Anda di halaman 1dari 5

Soal 1a

Perhitungan secara ekonomis diperlukan saat melakukan penghapusan Barang Milik Negara
(BMN) karena hal ini memungkinkan untuk mengevaluasi dan memastikan bahwa penghapusan
BMN dilakukan dengan efisien dan efektif. Berikut adalah beberapa alasan mengapa perhitungan
secara ekonomis diperlukan:

1. Penentuan nilai aset: Perhitungan ekonomis membantu dalam menentukan nilai aset
yang akan dihapus. Ini melibatkan penilaian aset berdasarkan kondisi fisik, usia, dan nilai
pasar saat ini. Dengan mengetahui nilai aset, pemerintah atau organisasi dapat membuat
keputusan yang tepat tentang penghapusan.
2. Pemilihan metode penghapusan: Perhitungan ekonomis membantu dalam memilih
metode penghapusan yang paling efisien dan ekonomis. Metode penghapusan dapat
mencakup penjualan, lelang, pemberian, atau pemusnahan. Dengan mempertimbangkan
biaya dan manfaat dari setiap metode, organisasi dapat memilih opsi yang paling
menguntungkan.
3. Evaluasi biaya: Perhitungan ekonomis memungkinkan untuk mengevaluasi biaya yang
terkait dengan penghapusan BMN. Ini mencakup biaya pemusnahan, biaya administrasi,
biaya transportasi, dan biaya lainnya yang terkait dengan proses penghapusan. Dengan
mengetahui biaya yang terlibat, organisasi dapat mengalokasikan sumber daya dengan
bijaksana.
4. Penghindaran kerugian: Perhitungan ekonomis membantu dalam menghindari kerugian
yang tidak perlu. Dengan melakukan analisis yang cermat, organisasi dapat
mengidentifikasi risiko dan potensi kerugian yang terkait dengan penghapusan BMN. Hal
ini memungkinkan untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
meminimalkan kerugian.

Soal 1b

Proses penghapusan BMN melibatkan beberapa tahapan yang harus dilalui untuk memastikan
penghapusan dilakukan dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berikut adalah
tahapan-tahapan umum yang harus dilakukan dalam penghapusan BMN:

a. Identifikasi BMN yang akan dihapus: Tahap pertama adalah mengidentifikasi BMN yang
akan dihapus. Ini melibatkan peninjauan inventarisasi BMN dan penentuan aset yang
sudah tidak diperlukan atau tidak berfungsi lagi.
b. Penilaian dan perhitungan: Setelah identifikasi, tahap selanjutnya adalah melakukan
penilaian dan perhitungan nilai aset yang akan dihapus. Ini melibatkan penentuan nilai
aset berdasarkan kondisi fisik, usia, dan nilai pasar saat ini.
c. Penentuan metode penghapusan: Setelah penilaian, metode penghapusan yang paling
sesuai harus ditentukan. Metode penghapusan dapat mencakup penjualan, lelang,
pemberian, atau pemusnahan. Pemilihan metode harus didasarkan pada peraturan yang
berlaku dan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas.
d. Persiapan administrasi: Tahap ini melibatkan persiapan administrasi yang diperlukan
untuk melaksanakan penghapusan. Ini termasuk persiapan dokumen, persiapan kontrak
(jika diperlukan), dan persiapan prosedur administrasi lainnya.
e. Pelaksanaan penghapusan: Setelah persiapan administrasi selesai, tahap berikutnya
adalah melaksanakan penghapusan sesuai dengan metode yang telah ditentukan. Ini
melibatkan menjual, melelang, memberikan, atau memusnahkan BMN sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
f. Pelaporan dan dokumentasi: Tahap terakhir adalah pelaporan dan dokumentasi
penghapusan BMN. Ini melibatkan pembuatan laporan penghapusan yang mencakup
informasi tentang aset yang dihapus, metode penghapusan yang digunakan.

Soal 2

Pembuktian dalam PTUN

Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia menganut
pembuktian kebenaran materiil. Artinya dalam sengketa yang diadili di Peradilan Tata Usaha
Negara, hakim harus mencari kebenaran materil dari pada sekedar apa yang diajukan para pihak
dalam persidangan. Hakimdalam hal ini pun diberikan kebebasan untuk menilai kekuatan
pembuktian dari suatu alat bukti yang diajukan di persidangan berdasarkan Pasal 107 Undang-
Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Asas hukum acara peradilan tata usaha negara ini merupakan konsekuensi logis dari
diterapkannya asas hakim aktif. Asas pembuktian bebas bermakna hakim tidak terikat dengan
alat bukti yang diajukan oleh para pihak dan penilaian pembuktian diserahkan sepenuhnya
kepada hakim. Selain itu, hakim juga dapat menguji aspek lain di luar sengketa.

Pembuktian dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara dikenal dengan Sistem
Pembuktian Bebas. Pembuktian bebas mengandung beberapa arti, yang di antaranya adalah
berarti hakim bebas (vrij) dalam menentukan beban pembuktian kepada para pihak, bebas
menilai alat bukti, dengan tujuan memberikan keleluasaan hakim untuk menemukan
kebenaran materiil. Akan tetapi dalam proses pembuktian ini hakim tetap dibatasi oleh
undang-undang yakni mengenai jenis-jenis alat bukti yang dapat digunakan dalam mengadili
sengketa tata usaha Negara. Kebebasan ini sebagaimana diatur Pasal 107 Undang-Undang
Peradilan Tata Usaha Negara.

pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata.
Di dalam perkara pidana pembuktian bertujuan untuk mencari kebenaran materiil, yaitu
kebenaran yang sesungguhnya.

Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata bertujuan untuk mencari kebenaran


formil, yaitu hakim tidak boleh melewati batas-batas permintaan diajukan oleh para pihak yang
berperkara. Hakim hanya cukup membuktikan dengan preponderance of evidence/ Sedangkan
hakim pidana dalam mencari kebenaran materiil maka peristiwanya harus terbukti.

Tujuan dari pembuktian sebagai bentuk gambaran yang berkaitan tentang kebenaran atas
suatu peristiwa, sehingga dari peristiwa tersebut dapat diperoleh kebenaran yang dapat diterima
oleh akal. Pembuktian mengandung makna bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan
terdakwa bersalah melakukannya sehingga harus adanya sebuah bentuk pertanggungjawaban.

Ada empat teori pembuktian, yaitu:

1. Pembuktian menurut undang-undang secara positif

2. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim saja

3. Pembuktian berdasarkan keyakinan hakim secara logis

4. Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan
saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Hanya alat-alat bukti yang sah
menurut UU yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Alat bukti yang sah adalah alat bukti
yang ada hubungannya dengan suatu tindak pidana, di mana alat bukti tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan bagi hakim atas
kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.

Jenis alat bukti yang menjadi alat bukti diperlukan di dalam perkara Perdata maupun
perkara Pidana. Di dalam perkara Perdata, alat bukti yang diakui diatur dalam Pasal 1866
KUHPerdata. Dalam Pasal 1866 KUHPerdata, alat bukti terdiri dari bukti tulisan, bukti dengan
saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.

Sedangkan alat bukti hukum acara Pidana diatur dalam Pasal 295 HIR, yang alat buktinya
berupa keterangan saksi, surat-surat, pengakuan, dan petunjuk. Selain alat bukti yang diatur di
dalam hukum acara pidana dan hukum acara perdata, terdapat alat bukti tambahan yang diatur
dalam UU No.11 Tahun 2008 yang telah direvisi menjadi UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Undang-undang tersebut menjelaskan, salah satu bentuk pengakuan
alat bukti elektronik sah baik dalam perkara perdata maupun pidana.

Soal 3a

Dalam kasus pada soal BPK melakukan pemeriksaan Anggaran Pemulihan Ekonomi
Nasional (PEN) dalam APBN 2020 dan menemukan selisih Rp 147 Triliun. Tujuan pemeriksaan ini
adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan.
Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan
keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi
sasarannya secara efektif.

Soal 3b

Tugas dan wewenang BPK menurut UUD 1945 adalah memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.

Fungsi BPK

Jimly Asshiddiqie (dalam Arum, 2015: 17) menerangkan bahwa fungsi Badan Pemeriksa
Keuangan terdiri atas tiga bidang utama, yakni fungsi operatif, yudikatif, dan advisory.

• Fungsi operatif adalah pemeriksaan, pengawasan, dan penyelidikan atas penguasaan,


pengurusan, dan pengelolaan kekayaan atas negara.
• Fungsi yudikatif adalah kewenangan menuntut perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi
terhadap perbendaharaan dan pegawai negeri bukan bendahara yang perbuatannya
melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang menyebabkan kerugian keuangan dan
kekayaan negara.
• Fungsi advisory adalah memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai
pengurusan dan pengelolaan keuangan negara.

Sumber:

- https://www.hukumonline.com/berita/a/fungsi-tugas-wewenang-bpk-
lt61fdf216ae54c/?page=2
- Buku Modul Materi Hukum Administrasi Negara ADPU4332

Anda mungkin juga menyukai