Anda di halaman 1dari 55

LEGAL REASONING

DAN
LEGAL ARGUMENTATION
DALAM AUDITOR HUKUM
OLEH
ST. ATALIM
JAKARTA, JANUARI 2023
Hanson dalam bukunya “Legal method, skills,
and reasoning” (2010) menyatakan, bahwa;
“ STUDI HUKUM SECARA KRITIS DARI SUDUT
PANDANG LOGIKA, PENALARAN DAN
ARGUMENTASI HUKUM, DIBUTUHKAN,
KARENA BERUPAYA MENGUJI AKURASI,
MENEMUKAN DAN MENGUNGKAP MAKNA
MAKNA YANG TERSEMBUNYI DALAM
PERATURAN, BERDASARKAN PADA
KEMAMPUAN RASIO MANUSIA”.
Artinya, pemahaman terhadap logika, penalaran
hukum, dan argumentasi hukum merupakan
syarat mutlak yang tak bisa ditawar-tawar.
Karena logika, penalaran hukum, dan
argumentasi hukum membekali para
pengemban hukum dengan kemampuan
berpikir kritis dan argumentatif dalam
memahami prinsip, asumsi, aturan, proposisi,
dan praktik hukum.
Maka praktik hukum sejatinya bukanlah
sekadar penegakan aturan-aturan atau norma-
norma untuk mengatur kehidupan individual
dan sosial dalam masyarakat melainkan
juga pemahaman, analisis, penyimpulan, dan
berargumentasi berdasarkan aturan, akal sehat,
dan prinsip-prinsip logis, agar keadilan yang
dicita-citakan oleh hukum dapat terwujud.
LOGIKA

Penalaran &
Argumentasi

HUKUM
FAKTA, DATA, AUDITOR KEPATUHAN
INFORMASI.
PENGETAHUAN Alur kerja….
HUKUM HUKUM

LOGIKA, PENALARAN,
ARGUMENTASI HUKUM
Fakta, data, informasi…..
KEBIJAKSANAAN

KECERDASAN

PENGETAHUAN

INFORMASI

DATA
FAKTA
1. Untuk sampai pada kesimpulan patuh hukum,
kita memerlukan data yang banyak dan
berkualitas.
2. Untuk sampai pada kesimpulan patuh hukum,
data yang banyak dan berkualitas dianalisis.
3. Untuk menganalisis itu kita menggunakan lo-
gika, penalaran dan argumentasi.
PATUH HUKUM ATAU PATUH UNDANG-
UNDANG?
Mengapa perlu pelatihan

1. Era disrupsi; era perubahan yang sangat


cepat disegala bidang kehidupan, dengan
segala konsekuensinya.
2. Perbedaan cara pandang;
a. Modernisme,
b. Post modernisme;
c. Plastisisme.
situasi = fakta-fakta

Akal budi masalah = pertanyaan

penyelesaian = jawaban

rasional penalaran argumentasi


PENALARAN

1. KEGIATAN AKAL BUDI DALAM


MEMAKNAI SETIAP TERM DALAM
SUATU PROPOSISI, MENGHUBUNGKAN,

MENGAMBIL KESIMPULAN,
2. SEBUAH BENTUK PEMIKIRAN,
3. KEGIATAN PIKIRAN “MENGOLAH”
PENGETAHUAN UNTUK MENCAPAI
SUATU KEBENARAN.
Peter Wahigen dalam artikelnya tentang
Legal reasoning menyatakan bahwa;
Penalaran hukum merupakan istilah
untuk memberi label pada berbagai
aktifitas bidang hukum, proses mental
yang bekerja dalam pengambilan
keputusan hukum, identifikasi kasus,
evaluasi fakta hukum, interpretasi, pilihan
aturan hukum,, pertimbangan hukum
penerapan hukum,
Scharffs (Scharffs, 2004, 740) menyatakan
bahwa;
“Good legal reasoning is a combination of
practical wisdom, craft, and rhetoric”.
Pratical

Wisdom

Legal

Reasoning

Craft
Rhetoric
ADA DUA BENTUK DASAR PENALARAN:
1. DEDUKSI. (silogisme).
Proses penyimpulan yang bertolak dari pro
posisi/prinsip-prinsip universal sebagai premis
untuk sampai pada konklusi berupa proposisi
singular/partikular.
Semua pembunuhan berencana dihukum mati
Herman melakukan pembunuhan berencana
Konklusi,
Herman dihukum mati
2. INDUKSI {GENERALISASI DAN ANALOGI).
PROSES PENYIMPULAN YANG BERTOLAK DARI
PENYELIDIKAN, EKSPERIMEN, PENGETAHUAN,
DATA, FAKTA, ATAU BUKTI YANG PARTIKULAR
SEBAGAI PREMIS, UNTUK SAMPAI PADA
KONKLUSI BERUPA PROPOSISI YANG BERSIFAT
UIVERSAL.
INDUKSI GENERALISASI;
1. Budi melanggar lalu lintas, bukan orang yang taat
hukum,
2. Doni melanggar lalu lintas, bukan orang yang taat
hukum,
3. Jodi melanggar lalu lintas, bukan orang yang taat
hukum,
4. Johan melanggar lalu lintas, bukan orang yang taat
hukum,
Konklusi;
SEMUA ORANG YANG MELANGGAR LALU LINTAS, BUKANLAH
ORANG YANG TAAT HUKUM.
INDUKSI ANALOGI;
Dalam kasus A, unsur X, Y, Z, terungkap, Penggugat
menang,
Dalam kasus B, unsur X, Y, Z, terungkap, Penggugat
menang,
Dalam kasus C, unsur X, Y, Z, terungkap, Penggugat
menang,
Dalam kasus D, unsur X, Y, Z, terungkap, Penggugat
menang.
KONKLUSI;
DALAM SEMUA KASUS, KETIKA UNSUR X, Y, Z, TERUNGKAP,
PENGGUGAT seharusnya MENANG.
ANALOGI INDUKSI DITERAPKAN DALAM
HUKUM, KETIKA HUKUM/TUNTUTAN YANG
SAMA DIBERLAKUKAN JUGA BAGI KASUS LAIN
KARENA MEMILIKI KESAMAAN (ANALOGI).
PENGGUNAAN JURISPRUDENSI DALAM
MEMUTUSKAN SUATU KASUS, MERUPAKAN
ELABORASI PRINSIP ANALOGI INDUKSI.
KEKHASAN PENALARAN HUKUM

1. Lingkup penerapannya yang spesifik dan


konkrit, dalam proses pengadilan (penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pembelaan,
pertimbangan hakim, putusan perkara), wacana
hukum, debat publik, opini media masa, dan lain
lain.
2. Dianggap termasuk upaya/prosedur penemu-
an pengetahuan dan hukum baru,
3. Dapat menggunakan model Case-Based (men-
dasarkan diri pada penyelesaian kasus masa
lampau sebagai patokan dalam penyelesaian
kasus baru yang serupa karena kesamaan, titik
temu, dan jurisprudensi.
4. Dapat menerapkan deduksi murni dengan
model Legal-Based (bukti formal, unsur-unsur
pelanggaran hukum terpenuhi.
Misalnya, prinsip hukum yang lebih rendah
tidak bisa mengalahkan hukum yang lebih
tinggi.
MODEL PENALARAN MANA
YANG COCOK UNTUK AUDITOR HUKUM?
PENALARAN HUKUM
MODEL IRAC (Fuller)
IRAC MENERAPKAN MODEL PENALARAN
DEDUKSI DAN INDUKSI SEKALIGUS.
MODEL INI BERTUMPU PADA ANALISIS KASUS.
IRAC ADALAH SINGKATAN DARI;
ISSUE (I), RULE OF LAW (R), ARGUMENT (A), DAN
CONCLUSION (C).
Langkah 1: fakta-fakta yang diungkapkan suatu
kasus untuk merumuskan problem atau persoalan
(Issue). Persoalan hukum tidak akan ada kecuali
sejumlah peristiwa sudah terjadi.
Langkah 2: Persoalan atau issue yang diterangi oleh
aturan hukum (Rule of law). Persoalan atau
problem secara langsung menentukan aturan apa
yang diterapkan.
Langkah 3: Membandingkan fakta-fakta dengan
aturan (the rule ) untuk menyusun analisis. Apakah
fakta memenuhi hal-hal yang dituntut hukum? Pada
tahap ini, konklusi dapat ditarik dengan
menunjukkan hubungan antara fakta dan aturan
(hukum).
ARGUMENTASI HUKUM

STUDI TENTANG BAGAIMANA KONKLUSI DI-


PEROLEH BERDASARKAN PENALARAN LOGIS.
MAKA, SEBUAH ARGUMEN MESTI ME-
NUNJUKKAN, ALASAN, DASAR, PRINSIP,
MENGAPA SEBUAH PENDAPAT/PENALARAN
HARUS DITERIMA ATAU DITOLAK.
Argumentasi berurusan dengan pemahaman
atas aturan-aturan penyimpulan, aturan-aturan
logika, prosedur berpikir, dialog dan debat, dan
upaya mempertahankan pendapat tertentu.
Argumentasi memiliki struktur internal seperti,
perangkat asumsi atau premis, metode bernalar
(deduksi – induksi)
Dalam keseharian tidak ada perbedaan signifikan
antara argumen dan penalaran.
Berpikir argumentatif berarti berpikir kritis,
rasional, prinsipil.
Argumentasi hukum dengan basis prinsip-prinsip
logika itulah yang disebut dengan penalaran
hukum.
Dengan kata lain, logika hukum dan penalaran
hukum tidak lain dari bentuk logis argumentasi
hukum.
Prinsip-prinsip penyimpulan logis, baik deduksi,
analogi, atau generalisasi induksi, tidak hanya
berguna dalam memahami persoalan, praktik,
dan putusan hukum, melainkan juga
pengalaman-pengalaman empiris sehari-hari
serta observasi ilmiah.
KEBENARAN HUKUM

Kebenaran hukum bukanlah kebenaran mutlak,


absolut dan tunggal, melainkan kebenaran inter
pretatif, konsensual, dan “plural”.
Maka acuan dalam pengambilan putusan hukum
tidak cukup hanya bersandarkan pada ketentuan
legal-formal, melainkan juga perlu memper hitungkan
elemen substansial, sosial, kultural, dan konsensual,
berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
ditegaskan oleh interpretasi hukum.
Kebenaran hukum itu tidak lain dari;
“produk aturan yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan,
penerapan yang sesuai dengan aturan yang
disepakati bersama, semua pihak memahami
hak dan kewajiban, proses pengadilan
transparan dan imparsial, pertimbangan hakim
yang objektif, fakta hukum yang valid”.
Maka kebenaran dan keadilan dapat dipertang
gungjawabkan secara objektif, rasional, ilmiah
Seluruh proses hukum, mulai dari perumusan
aturan hukum, pertimbangan hukum, putusan
hukum, penerapan hukum, merupakan sarana
untuk menegaskan “kebenaran”.
PERTANYAANNYA;
Mengapa selalu saja pada hampir setiap
kasus atau pada kasus yang sama, polisi,
jaksa, hakim, pengacara, dan masyarakat
memiliki pandangan yang berbeda?
Maka yang diperlukan adalah
Hermeneutika atau Interpretasi Hukum.
“PROFESI AUDITOR HUKUM?”
PERTANYAAN LANJUTANNYA;
MANAKAH SUMBER, PRINSIP/KAIDAH DAN
PRAKTIK PENERAPAN HERMENUTIKA HUKUM
SERTA APA IMPLIKASINYA BAGI KEBENARAN
HUKUM?
Penting karena:
• Praktisi hukum semakin teknis & spesialis
pada hal yang dibutuhkan adalah orang
dengan pandangan luas dari berbagai disiplin.
• Wawasan hukum bukan saja legal-positivistik
melainkan juga humanistik-holistik.
• Proses hukum merupakan lingkaran
hermeneutik. Maka perlu asas, kaidah,
metode atau prinsip-prinsip interpretasi.
Suatu interpretasi hukum harus memperhatikan
aspek;
1. Legal (sesuai dengan hukum positif),
2. Adil (kebaikan/moralitas manusia),
3. Dapat dipertanggungjawabkan secara moral
dan ilmiah (metode tertentu dan dapat dicek
kebenarannya oleh orang lain).
PRINSIP DASAR INTERPRETASI HUKUM

1. Suatu kalimat atau bentuk kata-kata, hanya


bisa memiliki satu makna yang benar,
2. Tidak ada interpretasi yang sehat kecuali
dengan adanya keyakinan yang baik dan akal
sehat,
3. Kata-kata harus dipahami sebagaimana yang
mungkin dimaksudkan oleh penutur. Secara
umum kata-kata dipahami dalam pengertian
nya yang paling sesuai dengan karakter teks
maupun karakter penuturnya,
4. Apa yang bersifat khusus dan lebih rendah,
tidak bisa mengalahkan apa yang bersifat
umum dan lebih tinggi,
5. Apa yang bersifat mungkin, sedang, dan
lazim, lebih diutamakan daripada apa yang
tidak mungkin, tidak sedang, dan tidak lazim,
6. Kita mengikuti aturan-aturan khusus yang di
berikan oleh otoritas yang tepat,
7. Kita berupaya mendapatkan bantuan dari
apa yang lebih dekat, sebelum mengarah
pada apa yang kurang dekat,
8. Interpretasi bukan tujuan, melainkan
merupakan sarana, dengan demikian kondisi-
kondisi yang lebih tinggi dimungkinkan
keberadaannya.
6. Kepatuhan hukum
HUKUM TIDAK PERNAH MEMENUHI KEINGINAN SETIAP ORANG.
TETAPI LEGITIMASINYA MEMAKSA ORANG UNTUK TAAT.
PROSES DAN PENEGAKANNYA TIDAK ADA “STANDAR GANDA”

ANTHONY D’AMATO; MENGAPA ORANG TAAT PADA HUKUM?


1. SETUJU DENGAN HUKUM TERSEBUT,
2. ADANYA PEMAKSAAN UNTUK MENAATINYA,
3. ADANYA KEUNTUNGAN YANG BISA DITERIMA
OLEH ORANG LAIN (MASYARAKAT).
KEPATUHAN HUKUM MESTI DIDAHULUI OLEH
“KESADARAN HUKUM”
KESADARAN HUKUM MESTI DIDAHULUI OLEH
“PENGETAHUAN HUKUM”.
FAKTOR2 PENGHAMBAT PENEGAKAN HUKUM
(Prof. Soerjono Soekanto).
1. Undang-Undang,
2. Mental pejabat pelaksana,
3. Budaya hukum masyarakat.
PENUTUP

CATATAN KAKI;
1. SISTEM HUKUM DALAM MASYARAKAT,
2. HUKUM SEBAGAI SUATU SISTEM,
3. POSTMODERNISME, POST-TRUTH,
4. PENALARAN HUKUM DAN
HUKUM PENALARAN,
5. KESESATAN PENALARAN.
1. Hukum Sebagai Sistem

Talcot Parson; teori sibernetika.


budaya
a

sosial
NILAI ENERGI

politik

ekono
mi
2. SISTEM HUKUM
Sistem hukum menurut Friedman;

SUBSTANSI

STRUKTUR BUDAYA
HUKUM
3. POSTMODERNISME DALAM HUKUM
= paradigma baru untuk memahami fenomena
baru yang sedang berkembang,
= implikasinya adalah ditinggalkannya konsep
dan teori yang lama,
= konsep perbedaan menjadi salah satu kunci
untuk menolak penyeragaman,
= era yang tidak percaya pada metanarasi dan
diganti dengan narasi-narasi kecil.
4. POST-TRUTH DALAM HUKUM
= iklim sosial-politik di mana objektivitas dan
rasionalitas membiarkan emosi dan hasrat
memihak ke keyakinan, meskipun sebetulnya
fakta menunjukkan hal yang berbeda,
= masyarakat informasi digital, tidak diketahui
lagi asal usul fakta, membingungkan,
= generasi milenial dan generasi sebelumnya,
= minimnya ruang refleksi, menimbulkan kadar
relativitas yang tinggi tentang apa yang disebut
kebenaran.
5. Hukum Penalaran

Hukum penalaran adalah dalil-dalil yang diguna


kan dalam proses penalaran. Elaborasi terhadap
dalil-dalil penalaran ini mempunyai konsekuensi
yang tidak sederhana, karena menyentuh
bidang persoalan yang sangat luas.
1. Persoalan sudut pandang,
2. Persoalan aspek-aspek penalaran,
3. Persoalan model-model hukum penalaran.
6. KESESATAN PENALARAN
Ada dua tipe dasar kesesatan, yakni kesesatan
formal dan kesesatan informal.
Kesesatan formal adalah kesesatan argumen
yang terjadi bentuknya tidak tepat, atau
kesesatan karena pelanggaran terhadap salah
satu hukum logika (baca: silogisme). Kesesatan
ini berada di luar konteks bahasa.
Sedangkan kesesatan informal adalah kesesatan
yang terkait dengan makna atau content suatu
argumen dalam bahasa. Apa yang dikatakan,
bagaimana mengatakan, siapa yang
mengatakan, ikut menentukan makna suatu
argumen. Kesesatan informal sering disebut juga
kesesatan relevansi karena tidak ada hubungan
logis antara premis dalam konklusi, atau
argumen tersebut tidak kontekstual/relevan.
Kata-kata dalam bahasa hukum dapat memiliki arti yang
berbeda-beda, Maka meskipun kata-nya sama, dalam
kalimat yang berbeda, kata dapat bervariasi artinya.
Hal yang sama kita jumpai sehubungan dengan kalimat.
Sebuah kalimat dengan struktur tertentu dapat
mempunyai arti lebih dari satu, dan arti kalimat juga
bergantung dari konteksnya, sehingga arti kalimat yang
sama dapat bervariasi dalam konteks yang berbeda.
Kalau penalaran itu diberi bentuk lambang, kesesatan
itu akan hilang sama sekali. Justru lambang-lambang
dalam logika diciptakan untuk menghindari adanya
ketidakpastian arti dalam bahasa.
PRACTICE MAKES PERFECT.
REPETITION IS THE MOTHER OF SKILLS.
IF NOTHING IS CERTAIN,
EVERYTHING IS POSSIBLE.
TERIMA KASIH

SEMOGA BERMANFAAT

ST. ALIM

Anda mungkin juga menyukai