sebagai standar.
Pendapat kedua menyatakan tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan khusus
partai politik tetapi yang diperlukan adalah modifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi unsur
transparansi dan akuntabilitas yang disyaratkan oleh undang-undang. Modifikasi ini tentunya
juga harus diikuti dengan pedoman pencatatan dan pembuatan laporan keuangan. Sedangkan
pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik.
Seperti telah dijelaskan, dasar pendapat ketiga ini adalah perbedaan karakteristik yang sangat
spesifik antara organisasi nirlaba pada umumnya dengan partai politik.
Apa yang dilakukan oleh IAI saat ini adalah menggunakan PSAK 45 sebagai standar
akuntansi keuangan partai politik dan menambahkannya dengan panduan audit partai politik
dan dana kampanye. Panduan audit ini diharapkan mampu menjawab tuntutan masyarakat
terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik, dimana partai politik adalah
institusi publik yang tentunya harus mempertanggungjawabkan kegiatannya khususnya
menyangkut masalah keuangan kepada publik.
Panduan audit yang dibuat oleh IAI juga merupakan bagian dari amanah UU No 31
Tahun 2002 tentang partai politik yang mensyaratkan laporan keuangan partai politik,
termasuk dana kampanye harus diaudit oleh kantor akuntan publik sebelum disampaikan
kepada KPU. Panduan ini diharapkan dapat melengkapi PSAK 45 sebagai sebuah standar
pelaporan keuangan, agar tidak ada interpretasi yang salah atau tidak adanya interpretasi yang
sama antar kantor akuntan publik dalam mengaudit laporan keuangan partai politik.
Interpretasi yang sama antar kantor akuntan publik ini penting mengingat PSAK 45
tidak sepenuhnya dapat menjelaskan karakteristik partai politik sebagai organisasi nirlaba.
Dengan Interpretasi yang sama ini diharapkan baik kantor akuntan publik besar maupun kecil
dapat melakukan audit sesuai dengan standar yang berlaku.
Panduan audit laporan keuangan partai politik ini juga dimaksudkan untuk membantu
auditor independen dalam mengaudit laporan keuangan partai politik, termasuk anggota DPD
dan calon pasangan capres. Pentingnya pedoman ini agar hasil audit nantinya dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau mendekati kebenaran potret keuangan.
Karena bagaimanapun kredibilitas kantor akuntan publik ditentukan oleh kualitas jasa yang
diberikannya. Namun sayangnya pedoman audit yang dibuat IAI belum mampu untuk
menjawab tuntutan masyarakat menyangkut transparansi dan keuangan partai politik. Kasus
penerimaan dana dari pemerintah oleh partai politik dan pasangan capres/cawapres melalui
dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi buktinya.
2.3. Audit atas Laporan Keuangan Partai
Beberapa jenis audit yang akan dilakukan terhadap laporan keuangan partai politik
adalah sebagai berikut:
Audit atas Laporan Keuangan Tahunan
Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor independen
yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik melakukan seleksi dan
penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam menentukan KAP, partai
politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan
terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai dapat melakukan konsultasi kepada
asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata
cara dan validitas KAP. Dalam setiap audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan lAPI. Dalam setiap audit KAP dengan partai politik harus
dilengkapi dengan perikatan/kontrak yang mengatur tentang audit tersebut. KAP akan
menyediakan proposal perikatan sekaligus dapat digunakan sebagai perikatan/kontrak.
Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan serangkaian prosedur yang
diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi dokumen dan catatan, pengujian fisik, dan
konfirmasi kepada pihak ketiga serta surat representasi dari partai politik. Pekerjaan KAP
dituangkan dalam kertas pemeriksaan dimana kertas kerja tersebut akan disimpan KAP.
Produk dari audit oleh KAP adalah laporan auditor independen yang memuat pendapat
auditor atas laporan keuangan yang disajikan oleh partai politik. Partai politik dapat meminta
KAP untuk melakukan jenis audit lain yang relevan yang diperlukan oleh partai politik terkait
dengan pelaporan keuangan.
Audit atas laporan pertanggungjawaban dana bantuan keuangan partai politik
dari pemerintah
Audit atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan pemerintah dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehubungan dengan bantuan yang diterima merupakan
lingkup keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah untuk menilai kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi
penggunaan dana bantuan. Audit oleh BPK dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yaitu suatu standar pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK yang
harus dijalankan dan ditaati oleh setiap pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk
audit laporan ini, BPK harus menjalankan audit berdasarkan SPKN.
Dua hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit laporan
pertanggungjawaban dana bantuan partai politik adalah penggunaan dana bantuan yang tidak
sesuai ketentuan dan tidak adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah
Beberapa contoh temuan BPK atas penggunaan dana bantuan partai politik yang tidak
sesuai ketentuan adalah sebagai berikut:
Pembayaran honorarium (berdasarkan peraturan terbaru yaitu Permendagri no. 24
tahun 2009 sudah tidak ada lagi alokasi biaya untuk honorarium/gajistaf)
Pembebanan biaya kunjungan musibah anggota partai politik yang sakit pada biaya
perjalanan dinas
Pembebanan biaya sewa gedung pada biaya pemeliharaan
Pembebanan biaya sewa hotel dalam rangka musyawarah cabang luar biasa pada
biaya administrasi umum
Pembebanan biaya angsuran kendaraan bermotor
Audit atas Laporan Dana Kampanye
Laporan dana kampanye partai politik pada saat kampanye pemilu legislative
dilakukan audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU. Audit oleh KAP terhadap laporan dana
kampanye dilakukan dengan menggunakan metode audit prosedur disepakati (audit upon
procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP tidak memberikan suatu opini atas penyajian laporan
dana kampanye, melainkan KAP menjalankan prosedur yang sudah ditentukan oleh KPU
kemudian melaporkan hasil pelaksanaan prosedur kepada KPU. Kesimpulan dan tindak lanjut
hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur audit didasarkan kepada Peraturan KPU
terkait.
2.4. Persiapan menghadapai proses Audit
Dalam setiap proses audit yang dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh BPK maka
beberapa hal yang perlu disiapkan adalah:
Kelengkapan laporan keuangan
Laporan keuangan atau laporan lainnya harus sudah tersedia dan disiapkan sendiri
oleh partai politik. KAP tidak bertugas untuk menyiapkan laporan keuangan atau jenis
laporan lainnya, karena laporan keuangan adalah tanggung jawab partai politik. Tanggung
jawab KAP atau BPK adalah melakukan audit berdasarkan standar auditnya masing-masing.
Kelemahan utama partai politik adalah laporan keuangan belumsiap pada saat diaudit akibat
dari pengendalian internal yang tidak baik.
Tersedianya tenaga pendamping
Perlu tenaga pendamping bagi audit oleh KAP atau BPK. Tenaga pendamping
tersebut bertugas membantu proses pemeriksaan dan sebagai jembatan komunikasi antara
partai dengan auditor. Tenaga pendamping dapat merupakan personel yang berbeda dari staf
akuntansi.
Tersedianya ruangan/tempat bagi staf auditor
Karena auditor memerlukan pemeriksaan dokumen maka sebaiknya partai
menyediakan suatu ruangan khusus bagi auditor sehingga dokumen tidak dibawa keluar
kantor partai.
Tersedianya surat penugasan dari KAPatau BPK
Dalam setiap penugasan staf auditor harus di lengkapi dengan surat tugas dari kantor
masing-masing KAP atau BPK untuk memasti kan bahwa personel yang ditugaskan adalah
benar. Penugasan dipimpin oleh partner akuntan publik dari KAP atau pejabat tertentu dari
BPK. Partner akuntan publik dari KAP merupakan personel yang memegang ijin Akuntan
Publik dari Pemerintah. Memberikan penjelasan/ keterangan yang relevan dalam setiap
pertanyaan yang diajukan auditor.
Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan dari auditor.
Menyediakan dokumen-dokumen yang relevan dengan partai politik dan dokumen
keuangan seperti catatan akuntansi, bukti transaksi, kontrak-kontrak, dokumen
ketenagakerjaan, rekening Koran, akta pendirian partai dan pengesahan oleh
pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
Memastikan keamanan dan kerahasiaan dokumen pada saat proses audit yaitu dengan
meminta KAP atau BPK menandatangani formulir kesepakatan kerahasiaan.
Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur mengenai kerahasiaan namun lebih baik
jika partai membuat kesepakatan ini.
CONTOH KASUS
Masalah Akuntabilitas Keuangan Partai Politik yang
Ditemukan
Sumber : Transparency International Indonesia : 2008
Masalah terbesar dari partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 1999, terutama
partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan kegiatan kampanye Pemilu, termasuk biaya
untuk calon anggota legislatif (caleg). Karena kesulitan ini maka banyak sekali caleg dari
berbagai partai politik yang membiayai sendiri kampanyenya. Selain itu, ada beberapa partai
yang mensyaratkan anggotanya yang ingin menjadi caleg untuk mengumpulkan uang dengan
jumlah minimum agar dimasukkan sebagai caleg. Dana-dana ini tidak dilaporkan kepada
bendahara partai sehingga tidak tercatat dalam catatan penerimaan dana.
Masalah lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang dilaporkan
kepada KPU tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak cukup mewakili kegiatan
partai tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh auditor public adalah hanya DPPnya saja,
sedangkan cabang dan ranting tidak diaudit. Padahal ada banyak dana yang beredar di
cabang, di ranting ataupun di caleg yang tidak dikelola oleh bendahara DPP, yang berarti
dana-dana tersebut tidak tercatat sebagai pemasukan oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan
tidak dilaporkan ke publik. Lubang ini dipakai oleh partai untuk mengatasi batasan jumlah
dana yang dapat diberikan oleh individu dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak sumbangan yang diberikan secara spontan
oleh para pendukung partai politik baik dalam bentuk natura ataupun tunai. Sumbangan ini
ada yang diberikan dalam bentuk menyediakan berbagai fasilitas, dukungan kampanye, atau
pengeluaran uang tunai yang dikelola sendiri, dan sebagainya. Fasilitas yang disediakan
misalnya transportasi, untuk mengangkut masa pada saat rapat akbar atau untuk calon
legislatif dan presiden. Laporan sumbangan natura ini dilaporkan dengan sangat tidak
memadai bahkan ada yang tidak melaporkan sama sekali.
Beberapa contoh misalnya soal transportasi calon presiden. Hampir semua kandidat
presiden partai-partai besar melakukan perjalanan kampanyenya dengan memakai helikopter.
Kemudian dalam kendaraan sehari-hari memakai mobil mewah, yang tiba-tiba saja muncul
dan dipakai oleh si kandidat padahal publik tahu bahwa mobil itu bukanlah kepunyaan sang
kandidat. Tetapi dalam laporan keuangan, publik tidak dapat melihat secara jelas pos
pengeluaran untuk membayar helicopter dan mobil mewah ini, padahal biayanya pasti sangat
besar. Golkar misalnya hanya melaporkan biaya perjalanan kampanye hanya sebesar Rp
461.933.120. Angka ini tentu tidak mewakili perjalanan petinggi-petinggi dan caleg-caleg
serta calon presiden Golkar yang sangat ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan adalah biayabiaya rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan massa dalam bentuk
pengangkutan (bus atau truk), membayar artis (penyanyi, pelawak, band, dan sebagainya),
panggung, dan sebagainya. Selain itu, dana pembuatan bendera, poster, spanduk, dan iklan,
hanya sedikit yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kalau dilihat dari intensifnya dan
ekstensifnya penyebaran informasi dari partai-partai besar, maka dana tersebut secara logika
awam pasti jauh lebih besar dari yang dilaporkan, tetapi yang muncul dalam laporan
keuangan kampanye jauh lebih sedikit.
Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini Golkar, sangat sulit untuk menemukan dan
membedakan mana biaya yang ditanggung rakyat yang dipakai pejabat pemerintah untuk
kampanye Golkar. Biaya perjalanan presiden, menteri, dan pejabat di bawahnya walaupun
secara teori mereka sudah tidak boleh lagi berkampanye, namun tetap dapat melakukan
pertemuan untuk kepentingan Golkar dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit
untuk mencegah dipakainya dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif.
Kasus dana JPS yang disalurkan lewat partai politik yang berkuasa pada saat itu, yakni
Golkar, jelas-jelas telah melanggar etika dan aturan main kampanye, tetapi sangat sulit untuk
dideteksi.
Banyak penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas. Bahkan
menurut para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-kata "Hamba Allah"
dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk
memberikan sumbangan melewati batas maksimum yang diizinkan undang-undang dengan
memberikan sumbangan lebih dari satu kali dengan nama Hamba Allah tersebut. Tentu
petinggi partai tahu siapa yang memberikan sumbangan ini.
Ada pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan individu,
namun pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan untuk berapa lama.
Dugaan kami ini hanya digunakan sebagai taktik untuk menghindari batas maksimum
sumbangan individu.
Tidak ada partai yang melaporkan dana kampanyenya lebih dari batas maksimum
dana kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110 milyar. Partai-partai kecil pada
umumnya
hanya melaporkan penggunaan keuangan dari jumlah dana kampanye yang diterima dari
pemerintah yaitu sebesar Rp 150 juta saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak
berhasil menggalang dana dari publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan bahwa
kewajiban mereka membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang mereka terima dari
pemerintah saja.
Hampir semua auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak dapat
mengeluarkan opini mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta kampanye Pemilu.
Hal ini disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai catatan keuangan yang memadai
dan memenuhi standar akuntansi yang dipakai umum, terutama di kantor-kantor cabang dan
ranting. Pencatatan yang baik hanya ada di bendahara DPP. Ini merupakan kelemahan tetapi
dapat pula dipakai sebagai taktik untuk menghindar dari batasan-batasan yang disebutkan di
atas.
Partai politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar, sebagaimana yang
disampaikan ke MA dan KPU, karena:
Didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan laporan
keuangan (dengan kata lain didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik
menyampaikan laporan keuangan sesuai standar).
Standar akuntansi yang ada tidak cukup menjadi pedoman bagi partai politik.
Secaragarisbesarauditinvestigasimengandung4aspek
1.Permasalahanyangdiperiksa
2.Criteriaperaturanperundangundangandanketentuanlainyangberlaku
3.Pengumpulanbuktisesuaiketentuanhukum
4.Pelaporan
Secaraumumtidakadaperbedaanmendasarantaraauditforensicdenganauditinvestiga
si,kecualibeberapabagianyangdapatmembedakankeduanya.
Perbedaannyaadalah,dasarkewenanganauditinvetigasiadapadaorganisasi/lembaga/
unitaudit,misalnyaauditinternal,dewankomisaris/komiteaudit,
atauketentuanlainyangdapatmenjadidasarpemeriksaan.
SedangkandasarkewenanganpadaauditforensicadalahKUHAP,
yaknijikapenyidikmenganggapperlumintabantuanpendapatahli(dalamhal
iniauditor)
Misalnyauntukmenghitungkerugianyangterjadi,menjadisaksiahli,dansebagainya.
Dengandemikianpadaauditforensic,tanggungjawabadapadaindividuauditoryangb
ersangkutan,yangdalamhalinibertindaksebagaisaksiahli.
Yangdipahamidisinibahwaperanauditorialahsebagaisaksiahli(yangmelakukanpen
yelidikan)
bukanpenyidikyangmempunyaikewenanganuntukmenyampaikantuntutanhukum.
Secaralebihrinci,perbedaan
perbedaanantaraauditinvestigasidenganauditforensicdapatdi
lihatdariberbagaiaspeksebagaiberikut:
1.Tanggungjawabpelaksanaan
Tanggungjawabauditinvestigasiadapadaunitaudit,sedangkan
padaauditforensicadapadapribadiauditor.
2.Tujuanaudit
Tujuanauditinvestigasiialahmenindaklanjutiindikasi/temuan
kecuranganpadaauditsebelumnya,atauuntukmembuktikan
kebenaranbrdasarkanpengaduan.Sedangkanauditforensic
bertujuanmembantupenyidikdalampencarianbuktibukti
dalamsuatukegiatanhukum.
3.Prosedurdanteknik
Prosedurdanteknikauditinvestigasimengacupadastandaraudit,
sedangkanauditforensicmengacustandarauditdan
kewenanganpenyidik.Dengandemikianauditordapat
menggunakanprosedur/teknikaudityanglebihluas.
4.Perencanaandanpelaksanaan
Dalammerencanakan/
melaksanakanauditinvestigasiauditormenggunakanskepticprofeionalismedanazaspra
dugatakbersalah(bahkanpendekatankemitraan).
Dalamauditforensicpenyidiktelahmemperolehbuktiawalbahwatersangkatelahmelak
ukanperbuatanmelawanhukum.
5.TimpelaksanadanpersyaratanAuditor
Timauditinvestigasisebaiknyaadalahtimyangmengauditsebelumnya,palingtidaksalah
satuauditornya.
Sedangkandalamauditforensicauditortersebutakanmenjadisaksiahlidisidingpenga
dilan.
6.Pelaporan
Laporanauditinvestigasimenetapkansiapayangterlibatataubertanggungjawab,
danditandatanganikepalaunitaudit(satuanpengawasintern).
Dalamlaporanauditforensicauditorberkewajibanmembuatmenandatanganiketerangan
ahliatasnamaauditor.
InstrumenaudityangdigunakanmenurutCarl.Bonass
(seminaronFraudandForensicInvestigation,ArthurAndersen,Januari,2001)
meliputiinspeksi,observasi,inquiri,konfirmasi,wawancara,rekonsiliasi,
penghitunganulang,pemeriksaankeauthentikan,penelusuran,danproseduranalisis.
Analisisforensicyangdapatdilakukan,antaralain:
Analisisbuktibuktidokumen(Analysisofdocumentation)
Analisisdata/laporancomputer(Analysisofcomputerdata/information)
Analisisbuktilisan(Analysisoforalevidence)
Analisisdatacatatanakuntansi(Analysisoffinancialrecords)
Identifikasihalhaltertentuatauanomalyanomalyyang
perludianalisislebihlanjut(Identificationofdiscrepanciesoranomaliesintheevidence)
Identifikasipolahubunganantarakejadian/fakta/bukti(Identificationofpatternsand/
orlinksofevents,facts,evidence)
Penyiapanlaporanhasilaudit(Preparationofreportsofthefindings)
TANGGUNGJAWABAUDITORDETEKSIFRAUD
Fraudauditingadalahmerupakanprosesaudityangmemfokuskanpadakeanehan/
keganjilan(sesuatuyangnampaknyadiluarkebiasaankemudianmenelusuridanmendala
mitransaksiuntukmerekonstruksibagaimanaterjadinyadanapayangmengikutitransa
ksitersebut.
Dalamfraudauditprosesuntukpengumpulanbuktiauditlebihfocuspadaapakahfraud
memangterjadidanjikamakaauditmengarahpadapengumpulanbukti
buktiuntukmengetahuidanmembuktikansiapasiapapelakunya(yangterlibat)
,bagaimanafraudituterjadi(modusoperandinya),dimanafraudterjadi,
kapanterjadinya,hukumapayangdilanggar,berapakerugianyangdiakibatkannya,
siapayangdirugikan/diuntungkan,danhalhallainyangberkaitandenganbukti
buktiinvestigasi.
Sebetulnyaperanpentingfraudauditoradalahpreventingfraud(mencegah),detectingfra
ud(mendeteksi),daninvestigatingfraud(investigasi)
.Dalamperkembangannyainvestigasimenjadicabangtersendiri.
AUDITECOMMERCE
Bidangauditterhadapecommercemerupakankegiatanjasayangbarubagiparaaudito
r.
Menurutbeberapahasilpenelitian,kekhawatiranmasyarakatterhadapresikoebusiness/
ecommerceditekankanbeberapahal,yaitu:perlunyapengungkapanpraktekbisnis,
perlukeyakinanataskeandalantransaksi,danperlindunganatasinformasi.
Auditterhadapecommercemerupakanbidangyangspesifik,
karenaberbedadenganauditteknologiinformasilainyangbersifatbackofficesystem
.Ecommercebersifatfrontofficesystem.Yangdimaksudbackofficesystem
adalahsystemkomputerisasiadalahdukungancomputeratauteknologiinformasidalam
pengolahandata,jaditidakterkaitlangsungdenganlayanankegiatantransaksi.
Sedangkanfront
officesystemadalahsystemberbasisteknologiinformasiyanglangsungberkaitandenga
ntransactionprocessing,ataulayanankepihaklainataupelanggan/masyarakat.
Dalamebusiness/ecommerceterjaditransaksiantaraindividu
individuyangtidaksalingmengenal(jumpadiduniamaya).Apayangdi
tampilkanolehsuatuwebsitedapatmenyesatkan
.ApakahbisnisiniLegal,apakahkonsumenyakinpermintaannya
akandipenuhiolehpenanggungjawabwebsite,apakahdapatmenukarkanbarangbilater
nyatabarangtidaksesuaipesanan,apakahadagaransi,kapanjangkawaktupengiriman,
bagaimanalayananpurnajual,danlainlain.Hal
halperludiketahuisehinggaperludiungkapkebiasaanberbisnisentitastersebut.
Dalamtransaksisecaraelektronisyangtanpapengawasanmemadaisangatlahmudahunt
ukmerubah,menghilangkan,ataumenggandakantransaksi.Hallainyang
pentingadalahperlindungandankeamananatasinformasipribadiyangdimasukkanke
dalamwebsitetersebut.Apajadinyajikalauinformasiitusampaijatuhke
tanganyangtidakbertanggungjawab.Selaindariitu,bidang
bidangataukawasanyangrawanadalahancamanhackers,crackers,danviruses.
WEBTRUST
Sebagaijawabanataspermasalahantersebut,makadikembangkansuatuprogramyangd
isebutwebtrust.Webtrustadalahprogramyangmemberikanjaminanmenyeluruhterhada
pbisnisyangberbasisebisiness/e
commercedenganmembangunkepercayaandankeandalanwebsitetersebut.
ProgramwebtrustdikembangkanAICPAdanCICAsejak1997danhinggakinididukung
olehorganisasiprofesiakuntandibanyakNegara.
Webtrustdikembangkandengantujuanuntukmengurangikelemahanyangadapadasyst
emebusiness/ecommercedenganassurancestandard.Standariniterdiri
daritujuhpokokpenting:onlineprivacy,businesspracticesandtransactionintegrity,
security,nonrepudiation,confidentiality,availability,dancustomizeddisclousures.
Secaraterincike7assurancestandardtersebutdapatdiuraikanberikut:
1.OnlinePrivacy
Situswebsiteperlumengungkapkantentangprinsipkerahasiaandalammelakukantransa
ksi.
Sebagaikonsekeunsinyasitusharusmelakukancontrolsecaraefektifterhadapkerahasiaa
ninformasi.
Perusahaanpenanggungjawabsitusharusmengungkapkanbagaimanainformasidiperoleh,
digunakan,bagaimanacookiedigunakan,dansebagainya.
2.BusinesspracticesandtransactionIntegrity
Dalamprosespengolahantransaksi,
situsharusmemprosestransaksisecaralengkap,akuratdansesuaidenganinformasiyang
disajikan.Situsharusjugabertanggungjawabatasmutubarang/
jasayangakandiberikankekonsumensesuaidenganyangtelahditampilkan,waktupengi
riman,pembayaran,purnajual,aturantentangpembatalanatauretur,dansebagainya.
3.Security
Penanggungjawabsitusharusmelakukanpengamananyangketat
(misalnyadenganenskripsidata),menjagadatadariseranganvirus,membuat
prosedurpenanganandatadanperbaikannyajikaterjadikerusakan,danbackup,
menghindaripenyalahgunaanataupemakaianinformasiolehpihakyangtakberwenang.
4.NonRepudiation
Situsharusmengungkapkansystemnonrepudiationnya,
apakahsudahmelakukanpemeliharaandanpengawasanbukti
buktitransaksisecarabaik.Buktibuktimungkindiperlukandi
kemudianhariuntukmembuktikanadatransaksisecaraelektronis.
5.Confidentiality
Situsharusmengungkapkankerahasiaandalamtransksi,
melakukancontrolsecaraterusmenerus,
menghindariaksesdataolehpihaktidakberwenang,
dandapatmenunjukkanbahwaproseduryangdirancangnyasudahmemadai.
6.Availability
Situsharusmenjaminsystemdandatatelahsesuaidenganyangdiungkapkan,
harusterdapatketentuanmengenaitermandconditionyangsesuaisecaralegaldankontr
aktual,tersediaproseduryangdiambiljikaterjadibencana,
dantersedianyahardwaresertasoftwareyangterujikeandalannya.
7.Customizeddisclosure
Situsharusmengungkapkanhalhalkhususyangadapadanya.
Jadidengandemikiancriteriapengamanantransaksiyangdiperlukanpadasuatu
systemebusiness/ecommercemencakup:
a.KriteriaNonrepudiation
Buktiyangdapatdiaksesdandigunakanjikaterjadiklaimatastransaksi
Proseduruntukmengidentifikasidanmembuktikankeaslianpengguna
Kontrolterhadapbuktipersetujuanpihaklaindalamtransaksionline
Perlindungandaripihakpihakyangtidakberkepentingan
Identifikasisiapayangbertanggungjawabjikaterjadikesalahandalamtransaksi.
b.KriteriaSecurity
Kebijakankeamanandiungkapkandantelahterbuktiteruji
Akseskedalamsystemdibatasihanyauntukpenggunayangberwenang
Prosedurdanrencanaperbaikantelahdisiapkandandapatbekerjadenganbaik
Penggunaanteknologipengacakan(encryptiontechnology)
Tersedianyasystembackupyangmemadai.
c.KriteriaConfidentiality
Keamanandalamperpindahan,
mengumpulkandandistribusiinformasiyangrahasiasudahmencukupi.
Adanyaprosedurdalammenanganikebocoranrahasia.
Adanyasystemcadanganataubackupyangtersimpanditempatyangaman.
d.KriteriaAvailability
Termandconditionuntukmengaksespusatdata
PeraturandanKebijaksanaanyangsesuaidenganperjanjianlegaldankontraktual.
Adanyarencanaperbaikanyangmemadaijikaterjadibencanaatauuntukmengurangig
angguan.
Adanyaperangkatkerasdanperangkatlunakyangtelahdiujikeandalannya.
e.KriteriaCustomizedDisclosure
Jumlahhitataupengunjungsitustersebutuntukperiodetertentu
Pengakuansebagaiyangter.kamiadalahsituspencariterbesardiUSA,
sepertidilaporkanoleh.
KamiadalahtokobukuonlineterbesardiUSA,hasilsurvey
Diposkan oleh Mats_Jatnika di 22.21
menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan
hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi
kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih
menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran
(ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi
forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara
mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi,
konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya
penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak
kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau,
petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data
menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar
karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang
akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan
audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan
organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization,
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti
keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
2.4 Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya
pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan
hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang
tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis
dan terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari
wilayah garapan atau probing yang terdiri dari:
tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977.
Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek
pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia.
2.7 Kualitas akuntan forensik
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick
Lindquist Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang
akuntan forensik?
Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain
menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan
interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang
normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur
walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau
informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia
nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti
betul kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana
transaksi di catat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan,
sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang
dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu
memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada
di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis
yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat
dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar
dan sulit diatasi. Apabila anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan
perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat mengakibatkan risiko
finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi
forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres
dalam analisa atau data-data yang disajikan.
Gambaran Akuntansi Forensik
Audit forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit
forensik lebih tepat digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang
hukum. Sementara hasil audit dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam
proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam
penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan
hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan
akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana yang
bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.
Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam
pengumpulan bukti audit seorang auditor forensik harus memahami
masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat
diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar
hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena
itu, Prosedur audit harus sesuai dengan standar profesi, sekaligus hukum
pidana, perdata, atau produk hukum lainnya. Beban pembuktian dalam
kasus fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui keraguan
yang layak.
Seorang auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping
keahlian teknis, seorang auditor forensik yang sukses mempunyai
kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair,
tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta
itu secara akurat dan lengkap. Teknik wawancara, pengujian laporan
keuangan, pengumpulan bukti, pemahaman peraturan dan perundangundangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang diperlukan
selama tidak melanggar kode etik auditor dan undang-undang. Inilah yang
disebut kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki kemampuan
investigatif layaknya detektif ataupun penyidik, tentu saja harus tetap
dalam koridor keuangan dan laporan keuangan. Auditor forensik adalah
gabungan kemampuan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan
investigator.
2.8 Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih
mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau
korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik
Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak
melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang
tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa yang
bersangkutan melakukan tindak kecurangan.
Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud).
Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh
hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif,
seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau
tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi.
Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak yang terkait
dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya.
A.
Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta &
proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentative kerugian keuangan, penetapan tentative
penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.
B.
C.
Pelaksanaan
D.
Pelaporan
Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat: unsurunsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat
penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum,
pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan
bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum.
Khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa
kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya sbb: penyusunan konsep awal laporan, presentasi
hasil pemeriksaan investigatif di BPK, melengkapibukti-bukti terakhir, finalisasi laporan, dan
penggandaan laporan
E.
Tindak Lanjut
Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan
organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian
laporan hasil Audit Investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada
tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim Audit
Investigatif dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.