Anda di halaman 1dari 34

LEGAL AUDIT BADAN JUDIKATIF

Oleh

Maruarar Siahaan
Istilah dan Pengertian
• legal audit atau Due Diligence terhadap lembaga atau
organisasi bisinis, baik yang akan go public,
memohon kredit atau akan go public, atau yang akan
melakukan transaksi dengan satu organisasi bisnis,
finacial n legal audit, suatu keniscayaan, baik s resmi
maupun rahasia atau diam-diam;
• Tingkat kemampuannya demikian dilihat dari capital,
skill, pembagian tanggung jawab, hak dan kewajiban
dalam kaitan dengan pihak ketiga, asset dan historical
performance dimasa lalu, dgn dukungan data
Audit
• Awalnya kata “ audit” dipergunakan untuk kegiatan pemeriksaan
resmi di bidang keuangan dengan otentikasi pembukuan didukung
oleh saksi dan alat bukti. Suatu “systematic inspection of accounting
records, involving analyses test and confirmation”.
• Definisi atau rumusan legal audit berubah menurut masa dan
tempat sbg mana dlm literatur;
• Legal audit sekarang diartikan – profesi lawyer – sebagai
pemeriksaan dari segi hukum terhadap organisasi bisnis, berkenaan
dengan kelengkapan, kebenaran dokumen pendukung, kepatuhan
dan ketaatan terhadap hukum dan kewajiban-kewajiban hukum oleh
suatu organisasi bisnis, yang menggambarkan kondisi sebenarnya
suatu organisasi bisnis. (Black’s Law Dictionary, Sixth Editions, hal.
131)
Istilah...
• General Audit yang merupakan keharusan dalam organisasi
baik pemerintahan maupun korporasi yang bersifat
pemerintahan ataupun sosial.
• Setelah kemerdekaan, Badan Pemeriksa Keuangan,
meneruskan bentuk lembaga yang dikenal dalam zaman
kolonial yaitu Algemeene Reken Kamer (ARK) berlaku
berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan dalam UUD 1945;
• Objek : pengelolaan keuangan negara, yaitu semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik
negara, berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut”. (Pasal 1 UU 17 ttg Keuangan Negara 2003)
Lanjutan...
• Ini pengaruh hukum dan praktek bisnis dari Eropah
dan Amerika Serikat deregulasi masa orde baru dan
reformasi, yang membuka deregulasi melalui
conditionality IMF untuk bail-out ekonomi Indonesia.
• Kebangkrutan Bank-Bank di Indonesia tahun 1997-1998
pada masa krisis ekonomi, menyebabkan urgen menilai
tingkat kesehatan lembaga keuangan dan bisnis secara
hukum dan finansial, membuat audit sbg praktek yang
dipersyaratkan untuk mengadakan transaksi dengan
institusi-institusi finance dan bisnis di Indonesia.
Jenis Pemeriksaan (audit)
• (i) Pemeriksaan keuangan: adalah pemeriksaan pertanggung jawaban
atas pengelolaan keuangan yang diamanatkan kepadanya. Tujuan
pemeriksaan keuangan adalah memberikan opini atau pendapat atas
kewajaran laporan keuangan yang disusun oleh pimpinan atau unit kerja.
• (ii) Pemeriksaan (audit) Kinerja: adalah pemeriksaan yang dilakukan
secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk dapat
melakukan penilaian secara independen atas kinerja instansi yang
mencakup keekonomisan, effisiensi dan effektivitas program atau kegiatan
yang diperiksa. Tujuannya untuk memberi simpulan atas pencapaian
program atau kegiatan instansi dari segi ekonomis, efisiensi, dan
efektivitas dan rekomendasi atas perbaikan yang harus dilakukan.

• (iii) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu : jenis pemeriksaan yang tidak


termasuk kedalam pemeriksaan keuangan atau pemeriksaan kinerja, yang
meliputi hal lain di bidang keuangan yang bersifat investigatif, misal untuk
mengungkap kerugian negara dan unsur pidana, sehingga akhir
pemeriksaan ini auditor harus menyimpulkan apakah terjadi kerugian
negara serta ada tidaknya unsur tindak pidana.
Lanjutan...
• legal audit lembaga judikatif, memerlukan
kejelasan.
• Pertama-tam, siapa yang melakukan audit.
• Ini akan menjelaskan sifat audit yang berdampak
pada outputnya.
• Kedua, audit lembaga peradilan, hrs
memperhitungkannya sebagai fihak ketiga yang
netral dalam penyelesaian sengketa – setidaknya
diharuskan netral – dan tunduk pada beberapa
prinsip yang tidak dapat di intervensi.
Lanjut...
• Faktor tsb mempengaruhi teknik audit, data, tujuan dan akhirnya output
dari hasil suatu audit.
• Berbeda dengan audit perusahaan atau bisnis yg voluntary- audit, audit
peradilan, yang dilakukan secara eksternal, karena otoritas yang
melakukan audit mempunyai wewenang secara attributif, atau audit
secara internal oleh lembaga itu sendiri untuk memenuhi persyaratan
performa kinerja ;
• Examinasi public putusan hakim juga erupakan bagian dari eksternal
audit yang bersifat voluntary, baik auditor maupun auditee;
• rumusan legal audit beragam bentuk organisasi, lembaga negara, LSM,
perpajakan, perseroan, dan badan peradilan. Variasi organisasi yang
diaudit berakibat pada variasi checklist dan indikator /data yg
mendukung.
Ianjutan...
• Legal audit : pemeriksaan secara seksama dari segi hukum, oleh
(auditor) spt konsultan hukum terhadap perusahaan/ objek
transaksi, untuk memperoleh informasi atau fakta material yang
dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau objek
transaksi.
• Tujuan legal audit:
• Kejelasan status hukum atau penjelasan hukum terhadap
dokumen yang diaudit atau diperiksa;
• Memeriksa legalitas satu badan hukum atau badan usaha;
• Memeriksa ketaatan satu badan hukum/usaha;
• Memberikan pandangan hukum atau kepastian hukum dalam
suatu kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan.
LEGAL AUDIT PERATUN
• Terdapat rumusan secara terbatas pada
keputusan pemerintah atau pejabat TUN,
bahwa legal audit adalah suatu “juridische
control door externe deskundigen naar de
juridisch zuiverheid van een besluit van
overheid. (pemeriksaan secara juridis oleh ahli-
ahli tentang kebenaran hukum dari suatu
keputusan pemerintahan (Pengujian keputusan
Pejabat TUN oleh Hakimm Peradilan TUN).
LEGAL AUDIT PERUNDANG-UNDANGAN
OLEH MK DAN MA
• Judicial review UU thd UUD 1945 sbg wewenang
Mahkamah Konstitusi.
• Judicial review Peraturan dibawah Undang-Undang
terhadap Undang-Undang sebagai wewenang
Mahkamah Agung.
• JR atau audit secara formil=badan yang berwenang,
bentuk, proses dan tata cara;
• JR atau audit secara materil = kesesuaian substansi
dengan substansi, norma, jiwa, dan semangat
konstitusi dala UUD 1945.
LEGAL AUDIT BADAN JUDICATIVE
• Matt Spitzer dan Eric Talley memandang judicial auditing dari
sisi kerangka sederhana analisa sistem hirarkis badan
peradilan.
• Dua alasan bahwa pengadilan cenderung memeriksa putusan
pengadilan yang lebih rendah yaitu ketidak tepatan
(imprecision) dan bias ideologis.
• Judicatif sebagai organ publik, diatur oleh Peraturan-
perundang-undangan, dengan kewenangan menyelesaikan
perselisihan hukum, sebagai fihak ketiga yang netral, dan
memberikan putusan atau vonnis mengakhiri sengketa:
• Kekuasaan kehakiman, independen untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, oleh sebuah
Mahkamah Agung dengan 4 lingkungan peradilan, yi umum,
peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha
negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Lanjutan...
Proses dan hasil akhir dari kewenangan hakim dan badan
peradilan, yang diaudit dapat diukur dari serangkain check list
yang didasarkan pada prinsip-prinsip peradilan yang
dilaksanakan oleh hakim.
• Putusan hakim atau vonnis merupakan pendapat tertulis
hakim sebagai pejabat negara, yang merupakan hasil
penemuan hukum (rechtsvinding) melalui interpretasi,
konstruksi dan penghalusan/analogi untuk menyelesaikan
satu sengketa;
• Kemungkinan perbedaan pendapat dan kerangka audit
menjadi sesuatu yang boleh menjadi sangat kabur jikalau
tidak memiliki serangkaian parameter yang dipahami
bersama.
• legal audit putusan hakim, dgn ukuran atau checklist yang
disusun menjadi abstrak, krn asas-asas konstitusional
memberi jaminan bagi hakim menjalankan kekuasaan
kehakiman itu secara bebas;
Independensi Hakim & Prinsip Ikutannya

• Ultimate Value Independensi Hakim adalah


Impartiality (netralitas) : Sikap tidak memihak;
• Hakim diberikan independensi karena ditunjuk sebagai
pihak ketiga yang dipercaya (trusted) untuk
menyelesaikan sengketa dengan tidak memihak
• Impartiality harus didukung oleh Integrity,
competence – diligence – wisdom –
• Independensi hakim harus dijamin dengan menyusun
serangkaian safeguards yang memberi ruang yang luas
bagi hakim bergerak untuk memberikan keadilan
dalam proses penegakan hukum.
Spektrum Konsep Independensi
Hakim
Independensi

Trust----- Impartiality Acountability

Immunity
Safeguard Independence
• 1. Pendapatan Yg memadai;
• 2. Jaminan Kesehatan dan Jaminan Hari Tua;
• 3. Imunity;
• 4. Masa Jabatan.
Paradoks Independensi
- Jaminan Independensi Hakim - Immunity ;p
- Immunity : (common Law system)
- absolute : tidak boleh dipertanggung jawabkan secara
perdata/pidana dalam kesalahan melaksanakan tugas judisial;
- relatif : bertanggung jawab jika melakukan kelalaian
berat/gross negligence dan suap/korupsi;
- Akuntabel :Civil Law : Bertanggung jawab secara pidana jika korup
dan suap dalam memutus;
- Vicarious liability =Tanggung jawab diambil alih negara, krn
kesalahan dalam menjalankan penangkapan/penahanan – ganti rugi
terbatas.
- Tidak dipertanggung jawabkan, secara perdata/pidana jika kesalahan
terjadi dengan itikad baik.
Standar Evaluasi Hakim Sbg Checklist
AUDIT.
• Tiga masalah yang jelas dan saling berhubungan :
• Apa standar penilaian bagi hakim dan pengadilan.
• Bagaimana standar tersebut diterapkan; dan
• Bagaimana kualitas kinerja dapat diperbaiki.
Pertama bagaimana merancang standar penilaian
yang cocok bagi tugas. Kedua, bagaimana menilai
apakah standar yang ditetapkan dipenuhi. Ketiga
fokus pada pendekatan dan mekanisme yang
dapat dikembangkan untuk memperbaiki kualitas.
PERMASALAHAN DALAM EVALUASI/AUDIT
HAKIM
• Tiga masalah yang jelas dan saling berhubungan diuraikan oleh
Galigan yang dikutip dibawah ini :
• Apa standar penilaian bagi hakim dan pengadilan.

• Bagaimana standar tersebut diterapkan; dan

• Bagaimana kualitas kinerja dapat diperbaiki. Pertama


bagaimana merancang standar penilaian yang cocok bagi tugas.
Kedua, bagaimana menilai apakah standar yang ditetapkan
dipenuhi. Ketiga fokus pada pendekatan dan mekanisme yang
dapat dikembangkan untuk memperbaiki kualitas.
Ukuran atau Standard.
• Kualifikasi dan pelatihan yang sesuai;
• Kompetensi dalam memanage, memutus dan finalisasi kasus;
• Perilaku yang baik.
• Kualifikasi untuk diangkat hakim, Di Indonesia standar
lulusan S-1 DAN lulus seleksi masuk calon hakim. Setelah
diangkat calon hakim dengan pendidikan tambahan dan
praktek, kemudian diangkat hakim di Pengadilan Negeri.
Kualifikasi Spt ini, tdk meniru metode di Amerika, merekruit
dari para pengacara yang sudah berpengalaman, masih
relevan, tetapi dengan standar kelulusan yang tinggi –
khususnya lulusan perguruan tinggi yang terbaik - ditambah
pendidikan calon hakim yang lebih fokus, sebagaimana
dikenal dalam pendidikan yang dilakukan oleh sebuah Judicial
Academy yang khusus seperti dianut oleh Philippina.
Checklist - Evaluasi
• 1. Independensi;
• 2. Impartialitas;
• 3. integritas;
• 4. Kompetensi;
• 5. Kepantasan;
• 6. Kesungguhan
• 7. Efisiensi dan efektivitas;
• 8. Kualitas putusan sebagai penyelesaian
sengketa dari keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan.
• 9. Kualitas perlindungan harkat martabat para
pihak dan saksi.(Perlindungan HAM)
. 10. Kepatuhan terhadap hukum formil dan materiil;
Ukuran utama Penilaian Hakim

• Kualifikasi dan pelatihan yang sesuai;


• Kompetensi dalam memanage, memutus dan
finalisasi kasus;
• Perilaku yang baik.
• Kepatuhan pada Hukum formil (acara) dan
hukum materiil;
• Kecukupan pertimbangan yang menunjukkan
independensi dan imparsialitas.
Kompetensi Hakim.

• Standar/ukuran kemampuan hakim; dan bagaimana


hal itu di implementasikan.
• Meliputi efisiensi penyelesaian perkara, salah satu
aspeknya adalah ketepatan waktu, sebagai kinerja
substantif cara hakim menangani pengacara, pihak-
pihak berperkara dan saksi-saksi, dan kemampuan
mereka melakukan persidangan dengan integritas,
dengan memperlakukan pihak-pihak dan saksi
sesuai dengan prinsip persamaan dan keadilan
(equality and fairness).
Instrumen Monev
• Instrumen dapat mengandalkan questionair
kepada pengacara/pihak-pihak dengan
menanyakan sikap hakim terhadap kelompok
tertentu dan kinerjanya atas dasar kriteria
yang spesifik.
• Pengaduan atas hakim tentang perilakunya,
dgn verifikasi seperlunya informasi dapat
digunakan untuk penilaian.
Standard Review Kuantitatif.

Dapat mengambil berbagai bentuk, yang aspek utamanya adalah


survei pihak-pihak yang bekepentingan, dengan observasi, riset dan
penelitian, dapat meliputi :
• Bagaimana dan mengapa warga menggunakan pengadilan;
• Alasan penundaan pengadilan;
• Derap langkah pengadilan perdata;
• Case management;
• Penggunaan sumber daya;
• Ujian efisiensi. Kriteria efisiensi menurut pendekatan mangerial,
diterjemahkan menjadi sasaran yang rinci. Apa lembaga mencapai
sasaran, mudah diukur berdasarkan data statistik yang cocok
terkumpul.
Standard Kualitatif
• Penilaian kualitas putusan merupakan satu masalah yang lebih
sulit dinilai;
• Jika hakim terlatih baik dan kompeten, kualitas putusannya
cenderung baik. Cara yang paling mungkin evaluasi sistim
peradilan atau lembaga adalah dengan memusatkan perhatian
pada criteria yang relative objektif dan eksternal. Saran itu
dapat meliputi hal-hal berikut:
• Pengurangan jumlah persidangan yang tidak efektif;
• Monitoring jam kantor pengadilan;
• Menjamin eksekusi putusan;
• Pertimbangan hukum yg dapat menggambarkan akuntabilitas
kewenangan sampai kepada putusan.
Checklist Independensi
• Hakim menjalankan fungsi judisialnya secara independen atas dasar penilaian
terhadap fakta-fakta, menolak pengaruh dari luar, iming-iming, tekanan, ancaman
atau campur tangan, baik langsung maupun tidak langsung, dari siapapun atau
dengan alasan apapun, sesuai dengan penguasaannya yang seksama atas hukum.
• Hakim bersikap bebas atau independen dari tekanan masyarakat, media massa,
dan dari lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya,
terutama para pihak dalam suatu sengketa yang harus diadilinya.
• Hakim Independen dari pengaruh teman sejawat yang tidak pantas dalam
pengambilan keputusan.
• Hakim mendorong, menegakkan dan meningkatkan jaminan independensi dalam
pelaksanaan tugas peradilan baik secara perorangan maupun kelembagaan.
• Hakim menjaga dan menunjukkan citra independen serta memajukan standar
perilaku yang tinggi guna memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap Hakim
dan Pengadilan.
Checklist Imparsialitas
• melaksanakan tugas tanpa prasangka (prejudice), tidak melenceng (bias)
dan tidak condong pada salah satu pihak.
• menampilkan perilaku, di dalam maupun di luar pengadilan, dengan
tetap menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat, profesi
hukum dan pihak-pihak berperkara terhadap netralitas/imparsialitas
hakim. Contoh: hakim tidak mengadakan pertemuan dengan salah satu
pihak berperkara atau kuasanya, diluar kehadiran pihak lawan atau
kuasanya.
• Tidak memberi komentar terbuka atas perkara yang akan atau sedang
diperiksa, maupun yang sudah diputus, kecuali untuk memperjelas
putusan.
• Tidak mengundurkan diri dari pemeriksaan perkara meski diketahui
hakim tidak dapat atau dianggap tidak dapat bersikap netral/imparsial,
karena sejak awal mempunyai prasangka terhadap salah satu pihak,
maupun karena hakim tersebut atau anggota keluarganya mempunyai
kepentingan langsung terhadap putusan.
Integritas
• Perilaku yang tidak tercela dari sudut pandang pengamatan yang layak;
• Perilaku yang semakin memperkuat kepercayaan terhadap citra dan
wibawa peradilan, karena keadilan tidak hanya dilaksanakan, melainkan
juga harus tampak dilaksanakan. Proses berpengaruh terhadap persepsi
yang timbul sehingga, sikap yang menunjukkan tidak netral, dapat
dilihat bermuara pada hasil atau putusan.
• Hakim, maupun anggota keluarganya tidak boleh meminta atau
menerima hadiah, hibah, pinjaman, atau manfaat atau janji untuk
menerima hadiah, pinjaman atau manfaat dari pihak berperkara atau
pihak lain yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung
terhadap perkara yang sedang diperiksa, yang dapat mempengaruhi
hakim dalam tugasnya.
• Hakim dilarang dengan sengaja mengizinkan pegawai pengadilan atau
pihak lain yang berada dibawah pengaruh, petunjuk atau
kewenangannya untuk meminta atau menerima hadiah, hibah atau
pinjaman atau imbalan sehubungan dengan segala sesuatu yang
dilakukan atau akan dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara.
Kompetensi
• Bertentangan dengan hukum yang berlaku, yang timbul karena
pembuat keputusan salah menerapkan hukum, menggunakan
kewenangan secara salah, atau secara tidak tepat
menggunakan kewenangan yang sesungguhnyan tidak dimiliki,
yang dikenal sebagai ultra vires.
• Tidak rasional – satu putusan dapat diuji karena tidak masuk
akal – ketika tidak ada otoritas yang berfikir sehat dapat
sampai kepada putusan demikian;
• Tidak sesuai secara prosedural – ketika gagal untuk
melaksanakan hukum acara atau keadilan secara alamiah;
• Bertentangan dengan ekspektasi yang sah – ketika dalam
pernyatan dan
Audit Banding-Kasasi
• Audit dalam bentuk judicial review yaitu banding atau kasasi di dasarkan
alasan putusan tersebut :
• Bertentangan dengan hukum yang berlaku, yang timbul karena pembuat
keputusan salah menerapkan hukum, menggunakan kewenangan secara
salah, atau secara tidak tepat menggunakan kewenangan yang
sesungguhnyan tidak dimiliki, yang dikenal sebagai ultra vires.
• Tidak rasional – satu putusan dapat diuji karena tidak masuk akal – ketika
tidak ada otoritas yang berfikir sehat dapat sampai kepada putusan
demikian;
• Tidak sesuai secara prosedural – ketika gagal untuk melaksanakan hukum
acara atau keadilan secara alamiah;
• Bertentangan dengan ekspektasi yang sah – ketika dalam pernyatan dan
pertimbangan mengalami kontradiksi dengan apa yang diputuskan;
Audit- Kasasi
• MA membatalkan di tingkat kasasi putusan atau penetapan
Pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan
karena : (a) tidak berwenang atau melampaui batas
wewenang; (b) salah menerapkan atau melanggar hukum
yang berlaku; dan (c) lalai memenuhi syarat-syarat yang
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
• lebih dari pada yang dituntut;
• Apabila mengenai satu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
• Apabila diantara pihak yang sama, atas dasar yang sama oleh
pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;p
• Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim
atau kekeliruan yang nyata.
Audit - PK
• Peninjauan Kembali (PK) didasarkan pada alasan
berikut :
• Apabila putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didsarkan pada bukti-bukti yang kemudian
oleh hakim dinyatakan palsu;
• Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat
yang bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu
perkara diperiksa tidak ditemukan;
• Apabila telah dikabulkan sesuatu yang tidak dituntut atau
PENUTUP.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai