Anda di halaman 1dari 48

Oleh Imam Syafii

I. Beberapa Perbedaan antara Audit Investigasi dengan Audit Forensik


- Dasar pelaksanaan audit investigasi antara lain: kewenangan yang ada pada lembaga audit, satuan
pengawas, permintaan dari DPR, dewan komisaris atau manajer suatu perusahaan, atau ketentuan
lain sebagai dasar pelaksanaan. Sedangkan dasar audit forensik ialah pasal 120 ayat (1) KUHAP.
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat ahli atau orang yang memiliki
keahlian khusus.
Permintaan penyidik dapat dikelompokkan dua hal, yaitu:
(1) Permintaan menghitung kerugian negara, yang dilakukan oleh auditor untuk membuat keterangan
ahli dan sebagai bukti kesaksian di sidang pengadilan; (2) Permintaan untuk menjadi saksi ahli di
mana auditor tidak diminta untuk menghitung kerugian negara, melainkan hanya diminta pendapat
sebagai seorang yang ahli dalam bidang keuangan dan akuntansi serta mengetahui tentang korupsi.
- Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi adalah pada lembaga audit atau satuan pengawas,
sedangkan audit forensik berada pada pribadi auditor. Apabila keterangan yang diberikan kepada
penyidik atau keterangan di sidang pengadilan palsu, auditor akan dikenai sanksi.
- Tujuan audit investigasi adalah mengadakan audit lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta
melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari
masyarakat. Sedangkan audit
forensik bertujuan membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana khusus yang sedang
dihadapi penyidik, serta mengumpulkan bukti-bukti dokumenter/surat untuk mendukung dakwaan
jaksa.
- Prosedur dan teknik audit investigasi mengacu pada standar auditing serta disesuaikan dengan
keadaan yang dihadapi. Sedangkan audit forensik mengacu pada standar auditing dan kewenangan
penyidik, dengan demikian, auditor dapat menggunakan prosedur yang lebih luas.
- Dalam merencanakan dan melaksanakan audit investigasi, auditor menggunakan skeptic
profesionalisme serta menerapkan azas praduga tak bersalah. Sedangkan untuk audit forensik, dari
hasil penyelidikan/penyidikan,
penyidik telah memperoleh bukti awal bahwa tersangkanya telah melakukan perbuatan melawan
hukum.
- Tim yang melaksanakan audit investigasi sebaiknya oleh tim atau minimal salah satu auditor yang
telah mengembangkan temuan audit sebelumnya. Tim audit baru dapat dibentuk apabila sumber
informasi berasal dari informasi
dan pengaduan masyarakat. Sedangkan dalam audit forensik dapat dibentuk tim audit baru, dalam
hal demikian, lebih baik dipilih auditor yang pernah melaksanakan tugas bantuan tenaga ahli untuk
kasus yang sama atau hampir sama. Selanjutnya, salah satu dari tim audit harus bersedia menjadi
saksi ahli di sidang pengadilan.
- Untuk persyaratan tim audit investigasi, auditor sebaiknya yang menguasai masalah akuntansi dan
auditing, serta mengetahui beberapa ketentuan hukum perundang-undangan. Sedangkan audit
forensik, auditor harus memahami masalah akuntansi dan auditing, karena belum tentu obyek yang
diperiksa telah menyelenggarakan akuntansi sesuai prinsip yang lazim, serta mengetahui sedikit
tentang hukum.
- Laporan hasil audit untuk audit investigasi menetapkan siapa yang terlibat atau bertanggung jawab,
dan ditandatangani oleh kepala lembaga/satuan audit. Sedangkan untuk laporan hasil audit forensik
aditor berkewajiban membuat dan menandatangani keterangan ahli atas nama auditor. Salah satu
auditor di BAP sebagai saksi ahli di sidang pengadilan. Dalam hai ini wewenang penyidik adalah

menetapkan siapa yang telah melakukan peristiwa pidana


sebagaimana pasal 55 dan 56 KUHP.
Audit investigasi dan audit forensik termasuk audit ketaatan, namun dalam praktek, ketentuan yang
harus ditaati sangat luas, terutama menyangkut kebijakan manajemen, hukum formal maupun hukum
material dan lain-lain.
Audit investigasi dan forensik merupakan audit yang bertujuan untuk menemukan kecurangan.
Kecurangan yang sering dijumpai dalam praktek di Indonesia antara lain:
- Kecurangan yang merugikan perusahaan swasta, baik dilakukan manajemen maupun karyawan
yang berupa pencurian, penggelapan, pemalsuan dan lain-lain.
Apabila hal tersebut terjadi pada BUMN/BUMD yang menggunakan modal dan kelonggaran dari
negara dan masyarakat, maka tindak pidana tersebut termasuk tindak pidana korupsi.
- Kecurangan yang menguntungkan perusahaan, seperti mark up laporan keuangan yang dipakai
untuk mengajukan kredit bank agar memperoleh kredit dalam jumlah besar, atau memanipulasi
pencatatan agar sedikit mungkin membayar pajak ke negara, manipulasi dalam penjualan yang
menguntungkan perusahaan sendiri, dan melanggar ketentuan pemerintah dalam operasi bisnisnya.
- Kecurangan yang dilakukan manajemen dengan melakukan mark up laporan keuangan yang
tujuannya agar manajemen kelihatan berhasil, perusahaan memperoleh laba sehingga manajemen
dipertahankan oleh RUPS atau agar mendapatkan tantiem yang besar.
- Kecurangan yang terjadi pada instansi pemerintah atau BUMN/BUMD pada umumnya pasti
merugikan negara.
II. Memahami Ketentuan Hukum Berkaitan dengan Audit Investigasi dan Audit Forensik.
- Dalam Kode etik Akuntan Indonesia dikemukakan bahwa setiap anggota harus selalu
mempertahankan nama baik profesi dan menjunjung tinggi peraturan dan etika profesi serta hukum di
mana ia melaksanakan kerjanya.
- Setiap anggota harus menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikannya atau tidak
sesuai dengan keahlian profesionalnya.
- Penjelasan pasal 159 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa menjadi saksi adalah satu kewajiban
setiap orang.
- Pasal 120 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
- Pasal 224 KUHP berkaitan dengan sanksi bagi siapa yang menolak menjadi saksi.
- Pasal 187 butir c KUHAP, yaitu keterangan ahli termasuk bukti surat
- Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No. 24 Prp Th. 1960 berhubungan dengan kewajiban memberi
keterangan menurut pengetahuannya masing-masing
- sebagai saksi, termasuk akuntan.
- Pasal 274 ayat (1) dan (3) RIB mengatur mengenai orang-orang yang tidak didengar sebagai saksi
seperti keluarga sedarah, suami, dan isteri.
- Pasal 7 ayat (1) dan pasal 22 UU No.3/1971 berkaitan dengan kewajiban memberi keterangan
kepada penyidik dalam kapasitas sebagai saksi.
- Pasal 35 UU No. 31/1999 berkaitan dengan pengecualian kewajiban sebagai saksi.
- Tanggung jawab administrasi pegawai negeri, PP 30/1980 dan pasal 89 Keppres 16/1994.
- Tanggung jawab keuangan pegawai negeri, Pasal 55, 74, 77 ICW dan 1365 KUPDt.
- Tanggung jawab pidana korupsi pegawai negeri, pasal 1 ayat (1) butir a, b, c, e beserta
penjelasannya dan ayat (2) UU No. 3/1971.
- Tanggung jawab pidana umum beberapa pasal di KUHP: 209, 210, 418, 419, 420 (delik penyuapan),
415, 416, 417 (delik penggelapan), 423, 425 (delik kerakusan), 387, 388, 435 (delik pemborongan,
leveransir dan rekanan).
- PRT/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi.
- Ketentuan mengenai tuntutan ganti rugi dan perbendaharaan.
- Beberapa pasal KUHPdt yang perlu diketahui auditor karena sering dijumpai dalam praktek, seperti
pasal: 1359, 1360, 1361, 1362, 1963, 1964, dan 1965.
Masalah hukum di suatu negara mungkin berbeda dengan negara lain, terutama mengenai hukum
yang berhubungan dengan tindak pidana. Pelaku tindak pidana sesuai KUHP diatur dalam pasal 55

dan 56. Dengan memperhatikan pasal tersebut diharapkan auditor lebih berhati-hati. Pasal 39 ayat
(2) Keppres No. 16/1994 dinyatakan: Barang siapa menandatangani dan atau mengesahkan suatu
bukti yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh hak dan atau pembayaran dari negara
bertanggung jawab atas kebenaran dan sahnya surat bukti surat tersebut. Ketentuan tersebut
menjadi bertentangan dengan tuntutan ganti rugi berdasarkan tanggung jawab renteng. Sebagai
contoh, ketika atasan menyuruh bawahannya bertindak menyalahi penggunaan anggaran, maka
orang pertama yang terlibat secara formal adalah orang yang menandatangani, misalnya seorang
petugas telah menandatangani berita acara penerimaan barang.
III. Pelaksanaan Bantuan Tenaga Ahli
Kasus yang ditangani penyidik pada umumnya kasus hasil penyelidikan polisi atau jaksa, namun ada
juga yang berasal dari laporan lembaga audit yang menyatakan adanya indikasi tindak pidana
korupsi.
Apabila lembaga audit menerima surat dari kepolisian atau kejaksaan yang isinya meminta bantuan
tenaga ahli untuk menghitung kerugian negara, maka lembaga audit menunjuk tim yang akan
melaksanakan bantuan.
1. Penunjukan tim audit untuk melaksanakan penelitian awal
Untuk kasus yang berasal dari lembaga audit, sebaiknya dilakukan oleh tim atau salah satu anggota
tim yang pernah melaksanakan audit investigasi untuk kasus terkait. Sedangkan untuk kasus yang
baru dan merupakan hasil penyilidikan jaksa atau polisi, tim dipilih terutama mereka yang pernah
melaksanakan bantuan kepada penyidik untuk kasus yang relatif sama.
Tim harus menguasai akuntansi, auditing, dan sedikit mengetahui hukum dan perundang-undangan.
2. Penelitian awal terhadap kasus yang akan diaudit
Agar pekerjaan bantuan audit tersebut dapat dilaksanakan secara cepat dan tepat, sebaiknya untuk
kasus hasil penyelidikan jaksa atau polisi dapat ditempuh dua cara sebagai berikut:
- Penyidik memaparkan kasus tersebut dihadapan auditor.
- Lembaga audit menugaskan tim untuk memperoleh gambaran kasus dengan mendatangi kantor
penyidik.
Apabila alternatif kedua yang dipilih, maka dalam penelitian awal tim audit:
- Menanyakan kepada penyidik mengenai perintah penyidikan.
- Apabila dalam penanganan kasus diperlukan surat izin, misalnya kasus kredit bank, maka auditor
menanyakan apakah telah ada izin dari BI.
- Mencari tahu apakah terdakwanya ditahan atau tidak.
- Bukti-bukti surat apa saja yang telah disita.
- Auditor mempelajari BAP terdakwa dan BAP para saksi.
- Setelah memperoleh gambaran kasus yang dihadapi, selanjutnya memperkirakan bukti-bukti surat
apa saja yang masih diperlukan.
- Umumnya, pada setiap kasus terdapat perbedaan, sehingga data yang diperoleh dalam penelitian
awal juga berbeda.
3. Pembentukan tim audit
Tim yang melaksanakan audit sebaiknya yang telah terjun pada penelitian awal, namun juga tidak
harus dipaksakan. Contoh kasus yang sulit dan makan tenaga adalah manipulasi keuangan dengan
memanipulasi pencatatan, pengerjaan akuntansi tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, dan buku besar belum dibuat.
4. Pelaksanaan Audit

Dalam melaksanakan audit sebaiknya auditor memfokuskan pada pemeriksaan bukti surat. Pada
kasus tindak pidana khusus, auditor harus mengaudit suatu transaksi dari awal sampai akhir dengan
mempelajari ketentuan yang berkaitan dengan transaksi tersebut. Sebagai contoh, kasus kredit macet
non bisnis mengacu pada ketentuan berikut ini.
- UU Perbankan.
- Ketentuan kredit dari BI dan bank bersangkutan.
- Ketentuan hukum perdata.
- Ketentuan agraria apabila agunannya berupa tanah.
- UU yang berhubungan dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah.
- Ketentuan lain yang ada hubungannya dengan kasus yang diaudit.
Apabila terjadi penyimpangan dari ketentuan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum
material. Auditor harus mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Perhitungan kerugian negara harus pasti
atau minimal tidak boleh sangkaan atau digeneralisir. Apabila kerugian negara belum dapat dihitung,
sebagai contoh, agunan bank belum dijual, sebaiknya kerugian negara didasarkan pada kerugian
terhadap perekonomian negara.
5. Keterangan ahli
Apabila perkara sudah jelas permasalahannya dan telah ada persesuaian
dengan penyidik, auditor membuat keterangan ahli. Keterangan ahli ditandatangani tim audit (bukan
kepala lembaga audit). Sebaiknya, digunakan kertas polos dalam membuat keterangan ahli.
6. Auditor di-BAP
Auditor yang akan menjadi saksi ahli di siding pengadilan di-BAP oleh penyidik. Namun berdasarkan
pengalaman, justru auditor yang mempersiapkan BAP karena harus sejalan dengan keterangan ahli.
Hal demikian dapat dimaklumi karena untuk kasus tertentu yang mengetahui secara detail
permasalahannya adalah auditor. Pertanyaan dan jawaban dalam BAP dibuat sedemikian rupa,
sehingga mencerminkan BAP saksi ahli. Sebelum di-BAP, auditor disumpah terlebih dahulu.
7. Auditor menjadi saksi ahli di siding pengadilan
Seringkali ketika persidangan pada pokok perkara, status auditor sebagai saksi ahli dipermasalahkan
oleh penasehat hukum. Pertanyaan hakim dan penasehat hukum umumnya bebas, sehingga saksi
ahli sebaiknya pengetahuannya luas. Jawaban saksi ahli diupayakan tidak timbul pertanyaan baru,
dan auditor harus berusaha sedemikian rupa, sehingga tidak dapat ditarik ke masalah hukum atau
yang di luar keahlian auditor atau kasus yang menjadi kasus perdata.
IV. Audit Investigasi
1. Menerapkan azas praduga tak bersalah
Dalam audit investigasi, terutama yang didasarkan pada informasi atau pengaduan masyarakat,
auditor harus menerapkan azas praduga tak bersalah dalam merencanakan dan melaksanakan
tugasnya. Seseorang tidak boleh diperlakukan sebagai orang yang bersalah sebelum ada putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Selanjutnya, auditor tetap diperbolehkan
menerapkan sikap skeptisme profesionalismenya. Hal demikian berarti, auditor tidak boleh
menganggap manajemen sebagai orang yang tidak jujur, namun juga tidak boleh menganggap
manajemen sebagai orang yang
tidak diragukan kejujurannya. Sebaiknya auditor tidak berasumsi bahwa
pelaku salah meskipun informasi dari masyarakat sudah mempublikasikan di media massa
sedemikian rupa. Berdasarkan pengalaman, hal demikian lebih berhasil. Sebagai contoh, dalam
melakukan wawancara dengan mereka yang diduga terlibat, auditor harus berpenampilan secara
wajar dan tidak menimbulkan sikap yang dapat memberi kesan bahwa auditor hanya mencari

kesalahan. Hal demikian, selain dapat menciptakan suasana yang tidak tegang antara auditor dengan
yang diperiksa, juga dapat mempermudah memperoleh bukti atau informasi yang benar dari mereka.
Di samping itu, auditor juga harus menyadari bahwa kecurangan pada umumnya terjadi karena
persengkokolan (kolusi), sehingga asumsi bahwa yang diperiksa telah melakukan kesalahan atau
kecurangan, hanya membuat kasus sulit untuk dibongkar.
Pada waktu membuat laporan audit investigasi, azas praduga tak bersalah juga harus diterapkan.
Dalam laporan audit digunakan kata diduga, misalnya:
- Pemimpin proyek diduga telah melanggar ...
- Pemimpin proyek diduga telah melakukan kolusi.
- Pemimpin proyek diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.
2. Sumber informasi audit investigsi
Sumber informasi audit investigasi dapat berupa:
- Pengembangan temuan audit sebelumnya, seperti audit terhadap laporan keuangan dan audit
opersional.
- Adanya pengaduan dari masyarakat.
- Adanya permintaan dari dewan komisaris atau DPR untuk melakukan audit, misalnya karena
adanya dugaan manajemen/pejabat melakukan penyelewengan.
3. Penelitian awal terhadap pengaduan masyarakat
Informasi dari masyarakat belum tentu jelas atau disertai data yang akurat. Oleh karena itu,
sebaiknya diadakan penelitian awal terlebih dahulu. Namun, auditor harus berterima kasih, karena
masih ada masyarakat yang peduli terhadap permasalahan yang merugikan negara, masyarakat,
atau perusahaan.
Penelaahan awal terhadap informasi untuk menentukan apakah cukup alasan untuk dilakukan audit
investigasi. Salah satu criteria agar dapat dilakukan audit ini adalah apakah ada indikasi yang
merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara setelah diadakan penelaahan informasi
awal yang disertai dengan bukti-bukti yang diperoleh.
Dari penelitian awal diperoleh gambaran kasus dan dua kesimpulan:
- Tidak cukup alasan untuk dilakukan audit investigasi.
- Cukup alasan untuk diadakan audit investigasi.
Apabila cukup alasan, maka dibentuk tim dan dianggarkan waktu pelaksanaannya.
4. Program pemeriksaan untuk audit investigasi
Program audit untuk audit investigasi umumnya sulit ditetapkan telebih dahulu atau dibakukan. Kalau
audit investigasi yang dilaksanakan merupakan pengembangan temuan audit sebelumnya, seperti
finacial audit dan operational audit, auditor dapat menyusun langkah audit yang hendak dilaksanakan.
Meskipun demikian, terkadang setelah dilaksanakan, banyak mengalami penyesuaian atau
perubahan.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan modus operandi antara kasus yang satu
dengan yang lain. Di samping itu, modus operandi praktek kecurangan atau korupsi di Indonesia jauh
lebih banyak macamnya jika dibandingkan di negara maju, seperti: penyalahgunaan wewenang,
pemalsuan, penipuan, kolusi, nepotisme, menghalalkan segala cara, dan selalu berlindung di balik
pembenaran hukum. Auditor mungkin menghadapi satu kasus saja, contohnya yaitu pemberian kredit
bank yang tidak benar. Namun demikian, adanya kemungkinan auditor menemukan lebih dari satu
kasus, seperti L/C fiktif dan pembelian fiktif.
Dengan demikian, setiap transaksi merupakan kasus berdiri sendiri. Prosedur audit yang diterapkan
tergantung dari kasus yang dihadapi. Umumnya, penerapan prosedur audit pada financial audit juga
dapat membongkar beberapa kasus. Demikian halnya, program pemeriksaan untuk audit investigasi
akan mengaudit setiap transaksi dari awal sampai akhir, dan harus sesuai dengan ketentuan yang
umum dan ketentuan dari obyek yang diperiksa. Sebagai contoh, untuk kasus pembelian fiktif dimulai

dari dasar pengadaan barang, pelaksanaan pembelian, pembayaran dan pemanfaatan dari barang
yang dibeli. Pengadaan barang yang sebetulnya bisa dibeli melalui cabang dengan harga relatif
murah, tetapi, apabila pengadaannya disentralisir di pusat umumnya banyak terjadi pemborosan.
Apabila laporan keuangan dimanipulasi manajemen, sepanjang proses akuntansinya telah dilakukan,
maka dilanjutkan dengan mencari modus operandi kecurangan. Tanpa terlebih dahulu dikerjakan
akuntansinya, lebih sulit menentukan jumlah kecurangan secara pasti, misalnya sebagian besar
transaksi tidak dibuatkan buku besar dan entitas mempunyai banyak unit operasi yang bersifat
responsibility center dan decentralized. Apabila pimpinan entitas menyusun sendiri laporan keuangan,
maka auditor harus berhati-hati karena ada kemungkinan dia akan melakukan manipulasi keuangan.
Korupsi yang dilakukan dengan kolusi atau penyalahgunaan wewenang umumnya melibatkan banyak
orang, yaitu dari atasan sampai bawahan. Modus operandi untuk pembelian barang habis pakai fiktif,
baik
sebagian atau seluruhnya yitu dengan menaikkan harga. Agar rekanan bersedia diajak kolusi tentu
dipilih rekanan yang mempunyai hubungan istimewa dan penawaran harga dilaksanakan secara
formalitas. Rekanan seolah-olah mengirim barang, dan petugas penerima barang karena merasa
sebagai bawahan menurut saja disuruh menandatangani berita acara penerimaan barang fiktif.
Selanjutnya, kepala gudang ikut menandatangani berita acara penerimaan barang dan bagian
administrasi mencatatnya pada kartu persediaan. Bagian yang memerlukan barang disuruh membuat
bon permintaan barang fiktif dan seringkali beberapa bagian lain ikut dilibatkan. Sebagai auditor,
apabila audit dilakukan enam bulan setelah terjadinya transaksi tersebut, maka akan mengalami
kesulitan membuktikannya karena
mereka tentu bersatu. Dalam kondisi tersebut, yang paling sulit adalah memecah persatuan mereka.
Tentunya, masing-masing auditor mempunyai
teknik tersendiri dengan berprinsip bahwa tidak ada perbuatan pidana yang dilakukan dengan
sempurna.
5. Pelaksanaan audit investigasi
Apabila dari penelitian awal dapat disimpulkan bahwa audit dapat dilaksanakan, maka dibuat surat
tugas. Sebelum diterbitkan surat penugasan, obyek disuruh menyusun pembukuan sebagaimana
mestinya, dan audit baru dimulai setelah pembukuan dan laporan keuangan dibuat.
Berbeda dengan audit forensik, bagaimanapun sulitnya melakukan audit, maka
auditor tetap harus melaksanakan. Sebagai contoh, kasus manipulasi keuangan melalui manipulasi
pembukuan yang terjadi di suatu entitas yang mempunyai banyak unit. Masing-masing unit ada yang
mengelola keuangan, ada juga yang tidak, bahkan buku besar tidak/belum dibuat.
Untuk perencanaan, pelaksanaan dan pembuatan laporan audit, sebaiknya auditor menggunakan
azas praduga tak bersalah.
Setiap temuan harus didukung dengan bukti secara lengkap, terutama dokumen yang.Pemeriksa No.
84 April 2002 39 mendukung transaksi. Bukti dokumen jauh lebih kuat daripada bukti pengakuan.
Apabila hasil audit diserahkan kepada kejaksaan, maka pengakuan bukan/tidak termasuk bukti surat.
Pengumpulan bukti pendukung sangat penting, terutama apabila laporan audit akan diserahkan
kepada kejaksaan. Pengakuan dari mereka yang diduga terlibat atau bertanggung jawab hanya
berlaku selama pengakuan tersebut diakui oleh yang bersangkutan. Di samping itu, pengakuan bukan
sebagai bukti
audit apabila hanya pelengkap yang memperkuat bukti audit yang ditemukan auditor.
Kemungkinan auditor tidak dapat memperoleh bukti yang kompeten apabila terjadi kolusi atau
pemalsuan bukti. Prosedur audit yang dirancang secara efektif akan mendapati banyak kendala
dalam menghadapi adanya kolusi dan
pemalsuan.
6. Kertas kerja audit investigasi
Kertas kerja audit bisa disusun sebagai berikut:
- Kertas kerja audit yang umum, yaitu menyangkut data umum obyek atau kegiatan yang diperiksa
termasuk ketentuan yang harus dipatuhi.
- Kertas kerja audit untuk setiap orang yang diduga terlibat, yaitu berisi antara lain: identitas

seseorang, tindakan yang melanggar hukum serta akibatnya yang dilengkapi dengan bukti yang
mendukung.
Selain itu, dapat pula disusun per tahapan transaksi seperti pada kasus kredit macet, antara lain:
tahap permohonan kredit, tahap perhitungan 5C, tahap pencairan dan penggunaan kredit, serta tahap
setelah kredit cair sampai dinyatakan macet.
Kertas kerja harus dibuat sedemikian rupa, sehingga mudah dibuat laporan khusus.
7. Hasil audit investigasi
Hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti
- Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi penyimpangan dari suatu aturan atau ketentuan yang
berlaku, namun tidak merugikan negara atau perusahaan.
- Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
karyawan.
- Terjadi ketekoran/kekurangan kas atau persediaan barang milik negara, dan bendaharawan tidak
dapat membuktikan bahwa kekurangan tersebut diakibatkan bukan karena kesalahan atau kelalaian
bendaharawan.
- Terjadi kerugian negara akibat terjadi wanprestasi atau kerugian dari perikatan yang lahir dari
undang-undang.
- Terjadi kerugian negara akibat kelalaian atau akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh pegawai negeri selain bendaharawan.
- Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan tindak pidana lainnya.
8. Laporan audit investigasi
Laporan audit investigasi bersifat rahasia, terutama apabila laporan tersebut akan diserahkan kepada
kejaksaan. Dalam menyusun laporan, auditor tetap menggunakan azas praduga tak bersalah.
Pada umumnya laporan audit investigasi berisi: dasar audit, temuan audit, tindak lanjut dan saran.
Sedangkan laporan audit yang akan diserahkan kepada kejaksaan, temuan audit memuat: modus
operandi, sebab terjadinya
penyimpangan, bukti yang diperoleh, dan kerugian yang ditimbulkan.
Apabila menyangkut nama seseorang yang diduga terlibat, maka digunakan nomor sandi. Dalam
laporan harus digunakan kata diduga, misalnya untuk pihak yang diduga terlibat digunakan nomor
sandi X dengan uraian kalimat: diduga telah melakukan tindak pidana korupsi.
Laporan audit investigasi biasanya tebal serta banyak lampirannya. Oleh karena itu, sebaiknya tidak
dilampirkan dalam dakwaan karena ada kemungkinan terjadi salah jumlah, dan angka yang berbeda
antara hal satu dengan yang lainnya. Pernah dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, laporan
audit investigasi dilampirkan dalam dakwaan oleh jaksa, tetapi terdakwa diputus bebas, beberapa
pertimbangan keputusan bebas oleh hakim
antara lain:
- Penjumlahan angka dalam laporan audit yang salah.
- Angka kerugian negara antara halaman laporan audit yang satu dengan yang lain berbeda.
- Angka dalam laporan audit tidak sama dengan lampiran laporan audit.
Bagaimanapun juga laporan audit investigasi bagi penyidik adalah sebagai informasi awal. Untuk
kepentingan jaksa, dibuat lagi keterangan ahli yang ringkas. Di samping itu, belum tentu sama
laporan auditor untuk pelaku dan jumlah kerugian antara laporan audit investigasi dengan keterangan
ahli.

Minat terhadap akuntansi forensik dan audit investigatif berkembang pesat, terutama di kalangan aparat
penegak hukum dan mahasiswa program profesi akuntansi. Pemberitaan media massa menambah
keingintahuan masyarakat mengenai upaya pencegahan dan penindakan terhadap korupsi, dan secara
tidak langsung, mengenai investigasi dan audit investigatif. Di dalam negeri, terdapat pemberitaan yang

bertubi-tubi mengenai: Penyuapan kepada oknum penegak hukum, oknum anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, oknum pimpinan pemerintah pusat dan daerah, oknum komisioner, dan lain sebagainya.
Berbagai kasus korupsi yang melibatkan petinggi Bank Indonesia. Kriminalisasi terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi dan beberapa anggotanya, rekaman percakapan telepon dalam sidang terbuka
Mahkamah Konstitusi, Pansus Dewan Perwakilan Rakyat mengenai kasus Bank Century, pengungkapan
mafia peradilan oleh Komjen Pol. Susno Duadji, dan permintaan keterangan oleh KPK mengenai Bank
Century. Sementara itu, di luar negeri ada pemberitaan tentang Bernard (Bernie) Madoff dan Ponzi
scheme-nya yang sejak 2001 terendus oleh akuntan forensik (Harry Marcopoulos) dan jurnalis
investigatif (Erin Arvedlund). U.S. SEC dan FBI mengetahuinya dari pengakuan Madoff delapan tahun
kemudian. Fraud yang diperkirakan telah berjalan 30 tahun dengan kerugian U.S. $65 miliar, menarik
perhatian praktisi keuangan, akuntansi, dan penegak hukum. Akuntansi forensik dan audit investigatif
dalam bentuk yang paling sederhana merupakan perpaduan antara disiplin akuntansi, audit, dan hukum.
Aspek hukumnya meliputi berbagai bidang seperti hukum pidana umum maupun khusus (seperti pidana
korupsi, pidana perbankan, pidana pencucian uang, dan lain-lain), hukum perdata, hukum acara (pidana
dan perdata), arbitrase, dan penyelesaiaan sengketa. Bahkan ada undang-undang di luar negeri yang
dapat menyeret pejabat negara Indonesia, seperti U.S. Foreign Corrupt Practices Act. Dalam pengertian
yang luas, akuntansi forensik meliputi disiplin lain seperti sosiologi dan antropologi (Bab 10), teknologi
informasi (Bab18), ilmu kepolisian dan psikologi (Bab 19), serta kriminologi dan viktimologi (Bab 30).
Seluruh lingkupa kuntansi forensik dan audit investigatif dibahas dalam buku ini. Kasus-kasus yang
disebutkan di atas menjadi ilustrasi buku ini.

Pengertian Audit Forensik


Audit Forensik terdiri dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah tindakan untuk
membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah segala hal
yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), forensic accounting / auditing
merujuk kepada fraud examination. Dengan kata lain keduanya merupakan hal yang sama, yaitu:

Forensic accounting is the application of accounting, auditing, and investigative skills to provide
quantitative financial information about matters before the courts.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA)
Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi
yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judicial atau administratif.
Dengan demikian, Audit Forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan criteria, untuk menghasilkan informasi atau
bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.
Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka
pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi
terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan.
Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau kecurangan.
Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti) awal terjadinya
fraud. Audit tersebut akan menghasilkan red flag atau sinyal atas ketidakberesan. Dalam hal
ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan dilakukan.
2.2 Perbandingan antara Audit Forensik dengan Audit Tradisional (Keuangan)

Audit Tradisional

Audit Forensik

Waktu

Berulang

Tidak berulang

Lingkup

Laporan Keuangan secara


umum

Spesifik

Opini

Membuktikan
(kecurangan)

Hubungan

Non-Adversarial

Adversarial
hukum)

Metodologi

Teknik Audit

Eksaminasi

Standar

Standar Audit

Standar Audit dan Hukum


Positif

Praduga

Professional Scepticism

Bukti awal

Hasil

fraud
(Perseteruan

Perbedaan yang paling teknis antara Audit Forensik dan Audit Tradisional
adalah pada masalah metodologi. Dalam Audit Tradisional, mungkin dikenal ada
beberapa teknik audit yang digunakan. Teknik-teknik tersebut antara lain adalah
prosedur analitis, analisa dokumen, observasi fisik, konfirmasi, review, dan
sebagainya. Namun, dalam Audit Forensik, teknik yang digunakan sangatlah
kompleks.
Teknik-teknik yang digunakan dalam audit forensik sudah menjurus secara
spesifik untuk menemukan adanya fraud. Teknik-teknik tersebut banyak yang
bersifat mendeteksi fraud secara lebih mendalam dan bahkan hingga ke level
mencari tahu siapa pelaku fraud. Oleh karena itu jangan heran bila teknik audit
forensik mirip teknik yang digunakan detektif untuk menemukan pelaku tindak
kriminal. Teknik-teknik yang digunakan antara lain adalah metode kekayaan
bersih, penelusuran jejak uang / aset, deteksi pencucian uang, analisa tanda
tangan, analisa kamera tersembunyi (surveillance), wawancara mendalam, digital
forensic, dan sebagainya.
2.3 Tujuan Audit Forensik
Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan
(fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan audit forensik telah tumbuh pesat.
Untuk mendukung proses identifikasi alat bukti dalam waktu yang relatif cepat, agar dapat
diperhitungkan perkiraan potensi dampak yang ditimbulkan akibat perilaku jahat yang dilakukan
oleh kriminal terhadap korbannya, sekaligus mengungkapkan alasan dan motivitasi tindakan

tersebut sambil mencari pihak-pihak terkait yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dengan perbuatan tidak menyenangkan dimaksud.

2.4 Praktik Ilmu Audit Forensik

Penilaian risiko fraud


Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit
forensic yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam
perusahaan-perusahaan swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang
memadai. Dengan dinilainya risiko terjadinya fraud, maka perusahaan untuk
selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa menutup celah-celah yang
memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

Deteksi dan investigasi fraud


Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan
adanya fraud dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak
secara hukum yang berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah
korupsi, pencucian uang, penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

Deteksi kerugian keuangan


Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian
keuangan negara yang disebabkan tindakan fraud.

Kesaksian ahli (Litigation Support)


Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik
yang berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya
terkait kasus yang dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor
menganalisa kasus dan data-data pendukung untuk bisa memberikan penjelasan
di muka pengadilan.

Uji Tuntas (Due diligence)


Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan
guna penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu
kegiatan guna memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya
digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK,
BPKP, dan KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat
CFE (Certified Fraud Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat
legal untuk audit forensik dalam lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit
forensik dalam penerapannya di Indonesia hanya digunakan untuk deteksi dan
investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk menjadi saksi ahli di
pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam mendeteksi
risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di
Indonesia.
Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi
hasil yang luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap
oleh BPK maupun KPK. Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK.
BPK mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59%
dari total BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada
diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta nasional. Selain itu juga ada
audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century yang dilakukan
BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis yang
sedemikian kental dalam kasus tersebut.

2.5 Gambaran Proses Audit Forensik


Identifikasi masalah
Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang
hendak diungkap. Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan
spesifikasi ruang lingkup sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.
Pembicaraan dengan klien

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien


terkait lingkup, kriteria, metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya.
Hal ini dilakukan untuk membangun kesepahaman antara auditor dan klien
terhadap penugasan audit.
Pemeriksaan pendahuluan
Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan
menganalisanya. Hasil pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan
matriks 5W + 2H (who, what, where, when, why, how, and how much). Investigasi
dilakukan apabila sudah terpenuhi minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and
how much). Intinya, dalam proses ini auditor akan menentukan apakah investigasi
lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana pemeriksaan
Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi,
tujuan audit, prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim.
Setelah diadministrasikan, maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan
ini kemudian akan dikomunikasikan bersama tim audit serta klien.
Pemeriksaan lanjutan
Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta
melakukan analisa atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan.
Auditor akan menjalankan teknik-teknik auditnya guna mengidentifikasi secara
meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud tersebut.
Penyusunan Laporan
Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit
forensik. Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poinpoin tersebut antara lain adalah:
1. Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
2. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh
karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut
sebagai temuan.
3. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya
mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud
tersebut.
2.6 Kualitas akuntan forensik

Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick Lindquist Holmes,
tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang akuntan forensic,ialah :
1. Kreatif

Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain menganggap situasi bisnis yang normal
dan mempertimbangkan interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang
normal
2. Rasa ingin tahu
Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi dalam rangkaian peristiwa dan
situasi
3. Tak menyerah
Kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun fakta (seolah-olah) tidak
mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat
Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada yang menyebutnya,
perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya kehidupan

5. Business sense
Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar
memahami bagaimana transaksi di catat.
6. Percaya diri
Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan, sehingga dapat bertahan di bawah cross
examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang
akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang
dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu
dapat dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi.
Apabila anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan perusahaan, yang mengelola risiko, yang
dapat mengakibatkan risiko finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi
forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres dalam analisa atau datadata yang disajikan.

2.7 Penerapan Audit Forensik


1.
Kecurangan bisnis atau kecurangan pegawai:
Transaksi tidak sah.
Manipulasi laporan keuangan.
dsb.
2.

Investigasi kasus kriminal:

Money-laundering.
Kejahatan asuransi.
3. Perselisihan antar pemegang saham atau partnership.
4. Kerugian bisnis atau perusahaan.
5. Perselisihan perkawinan.
Diposkan oleh Rifki Alparisi di 07.24 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Senin, 08 Oktober 2012

Audit Partai Politik (parpol)

2.1. Partai Politik


Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan citacita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara,
serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (UU no 2 Tahun 2011)
Sifat dasar partai politik adalah perolehan kekuasaan atas nama rakyat yang dilakukan
melalui Pemilu. Bila menang dalam Pemilu, partai politik akan memegang kekuasaan melalui
jalur pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur pembuat kebijakan (legislatif). Setiap
keputusan yang dibuat oleh partai politik melalui kedua jalur tersebut selalu
mengatasnamakan rakyat, dan berdampak luas terhadap kehidupan rakyat. Oleh karena itu
partai polifik seharusnya memastikan bahwa setiap tindakannya dilakukan demi rakyat yang
diwakilinya, bebas dari politik uang dan pengaruh kelompok kepentingan (vested
interestgroup).
Namun, pada kenyataannya, sulit sekali melepaskan partai politik dari pengaruh
kelompok kepentingan karena kehidupan partai politik justru tergantung pada sumbangan
yang diterimanya. Sangat mudah bagi kelompok kepentingan untuk mempengaruhi partai
politik melalui sumbangan yang diberikannya. Bila ini terjadi, orientasi partai politik bukan
lagi kepada rakyat melainkan kepada kepentingan para donaturnya. Oleh karena An
pembatasan sumbangan kepada parpol mutlak diperlukan. Selain itu, laporan keuangan yang
transparan dan bertanggungjawab dapat menghindari terjadinya politik uang karena setiap
pemasukan dan pengeluaran keuangan akan tercatat dan diinformasikan dengan jelas.
Akibatnya, para pelaku politik tidak akan bisa mengalokasikan uang partai politik untuk
tujuan-tujuan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan atau yang melawan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Kejadian di mana para pelaku politik membagi-bagikan
uang untuk mempengaruhi para pemilih tidak mungkin lagi terjadi. Laporan keuangan yang
transparan dan bertanggungjawab juga akan menghindari pemakaian fasilitas publik
untuk kepentingan partai politik tertentu karena laporan keuangan seperti ini seharusnya
memisahkan dan merinci setiap dana/fasilitas yang diperoleh.
Persoalan transparansi atas pendanaan partai politik masih menjadi tantangan hingga
saat ini. Harapan publik untuk dapat mengakses dokumen laporan keuangan masih sulit
dijamin. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai politik adalah
keniscayaan karena sebagai institusi publik partai politik mempunyai peran besar dalam
menjaga demokrasi dan mengelola pemerintahan. Namun komitmen partai politik untuk
terbuka dan mempertanggungjawabkan dana partai sangat lemah. Secara khusus, fenomena
pelaporan keuangan yang kurang baik itu sekaligus memperlihatkan bahwa partai politik
tidak disiplin dalam mencatat penerimaan, pengelolaan, dan pengeluaran dana partainya.
Berdasarkan hal-hal di atas, laporan keuangan yang transparan dan bertanggungjawab mutlak
diperlukan. Untuk mencapainya harus diupayakan adanya standar akuntansi keuangan bagi
partai politik, pedoman audit partai politik, dan pedoman, peraturan, serta prosedur pelaporan
dana kampanye pada kegiatan Pemilu.

2.2. Aturan yang mengatur Audit Partai Politik


Peraturan mengenai partai politik telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 2
tahun 2011, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai
Politik. Keuangan partai politik bersumber dari iuran anggota, sumbangan, maupun bantuan
keuangan dari APBN/APBD. Dalam pasal 34A ayat 1 menyebutkan bahwa partai politik
wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang
bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Tujuan audit oleh BPK tersebut adalah untuk menilai kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan efektivitas
dan operasi penggunaan dana bantuan pemerintah. Audit dilaksanakan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Dalam pasal 38 UU No 2 th 2011 dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan laporan
pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan partai politik terbuka untuk
diketahui masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa seharusnya masyarakat dapat
mengetahui dan mengakses atas pelaporan keuangan partai. Namun kenyataannya masih
sangat sulit untuk menerapkan transaparansi atas keuangan partai politik. Pasal 39 dari
undang-undang ini menyatakan bahwa:
1. Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel
2. Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh
akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodic
3. Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi:
laporan realisasi anggaran Partai Politik
laporan neraca; dan
laporan arus kas.
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik, pasal 9 sebagai dasar
hukum penyelenggaraan akuntansi bagi partai politik yang menjelaskan bahwa:
Partai politik diwajibkan untuk membuat pembukuan, memelihara daftar penyumbang dan
jumlah sumbangan yang diterima, serta terbuka untuk diketahui oleh masyarakat dan
pemerintah.
Partai politik diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan dana kampanye
pemilihan umum kepada Komisi Pemilihan Umum.
Partai politik diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali dan
memiliki rekening khusus dana kampanye pemilihan umum serta menyerahkan laporan
keuangan yang diaudit oleh akuntan publik kepada Komisi pemilihan Umum paling lambat 6
(enam) bulan setelah hari pemungutan suara.
Keputusan KPU No. 30/2004 Mengatur Audit Keuangan dan Dana Kampanye Partai dan
Calon Presiden-Wapres :

Calon presiden dan calon wakil presiden bisa ditanya mengenai asal-usul dana
kampanye mereka apabila ditemukan ada penyumbang anonim atau penyumbang yang tidak
masuk daftar penyumbang. presiden dan wakil presiden bisa ditanya tentang identitas
sebenarnya dari penyumbang itu serta alasan tidak dimasukkannya nama donatur. Hal itu
merupakan salah satu butir dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 30 Tahun
2004 Tentang Panduan Audit Laporan Keuangan Partai Politik dan Audit Laporan Dana
Kampanye Peserta Pemilihan Umum yang diterbitkan oleh KPU 21 April lalu.
Secara keseluruhan isi keputusan ini mencakup Juklak untuk audit laporan dana
kampanye Parpol dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan audit laporan
dand kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden. Semua ketentuan mengenai halhal ini diatur dalam Pasal 2, 3, dan 4 keputusan ini, yang kemudian dirinci di dalam
lampirannya. Rincian di dalam lampiran itu mencakup 3 pokok bahasan besar, yaitu
penerapan prosedur yang disepakati atas laporan dana kampanye Pemilu; prosedur
pemeriksaan atas dana kampanye calon anggota DPD; penerapan prosedur yang disepakati
atas laporan dana kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketiga pokok
bahasan itu masing-masing dirinci dengan jelas dan detail mengenai bagaimana prosedur
pemeriksaan atas saldo awal, sumbangan nonkas dari partai dan para calon, dan seterusnya.
Pendek kata, ketentuan mengenai mekanisme audit di keputusan ini sudah jelas dan rinci.
Audit yang dimaksud dalam keputusan KPU ini adalah audit umum untuk
menyatakan pendapat (opini) akuntan atas kewajaran penyajian laporan keuangan tahunan
partai politik. Sedangkan audit atas laporan dana kampanye peserta Pemilu adalah audit
sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures). Sedangkan laporan keuangan
parpol adalah laporan yang mencakup periode 1 Januari hingga 31 Desember. Selambatlambatnya 3 bulan setelah akhir tahun buku yang bersangkutan, parpol menyerahkan laporan
keuangan tahunan kepada kantor akuntan publik.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum no 07 tahun 2010 tentang Pedoman Audit laporan dana
kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilihan umum
kepala daerah dan wakil kepala daerah :

Pasal 1 Pedoman Audit Dana Kampanye Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, selanjutnya
disebut Pedoman Audit Laporan Dana Kampanye, adalah untuk lebih memudahkan kantor
akuntan publik dalam melaksanakan audit laporan dana kampanye pasangan calon serta Tim
Kampanye.
Pasal 2 Audit oleh kantor akuntan publik atas laporan dana kampanye pasangan calon
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah audit sesuai prosedur yang disepakati
(agreed upon procedures).
Pasal 2 (1) Kantor akuntan publik wajib menyelesaikan audit paling lambat 15 (lima belas)
hari sejak diterimanya laporan dana kampanye dari KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota. (2) Dalam melakukan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kantor
akuntan publik berpedoman pada :

Panduan audit laporan dana kampanye pasangan calon, yang ditetapkan oleh KPU
bekerjasama dengan Institut Akuntan Publik Indonesia yang merupakan anggota Ikatan
Akuntan Indonesia.
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dapat menambah prosedur sepanjang disetujui oleh
KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan KAP
Tidak memadainya laporan keuangan yang dimiliki oleh partai politik ini disebabkan karena
kemampuan pengelolaan keuangan partai yang rendah. Selain itu, juga disebabkan tidak
adanya standar akuntansi keuangan yang layak dan komprehensif untuk partai politik.
Standar yang dipakai saat ini yakni PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan untuk
Organisasi Nirlaba :
PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, yang dalam hal ini adalah
PSAK No 45 yaitu tentang Standar Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam audit yang dikordinir oleh IAI untuk dana
kampanye dan laporan keuangan partai politik, PSAK 45 inilah yang dijadikan dasar.
Mencermati karakteristik partai politik yang berbeda dengan organisasi nirlaba
umumnya, maka penggunaan PSAK 45 ini kurang tepat untuk digunakan dasar sebagai
standar pelaporan keuangan partai politik. Karakteristik partai politik ini yang pertama,
tujuan partai politik adalah untuk meraih kekuasaan. Sehingga perlu aturan khusus
menyangkut keuangan sebagai bentuk upaya pencegahan praktek korupsi politik (money
politic) dan dominasi kelompok kepentingan. Kedua, adanya agenda besar lima tahunan yaitu
pemilu yang akan menyedot dana yang besar dengan keterlibatan publik yang besar juga.
Ketiga, adanya aturan-aturan khusus menyangkut partai politik, sehingga berkaitan dengan
keuangan partai politik. Selain itu masih ada beberapa perbedaan antara partai politik dengan
organisasi nirlaba antara lain sumbangan yang diterima dibatasi jumlahnya, wajib melaporkan
daftar nama penyumbang, hasil kegiatan berupa kekuasaan politik, dan Akuntabilitasnya
berupa bersih dari politik uang, kepatuhan hukum, janji politik kepada konstituen.
Mengenai perbedaan karakteristik ini tidak bisa dibantah lagi, yang menjadi persoalan kemudian
apakah dengan perbedaan ini diperlukan sebuah standar khusus untuk partai politik. Mengenai hal ini terdapat
tiga pendapat. Pertama mengatakan PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik,
karena secara umum karakteristik antara organisasi nirlaba dengan partai politik adalah sama. Pendapat ini juga
menyatakan bahwa yang dibutuhkan hanya sebatas pedoman pembuatan laporan keuangan berdasarkan aturan
perundang-undangan yang ada untuk melengkapi penggunaan PSAK 45 sebagai standar.

Pendapat kedua menyatakan tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan khusus
partai politik tetapi yang diperlukan adalah modifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi unsur
transparansi dan akuntabilitas yang disyaratkan oleh undang-undang. Modifikasi ini tentunya
juga harus diikuti dengan pedoman pencatatan dan pembuatan laporan keuangan. Sedangkan
pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik.
Seperti telah dijelaskan, dasar pendapat ketiga ini adalah perbedaan karakteristik yang sangat
spesifik antara organisasi nirlaba pada umumnya dengan partai politik.
Apa yang dilakukan oleh IAI saat ini adalah menggunakan PSAK 45 sebagai standar
akuntansi keuangan partai politik dan menambahkannya dengan panduan audit partai politik

dan dana kampanye. Panduan audit ini diharapkan mampu menjawab tuntutan masyarakat
terhadap transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik, dimana partai politik adalah
institusi publik yang tentunya harus mempertanggungjawabkan kegiatannya khususnya
menyangkut masalah keuangan kepada publik.
Panduan audit yang dibuat oleh IAI juga merupakan bagian dari amanah UU No 31
Tahun 2002 tentang partai politik yang mensyaratkan laporan keuangan partai politik,
termasuk dana kampanye harus diaudit oleh kantor akuntan publik sebelum disampaikan
kepada KPU. Panduan ini diharapkan dapat melengkapi PSAK 45 sebagai sebuah standar
pelaporan keuangan, agar tidak ada interpretasi yang salah atau tidak adanya interpretasi yang
sama antar kantor akuntan publik dalam mengaudit laporan keuangan partai politik.
Interpretasi yang sama antar kantor akuntan publik ini penting mengingat PSAK 45
tidak sepenuhnya dapat menjelaskan karakteristik partai politik sebagai organisasi nirlaba.
Dengan Interpretasi yang sama ini diharapkan baik kantor akuntan publik besar maupun kecil
dapat melakukan audit sesuai dengan standar yang berlaku.
Panduan audit laporan keuangan partai politik ini juga dimaksudkan untuk membantu
auditor independen dalam mengaudit laporan keuangan partai politik, termasuk anggota DPD
dan calon pasangan capres. Pentingnya pedoman ini agar hasil audit nantinya dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau mendekati kebenaran potret keuangan.
Karena bagaimanapun kredibilitas kantor akuntan publik ditentukan oleh kualitas jasa yang
diberikannya. Namun sayangnya pedoman audit yang dibuat IAI belum mampu untuk
menjawab tuntutan masyarakat menyangkut transparansi dan keuangan partai politik. Kasus
penerimaan dana dari pemerintah oleh partai politik dan pasangan capres/cawapres melalui
dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi buktinya.
2.3. Audit atas Laporan Keuangan Partai
Beberapa jenis audit yang akan dilakukan terhadap laporan keuangan partai politik
adalah sebagai berikut:
Audit atas Laporan Keuangan Tahunan
Audit atas laporan keuangan tahunan partai politik dilakukan oleh auditor independen
yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP). Dalam hal ini partai politik melakukan seleksi dan
penetapan KAP sesuai dengan prosedur internal Partai. Dalam menentukan KAP, partai
politik harus memperhatikan validitas KAP mengingat banyak terjadi praktik pemalsuan
terhadap KAP. Karena itu sebelum menunjuk KAP, partai dapat melakukan konsultasi kepada
asosiasi profesi akuntan publik yaitu Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) mengenai tata
cara dan validitas KAP. Dalam setiap audit, KAP harus melakukan audit berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan lAPI. Dalam setiap audit KAP dengan partai politik harus
dilengkapi dengan perikatan/kontrak yang mengatur tentang audit tersebut. KAP akan
menyediakan proposal perikatan sekaligus dapat digunakan sebagai perikatan/kontrak.
Dalam melaksanakan audit KAP akan menjalankan serangkaian prosedur yang
diperlukan seperti melakukan wawancara, inspeksi dokumen dan catatan, pengujian fisik, dan
konfirmasi kepada pihak ketiga serta surat representasi dari partai politik. Pekerjaan KAP
dituangkan dalam kertas pemeriksaan dimana kertas kerja tersebut akan disimpan KAP.

Produk dari audit oleh KAP adalah laporan auditor independen yang memuat pendapat
auditor atas laporan keuangan yang disajikan oleh partai politik. Partai politik dapat meminta
KAP untuk melakukan jenis audit lain yang relevan yang diperlukan oleh partai politik terkait
dengan pelaporan keuangan.
Audit atas laporan pertanggungjawaban dana bantuan keuangan partai politik
dari pemerintah
Audit atas laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan pemerintah dilakukan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehubungan dengan bantuan yang diterima merupakan
lingkup keuangan Negara. Tujuan audit tersebut adalah untuk menilai kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan terkait dengan bantuan pemerintah dan efektivitas dan operasi
penggunaan dana bantuan. Audit oleh BPK dilaksanakan berdasarkan Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yaitu suatu standar pemeriksaan yang diterbitkan oleh BPK yang
harus dijalankan dan ditaati oleh setiap pemeriksa keuangan Negara. Karena itu termasuk
audit laporan ini, BPK harus menjalankan audit berdasarkan SPKN.
Dua hal utama yang selalu menjadi temuan BPK atas audit laporan
pertanggungjawaban dana bantuan partai politik adalah penggunaan dana bantuan yang tidak
sesuai ketentuan dan tidak adanya bukti-bukti transaksi yang lengkap dan sah
Beberapa contoh temuan BPK atas penggunaan dana bantuan partai politik yang tidak
sesuai ketentuan adalah sebagai berikut:
Pembayaran honorarium (berdasarkan peraturan terbaru yaitu Permendagri no. 24
tahun 2009 sudah tidak ada lagi alokasi biaya untuk honorarium/gajistaf)
Pembebanan biaya kunjungan musibah anggota partai politik yang sakit pada biaya
perjalanan dinas
Pembebanan biaya sewa gedung pada biaya pemeliharaan
Pembebanan biaya sewa hotel dalam rangka musyawarah cabang luar biasa pada
biaya administrasi umum
Pembebanan biaya angsuran kendaraan bermotor
Audit atas Laporan Dana Kampanye
Laporan dana kampanye partai politik pada saat kampanye pemilu legislative
dilakukan audit oleh KAP yang ditunjuk oleh KPU. Audit oleh KAP terhadap laporan dana
kampanye dilakukan dengan menggunakan metode audit prosedur disepakati (audit upon
procedure/AUP). Dalam hal ini, KAP tidak memberikan suatu opini atas penyajian laporan
dana kampanye, melainkan KAP menjalankan prosedur yang sudah ditentukan oleh KPU
kemudian melaporkan hasil pelaksanaan prosedur kepada KPU. Kesimpulan dan tindak lanjut
hasil audit ini merupakan wewenang KPU. Prosedur audit didasarkan kepada Peraturan KPU
terkait.
2.4. Persiapan menghadapai proses Audit
Dalam setiap proses audit yang dilaksanakan baik oleh KAP maupun oleh BPK maka
beberapa hal yang perlu disiapkan adalah:
Kelengkapan laporan keuangan
Laporan keuangan atau laporan lainnya harus sudah tersedia dan disiapkan sendiri
oleh partai politik. KAP tidak bertugas untuk menyiapkan laporan keuangan atau jenis
laporan lainnya, karena laporan keuangan adalah tanggung jawab partai politik. Tanggung
jawab KAP atau BPK adalah melakukan audit berdasarkan standar auditnya masing-masing.

Kelemahan utama partai politik adalah laporan keuangan belumsiap pada saat diaudit akibat
dari pengendalian internal yang tidak baik.
Tersedianya tenaga pendamping
Perlu tenaga pendamping bagi audit oleh KAP atau BPK. Tenaga pendamping
tersebut bertugas membantu proses pemeriksaan dan sebagai jembatan komunikasi antara
partai dengan auditor. Tenaga pendamping dapat merupakan personel yang berbeda dari staf
akuntansi.
Tersedianya ruangan/tempat bagi staf auditor
Karena auditor memerlukan pemeriksaan dokumen maka sebaiknya partai
menyediakan suatu ruangan khusus bagi auditor sehingga dokumen tidak dibawa keluar
kantor partai.
Tersedianya surat penugasan dari KAPatau BPK
Dalam setiap penugasan staf auditor harus di lengkapi dengan surat tugas dari kantor
masing-masing KAP atau BPK untuk memasti kan bahwa personel yang ditugaskan adalah
benar. Penugasan dipimpin oleh partner akuntan publik dari KAP atau pejabat tertentu dari
BPK. Partner akuntan publik dari KAP merupakan personel yang memegang ijin Akuntan
Publik dari Pemerintah. Memberikan penjelasan/ keterangan yang relevan dalam setiap
pertanyaan yang diajukan auditor.
Memfasilitasi kebutuhan konfirmasi kepada pihak ketiga sesuai kebutuhan dari auditor.
Menyediakan dokumen-dokumen yang relevan dengan partai politik dan dokumen
keuangan seperti catatan akuntansi, bukti transaksi, kontrak-kontrak, dokumen
ketenagakerjaan, rekening Koran, akta pendirian partai dan pengesahan oleh
pemerintah serta dokumen relevan lainnya.
Memastikan keamanan dan kerahasiaan dokumen pada saat proses audit yaitu dengan
meminta KAP atau BPK menandatangani formulir kesepakatan kerahasiaan.
Meskipun kode etik KAP dan BPK rnengatur mengenai kerahasiaan namun lebih baik
jika partai membuat kesepakatan ini.
CONTOH KASUS
Masalah Akuntabilitas Keuangan Partai Politik yang
Ditemukan
Sumber : Transparency International Indonesia : 2008
Masalah terbesar dari partai-partai politik di Indonesia pada Pemilu 1999, terutama
partai-partai baru, adalah masalah pembiayaan kegiatan kampanye Pemilu, termasuk biaya
untuk calon anggota legislatif (caleg). Karena kesulitan ini maka banyak sekali caleg dari
berbagai partai politik yang membiayai sendiri kampanyenya. Selain itu, ada beberapa partai
yang mensyaratkan anggotanya yang ingin menjadi caleg untuk mengumpulkan uang dengan
jumlah minimum agar dimasukkan sebagai caleg. Dana-dana ini tidak dilaporkan kepada
bendahara partai sehingga tidak tercatat dalam catatan penerimaan dana.
Masalah lain yang kami temukan adalah bahwa laporan keuangan yang dilaporkan
kepada KPU tidak cukup terbuka (tidak full disclosure) dan tidak cukup mewakili kegiatan
partai tersebut secara nasional. Yang diaudit oleh auditor public adalah hanya DPPnya saja,
sedangkan cabang dan ranting tidak diaudit. Padahal ada banyak dana yang beredar di
cabang, di ranting ataupun di caleg yang tidak dikelola oleh bendahara DPP, yang berarti

dana-dana tersebut tidak tercatat sebagai pemasukan oleh DPP, sehingga tidak diaudit dan
tidak dilaporkan ke publik. Lubang ini dipakai oleh partai untuk mengatasi batasan jumlah
dana yang dapat diberikan oleh individu dan perusahaan.
Persoalan lain adalah bahwa ada banyak sumbangan yang diberikan secara spontan
oleh para pendukung partai politik baik dalam bentuk natura ataupun tunai. Sumbangan ini
ada yang diberikan dalam bentuk menyediakan berbagai fasilitas, dukungan kampanye, atau
pengeluaran uang tunai yang dikelola sendiri, dan sebagainya. Fasilitas yang disediakan
misalnya transportasi, untuk mengangkut masa pada saat rapat akbar atau untuk calon
legislatif dan presiden. Laporan sumbangan natura ini dilaporkan dengan sangat tidak
memadai bahkan ada yang tidak melaporkan sama sekali.
Beberapa contoh misalnya soal transportasi calon presiden. Hampir semua kandidat
presiden partai-partai besar melakukan perjalanan kampanyenya dengan memakai helikopter.
Kemudian dalam kendaraan sehari-hari memakai mobil mewah, yang tiba-tiba saja muncul
dan dipakai oleh si kandidat padahal publik tahu bahwa mobil itu bukanlah kepunyaan sang
kandidat. Tetapi dalam laporan keuangan, publik tidak dapat melihat secara jelas pos
pengeluaran untuk membayar helicopter dan mobil mewah ini, padahal biayanya pasti sangat
besar. Golkar misalnya hanya melaporkan biaya perjalanan kampanye hanya sebesar Rp
461.933.120. Angka ini tentu tidak mewakili perjalanan petinggi-petinggi dan caleg-caleg
serta calon presiden Golkar yang sangat ekstensif pada waktu itu.
Sumbangan natura lain yang tidak muncul di dalam laporan keuangan adalah biayabiaya rapat raksasa. Biaya-biaya ini antara lain biaya pengerahan massa dalam bentuk
pengangkutan (bus atau truk), membayar artis (penyanyi, pelawak, band, dan sebagainya),
panggung, dan sebagainya. Selain itu, dana pembuatan bendera, poster, spanduk, dan iklan,
hanya sedikit yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Kalau dilihat dari intensifnya dan
ekstensifnya penyebaran informasi dari partai-partai besar, maka dana tersebut secara logika
awam pasti jauh lebih besar dari yang dilaporkan, tetapi yang muncul dalam laporan
keuangan kampanye jauh lebih sedikit.
Untuk partai yang berkuasa, dalam hal ini Golkar, sangat sulit untuk menemukan dan
membedakan mana biaya yang ditanggung rakyat yang dipakai pejabat pemerintah untuk
kampanye Golkar. Biaya perjalanan presiden, menteri, dan pejabat di bawahnya walaupun
secara teori mereka sudah tidak boleh lagi berkampanye, namun tetap dapat melakukan
pertemuan untuk kepentingan Golkar dalam perjalanan dinasnya. Selain itu, juga sangat sulit
untuk mencegah dipakainya dana publik untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat karitatif.
Kasus dana JPS yang disalurkan lewat partai politik yang berkuasa pada saat itu, yakni
Golkar, jelas-jelas telah melanggar etika dan aturan main kampanye, tetapi sangat sulit untuk
dideteksi.
Banyak penyumbang tidak melaporkan nama dan alamatnya secara jelas. Bahkan
menurut para auditor, banyak sumbangan yang hanya menerakan kata-kata "Hamba Allah"
dalam kolom nama dan alamat penyumbang. Hal ini bisa dijadikan peluang untuk
memberikan sumbangan melewati batas maksimum yang diizinkan undang-undang dengan
memberikan sumbangan lebih dari satu kali dengan nama Hamba Allah tersebut. Tentu
petinggi partai tahu siapa yang memberikan sumbangan ini.

Ada pinjaman dari pribadi yang melebihi batas maksimum sumbangan individu,
namun pinjaman ini tidak dengan akta perjanjian kapan dibayar dan untuk berapa lama.
Dugaan kami ini hanya digunakan sebagai taktik untuk menghindari batas maksimum
sumbangan individu.
Tidak ada partai yang melaporkan dana kampanyenya lebih dari batas maksimum
dana kampanye yang ditetapkan KPU, yaitu sebesar Rp 110 milyar. Partai-partai kecil pada
umumnya
hanya melaporkan penggunaan keuangan dari jumlah dana kampanye yang diterima dari
pemerintah yaitu sebesar Rp 150 juta saja atau yang Rp 1 milyar saja. Mungkin mereka tidak
berhasil menggalang dana dari publik, namun ada juga yang bersikeras menyatakan bahwa
kewajiban mereka membuat audit hanyalah sebatas audit untuk dana yang mereka terima dari
pemerintah saja.
Hampir semua auditor yang mengaudit dana kampanye Pemilu 1999 tidak dapat
mengeluarkan opini mengenai pengelolaan keuangan partai politik peserta kampanye Pemilu.
Hal ini disebabkan karena partai-partai tidak mempunyai catatan keuangan yang memadai
dan memenuhi standar akuntansi yang dipakai umum, terutama di kantor-kantor cabang dan
ranting. Pencatatan yang baik hanya ada di bendahara DPP. Ini merupakan kelemahan tetapi
dapat pula dipakai sebagai taktik untuk menghindar dari batasan-batasan yang disebutkan di
atas.
Partai politik tidak menyampaikan laporan keuangan yang standar, sebagaimana yang
disampaikan ke MA dan KPU, karena:
Didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik menyampaikan laporan
keuangan (dengan kata lain didalam UU Partai Politik tidak ada kewajiban partai politik
menyampaikan laporan keuangan sesuai standar).
Standar akuntansi yang ada tidak cukup menjadi pedoman bagi partai politik.

AUDIT INVETIGATIF DAN FORENSIK AUDIT


Padadasarnyaauditinvestigativetimbulkarenaadanyakebutuhanuntukmemperolehb
uktiformaldalamkaitannyadenganpengungkapankasusdi
bidangkeuanganyangadahubungannyadenganasfekhukum.
PengertianinvestigasisendirimenurutkamusbesarBahasaIndonesiaadalahpenyelidika
ndenganmencatatataumerekamfaktafakta;melakukanpeninjauan,percobaan,
dansebagainyadengantujuanuntukmemperolehjawabanataspertanyaanpertanyaan
(tentangperistiwa,sifat,ataukhasiatsuatuzat,dansebagainya);penyelidikan.

Secaragarisbesarauditinvestigasimengandung4aspek
1.Permasalahanyangdiperiksa
2.Criteriaperaturanperundangundangandanketentuanlainyangberlaku
3.Pengumpulanbuktisesuaiketentuanhukum
4.Pelaporan

Secaraumumtidakadaperbedaanmendasarantaraauditforensicdenganauditinvestiga
si,kecualibeberapabagianyangdapatmembedakankeduanya.
Perbedaannyaadalah,dasarkewenanganauditinvetigasiadapadaorganisasi/lembaga/
unitaudit,misalnyaauditinternal,dewankomisaris/komiteaudit,
atauketentuanlainyangdapatmenjadidasarpemeriksaan.
SedangkandasarkewenanganpadaauditforensicadalahKUHAP,
yaknijikapenyidikmenganggapperlumintabantuanpendapatahli(dalamhal
iniauditor)
Misalnyauntukmenghitungkerugianyangterjadi,menjadisaksiahli,dansebagainya.

Dengandemikianpadaauditforensic,tanggungjawabadapadaindividuauditoryangb
ersangkutan,yangdalamhalinibertindaksebagaisaksiahli.
Yangdipahamidisinibahwaperanauditorialahsebagaisaksiahli(yangmelakukanpen
yelidikan)
bukanpenyidikyangmempunyaikewenanganuntukmenyampaikantuntutanhukum.

Secaralebihrinci,perbedaan
perbedaanantaraauditinvestigasidenganauditforensicdapatdi
lihatdariberbagaiaspeksebagaiberikut:
1.Tanggungjawabpelaksanaan
Tanggungjawabauditinvestigasiadapadaunitaudit,sedangkan
padaauditforensicadapadapribadiauditor.
2.Tujuanaudit
Tujuanauditinvestigasiialahmenindaklanjutiindikasi/temuan
kecuranganpadaauditsebelumnya,atauuntukmembuktikan
kebenaranbrdasarkanpengaduan.Sedangkanauditforensic
bertujuanmembantupenyidikdalampencarianbuktibukti
dalamsuatukegiatanhukum.
3.Prosedurdanteknik
Prosedurdanteknikauditinvestigasimengacupadastandaraudit,
sedangkanauditforensicmengacustandarauditdan
kewenanganpenyidik.Dengandemikianauditordapat
menggunakanprosedur/teknikaudityanglebihluas.

4.Perencanaandanpelaksanaan
Dalammerencanakan/
melaksanakanauditinvestigasiauditormenggunakanskepticprofeionalismedanazaspra
dugatakbersalah(bahkanpendekatankemitraan).
Dalamauditforensicpenyidiktelahmemperolehbuktiawalbahwatersangkatelahmelak
ukanperbuatanmelawanhukum.

5.TimpelaksanadanpersyaratanAuditor
Timauditinvestigasisebaiknyaadalahtimyangmengauditsebelumnya,palingtidaksalah
satuauditornya.
Sedangkandalamauditforensicauditortersebutakanmenjadisaksiahlidisidingpenga
dilan.

6.Pelaporan
Laporanauditinvestigasimenetapkansiapayangterlibatataubertanggungjawab,
danditandatanganikepalaunitaudit(satuanpengawasintern).
Dalamlaporanauditforensicauditorberkewajibanmembuatmenandatanganiketerangan
ahliatasnamaauditor.

InstrumenaudityangdigunakanmenurutCarl.Bonass
(seminaronFraudandForensicInvestigation,ArthurAndersen,Januari,2001)
meliputiinspeksi,observasi,inquiri,konfirmasi,wawancara,rekonsiliasi,
penghitunganulang,pemeriksaankeauthentikan,penelusuran,danproseduranalisis.
Analisisforensicyangdapatdilakukan,antaralain:

Analisisbuktibuktidokumen(Analysisofdocumentation)
Analisisdata/laporancomputer(Analysisofcomputerdata/information)
Analisisbuktilisan(Analysisoforalevidence)
Analisisdatacatatanakuntansi(Analysisoffinancialrecords)
Identifikasihalhaltertentuatauanomalyanomalyyang
perludianalisislebihlanjut(Identificationofdiscrepanciesoranomaliesintheevidence)
Identifikasipolahubunganantarakejadian/fakta/bukti(Identificationofpatternsand/
orlinksofevents,facts,evidence)
Penyiapanlaporanhasilaudit(Preparationofreportsofthefindings)

TANGGUNGJAWABAUDITORDETEKSIFRAUD

Fraudauditingadalahmerupakanprosesaudityangmemfokuskanpadakeanehan/
keganjilan(sesuatuyangnampaknyadiluarkebiasaankemudianmenelusuridanmendala
mitransaksiuntukmerekonstruksibagaimanaterjadinyadanapayangmengikutitransa
ksitersebut.
Dalamfraudauditprosesuntukpengumpulanbuktiauditlebihfocuspadaapakahfraud
memangterjadidanjikamakaauditmengarahpadapengumpulanbukti
buktiuntukmengetahuidanmembuktikansiapasiapapelakunya(yangterlibat)
,bagaimanafraudituterjadi(modusoperandinya),dimanafraudterjadi,
kapanterjadinya,hukumapayangdilanggar,berapakerugianyangdiakibatkannya,
siapayangdirugikan/diuntungkan,danhalhallainyangberkaitandenganbukti
buktiinvestigasi.
Sebetulnyaperanpentingfraudauditoradalahpreventingfraud(mencegah),detectingfra
ud(mendeteksi),daninvestigatingfraud(investigasi)
.Dalamperkembangannyainvestigasimenjadicabangtersendiri.

AUDITECOMMERCE

Bidangauditterhadapecommercemerupakankegiatanjasayangbarubagiparaaudito
r.
Menurutbeberapahasilpenelitian,kekhawatiranmasyarakatterhadapresikoebusiness/
ecommerceditekankanbeberapahal,yaitu:perlunyapengungkapanpraktekbisnis,
perlukeyakinanataskeandalantransaksi,danperlindunganatasinformasi.

Auditterhadapecommercemerupakanbidangyangspesifik,
karenaberbedadenganauditteknologiinformasilainyangbersifatbackofficesystem
.Ecommercebersifatfrontofficesystem.Yangdimaksudbackofficesystem
adalahsystemkomputerisasiadalahdukungancomputeratauteknologiinformasidalam
pengolahandata,jaditidakterkaitlangsungdenganlayanankegiatantransaksi.

Sedangkanfront
officesystemadalahsystemberbasisteknologiinformasiyanglangsungberkaitandenga
ntransactionprocessing,ataulayanankepihaklainataupelanggan/masyarakat.

Dalamebusiness/ecommerceterjaditransaksiantaraindividu
individuyangtidaksalingmengenal(jumpadiduniamaya).Apayangdi
tampilkanolehsuatuwebsitedapatmenyesatkan
.ApakahbisnisiniLegal,apakahkonsumenyakinpermintaannya
akandipenuhiolehpenanggungjawabwebsite,apakahdapatmenukarkanbarangbilater

nyatabarangtidaksesuaipesanan,apakahadagaransi,kapanjangkawaktupengiriman,
bagaimanalayananpurnajual,danlainlain.Hal
halperludiketahuisehinggaperludiungkapkebiasaanberbisnisentitastersebut.

Dalamtransaksisecaraelektronisyangtanpapengawasanmemadaisangatlahmudahunt
ukmerubah,menghilangkan,ataumenggandakantransaksi.Hallainyang
pentingadalahperlindungandankeamananatasinformasipribadiyangdimasukkanke
dalamwebsitetersebut.Apajadinyajikalauinformasiitusampaijatuhke
tanganyangtidakbertanggungjawab.Selaindariitu,bidang
bidangataukawasanyangrawanadalahancamanhackers,crackers,danviruses.

WEBTRUST

Sebagaijawabanataspermasalahantersebut,makadikembangkansuatuprogramyangd
isebutwebtrust.Webtrustadalahprogramyangmemberikanjaminanmenyeluruhterhada
pbisnisyangberbasisebisiness/e
commercedenganmembangunkepercayaandankeandalanwebsitetersebut.
ProgramwebtrustdikembangkanAICPAdanCICAsejak1997danhinggakinididukung
olehorganisasiprofesiakuntandibanyakNegara.
Webtrustdikembangkandengantujuanuntukmengurangikelemahanyangadapadasyst
emebusiness/ecommercedenganassurancestandard.Standariniterdiri
daritujuhpokokpenting:onlineprivacy,businesspracticesandtransactionintegrity,
security,nonrepudiation,confidentiality,availability,dancustomizeddisclousures.

Secaraterincike7assurancestandardtersebutdapatdiuraikanberikut:

1.OnlinePrivacy
Situswebsiteperlumengungkapkantentangprinsipkerahasiaandalammelakukantransa
ksi.
Sebagaikonsekeunsinyasitusharusmelakukancontrolsecaraefektifterhadapkerahasiaa
ninformasi.
Perusahaanpenanggungjawabsitusharusmengungkapkanbagaimanainformasidiperoleh,
digunakan,bagaimanacookiedigunakan,dansebagainya.

2.BusinesspracticesandtransactionIntegrity
Dalamprosespengolahantransaksi,
situsharusmemprosestransaksisecaralengkap,akuratdansesuaidenganinformasiyang
disajikan.Situsharusjugabertanggungjawabatasmutubarang/

jasayangakandiberikankekonsumensesuaidenganyangtelahditampilkan,waktupengi
riman,pembayaran,purnajual,aturantentangpembatalanatauretur,dansebagainya.

3.Security
Penanggungjawabsitusharusmelakukanpengamananyangketat
(misalnyadenganenskripsidata),menjagadatadariseranganvirus,membuat
prosedurpenanganandatadanperbaikannyajikaterjadikerusakan,danbackup,
menghindaripenyalahgunaanataupemakaianinformasiolehpihakyangtakberwenang.

4.NonRepudiation
Situsharusmengungkapkansystemnonrepudiationnya,
apakahsudahmelakukanpemeliharaandanpengawasanbukti
buktitransaksisecarabaik.Buktibuktimungkindiperlukandi
kemudianhariuntukmembuktikanadatransaksisecaraelektronis.

5.Confidentiality
Situsharusmengungkapkankerahasiaandalamtransksi,
melakukancontrolsecaraterusmenerus,
menghindariaksesdataolehpihaktidakberwenang,
dandapatmenunjukkanbahwaproseduryangdirancangnyasudahmemadai.

6.Availability
Situsharusmenjaminsystemdandatatelahsesuaidenganyangdiungkapkan,
harusterdapatketentuanmengenaitermandconditionyangsesuaisecaralegaldankontr
aktual,tersediaproseduryangdiambiljikaterjadibencana,
dantersedianyahardwaresertasoftwareyangterujikeandalannya.

7.Customizeddisclosure
Situsharusmengungkapkanhalhalkhususyangadapadanya.

Jadidengandemikiancriteriapengamanantransaksiyangdiperlukanpadasuatu
systemebusiness/ecommercemencakup:

a.KriteriaNonrepudiation
Buktiyangdapatdiaksesdandigunakanjikaterjadiklaimatastransaksi
Proseduruntukmengidentifikasidanmembuktikankeaslianpengguna
Kontrolterhadapbuktipersetujuanpihaklaindalamtransaksionline
Perlindungandaripihakpihakyangtidakberkepentingan
Identifikasisiapayangbertanggungjawabjikaterjadikesalahandalamtransaksi.

b.KriteriaSecurity
Kebijakankeamanandiungkapkandantelahterbuktiteruji
Akseskedalamsystemdibatasihanyauntukpenggunayangberwenang
Prosedurdanrencanaperbaikantelahdisiapkandandapatbekerjadenganbaik
Penggunaanteknologipengacakan(encryptiontechnology)
Tersedianyasystembackupyangmemadai.

c.KriteriaConfidentiality
Keamanandalamperpindahan,
mengumpulkandandistribusiinformasiyangrahasiasudahmencukupi.
Adanyaprosedurdalammenanganikebocoranrahasia.
Adanyasystemcadanganataubackupyangtersimpanditempatyangaman.
d.KriteriaAvailability
Termandconditionuntukmengaksespusatdata
PeraturandanKebijaksanaanyangsesuaidenganperjanjianlegaldankontraktual.
Adanyarencanaperbaikanyangmemadaijikaterjadibencanaatauuntukmengurangig
angguan.
Adanyaperangkatkerasdanperangkatlunakyangtelahdiujikeandalannya.

e.KriteriaCustomizedDisclosure
Jumlahhitataupengunjungsitustersebutuntukperiodetertentu
Pengakuansebagaiyangter.kamiadalahsituspencariterbesardiUSA,
sepertidilaporkanoleh.

KamiadalahtokobukuonlineterbesardiUSA,hasilsurvey
Diposkan oleh Mats_Jatnika di 22.21

AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA


MAKALAH
AKUNTANSI FORENSIK DI INDONESIA
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar
Akuntansi
Dosen : Mila Novira S.E.,Ak
Disusun Oleh:
KESIH SUKESIH
NIM : 20080510650
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KUNINGAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pasca Krisis Moneter 1997 yang meluluhlantakkan perekonomian dan
menghancurkan rezim orde baru yang berkuasa berimbas ke berbagai
aspek dari ekonomi, politik, hukum dan tata negara, Sistem perekonomian
yang dibangun orde baru dengan kekuasaan sekelompok elit politik dan
didukung militer telah menampakkan kebobrokannya, dimana faktor
kolusi, korupsi dan nepotisme menjadi sebab utama mengapa negara ini
tidak mampu bertahan dari krisis bahkan dampaknya masih terasa hingga
sekarang.
Reformasi yang dilakukan pemerintah setelah orde baru memberikan
harapan akan adanya perubahan dari sisi demokrasi kepempimpinan
melalui pemilihan umum langsung dan pemilihan kepala daerah, distribusi
prekonomian dengan lebih merata dengan diberlakukannya otonomi
daerah maupun transparansi dan akuntabilitas pemerintah yaitu dengan
diberlakukannya Undang-Undang No 28 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan yang bebas KKN, Undang-Undang No 31 Tahun 1999

Tentang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang No 17 Tahun 2003


Tentang Keuangan Negara.
Namun harapan tersebut seakan jauh panggang dari api, kasus korupsi di
Indonesia seakan semakin berkembang dengan metode baru yang lebih
canggih. Pemberantasan korupsi dilakukan selama ini kurang memberikan
efek jera yang diharapkan timbul dari terpidananya pelaku koruptor.
Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme seakan menjadi penyakit baru yang
mewabah dari tingkat Pemerintah Pusat sampai ke DPR yang menyebar
luas ke tingkat daerah dari pemimpin, penyelenggara pemerintahaan
sampai DPRD yang seakan-akan berjamaah menikmati kue yang selama
ini tidak sampai ke piring mereka.
Namun apabila dilihat dari data-data yang ada, sebenarnya tidak
sepenuhnya benar. Usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sedikit
demi sedikit telah memperbaiki citra Indonesia. Indeks persepsi korupsi
(CPI) yang dikeluarkan oleh Transparency International menunjukkan
bahwa telah terjadi perbaikan signifikan selama kurun waktu 1998 2007
dimana skor CPI Indonesia meningkat dari 2,0 menjadi 2,3 . Ini berarti
Indonesia telah menempuh setengah jalan untuk menjadi negara yang
kondusif untuk pemberantasan korupsi (skor CPI 5,0). Persepsi publik
terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia juga telah menunjukkan
tren perbaikan, sedikit banyak hal tersebut karena gebrakan Komisi
Pemberantasan Korupsi yang gencar memburu koruptor.
Definisi korupsi dalam penelitian diatas berarti penyalahgunaan jabatan
oleh pegawai negeri dan kaum politisi untuk kepentingan pribadi, seperti
penyuapan dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintahan
dengan tidak membedakan korupsi yang bersifat administratif, politis atau
antara korupsi besar dan kecil-kecilan.
Kesimpulan yang bisa kita petik dari data-data diatas adalah ada titik
terang dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Data-data tersebut
menunjukkan hal yang berbeda dari anggapan beberapa orang yang
selalu pesimis dengan kemajuan pemberantasan korupsi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akuntansi Forensik
Forensik, menurut Merriam Websters Collegiate Dictionary (edisi ke 10)
dapat diartikan berkenaan dengan pengadialan atau berkenaan
dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum. Oleh

karena itu akuntasi forensik dapat diartikan penggunaaan ilmu akuntansi


untuk kepentingan hukum.
Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic
Accounting (JFA), mengatakan secara sederhana, akuntansi forensik
adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses
pengadilan, atau dalam proses peninjauan judicial atau administratif.
Bologna dan Liquist (1995) mendefinisikan akuntansi forensik sebagai
aplikasi kecakapan finansial dan sebuah mentalitas penyelidikan terhadap
isu-isu yang tak terpecahkan, yang dijalankan di dalam konteks rules of
evidence. Sedangkan Hopwood, Leiner, & Young (2008) mendefinisikan
Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik
yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui
cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan
atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan
harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau
hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat.
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan Forensik
adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi dan penyelidikan,
dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam pengadilan hukum. Meskipun
demikian Akuntan forensik juga mempraktekkan keahlian khusus dalam
bidang akuntansi, auditing, keuangan, metode-metode kuantitatif, bidangbidang tertentu dalam hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif
dalam mengumpulkan bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti
dan menginterpretasi serta mengkomunikasikan hasil dari temuan
tersebut.
A. Tugas Akuntansi Forensik
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam
pengadilan (litigation). Disamping tugas akuntan forensik untuk
memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation) ada juga
peran akuntan forensik dalam bidang hukum diluar pengadilan (non
itigation) misalnya dalam membantu merumuskan alternatif penyelesaian
perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti rugi dan upaya
menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Akuntansi forensik dibagi ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan
(investigative services) dan jasa litigasi (litigation services). Jenis layanan
pertama mengarahkan pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang

mana mereka menguasai pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi,


mencegah, dan mengendalikan penipuan, dan misinterpretasi. Jenis
layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa
penipuan dan jasa-jasa akuntansi forensik yang ditawarkan untuk
memecahkan isu-isu valuasi, seperti yang dialami dalam kasus
perceraian. Sehingga, tim audit harus menjalani pelatihan dan diberitahu
tentang pentingnya prosedur akuntansi forensik di dalam praktek audit
dan kebutuhan akan adanya spesialis forensik untuk membantu
memecahkan masalah.
B. Keahlian Akuntansi Forensik
Harris & Brown (2000) bahwa Akuntan forensik mempelajari hal-hal yang
positif bagi perusahaan saat terjadi merger atau akuisisi dan memastikan
bahwa seorang pembeli telah memahami tentang situasi dan nilai
keuangan perusahaan target. Akuntan forensik sering memanfaatkan
keahlian akuntansinya dalam litigasi. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut
dibatasi pada pembahasan (a) penghitungan kerugian dalam kasus-kasus
seperti cidera yang diderita oleh seseorang, liabilitas produk, sengketa
kontrak, dan kekayaan intelektual dan (b) pengungkapan aset-aset yang
tersembunyi dalam kasus hukum perkawinan yang kompleks.
Jenis-jenis jasa ini dapat meningkat pada saat akuntan forensik diundang
untuk bertindak sebagai saksi ahli (Durtschi, 2003; Messmer, 2004;
Peterson & Reider, 2001; Ramasway, 2005). Dengan hal demikian
Perusahaan menugaskan akuntan forensik untuk menjadi pengawas
dalam evaluasi terhadap transaksi bisnis yang potensial bagi perusahaan
tersebut.
Akuntan forensik saat ini menggunakan keahlian yang unik dalam
menjalankan tugas-tugas seperti menentukan apakah sebuah perusahaan
telah melakukan mis-interpretasi terhadap catatan laporan keuangan,
apakah telah terjadi fraud atas inventaris dan modal yang dimiliki oleh
perusahaan, dan apakah telah terjadi laporan keuangan yang berlebihlebihan pada sebuah perusahaan (Harris & Brown, 2000; Messmer, 2004).
Dengan demikian keahlian seorang akuntan forensik digunakan dalam
menyelidiki fraud yang terjadi di perusahaan maupun di pemerintahan
Brooks, Riley, & Thomas; Kahan (2005) dalam penelitiannya
menggunakan informasi keuangan dengan volume sangat besar dan
kompleks, biasanya permasalahan ini akan menyita sumber daya yang
dimiliki oleh perusahaan di dalam menyelidikinya. Oleh karena itu banyak

kejahatan yang sulit untuk diidentifikasi karena pelaku menjalankan


aksinya melalui serangkaian transaksi yang kompleks.
Lebih lanjut mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa sebagian besar
tindak kecurangan terbongkar karena tip off dan ketidaksengajaan
(accident). Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka
seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi
dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human
dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang
mendorong terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes,
rationalization, opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan
(standar bukti keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang
kriminologi dan viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian
internal, dan kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
Hopwood, Leiner, & Young (2008), menyatakan bahwa Akuntan forensik
sebaiknya menguasai keterampilan dalam banyak bidang. Beberapa
akuntan forensik, sudah barang tentu, mengkhususkan diri pada bidangbidang tertentu seperti teknologi informasi. Akan tetapi, semua akuntan
forensik yang telah terlatih sekurang-kurangnya memiliki tingkat
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Keterampilan auditing merupakan hal terpenting bagi akuntan forensik
karena adanya sifat pengumpulan-informasi dan verifikasi yang terdapat
pada akuntansi forensik. Akuntan forensik yang terampil harus mampu
mengumpulkan dan mengkaji informasi apapun yang relevan sehingga
kasus-kasus yang mereka tangani akan didukung secara positif oleh pihak
pengadilan.
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi, misalnya taktik-taktik
surveillance dan keterampilan wawancara dan interogasi, membantu
akuntan forensik untuk melangkah di luar keterampilan mereka di dalam
mengaudit aspek-aspek forensik baik aspek legal maupun aspek finansial.
3. Kriminologi, khususnya studi psikologi tindak kejahatan, adalah penting
bagi akuntan forensik karena keterampilan investigasi yang efektif sering
bergantung pada pengetahuan tentang motif dan insentif yang dialami
oleh perpetrator.
4. Pengetahuan akuntansi membantu akuntan forensik untuk
menganalisis dan menginterpretasi informasi keuangan yang dibutuhkan
untuk membangun sebuah kasus di dalam investigasi keuangan, apakah
itu dalam kasus kebangkrutan, operasi pencucian uang, atau skemaskema penyelewangan lainnya. Hal ini meliputi pengetahuan tentang

pengendalian internal yang baik seperti yang terkait dengan


kepemimpinan perusahaan (corporate governance).
5. Pengetahuan tentang hukum sangat penting untuk menentukan
keberhasilan akuntan forensik. Pengetahuan tentang prosedur hukum dan
pengadilan mempermudah akuntan forensik untuk mengidentifikasi jenis
bukti yang diperlukan untuk memenuhi standar hukum yurisdiksi di mana
kasus akan dinilai dan menjaga bukti melalui cara-cara yang memenuhi
kriteria pengadilan.
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI) menjadi
sarana yang penting bagi akuntan forensik di tengah dunia yang dipenuhi
oleh kejahatan-kejahatan dunia maya. Pada taraf yang minimum, akuntan
forensik harus mengetahui poin di mana mereka harus menghubungi
seorang ahli bidang piranti keras (hardware) atau piranti lunak (software)
komputer. Akuntan forensik menggunakan keterampilan teknologi untuk
mengkarantina data, ekstraksi data melalui penggalian data, mendesain
dan menjalankan pengendalian atas manipulasi data, menghimpun
informasi database untuk perbandingan, dan menganalisis data.
7. Keterampilan berkomunikasi juga dibutuhkan oleh akuntan forensik
untuk memastikan bahwa hasil penyelidikan/analisis mereka dapat
dipahami secara benar dan jelas oleh pengguna jasanya.
Ramaswamy (2005) mengungkapkan inti pengetahuan seorang akuntan
forensik untuk menjadi ahli akuntan forensik selalu memerlukan
peningkatkan jumlah keahlian dan kompetensi dalam menemukan
penipuan. Berikut adalah terdapat beberapa keahlian yang berguna untuk
akuntan forensik:
1. Sebuah pengetahuan yang mendalam tentang laporan keuangan, dan
kemampuan untuk menganalisa kritis mereka. Keterampilan ini
membantu akuntan forensik menemukan pola abnormal dalam informasi
akuntansi dan mengenali sumber mereka.
2. Sebuah ketelitian tentang pemahaman skema penipuan, namun tidak
terbatas pada pengelapan aset termasuk, pencucian uang, penyuapan
dan korupsi.
3. Kemampuan untuk memahami sistem pengendalian internal
perusahaan, dan untuk membuat sebuah sistem kontrol yang menilai
risiko, manajemen mencapai tujuan, memberitahu karyawan mereka
kontrol tanggung jawab, dan memantau kualitas program sehingga
koreksi dan perubahan dapat dibuat.

4. Keahlian di ilmu komputer dan sistem jaringan. Keterampilan ini


membantu akuntan forensik melakukan penyelidikan di era e-banking dan
sistem komputerisasi akuntansi.
5. Pengetahuan tentang psikologi, dalam rangka untuk memahami
impulses dibalik perilaku kriminal dan menyiapkan program pencegahan
penipuan yang mendorong dan memotivasi karyawan.
6. Interpersonal dan kemampuan komunikasi, yang membantu dalam
penyebaran informasi tentang kebijakan etis perusahaan dan membantu
akuntan forensik melakukan wawancara dan diperlukan memperoleh
informasi yang sangat penting.
7. Pengetahuan ketelitian dari kebijakan pemerintahan dan undangundang yang mengatur kebijakan perusahaan tersebut.
8. Perintah hukum pidana dan perdata, serta dari sistem hukum dan
prosedur pengadilan.
James (2008) sebagai dasar penelitian dengan menggunakan 9 (sembilan)
item kompentensi keahlian akuntansi forensic yang digunakan dalam
penilaian perbedaan persepsi dari pihak Akademisi akuntansi, Praktisi
akuntansi, dan pengguna jasa Akuntan forensik yaitu :
1. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah analisis
deduktif: kemampuan untuk menganalisis kejanggalan yang terjadi dalam
laporan keuangan, yakni kejadian yang tidak sesuai dengan kondisi yang
wajar.
2. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah pemikiran
yang kritis: kemampuan untuk membedakan antara opini dan fakta.
3. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah
pemecahan masalah yang tidak terstruktur: kemampuan untuk
melakukan pendekatan terhadap masing-masing situasi (khususnya
situasi yang tidak wajar) melalui pendekatan yang tidak terstruktur.
4. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah
fleksibilitas penyidikan: kemampuan untuk melakukan audit di luar
ketentuan/prosedur yang berlaku.
5. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah keahlian
analitik: kemampuan untuk memeriksa apa yang seharusnya ada (yang
seharusnya tersedia) bukan apa yang telah ada (yang telah tersedia).
6. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah
komunikasi lisan: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif secara
lisan melalui kesaksian ahli dan penjelasan umum tentang dasar-dasar
opini.

7. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah


komunikasi tertulis: kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
dengan tulisan melalui laporan, bagan, gambar, dan jadwal tentang dasardasar opini.
8. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah
pengetahuan tentang hokum: kemampuan untuk memahami prosesproses hokum dasar dan isu-isu hukum termasuk ketentuan bukti (rules of
evidence).
9. Keahlian yang penting bagi seorang akuntan forensik adalah
composure: kemampuan untuk menjaga sikap untuk tetap tenang
meskipun dalam situasi tertekan.
Dengan demikian (9) Sembilan kompetensi yang digunakan oleh
penelitian tersebut diatas bersumber dari penjabaran atau perluasan dari
beberapa pengetahuan dan keterampilan yang di ungkapkan Ramaswamy
(2005) dan dalam buku karya Hopwood, Leiner, & Young (2008)
C. Mengapa perlu Akuntansi Forensik?
Mencoba menguak adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa
(general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat kuda
dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam
membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya
di dalam Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu
metodologi audit yang handal adalah dengan metodologi yang dikenal
sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan
atau mengungkap motif pembunuhan. Bermula dari penerapan akuntansi
dalam persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan
bukan audit) forensik. Perkembangan sampai dengan saat ini pun kadar
akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam perhitungan ganti rugi baik
dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi atau
secara sederhana akuntansi forensik menangani fraud khususnya dalam
pengertian corruption dan missappropriation of asset.
Profesi ini sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) pasal 179 ayat (1) menyatakan:Setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau
ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Orang
sudah mahfum profesi dokter yang disebut dalam peraturan diatas yang
dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik, namun ahli lainnya yang

dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal sebutannya


sebagai akuntan forensik.
2.2 Penerapan Akuntansi Forensik di Indonesia
Bulan Oktober 1997 Indonesia telah menjajagi kemungkinan untuk
meminjam dana dari IMF dan World Bank untuk menangani krisis
keuangan yang semakin parah. Sebagai prasayarat pemberian bantuan,
IMF dan World Bank mengharuskan adanya proses Agreed Upon Due
Dilligence (ADDP) yang dikerjakan oleh akuntan asing dibantu beberapa
akuntan Indonesia. Temuan ADDP ini sangat mengejutkan karena dari
sampel Bank Besar di Indonesia menunjukkan perbankan kita melakuan
overstatement asset sebesar 28%-75% dan understatement kewajiban
sebesar 3%-33%. Temuan ini segera membuat panik pasar dan
pemerintah yang berujung pada likuidasi 16 bank swasta. Likuidasi
tersebut kemudian diingat menjadi langkah yang buruk karena
menyebabkan adanya penarikan besar-besaran dana (Rush) tabungan dan
deposito di bank-bank swasta karena hancurnya kepercayaan publik pada
pembukuan perbankan. ADPP tersebut tidak lain dari penerapan akuntansi
forensik atau audit investigatif.
Istilah akuntansi forensik di Indonesia baru mencuat setelah keberhasilan
Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah kantor Akuntan Besar dunia (The
Big Four) dalam membongkar kasus Bank Bali. PwC dengan software
khususnya mampu menunjukkan arus dana yang rumit berbentuk seperi
diagram cahaya yang mencuat dari matahari (sunburst). Kemudian PwC
meringkasnya menjadi arus dana dari orang-orang tertentu. Sayangnya
keberhasilan ini tidak diikuti dengan keberhasilan sistem pengadilan.5
Metode yang digunakan dalam audit tersebut adalah follow the money
atau mengikuti aliran uang hasil korupsi Bank Bali dan in depth interview
yang kemudian mengarahkan kepada para pejabat dan pengusaha yang
terlibat dalam kasus ini.
Kasus lainnya pada tahun 2006, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) mampu membuktikan kepada pengadilan bahwa Adrian
Waworuntu terlibat dalam penggelapan L/C BNI senilai Rp 1.3 Triliun,
dengan menggunakan metode follow the money yang mirip dengan
metode PwC dalam kasus Bank Bali dalam kasus lain dengan metode
yang sama PPTK juga berhasil mengungkapkan beberapa transaksi
ganjil 15 Pejabat Kepolisian Kita yang memiliki saldo rekening Milyaran

rupiah padahal penghasilan mereka tidak sampai menghasilkan angka


fantastis tersebut.
2.3 Peran BPK dalam Akuntansi Forensik
Perkembangan positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut
membuat Badan Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru
dikerdilkan menjadi pulih, dengan terbitnya Undang-Undang No 17
Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menegaskan tentang
kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang kemudian di
dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan
kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik yang tidak
dipisahkan maupun yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus
penentu jumlah kerugian Negara.
Oleh karena itu BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda
terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara
meningkatkan metodologi auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya
dalam melakukan pemeriksaan keuangan negara termasuk didalamnya
keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud yaitu mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair, tidak memihak,
sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan
korupsi adalah dengan menerapkan Akuntansi Forensik atau sebagian
orang menyebutnya Audit Investigatif.
Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara memiliki prestasi
yang layak diapresiasi dalam melakukan audit forensik, dengan
melakukan audit investigasi terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia maupun aliran Dana Bank Indonesia ke sejumlah pejabat,
dengan bantuan software khusus audit, BPK mampu mengungkap
penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI
sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan
petinggi bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI,
sedangkan kasus aliran Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasil
audit investigasi BPK menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar
Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank Indonesia, Anggota DPR termasuk
diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus ini mencuat tajam
sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait harus
mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang

menerima aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan
hasil pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
Perbedaan Akuntansi Forensik dengan Akuntansi konvensional
Perbedaaan utama akuntansi forensik dengan akuntansi maupun audit
konvensional lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi
kedua jenis akuntansi tersebut tidak jauh berbeda. Akuntasi forensik lebih
menekankan pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola
tindakan (pattern of conduct) daripada kesalahan (errors) dan keteledoran
(ommisions) seperti pada audit umum. Prosedur utama dalam akuntansi
forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara
mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga
menggunakan teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi,
konfirmasi dan lain sebagainya.
Akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya
penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah terjadi tindak
kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau,
petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya. Data
menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar
karena tip off dan ketidaksengajaan (accident).
Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka seorang
akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar akuntansi dan
audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human dan
organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization,
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti
keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan
viktimologi (profiling) pemahaman terhadap pengendalian internal, dan
kemampuan berpikir seperti pencuri (think as a theft).
2.4 Investigasi Audit dalam Akuntansi Forensik
Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya
pembuktian, umumnya pembuktian berakhir di pengadilan dan ketentuan
hukum acara yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Hukum Acara Pidana
(KUHAP) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Analisis data yang
tersedia, ciptakan/kembangkan hipotesis berdasar analisis, uji hipotesis
dan terakhir perhalus atau ubah hipotesis berdasar pengujian.
Di dalam audit investigasi, teknik audit bersifat eksploratif, mencari
wilayah garapan atau probing yang terdiri dari:

1. Memeriksa fisik (phisical examination) yaitu penghitungan uang tunai,


kertas berharga, persediaan barang, aktiva tetap dan barang berwujud
lainnya,
2. Meminta Konfirmasi (confirmation) dalam investigasi konfirmasi harus
dikolaborasi dengan sumber lain (substained),
3. Memeriksa dokumen (documentation) termasuk didalamnya dokumen
digital,
4. Reviu analitikal (analytical review) tekhnik ini mengharuskan dasar atas
perbandingan yang dihadapi dengan apa yang layaknya harus terjadi dan
berusaha menjawab terjadinya kesenjangan,
5. Meminta Informasi lisan atau tertulis dari yang diperiksa (inquiries of
the auditee) hal tersebut penting untuk pendukung permasalahan,
6. Menghitung Kembali (reperformance) tehknik ini dilakukan dengan
mencek kebenaran perhitungan (kali, bagi, tambah, kurang dan lain-lain)
untuk menjamin kebenaran angka,
7. Mengamati (observation) pengamatan ini lebih menggunakan intuisi
auditor apakah terdapat hal-hal lain yang disembunyikan.
2.5 Akuntansi forensik dan Penerapan Hukum
Istilah akuntansi forensik merupakan terjemahan dari forensic accounting.
Pengertian forensik, bermakna; (1) yang berkenaan dengan pengadilan,
atau (2) berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah
hukum. Yang paling sering kita dengar adalah dokter forensik, yaitu dokter
ahli patologi yang memeriksa jenazah untuk menentukan penyebab dan
waktu kematian. Banyak dari kita, yang telah mengenal istilah
laboratorium forensik (labfor) yang dimiliki oleh kepolisian.
Sebenarnya akuntan dan akuntansi forensik tidak sepenuhnya berkaitan
dengan pengadilan saja. Istilah pengadilan memberikan kesan bahwa
akuntansi forensik semata-mata berperkara di pengadilan, dan istilah lain
ini disebut litigasi (litigation). Di samping proses litigasi ada proses
penyelesaian sengketa dimana jasa akuntan forensik juga dapat dipakai.
Kegiatan ini bersifat non litigasi. Misalnya penyelesaian sengketa lewat
arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau alternative dispute
resolution.
Sebagai contoh: Sengketa antara PT Telkom dan PT Aria West International
(AWI) melalui proses yang berat dan memakan waktu hampir dua tahun,
akhirnya diselesaikan melalui akuisisi AWI oleh PT Telkom dalam tahun
2003. Dalam sengketa ini, AWI menggunakan Pricewaterhouse Coopers

(PwC) sebagai akuntan forensiknya, dan penyelesaian dilakukan di luar


pengadilan.
Larry Crumbley, editor in chief dari Journal of Forensic Accounting menulis:
(terjemahan)
Secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi
yang akurat untuk tujuan hukum. Artinya akuntansi yang dapat bertahan
dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses
peninjauan judisial atau administratif.
Dalam definisi Crumbley itu, tak menggunakan istilah pengadilan, tapi
suatu proses sengketa hukum, yang penyelesaian nya dapat dilakukan di
luar pengadilan.
Bermacam-macam hal dapat memicu terjadinya sengketa. Sengketa
antara dua pihak bisa diselesaikan dengan cara berbeda, apabila
menyangkut dua pihak. Pihak yang bersengketa bisa menyelesaikan
melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, sedang pihak lain
melalui litigasi. Dalam hal ini, penyelesaian adalah dengan cara hukum,
tetapi yang pertama diselesaikan di luar pengadilan, sedangkan yang
satunya lagi melalui proses beracara di pengadilan.
2.6 Akuntansi atau audit forensik?
Pada mulanya, di Amerika Serikat, akuntansi forensik digunakan untuk
menentukan pembagian warisan atau mengungkapkan motif
pembunuhan. Misalnya pembunuhan isteri oleh suami untuk
mendapatkan hak waris atau klaim asuransi, atau pembunuhan mitra
dagang untuk menguasai perusahaan.
Bermula dari penerapan akuntansi untuk memecahkan hukum, maka
istilah yang dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik.
Sekarangpun kadar akuntansinya masih terlihat, misalkan dalam
perhitungan ganti rugi, baik dalam konteks keuangan Negara, maupun di
antara pihak-pihak dalam sengketa perdata. Akuntansi forensik pada
awalnya adalah perpaduan yang paling sederhana untuk akuntansi dan
hukum. Contoh, penggunaan akuntan forensik dalam penggantian harta
gono gini. Disini terlihat unsur akuntansinya, unsur menghitung besarnya
harta yang akan diterima pihak (mantan) suami dan (mantan) isteri. Segi
hukumnya dapat diselesaikan di dalam atau di luar pengadilan, secara
litigasi atau non litigasi. Dalam kasus yang lebih pelik, ada satu bidang
tambahan, yaitu bidang audit.
Akuntansi forensik sebenarnya telah dipraktekkan di Indonesia. Praktek ini

tumbuh pesat, tak lama setelah terjadi krisis keuangan tahun 1977.
Akuntansi forensik dilaksanakan oleh berbagai lembaga seperti Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Bank Dunia (untuk proyek-proyek
pinjamannya), dan kantor-kantor akuntan publik (KAP) di Indonesia.
2.7 Kualitas akuntan forensik
Robert J. Lindquist membagikan kuestioner kepada staf Peat Marwick
Lindquist Holmes, tentang kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang
akuntan forensik?
Ternyata jawaban nya bervariasi, antara lain:
1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu yang orang lain
menganggap situasi bisnis yang normal dan mempertimbangkan
interpretasi lain, yakni bahwa itu bukan merupakan situasi bisnis yang
normal
2. Rasa ingin tahu. Keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi
3. Tak menyerah. Kemampuan untuk maju terus pantang mundur
walaupun fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau
informasi sulit diperoleh
4. Akal sehat. Kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia
nyata. Ada yang menyebutnya, perspektif anak jalanan yang mengerti
betul kerasnya kehidupan
5. Business sense. Kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis
sesungguhnya berjalan, dan bukan sekedar memahami bagaimana
transaksi di catat.
6. Percaya diri. Kemampuan untuk mempercayai diri dan temuan,
sehingga dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang
dari jaksa penuntut umum dan pembela)
Pada prakteknya, orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu
memahami tentang akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada
di balik laporan keuangan debitur, apa yang dibalik laporan hasil analisis
yang disajikan. Hal ini tentu saja, dimaksudkan agar segala sesuatu dapat
dilakukan pendeteksian sejak dini, agar masalah tidak terlanjur melebar
dan sulit diatasi. Apabila anda sebagai pimpinan unit kerja, atau pimpinan
perusahaan, yang mengelola risiko, yang dapat mengakibatkan risiko
finansial, mau tak mau anda harus mengenal dan memahami akuntansi

forensik ini, sehingga anda bisa segera mengetahui ada yang tidak beres
dalam analisa atau data-data yang disajikan.
Gambaran Akuntansi Forensik
Audit forensik merupakan salah satu bagian dari Spesial Audit. Audit
forensik lebih tepat digunakan jika sudah bersinggungan dengan bidang
hukum. Sementara hasil audit dapat, tetapi tidak harus, digunakan dalam
proses pengadilan atau bentuk penyelesaian hukum lainnya. Dalam
penerapannya audit forensik memang banyak bersinggungan dengan
hukum. Pengungkapan kasus Bank Bali adalah contoh keberhasilan
akuntansi forensik. Auditor PwC berhasil menunjukkan aliran dana yang
bersumber dari pencairan dana penjaminan Bank Bali.
Mengingat audit forensik selalu bersinggungan dengan hukum, dalam
pengumpulan bukti audit seorang auditor forensik harus memahami
masalah hukum pembuktian. Bukti yang dikumpulkan harus dapat
diterima di pengadilan. Cara perolehan bukti pun tidak boleh melanggar
hukum, karena dapat berakibat ditolaknya alat bukti tersebut. Oleh karena
itu, Prosedur audit harus sesuai dengan standar profesi, sekaligus hukum
pidana, perdata, atau produk hukum lainnya. Beban pembuktian dalam
kasus fraud haruslah beyond reasonable doubt atau melampaui keraguan
yang layak.
Seorang auditor harus memiliki kemampuan yang unik. Disamping
keahlian teknis, seorang auditor forensik yang sukses mempunyai
kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara fair,
tidak memihak, sahih, dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta
itu secara akurat dan lengkap. Teknik wawancara, pengujian laporan
keuangan, pengumpulan bukti, pemahaman peraturan dan perundangundangan yang terkait, serta prosedur-prosedur lain yang diperlukan
selama tidak melanggar kode etik auditor dan undang-undang. Inilah yang
disebut kemampuan unik. Tidak semua auditor memiliki kemampuan
investigatif layaknya detektif ataupun penyidik, tentu saja harus tetap
dalam koridor keuangan dan laporan keuangan. Auditor forensik adalah
gabungan kemampuan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan
investigator.
2.8 Peran Penting Audit Forensik
Dalam beberapa artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih
mengarah kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau
korupsi. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan, audit forensik

diperlukan untuk pembuktian pada kasus-kasus penipuan.


Objek audit forensik adalah informasi keuangan yang mungkin (diduga)
mengandung unsur penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud bisa
berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan, seseorang, atau
bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan ini bisa dijadikan
salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa untuk
memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan
hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang
menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar
independen. Meskipun penugasan audit diberikan oleh salah satu pihak
yang bersengketa, independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak
boleh memihak pada siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur,
dan pernyataan auditor adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi
hukum pada pihak yang bersengketa.
BAB III
KESIMPULAN
Akuntan Forensik adalah Akuntan yang menjalankan kegiatan evaluasi
dan penyelidikan, dari hasil tersebut dapat digunakan di dalam
pengadilan hukum. Meskipun demikian Akuntan forensik juga
mempraktekkan keahlian khusus dalam bidang akuntansi, auditing,
keuangan, metode-metode kuantitatif, bidang-bidang tertentu dalam
hukum, penelitian, dan keterampilan investigatif dalam mengumpulkan
bukti, menganalisis, dan mengevaluasi materi bukti dan menginterpretasi
serta mengkomunikasikan hasil dari temuan tersebut.
Akuntan forensik bertugas memberikan pendapat hukum dalam
pengadilan (litigation), dan juga bisa berperan dalam bidang hukum diluar
pengadilan (non litigation). misalnya dalam membantu merumuskan
alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan
ganti rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran
kontrak.
Akuntansi Forensik adalah aplikasi keterampilan investigasi dan analitik
yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah keuangan melalui
cara-cara yang sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan
atau hukum. Dengan demikian investigasi dan analisis yang dilakukan
harus sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pengadilan atau
hukum yang memiliki yurisdiksi yang kuat.

Keterampilan yang diperlukan seorang akuntan forensic menurut


Hopwood, Leiner, & Young
1. Keterampilan auditing
2. Pengetahuan dan keterampilan investigasi
3. Kriminologi
4. Pengetahuan akuntansi
5. Pengetahuan tentang hukum
6. Pengetahuan dan keterampilan bidang Teknologi informasi (TI)
7. Keterampilan berkomunikasi
DAFTAR PUSTAKA

Sekilas Tentang Audit Investigatif


Audit Investigatif adalah audit yang berhubungan dengan kecurangan (fraud). Jika Financial
Audit (Audit Keuangan) dan Performance Audit (Audit kinerja) telah dikenal relatif lama dalam
khazanah audit maka Audit Investigatif baru dikenal pada abad ke 20, yang diawali dengan
adanya pembentukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan dunia bisnis. Peraturanperaturan tersebut dibuat seiring dengan semakin meningkatnya penyelewengan pada kontrakkontrak pemerintah dan semakin merebaknya tindak kejahatan kerah putih (White Collar Crime)
terhadap kepentingan publik.
Hari ini, kebutuhan akan Audit Investigatif tidak hanya berkaitan dengan pemborosan,
penyelewengan yang merugikan institusi pemerintahan, atau perusahaan milik negara saja,
tetapi juga berkaitan dengan peraturan-peraturan yang secara umum mengikat semua pihak
yang ada dalam sebuah negara.
Secara garis besar Audit Investigatif mirip dengan istilah Fraud Examination; sebagaimana yang
di maksud dalam Fraud Examination Manual yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE). Menurut panduan/manual para fraud examinerstersebut, yang dimaksud
dengan Audit Investigatif : a methodologi for resolving fraud allegations from inception to
disposition. More specifically, fraud examination involves obtaining evidence and taking
statements, writing reports, testifying findings and assisting in the detection and prevention of
fraud
Sebelum dibahas lebih lanjut, ada beberapa aksioma yang menarik terkait dengan fraud
examiners/audit investigatif, yaitu:
Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden)
Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat
mengarahkan pihak lain menemukan terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang
dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat beragam, dan
terkadang sangat canggih sehingga hampir semua orang (bahkan Auditor Investigatif sekalipun)
juga dapat terkecoh.
Melakukan pembuktian dua sisi (Reverse Proof).

Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak
melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang
tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa yang
bersangkutan melakukan tindak kecurangan.
Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud).
Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat dipastikan jika telah diputuskan oleh
hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif,
seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau
tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi.
Auditor hanya mengungkapkan fakta dan proses kejadian, beserta pihak-pihak yang terkait
dengan terjadinya kejadian tersebut berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkannya.

METODOLOGI AUDIT INVESTIGATIF


Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners yang menjadi rujukan
internasional dalam melaksanakan Fraud Examination.
Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksanakan suatu
Pemeriksaan Investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi
kepada aspek hukum, serta bagaimana tindak lanjutnya.
Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan
terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan
berhubungan dengan hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka harus pemeriksaan
investigatif harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang
diistilahkan sebagai predikasi.
Predikasi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukkan adanya
keyakinan kuat yang didasari oleh professionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang
telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa fraud/kecurangan
telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa predikasi, Pemeriksaan Investigatif tidak
boleh dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang
menyangka bahwa jika suatu institusi audit menemukan satu indikasi penyimpangan dalam
pelaksanaan financial audit-nya, maka institusi tersebut dapat melakukan Pemeriksaan
Investigatif.
Pemeriksaan Investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan
umumnya masih sangat prematur sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh
bukti yang cukup kuat untuk dilakukan Pemeriksaan Investigatif.
Garis besar proses Pemeriksaan Investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir,
dipilah-pilah sebagai
berikut:

A.

Penelaahan Informasi Awal

Pada proses ini pemeriksa melakukan: pengumpulan informasi tambahan, penyusunan fakta &
proses kejadian, penetapan dan penghitungan tentative kerugian keuangan, penetapan tentative
penyimpangan, dan penyusunan hipotesa awal.

B.

Perencanaan Pemeriksaan Investigatif

Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti,


menentukan tempat/sumber bukti, analisa hubungan bukti dengan pihak terkait, dan penyusunan
program pemeriksaan investigatif.

C.

Pelaksanaan

Pada tahapan pelaksanaan dilakukan: pengumpulan bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi,


observasi, analisa dan pengujian dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review
kertas kerja.

D.

Pelaporan

Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat: unsurunsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan akibat
penyimpangan/tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan melawan hukum,
pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum yang terjadi, dan
bentuk kerja sama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/tindakan melawan hukum.
Khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan laporan ini terdiri dari beberapa
kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya sbb: penyusunan konsep awal laporan, presentasi
hasil pemeriksaan investigatif di BPK, melengkapibukti-bukti terakhir, finalisasi laporan, dan
penggandaan laporan

E.

Tindak Lanjut

Pada tahapan tindak lanjut ini, proses sudah diserahkan dari tim audit kepada pimpinan
organisasi dan secara formal selanjutnya diserahkan kepada penegak hukum. Penyampaian
laporan hasil Audit Investigatif kepada pengguna laporan diharapkan sudah memasuki pada
tahap penyidikan. Berkaitan dengan kesaksian dalam proses lanjutan dalam peradilan, tim Audit
Investigatif dapat ditunjuk oleh organisasi untuk memberikan keterangan ahli jika diperlukan.

AUDIT INVESTIGATIF DALAM PRAKTIK

Audit Investigatif secara konstitusional dikenal dengan Pemeriksaan Investigatif, yang


merupakan salah satu jenis audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI
sebagaimana tertuang dalam UU Nomor: 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Berdasarkan pasal 13 dinyatakan bahwa : Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan
investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
UU ini berlaku efektif pada tanggal 19 Juli 2004. Sebelum diterbitkannya UU tersebut BPK tidak
sepenuhnya melakukan audit investigatif dan tidak secara khusus menjadikan pengungkapan
indikasi kerugian negara/daerah dana atau unsur pidana sebagai tujuan audit (audit objective).
BPK melakukan Audit Keuangan dan Audit Kinerja yang jika menemukan penyimpangan yang
mengarah atau berindikasi kepada suatu unsur pidana, maka indikasi tersebut dilaporkan
kepada penegak hukum (Kejaksaan dan Kepolisian).
Audit Investigatif yang dilaksanakan di sektor swasta seringkali tidak menjadi perhatian umum
karena disamping biasanya tidak berskala besar, juga pihak perusahaan atau entitas yang
menjadi korban enggan untuk mengekspose. Sebaliknya Audit Investigatif yang melibatkan
entitas publik dan berkaitan dengan dana publik (keuangan negara) dari sisi nominal biasanya
cukup besar dan bagi entitas tersebut menjadi sebuah tuntutan transparansi ditambah lagi
sekarang ini dengan iklim reformasi dengan pemberantasan korupsi sebagai lokomotifnya,
menjadikan perhatian publik sangat besar.
Diposkan 16th January 2013 oleh RAY

Anda mungkin juga menyukai