Audit atas laporan keuangan selalu dibutuhkan setiap entitas untuk menilai kewajaran
atau kelayakan atas penyajian laporan keuangan yang telah dibuat oleh suatu entitas. Dan
penilaian tersebut akan tercermin pada suatu opini audit. Tak terkecuali dengan entitas
pemerintahan. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah juga memerlukan audit atas laporan
keuangan yang telah dibuat agar masyarakat mengetahui dan bisa menilai atas kredibilitas,
kebenaran, kecermatan dan keandalan informasi atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
Negara. Dalam Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Terdapat beberapa ruang lingkup Keuangan Negara berdasarkan Undang-Undang No.17 tahun
2003 pasal 2 yaitu:
a. Hak Negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman.
b. Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara
dan membayar tagihan pihak ketiga.
c. Penerimaan Negara
d. Pengeluaran Negara
e. Penerimaan Daerah
f. Pengeluaran Daerah
g. Kekayaan Negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa
uang, surat berharga, piutang barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah.
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum.
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah.
Ruang lingkup laporan keuangan Negara diatas merupakan hal dasar yang digunakan
dalam menyusun laporan keuangan Negara. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat biasa disebut
LKPP, sedangkan yang di daerah disebut dengan LKPD. LKPP adalah merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja yang disusun berdasarkan
Standar Akuntansi Pemerintah. Dari LKPP yang disusun oleh pemerintah pusat terdapat
komponen-komponen yang lebih detail, dan komponen-komponen detail ini yang menjadi obyek
pemeriksaan audit untuk meyakini atas saldo dalam laporan keuangan yang sudah disajikan.
Komponen yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat yaitu:
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran dan
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
2. Laporan Finansial yang terdiri atas Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Laporan Arus Kas.
Audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dilakukan oleh pihak yang independen
yaitu Badan pemeriksa Keuangan (BPK-RI). BPK sendiri memiliki tugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BUMD dan lembaga
lain yang mengelola keuangan Negara. Seperti pada umumnya mekanisme audit yang dilakukan
oleh BPK sama dengan audit yang dilakukan oleh KAP, yaitu menentukan obyek pemeriksaan,
perencanaan, pelaksanaan pemeriksaan yang terkait dengan waktu dan metode yang digunakan
selama pemeriksaan serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan. Pada saat
merencanakan pemeriksaan BPK terlebih dahulu memperhatikan saran dan pendapat dari
lembaga perwakilan seperti Dewan Perwakilan Rakyat(DPR), saran dan pendapat tersebut dapat
berupa hasil dari rapat paripurna. Pada dasarnya pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI
adalah untuk menguji sejauh mana kemampuan pemerintah dalam melaksanakan anggaran
Negara dengan tidak mengabaikan ketentuan perundang-undangan.
Dasar dari pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK yaitu Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang merupakan patokan untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggumg jawab Keuangan Negara. Berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia No.1 tahun 2017 pasal 3, SPKN sendiri terdiri atas Kerangka
Konseptual Pemeriksaan dan PSP.
Secara jelas pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK berdasarkan Pernyataan Standar
Pemeriksaan (PSP) yang terdiri atas 3 sub bab yaitu:
a. PSP nomor 100 tentang Standar Umum
b. PSP nomor 200 tentang Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
c. PSP nomor 300 tentang Standar Pelaporan Pemeriksaan
Secara singkat PSP diatas dapat dijabarkan dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK yaitu
terbagi menjadi:
1. Perkembangan Opini
Hasil pemeriksan juga menunjukkan adanya kenaikan opini dari opini TMP
menjadi opini WDP pada 6 LKPD, dan dari opini WDP menjadi WTP pada 46 LKPD.
Kenaikan tersebut terjadi antara lain karena pemda telah melakukan perbaikan atas
kelemahan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya sehingga akun-akun dalam laporan
keuangan telah disajikan dan diungkapkan sesuai dengan SAP.
Kerugian
PERMASALAHAN ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang dapat mengakibatkan kerugian sebanyak 2.642 permasalahan sebesar
Rp1,30 triliun terjadi pada 532 pemda. Permasalahan tersebut meliputi: (1)
kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang; (2) belanja tidak sesuai atau
melebihi ketentuan; (3) kelebihan pembayaran selain kekurangan volume; (4) biaya
perjalanan dinas ganda dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan; (5) spesifikasi
barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan kontrak; dan (6) permasalahan
kerugian lainnya
Potensi Kerugian
Kekurangan Penerimaan
Penyimpangan Administrasi
Pemeriksaan BUMN
Selain memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan, BPK juga menilai
Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan kepatuhan entitas terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan badan lainnya mengungkapkan adanya
temuan-temuan yang memuat permasalahan. Permasalahan tersebut terdiri atas kelemahan SPI
dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan-undangan.
1. Bank Indonesia
BPK memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia
(LKTBI) Tahun 2018. Dalam opini atas LKTBI Tahun 2018, BPK memberikan
penekanan bahwa BI mencatat Penghasilan dari sanksi administratif devisa hasil ekspor
(DHE) berbasis kas. BI belum mencatat Tagihan dan Penghasilan atas sanksi
administratif DHE yang belum dibayar sejak tahun 2012 sebagai Tagihan dan
Penghasilan, serta nilai Tagihan dan Penghasilan atas Sanksi Administratif DHE tersebut
belum dapat dipastikan.
Selain memberikan opini, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 15 temuan
yang memuat 25 permasalahan yang terdiri atas 22 permasalahan kelemahan SPI dan 3
permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Permasalahan tersebut tidak memengaruhi secara material terhadap kewajaran
penyajian laporan keuangan, di antaranya:
1.Pencatatan belum dilakukan atau tidak akurat
2.Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
3. Pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid
Atas permasalahan tersebut, BI antara lain menanggapi:
Tujuan akhir penetapan sanksi denda DHE bagi BI bukan untuk memperoleh
pendapatan, namun untuk meng-enforce eksportir agar segera memberikan data
DHE yang akurat. DPKL akan menyesuaikan nilai sanksi denda pada Aplikasi
Monitoring DHE agar sesuai dengan surat sanksi denda.
BI telah menyempurnakan Petunjuk Teknis Operasional Harian BI-RTGS/ Bank
Indonesia Scriptless Securities Settlement System (BI-SSSS) terkait dengan
monitoring data archiving BI-RTGS. Terkait dengan perincian saldo pinjaman
pegawai yang tidak terdapat dalam database BISAP, BI masih dalam proses
menelusuri ke mainframe SISDAM.
BI sependapat diperlukan monitoring secara berkala untuk memastikan
pertanggungjawaban SPM telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.