Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagaimana layaknya suatu penyelidikan, audit pada umumnya memberikan
manfaat bagi publik melalui pemberian opini bahwa setiap informasi tentang
kekayaan/posisi keuangan (negara) yang disajikan secara terbuka untuk umum, dapat
dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Untuk melaksanakan audit, diperlukan
beberapa informasi yang dapat diverifikasi dan beberapa standar (kriteria) yang dapat
digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut. Auditor mengaudit informasi
yang dapat diukur seperti laporan keuangan perusahaan dan surat pemberitahuan pajak
penghasilan (SPT PPh). Auditor juga melaksanakan audit atas informasi yang bersifat
subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur. Dalam
melaksanakan audit perlu dimulai dengan penetapan tujuan untuk menentukan jenis audit
yang dilaksanakan serta standar audit yang harus diikuti oleh auditor.
Audit dalam sektor publik adalah audit yang dilakukan terhadap pemerintah, baik
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat serta BUMN dan BUMD lainnya yang seluruh
sumber pembayarannya berasal dari pajak masyarakat. Audit sektor publik di Indonesia
dikenal sebagai audit keuangan negara. Audit keuangan negara ini diatur dalam UU No 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan negara.
Lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara adalah Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Pada dasarnya pemeriksaan termasuk dalam pengertian pengendalian. Istilah feedback
control, dikenal sebagai pengendalian atas hasil kegiatan yang bersifat represif. Kegiatan ini
umumnya dilakukan setelah kegiatan berlangsung.
Sektor publik terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas publik yang
bertanggung jawab kepada parlemen, badan publik lainnya yang dananya sebagian besar
berasal dari pajak, diatur, dimiliki dan diawasi oleh pemerintah lokal atau daerah (di
Indonesia BUMN/BUMD) dan lembaga pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
pemerintah. Perbedaan yang paling mendasar antara audit sektor publik dan swasta adalah
pertimbangan kebijakan politik. Dalam akhir proses audit, khususnya dalam audit keuangan,

1
auditor akan menggunakan objektivitas terbaiknya dan rekomendasi secara menyeluruh.
Sebagai suatu proses, auditing berhubungan dengan prinsip dan prosedur akuntansi yang
digunakan oleh organisasi. Auditor mengeluarkan suatu opini atas laporan keuangan suatu
entitas. terdapat empat faktor yang melatarbelakangi pentingnya audit dalam sektor publik,
yaitu: pertumbuhan volume dan kompleksitas transaksi ekonomi, pemisahan sumber dana,
rendahnya independensi pihak manajemen, dan pengaruh keputusan organisasi sektor publik
terhadap masyarakat (sosial).
Sistem pengendalian di Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut: sistem
pengendalian ekstern, dan sistem pengendalian intern pemerintah. Sistem pengendalian
ekstern pemerintah meliputi kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPR, BPK serta oleh
masyarakat;dan sistem pengendalian intern pemerintah dilakukan oleh BPKP, Itjend
Dep./Unit Pengawasan LPND serta oleh Bawasda.
Badan Pengawasan Daerah (Banwasda) Provinsi Kalimantan Tengah menyadari
bahwa dengan adanya penyelenggaraan tugas umum pemerintahan, maka pengawasan
merupakan sarana yang harus ada dan dilaksanakan oleh manajemen dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Sebagai bagian yang penting dalam
siklus manajemen, maka berbagai upaya pengawasan dilakukan sehingga tuntutan
masyarakat akan keterbukaan/ transparansi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan
bertanggungjawab dapat terwujud serta memberikan kepuasan dalam pelayanan publik.
Saat ini telah terbentuk Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP), yang
mempunyai tujuan untuk mengembangkan profesi akuntansi sektor publik, yang didalamnya
terdapat pengembangan profesi auditing sektor publik. Profesi Akuntansi sektor publik saat
ini mencakup pengembangan profesi auditing pada sektor keuangan negara atau
pemerintahan. Terkait dengan audit pengelolaan keuangan negara, sesuai dengan
amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, maka BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan
menjadi ”supreme audit institution” yang harus mengambil bagian terdepan dalam
melakukan perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundangan yang berlaku.

2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis audit ?
2. Seperti apakah obyek audit Jelaskan ?
3. Jelaskan apa itu akuntabilitas dalam sektor publik ?
4. Sebutkan dan jelaskan tata Pemerintahan yan baik ?
5. Jelaskan sistem pengendalian intern sektor publik ?
6. Apa saja pengendalian dalam pencegahan KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ) ?
Serta berikan penjelasan !
7. Apa saja sistem pengendalian sektor publik di Indonesia ? Jelaskan !
8. Berikan Contoh Sistem Pengendalian !
9. Apa itu profesi audit dan auditor sektor publik ?

1.3 TUJUAN
1) Untuk membantu pembaca mengetahui apa saja jenis-jenis audit
2) Untuk membantu pembaca dalam mengetahui sistem pengendalian di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jenis-jenis Audit


Dalam bagian ini akan dijelaskan jenis-jenis audit yang akan dilaksanakan oleh
auditor sektor publik. Dalam setiap audit, perlu dimulai dengan penetapan tujuan untuk
menentukan jenis audit yang dilaksanakan serta standar audit yang harus diikuti oleh auditor.
1. Berdasarkan tujuannya audit sektor publik dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Audit Keuangan
Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah
menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Audit atas hal yang berkaitan dengan
dengan keuangan, mencakup penentuan apakah :
1. Informasi keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan
2. Entitas yang diaudit telah memenuhi persyaratan kepatuhan terhadap peraturan
keuangan tertentu.
3. Sistem pengendalian intern instansi tertentu, hak terhadap laporan keuangan maupun
terhadap pengamanan atas kekayaannya, telah dirancang dan dilaksanakan secara
memadai untuk tujuan pengendalian.
Audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan yang meliputi antara lain audit terhadap
unsur yang berikut :
1. Segmen laporan keuangan dan informasi keuangan ( seperti laporan pendapatan dan
biaya, laporan penerimaan dan pengeluaran kas, laporan aktiva tetap ), dokumen
anggaran, perbedaan antara realisasi kinerja keuangan dan yang diperkirakan.
2. Pengendalian intern mengenai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Pengendalian atau pengawasan intern atas penyusunan laporan keuangan dan atas
pengamanan aktiva termasuk pengendalian/pengawasan intern atas penggunaan
sistem yang berbasis komputer.

4
2) Audit Kinerja ( Audit Operasional )
Adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti,
untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau
program/kegaiatan pemerintah yang diaudit. Audit kinerja dimaksudkan untuk dapat
meningkatkan tingkat akuntabilitas pemerintah dan memudahkan pengambilan keputusan
oleh pihak yang tertanggung jawab untuk mengawasi atau memprakarsai Tindakan
koreksi. Audit kinerja meliputi audit tentang ekonomi, efisiensi dan program.
1. Audit Ekonomi dan Efisiensi
Audit ini menentukan apakah :
1. Entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya
( seperti karyawan, gedung, ruang dan peralatan kantor ) secara hemat dan efisien
2. Penyebab timbulnya ketidakhematan dan ketidakefisienan
3. Entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan kehematan dan efisiensi.
Audit ekonomi dan efisiensi dapat mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit
telah :
1. Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat
2. Melakukan pengadaan sumber daya ( jenis, mutu dan jumlah ) yang sesuai dengan
kebutuhan
3. Melindungi dan memelihara semua sumber daya negara yang ada secara memadai
4. Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan dan kurang jelas
tujuannya
5. Menghindari adanya pengangguran atau jumlah pegawai yang berlebihan
6. Menggunakan prosedur kerja yang efisien

2. Audit Efektivitas ( Program )


Adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Audit
efektivitas mencakup penentuan :
1. Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah
ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang

5
2. Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan atau fungsi instansi
yang bersangkutan
3. Apakah entitas yang telah diaudit telah menaati peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan pelaksanaan program/kegiatannya.
Pelaksanaan audit efektivitas adalah :
1. Menilai tujuan program, baik yang baru maupun yang sudah berjalan apakah
sudah memadai dan tepat atau relevan
2. Menentukan tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan
3. Menilai efektivitas program atau unsur program secara sendiri-sendiri
4. Mengidentifikasi faktor yang menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan
memuaskan
5. Mengidentifikasi cara untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih
baik
6. Menilai ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
program tersebut
3) Audit Untuk Tujuan Tertentu
Adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan khusus, diluar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertntu ini
adalah pemeriksaan atas hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan bersifat
investigative ataupun audit ketaatan tertentu.
1. Audit investigasi
Adalah kegiatan pemerikasaan dengan lingkup tertentu, periodenya tertentu tidak
di batasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga
mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil
audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat
penyimpangan wewenang yang ditemukan.
Adapun hasil audit investigasi pada umumnya dapat disimpulkan berikut ini :
1. Apa yang dilaporkan masyarakat tidak terbukti
2. Apa yang diadukan terbukti, misalnya terjadi pernyimpangan dari suatu aturan
atau ketentuan yang berlaku, namun tidak merugikan negara atau perusahaan

6
3. Terjadi kerugian bagi perusahaan akibat perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh karyawan
4. Terjadi kerugian negara akibat terjadi wanprestasi atau kerugian dari perikatan
yang lahir dari Undang-Undang
5. Terjadi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum dan tindak pidana
lainnya
2. Audit Ketaatan
Bertujuan untuk menentukan apakah auditan telah memenuhi atau mengikuti
prosedur dan peraturan tertentu yang telah ditetapkan

2. Berdasarkan subyeknya yaitu :


1) Audit Eksternal

7
Adalah audit yang dilaksanakan auditor yang memiliki sertifikat public yang
dikeluarkan oleh IAI. Biasanya auditor bersertifikat akuntan publik melakukan jasa
audit berdasarkan kontrak. Pada umumnya audit yang dilaksanakan oleh audit
eksternal adalah audit keuangan
2) Audit Internal
Audit yang dilakukan oleh auditor intern yaitu suatu fungsi penilai independen yang
didirikan didalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas auditan.
Auditor intern bekerja di suatu organisasi untuk melakukan audit bagi kepentingan
manajemen organisasi. Auditor intern biasanya melaporkan hasil audit kepala komitte
audit atau dewan komisaris.
3) Audit Oleh Pemerintah
Dalam negara Indonesia terdapat beberapa Lembaga yang bertanggung jawab secara
fungsional atas pengawasan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Pada tingkatan tertinggi terdapat Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) dan Inspektorat Jenderal yang
berada di setiap departemen, serta Badan Pengawasan daerah untuk lingkup
pengawasan di daerah.
2.2 Obyek Audit
Agar proses audit menjadi satu bagian yang dapat dipahami, suatu definisi atas
objek audit sektor publik, diperlukan. Audit sektor publik sangat berkepentingan dengan
aktivitas entitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini merupakan perhatian utama
audit sektor publik selama pelaksanaan pekerjaan audit.
Obyek audit pada dasarnya meliputi semua kegiatan organisasi sejak
perencanaan, pelaksanaan kegiatan operasional sampai dengan pelaporan
pertanggungjawabkan akhir periode dari suatu Organisasi/Lembaga.

8
2.3 Akuntabilitas Dalam Sektor Publik
Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga
yudikatif Kehakiman) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering digunakan
secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan
(responsibility), (Dykstra, 1939) yang dapat dipertanyakan (answerability), yang dapat
dipersalahkan (blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan (liability)
termasuk istilah lain yang mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat
menerangkannya salah satu aspek dari administrasi publik atau pemerintahan, hal ini
sebenarnya telah menjadi pusat-pusat diskusi yang terkait dengan tingkat problembilitas
di sektor publik, perusahaan nirlaba, yayasan dan perusahaan-perusahaan.
Sektor Publik yang lekat dengan sebutan untuk Instansi Pemerintah adalah
perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku terdiri dari: Kementerian, Lembaga Pemerintah Non
Kementerian, Kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara, Markas Besar TNI (meliputi:
Markas Besar TNI Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut), Kepolisian
Republik Indonesia, Kantor Perwakilan Pemerintah RI di Luar Negeri, Kejaksaan Agung,
Perangkat Pemerintahan Provinsi, Perangkat Pemerintahan Kabupaten/Kota, dan
lembaga/badan lainnya yang dibiayai dari anggaran negara (BPKP, 2011). Konsep dan
kebijakan mengenai akuntabilitas memiliki akar yang kuat dalam kehidupan bernegara
kita, khususnya mulai pada era reformasi. Kebijakan akuntabilitas di Indonesia dimulai
sejak dikeluarkannya TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 dan dan UU No. 28/1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Dalam UU No.
28/1999 disebutkan bahwa azas penyelenggaraan kepemerintahan yang baik meliputi:
1) Azas Kepastian Hukum.
2) Azas Tertib Penyelenggaraan Negara.
3) Azas Kepentingan Umum.
4) Azas Keterbukaan.
5) Azas Proporsionalitas.
6) Azas Profesionalistas.
7) Azas Akuntabilitas.

9
Akuntabilitas memiliki makna umum tanggungjawab, jadi azas akuntabilitas di sini
diartikan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelengaran pemerintah saat ini telah menjadi sebuah sinergi antara
pemerintah dan masyarakat. Seiring dengan meningkatnya peran swasta dan masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan, manajemen sektor publik telah mengalami
perubahan yang cukup signifikan. Hal ini antara lain dipicu oleh pemikiran Osborne dan
Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1992) atau pemerintahan wirausaha.
Perubahan tersebut pada dasarnya diarahkan pada penciptaan manajemen publik yang
handal dan mempertajam serta meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi
publik. Konsep dan sistem administrasi publik yang kaku, struktural/hirarkis, dan
birokratis telah ditinggalkan dan sebagai gantinya telah dikembangkan suatu konsep
manajemen publik yang fleksibel dan berorientasi kepada pasar. Dalam paradigma
manajemen sektor publik yang baru, birokrasi pemerintah dibuat seefi sien dan seefektif
mungkin sehingga mereka dapat bergerak fl eksibel dalam mengikuti tuntutan masyarakat
dan perubahan lingkungan. Paradigma baru ini dianggap sebagai solusi atas berbagai
label negatif yang melekat pada sektor publik yaitu dengan mengacu pada kaidah-kaidah
terhadap new public management (NPM).
2.4 Tata Pemerintahan Yang Baik
Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean
Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap
kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi
formal dan informal. Pengelolaan pemerintahan atau biasa disebut Tata Pemerintahan
merupakan suatu mekanisme interaksi para pihak terkait yang berada di lembaga
pemerintah, lembaga legislatif dan masyarakat, baik secara pribadi maupun kelompok
untuk bersama-sama merumuskan berbagai kesepakatan yang berkaitan dengan
manajemen pembangunan dalam suatu wilayah hukum atau administratif tertentu. Dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya, pihak yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan di daerah memerlukan dasar atau prinsip Tata Pemerintahan daerah yang
baik, yang dapat menjadi acuan bagi tercapainya tujuan pemberian otonomi, yang adalah:

10
1) Peningkatan pelayanan aparatur pemerintah di daerah dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat,
2) Pengembangan kehidupan demokrasi, peningkatan rasa kebangsaan, keadilan,
pemerataan, dan kemandirian daerah serta,
3) Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Dalam rangka mengembangkan strategi yang lebih implementatif, terdapat banyak
karakteristik dan prinsip tentang Good Governance. Salah satu yang menjadi tonggak
penting adalah karakteristik Good Governance yang dirumuskan pada deklarasi Manila,
yaitu transparan, akuntabel, adil, wajar, demokratis, partisipatif, dan responsive.
Masing-masing karakteristik dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1. Transparan
Transparansi adalah sikap keterbukaan pemerintah atas segala informasi dan rencana
kerja untuk pembangunan nasional.Tujuan dari transparansi agar rakyat bisa
mengawasi tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan menilai kinerja pemerintah.
2. Akuntabel
Dimana semua pihak (baik pemerintah, swasta dan masyarakat) harus mampu
memberikan pertanggungjawaban atas mandat yang diberikan kepadanya
(stakeholders nya). Secara umum organisasi atau institusi harus akuntabel kepada
mereka yang terpengaruh dengan keputusan atau aktivitas yang mereka lakukan
3. Adil
Dalam arti terdapat jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dan
kesempatan yang sama dalam menjalankan kehidupannya. Sifat adil ini diperoleh dari
aspek ekonomi, sosial dan politik. Adil ini juga berarti terdapat jaminan akan
kesejahteraan masyarakat dimana semua masyarakat merasa bahwa mereka memiliki
hak dan tidak merasa diasingkan dari kehidupan masyarakat.
4. Wajar
Dalam arti jaminan atas pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
(standar). Hal ini mensyaratkan bahwa semua kelompok, terutama kelompok yang
lemah, memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk alasan
ini, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pemerintah harus menyediakan
standar pelayanan untuk menjamin kesamaan (fair) dan konsistensi pelayanan.

11
5. Demokratis
Dalam arti terdapat jaminan kebebasan bagi setiap individu untuk
berpendapat/mengeluarkan pendapat serta ikut dalam kegiatan pemilihan umum yang
bebas, langsung, dan jujur.
6. Partisipatif
Dalam arti terdapat jaminan kesamaan hak bagi setiap individu dalam pengambilan
keputusan (baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan). Dalam
kaitannya dengan partisipasi ini, terdapat tuntutan agar pemerintah meningkatkan
fungsi kontrol terhadap manajemen pemerintah dan pembangunan dengan melibatkan
organisasi non pemerintah. Peran organisasi non pemerintah sangat
penting dalam konteks ini karena diyakini organisasi ini memiliki kontak yang lebih
baik dengan masyarakat miskin, memiliki hubungan yang baik dengan daerah
pedalaman dan pedesaan, mampu menyediakan metode alternatif pelayanan publik
dengan harga yang murah dan sebagai mediator dalam menyampaikan berbagai
pandangan dan kebutuhan masyarakat.
7. Tanggap/Peka/Responsif
Yang berarti bahwa dalam melaksanakan kepemerintahan semua institusi dan proses
yang dilaksanakan pemerintah harus melayani semua stakeholders secara tepat, baik
dan dalam waktu yang tepat (tanggap terhadap kemauan masyarakat).
2.5 Sistem Pengendalian Intern Sektor Publik
Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efi sien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Unsur SPIP di Indonesia mengacu
pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang telah dipraktikkan di lingkungan
pemerintahan di berbagai negara, yaitu meliputi:
1) Lingkungan pengendalian
Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang
memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan
Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara keseluruhan

12
lingkungan organisasi, sehingga dapat menimbulkan perilaku positif dan mendukung
pengendalian intern dan manajemen yang sehat. Lingkungan pengendalian dapat
diwujudkan melalui:
1. Penegakan integritas dan nilai etika;
2. Komitmen terhadap kompetensi;
3. Kepemimpinan yang kondusif;
4. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan
5. kebutuhan;
6. Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
7. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang
8. pembinaan sumber daya manusia;
9. Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang
10. efektif;
11. Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah 
12. terkait.
2) Penilaian risiko
Penilaian risiko adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang
mengancam pencapaian tujuan dan sasaran Instansi Pemerintah. Unsur ini memberikan
penekanan bahwa pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang
dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam.
3) Kegiatan pengendalian
Kegiatan pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko
serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa
tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif
4) Informasi dan komunikasi
Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah. Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi
dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mendapatkan umpan balik.

13
5) Pemantauan
Pemantauan pengendalian intern pada dasarnya adalah untuk memastikan
apakah sistem pengendalian intern pada suatu instansi pemerintah telah berjalan
sebagaimana yang diharapkan dan apakah perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan
telah dilaksanakan sesuai dengan perkembangan. Unsur ini mencakup penilaian desain
dan operasi pengendalian serta pelaksanaan tindakan perbaikan yang diperlukan.
2.6 Pengendalian dalam pencegahan KKN
Setiap organisasi memiliki situasi dan kondisi yang berbedabeda akan tetapi
mereka mempunyai beberapa pengendalian intern kunci yang sama dalam mencegah
KKN. Pengendalian-pengendalian tersebut seperti dikutif dari Murwanto (2007:211)
adalah:
1) Pengendalian-pengendalian yang melibatkan lebih dari satu pejabat.
1. Pemisahan tugas sehingga tidak ada satu pegawai pun yang mengendalikan
seluruh proses dalam suatu transaksi atau kegiatan. Pada umumnya, ketika ada
risiko KKN, terutama penggelapan, tugas-tugas harus melibatkan minimal dua
pegawai.
2. Supervisi langsung untuk mengurangi kemungkinan dan godaan untuk melakukan
KKN. Pegawai yang dibiarkan sendiri untuk suatu periode yang panjang atau
periode yang dapat diprediksi dapat tergoda untuk melakukan KKN, terutama
apabila pegawai tersebut bertanggung jawab atas aset-aset yang dapat
dipindahkan dan berharga.
2) Pengendalian-pengendalian yang menggunakan rekonsiliasi independen.
Rekonsiliasi bank adalah contoh nyata pengendalian jenis ini. Rekonsiliasi
independen atas dua perangkat catatan seringkali dapat mencegah atau menemukan
kecurangan karena tidak semua 80 pihak memiliki akses atas semua catatan.
Seringkali pelaksanaan rekonsiliasi, walaupun bukan dengan maksud untuk
menemukan kecurangan, dapat mencegah terjadinya kecurangan karena pegawai
yang mempersiapkan suatu catatan atau laporan biasanya tidak mengetahui
catatan/laporan lainnya yang direkonsiliasikan dengan catatan atau laporannya.
Rekonsiliasi antara pegawai pada posisinya dengan catatan kepegawaian, misalnya
mampu mencegah adanya pembayaranpembayaran kepada pegawai fi ktif.

14
3) Pengendalian-pengendalian yang melibatkan penggunaan tanda tangan. Para pelaku
KKN potensial seringkali dapat dicegah melakukan KKN jika mereka diharuskan
memberikan tanda tangan pada pekerjaan mereka. Bukti yang menunjukkan siapa
yang mengerjakan suatu pekerjaan biasanya merupakan prasyarat untuk mencapai
suatu kualitas dan keandalan kinerja yang baik. Pembayaran yang disertai tanda
tangan antara pejabat yang menerima dan yang memberi merupakan contoh umum
jenis pengendalian ini.
4) Pengendalian fisik. Kunci pada pintu, lemari brankas, halaman yang berpagar terkunci
merupakan contoh pengendalian yang membantu mencegah pencurian. Pengendalian-
pengendalian fi sik umumnya membantu meminimalkan risiko-risiko dan godaan-
godaan.
5) Daftar kekayaan yang dimiliki pejabat. Daft ar ini harus tersedia bagi politisi maupun
pejabat yang memiliki kepentingan terhadap pekerjaan organisasi. Kegiatan-kegiatan
yang rawan berbeda-beda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, tetapi
kegiatan-kegiatan ini memiliki kesamaan umum yang berkenaan dengan
pengeluaranpengeluaran untuk (Murwanto, 2007): 81
1. Pembayaran tunjangan atau subsidi.
2. Pembayaran-pembayaran kontrak, terutama pekerjaan pembangunan.
3. Persediaan, termasuk perkakas-perkakas kantor yang berharga.
4. Pinjaman kepada pegawai, pinjaman mobil, dan sebagainya.
5. Pembayaran lembur, bonus dan honor-honor.
6. Pembayaran perjalanan dinas.
7. Barang-barang inventaris pada perumahan pegawai, penjara, rumah sakit, dan
sejenisnya.
8. Kas kecil.
9. Dana-dana tak resmi, seperti sumbangan-sumbangan.
10. Pembayaran kepada pegawai honorer.
Dalam bukunya Murwanto dkk (2007) juga mengemukakan beberapa kegiatan yang
dapat menjadi rawan terhadap praktikpraktik korupsi yang meluas adalah:
1. Pentenderan, pemberian dan penyelesaian kontrak, menyewa konsultan atau staf
sementara dari unit lain.

15
2. Penjualan dengan tekanan, seperti pemberian hadiah atau liburan bila membeli
suatu barang.
3. Jamuan.
4. Pemberian ijin/lisensi.
5. Pembelian barang-barang yang langsung dikirimkan ke lokasi gedung bukannya
ke gudang.
6. Konfl ik kepentingan yang timbul ketika politisi atau pejabat (atau teman dan
kerabat mereka) memiliki kepentingan-kepentingan finansial atas pekerjaan yang
diberikan oleh instansi publik.
7. Penggunaan peralatan khusus, seperti laptop dan mobil, untuk pekerjaan pribadi.
8. Penghapusan atau penjualan barang-barang inventaris bekas.
2.7 Sistem Pengendalian Di Indonesia
1. Pengawasan Negara Kesatuan RI
Berdasarkan UUD 1945 presiden adalah pemegang kekuasaan pemeritahan.
Dalam melaksanakan tugas kepemerintahannya, presiden memerlukan pembiayaan,
dokumen pembiayaan yang digunakan presiden sebagai dasar pelaksanaan tugas
pemerintahan adalah APBN. APBN sebagai dasar pelaksanaan tugas pemerintahan pada
hakekatnya merupakan mandat yang diberikan DPR kepada presiden untuk melakukan
pendapatan dan belanja negara kemudian mandat untuk menggunakan pendapatan
tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran dalam melaksanakan pemerintahan.
APBN ditetapkan tiap-tiap tahun dengan UU yang ditetapkan presiden dengan
persetujuan DPR. Berdasarkan UU nomor 17 tahun 2003 pemerintah berkewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN yang telah dilaksanakan dalam
satu tahun anggaran.
Dalam pasal 23 E ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan badan pemeriksa
keuangan yang bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada DPR.
Amanat yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 23 E tersebut direalisasikan dengan
dikeluarkannya UU nomor 5 tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam perkembangannya UU tersebut masih belum mencukupi karena belum memiliki
landasan operasional yang memadai dalam mendukung pelaksanaan tugas BPK dalam

16
rangka memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Untuk
menyempurnakan UU nomor 5 tahun 1973 ditetapkanlah UU baru yang mengatur tentang
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, UU baru tersebut adalah
UU nomor 15 tahun 2004. Dalam UU baru tersebut baik DPR maupun BPK merupakan
lembaga tinggi diluar pemerintahan yang dalam melakukan pengawasannya secara
mandiri dan terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah, namun bukan merupakan
lembaga tersebut lebih tinggi kedudukannya dalam pemerintahan.
1. Pengawasan Oleh DPR RI
Dalam UUD 1945 pasal 20A disebutkan bahwa DPR memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Selanjutnya dijelaskan dalam UU
nomor 22 tahun 2003 pasal 26 ayat 1 tugas dan wewenang DPR adalah:
(1) Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
(2) Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti UU;
(3) Menerima dan membahas usulan rancangan UU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan;
(4) Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
(5) Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
(6) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, APBN, dan
kebijakan pemerintah;
(7) Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap
pelaksanaan undang-undang menenai pelaksanaan otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lain, pelaksaaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama;
(8) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
(9) Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara yang disampaikan BPK;
(10) Memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian
anggota komisi yudisial;
(11) Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan komisi yudisial untuk
ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden;

17
(12) Memilih tiga calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada presiden
untuk ditetapkan;
(13) Memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima
penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti,
dan abolisi;
(14) Memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional
lain yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait dengan
beban keuangan negara atau pembentukan undang-undang;
(15) Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
(16) Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditentukan undangundang.
Secara operasional penetapan keputusan DPR ditetukan oleh komisi-komisi yang ada
dalam DPR dan melalui proses yang ditetapkan dalam keputusan DPR. Selain itu DPR
juga memperoleh pertimbangan dari DPD yang melakukan pengawasan atas pelaksanaan
APBN sebagaimana diatur dalam pasal 46 UU nomor 22 tahun 2003. Terdapat sebelas
komisi dalam DPR yang masing-masing membawahi bidang-bidang yang telah
ditentukan yaitu:
(1) Komisi I: Bidang pertahanan, luar negeri, dan informasi;
(2) Komisi II: Bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara,
agraria;
(3) Komisi III: Bidang hukum dan perundang-undangan, HAM, dan keamanan;
(4) Komisi IV: Bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan
pangan;
(5) Komisi V: Bidang perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat,
pembangunan pedesan, dan kawasan tertinggal;
(6) Komisi VI: Bidang perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, dan
BUMN;
(7) Komisi VII: Bidang ESDM, riset dan teknologi, dan lingkungan hidup;
(8) Komisi VIII: Bidang agama, sosial, dan pemberdayaan perempuan;
(9) Komisi IX: Bidang kependudukan, kesehatan, tenaga kerja, dan transmigasi;

18
(10) Komisi X: Bidang pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan
kebudayaan;
(11) Komisi XI: Bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan
lembaga keuangan bukan bank.
Di bidang perundang-undangan tugas komisi adalah mengadakan persiapan pembahasan,
dan penyempurnaan rancangan undang-undang yang termasuk dalam ruang lingkup
tugasnya. Di bidang anggaran tugas komisi adalah:
(1) Mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai RAPBN yang termasuk tugasnya
bersama dengan pemerintah;
(2) Mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan RAPBN yang
termasuk tugasnya bersama dengan pemerintah;
(3) Mengadakan pembahasan laporan keuangan negara dan pelaksanaan APBN termasuk
pemeriksaan BPK yang terkait dengan lingkup tugasnya;
(4) Menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan, sebagaimana pembicaraan yang telah
dilakukan.
Di bidang pengawasan komisi DPR bertugas melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang (termasuk APBN) serta peraturan pelaksanaanya, membahas
dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK, dan menampung dan menindaklanjuti
aspirasi dan pengaduan masyarakat termasuk surat masuk.
2. Pemeriksaan Oleh BPK
Berdasarkan UUD 1945 pasal 23 pasal 23E ayat 1 dinyatakan bahwa untuk
memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu
badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Dalam UUD tersebut juga
disebutkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD dan
DPRD sesuai dengan kewenanganya. Peraturan baru yang mengatur BPK adalah UU
nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. UU ini memberikan tanggung jawab pemeriksaan keuangan negara kepada BPK,
yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan pemeriksaan atas tanggung jawab
keuangan. Jenis pemeriksaan yang dapat dilaksanakan oleh BPK adalah (Pasal 4 UU No.
15/2004
1. Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan.

19
2. Pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri
atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
BPK berbentuk dewan dengan tujuh orang yang terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota dan seorang wakil ketua merangkap anggota. Berdasarkan SK BPK
nomor 11/SK/K/1993 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK, dewan dibantu
pejabat sebagai pembantu utama dewan terdiri atas:
(1) Sekretariat Badan. Sekjen menyelenggarakan pelayanan kepada seluruh jajaran BPK,
menyelenggarakan pembinaan administrsi, dan mengkoordinasikan secara administratif
pelaksanaan kegiatan seluruh unsur pelaksana BPK.
(2) Inspektur Utama. Inspektur utama (IRUTAMA) terdiri atas; IRUTAMA Perencana,
Analisa, Evaluasi dan Pelaporan, (IRUTAMA RENALEV) dan IRUTAMA Intern dan
Khusus (IRUTAMA WANINSUS). IRUTAMA RENALEV bertugas menyusun rencana
kerja, analisa dan evaluasi hasil pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah tentang
keuangan negara, serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan sistem, metode, dan
teknik pemeriksaan keuangan negara. IRUTAMA WANINSUS bertugas melakukan
pengawasan atas pelaksanaan kegiatan satuan kerja pelaksana BPK dan melakukan
pemeriksaan khusus atas temuan pemeriksaan, LAPIP, dan pengaduan masyarakat yang
menimbulkan kerugian negara.
(3) Auditor Utama Keuangan Negara (AUDITAMA KEUANGAN NEGARA).
Mempunyai tugas; melaksanakan pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah tentang
pelaksanaan APBN/APBD, BUMN/BUMD dan melaksanakan pemeriksaan atas
penguasaan dan pertanggungjawaban kekayaan negara.
Dalam melaksanakan tugas BPK mempunyai fungsi:
1). Fungsi Operasional yaitu melaksanakan pemeriksaan dan tanggung jawab keuangan
negara dan pelaksanaan APBN. Fungsi ini dilaksanakan oleh AUDITAMA Keuangan
Negara.
2). Fungsi Yudikatif yaitu melakukan peradilan komtabel dalam hal tuntutan
perbendaharaan. Fungsi ini dilaksanakan oleh IRUTAMA WANINSUS.

20
3). Fungsi Rekomendasi yaitu memberi saran/pertimbangan pada pemerintah
berhubungan dengan keuangan negara. Fungsi ini dilaksanakan oleh IRUTAMA
RENALEV.
Berdasarkan UU nomor 15 tahun 2004 pasal 4 pemeriksaan BPK terdiri tiga tipe yaitu:
1. Pemeriksaan keuangan yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan baik pusat dan
daerah.
2. Pemeriksaan kinerja yaitu pemeriksan atas aspek ekonomi dan efisiensi dan efektivitas
yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern
pemerintah.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu merupakan pemeriksaan dengan tujuan khusus
selain pemeriksan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Menurut tujuannya pemeriksaan BPK bertujuan untuk:
1. Pemeriksaan atas penguasaan dan pengurusan keuangan;
2. Pemeriksaan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku;
3. Pemeriksaan atas penghematan dan efisiensi dalam penggunaan keuangan negara;
4. Pemeriksaan atas efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan BPK memperhatikan laporan aparat pengawasan
intern pemerintah. Laporan hasil pemeriksan BPK atas pelaksanaan APBN pada unit
organisasi departemen/lembaga pemerintah non departemen diserahkan kepada
menteri/kepala lembaga yang bersangkutan setelah pemeriksaan selesai dilakukan.
Setelah melalui pemeriksaan yang disebut pemutakhiran data antara menteri dan anggota
BPK, laporan yang mencakup seluruh LHP BPK dalam semester tertentu kemudian
dihimpun dalam buku hasil pemeriksaan semesteran badan (HAPSEM). HAPSEM atas
departemen/lembaga diserahkan kepada DPR RI dan penyampaiannya dilakukan dalam
rapat paripurna DPR RI.
3. Pengawasan Masyarakat
UUD 1945 pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang. Artinya setiap penyelenggara negara
wajib menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan aspirasi rakyat. Landasan yang
memuat pengawasan masyarakat dalam rangka mewujudkan negara yang bersih dan
bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme adalah:

21
1. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.
2. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN Tahun 1999-
2004.
3. UU No. 28 tahun 1999 19 Mei 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih
Dan Bebas Dari KKN. 4. PP No. 68 tahun 1999 tanggal 14 Juli tentang Tatacara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.
5. Keppres RI No. 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN serta
penjelasannya.
Pelaksanaan pengawasan masyarakat dilakukan dalam bentuk:
1. Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan
negara.
2. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara pemerintah.
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap kebijakan
penyelenggara negara.
4. Hak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan hak-hak tersebut diatas.
Selanjutnya dalam pasal 72 Keppres RI No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa Inspektur
Jenderal Departemen/Pimpinan Unit Pengawasan Lembaga, Kepala BPKP, Unit
Pengawasan Daerah/Desa wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai
pelaksanaan APBN.
2. Pengendalian Intern Pemerintah
Aparat pengendalian intern pemerintah terdiri dari BPKP, Itjen
Departemen/Unit Pengawasan LPND, Satuan Pengawasan Intern BUMN/BUMN. Tujuan
pengawasan APIP adalah mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan
pemerintah dan pembangunan sedangkan ruang lingkup pemeriksaannya adalah
pemeriksaan operasional dan pemeriksaan komprehensif. Disamping itu berdasarkan
Inpres No. 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, pada semua satuan
organisasi pemerintahan termasuk proyek pembangunan di lingkungan
departemen/LPND diciptakan pengawasan atasan langsung/pengawasan melekat.

22
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP )
BPKP dibentuk berdasarkan Keppres No. 31 tahun 1983, pada saat itu
BPKP merupakan peningkatan fungsi pengawasan yang sebelumnya dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan. berdasarkan
Keputusan Kepala BPKP No Kep06.00.00-080/K/2001 tentang Struktur Organisasi dan
Tatakerja BPKP, BPKP berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Disamping itu terdapat peraturan
baru berkenaan dengan BPKP yaitu Keppres No 42 tahun 2002. Dalam melaksanakan
tugasnya BPKP menyelenggarakan fungsi:
1). Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
2). Perumusan pelaksanaan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
3). Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP.
4). Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan
keuangan dan pembangunan.
5). Penyelenggaraan, pembianaan, dan pelayanan administrasi umum dibidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan,
kearsipan, persandingan, perlengkapan, dan rumah tangga.
Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut BPKP mempunyai kewenangan:
1). Penyusunan rencana nasional secara makro dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
2). Perumusan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan untuk
mendukung pembangunan secara makro.
3). Penetapan sistim informasi dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
4). Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi
pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi dibidang pengawasan
keuangan dan pembangunan.
5). Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga
profesional/ahli serta persyaratan jabatan dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.

23
6). Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 71 Keppres No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa BPKP melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Disamping itu juga menindaklanjuti pengaduan masyarakat
mengenai pelaksanaan APBN.
2. Inspektorat Jenderal ( Itjend ) Departemen/Unit Pengawasan LPND
Itjen Dep./Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) dibentuk berdasarkan Keppres RI No 44 dan 45 tahun 1974. Keppres tersebut
telah dicabut dengan Keppres No 177 tahun 2000 dan Keppres No 173 tahun 2000 yang
mengatur organisasi dan tatakerja Itjen Dep./UP. LPND. Ketentuan perundang-undangan
lain yang mengatur tugas Itjen adalah Inpres No 15 tahun 1983 dan Keppres No 42 tahun
2002.
Berdasarkan KMK No 2/KMK/2001 tentang Organisasi dan Tatakerja
Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal bertugas melaksanakan pengawasan
fungsional di lingkungan Departemen Keuangan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundangan yang
berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Itjen menyelenggarakan fungsi:
1). Penyiapan, perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan.
2). Pemeriksan, pengujian, penilaian dan pengusutan terhadap kebenaran pelaksanaan
tugas, pengaduan, penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan unsur-
unsur Departemen.
3). Pembinaan dan pengembangan sistem dan prosedur serta teknis pelaksanaan
pengawasan.
4). Penyampaian hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian penyelesaian tindak lanjut
hasil pengawasan.
5). Pelaksanaan urusan administrasi Itjen.
Dalam pengawasan APBN, pasal 70 Keppres No 42 tahun 2002 menyatakan bahwa Itjen
Departemen/Unit Pengawasan LPND melakukan pengawasan atas pelaksanaan anggaran
negara yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek dalam lingkungan
departemen/lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hasil

24
pemeriksaan Itjen/UP. LPND tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga
yang membawahkan proyek yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada
Kepala BPKP.
3. Badan Pengawasan Daerah
Sejalan dengan UU No. 32 tentang Pemerintah Daerah, paragraf 9 tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; maka dalam Pasal 184 ayat (1) disebutkan
bahwa Kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Namun demikian, dalam rangka pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintah daerah, maka akan senantiasa diadakan kegiatan
pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan pengawasan terhadap
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan sebagaimana dimaksud
dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Sesuai dengan Pasal 222 UU tentang Pemerintah Daerah maka telah diatur bahwa:
1). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
2). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana
3). dimaksud untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.
4). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan
5). oleh Bupati/Walikota.
6). Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dapat
melimpahkannya kepada camat. Atas dasar ketentuan di atas lah maka aparat pengawasan
intern Pemerintah di suatu Daerah (provinsi, kabupaten/kota) dilakukan oleh Badan
Pengawasan Daerah yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di
daerah masing-masing.

2.8 Profesi Audit dan Auditor Sektor Publik

Penggunaan istilah akuntan publik terdaftar mengacu pada UndangUndang


No. 34 tahun 1954 yang mengatur sebutan akuntan yang bekerja secara profesional di bidang

25
akuntansi/auditing. Untuk dapat berpraktek sebagai akuntan publik, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

1. Persyaratan pendidikan.
Untuk menjadi akuntan publik terdaftar diperlukan gelar sarjana ekonomi jurusan
akuntansi dari fakultas ekonomi universitas negeri yang telah mendapatkan persetujuan
dari Panitia Ahli Persamaan Ijazah Akuntan. Setelah lulus dari pendidikannya, orang
tersebut harus mendaftarkan diri ke Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen
Keuangan guna memperoleh nomor register negara dan sertifikat sebagai akuntan
terdaftar.
2. Ujian Negara Akuntansi/Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP)
Untuk mendapatkan gelar akuntan, seorang.sarjana ekonomi jurusan akuntansi dari
perguruan tinggi swasta dan beberapa universitas negeri tertentu diharuskan mengikuti
Ujian Negara Akuntansi (UNA). Ujian diselenggarakan dua kali setahun, yaitu bulan Mei
dan November. Ujian tersebut dibagi menjadi dua tahap yaitu UNA dasar dan UNA
profesi. Setelah lulus dari UNA profesi orang tersebut harus mendaftarkan diri ke
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan. Saat ini UNA
diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Pada perkembangnnya untuk para profesional di bidang Akuntansi,
diselenggarakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik sebagai prasyarat untuk pemenuhan
kompetensi profesional di bidang akuntansi.
3. Persyaratan Pengalaman
Seorang akuntan publik yang terdaftar, seorang akuntan harus memiliki pengalaman kerja
sebagai auditor pada kantor akuntan publik atau BPKP paling sedikit 3 tahun. Seorang
akuntan publik harus selalu mengikuti pendidikan lanjutan dan memenuhi persyaratan
perizinan untuk memepertahankan izin praktek.
Seiring dengan perkembangan lingkungan dan kebutuhan akan profesi
akuntansi dan auditing sektor publik, IAI sebagai organisasi profesi akuntansi di
Indonesia sejak tahun 2000 lalu telah membentuk Kompartemen Akuntan Sektor Publik
(KASP), yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan profesi akuntansi sektor publik,
yang didalamnya terdapat pengembangan profesi auditing sektor publik. KASP bekerja
bersama-sama dengan instansi dan lembaga-lemabaga negara yang berkaitan untuk

26
mengembangkan kelengkapan profesi akuntansi sektor publik antara lain pembentukan
Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik, Standar Auditing, dan Kode Etik. Profesi
Akuntansi sektor publik saat ini mencakup pengembangan profesi auditing pada sektor
keuangan negara atau pemerintahan. Terkait dengan audit pengelolaan keuangan negara,
sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, maka BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) akan menjadi ”supreme audit institution” yang harus mengambil bagian
terdepan dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundangan yang
berlaku.

27
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Istilah pemeriksaan seringkali diidentikkan dengan istilah audit. Audit adalah
pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan fisik yang mana bertujuan untuk memastikan suatu
departemen dalam organisasi atau perusahaan telah mengikuti standar yang sudah
ditentukan sebelumnya. Tujuan dari audit adalah untuk melakukan verifikasi bahwa pihak
auditee telah beroperasi sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah ditentukan.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis
dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pada dasarnya pemeriksaan
termasuk dalam pengertian pengendalian. Istilah feedback control, dikenal sebagai
pengendalian atas hasil kegiatan yang bersifat represif. Kegiatan ini umumnya dilakukan
setelah kegiatan berlangsung.
Sektor publik terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, fasilitas publik yang
bertanggung jawab kepada parlemen, badan publik lainnya yang dananya sebagian besar
berasal dari pajak, diatur, dimiliki dan diawasi oleh pemerintah lokal atau daerah (di
Indonesia BUMN/BUMD) dan lembaga pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan
pemerintah. Perbedaan yang paling mendasar antara audit sektor publik dan swasta adalah
pertimbangan kebijakan politik. Dalam akhir proses audit, khususnya dalam audit keuangan,
auditor akan menggunakan objektivitas terbaiknya dan rekomendasi secara menyeluruh.
Sebagai suatu proses, auditing berhubungan dengan prinsip dan prosedur akuntansi yang
digunakan oleh organisasi. Auditor mengeluarkan suatu opini atas laporan keuangan suatu
entitas. terdapat empat faktor yang melatarbelakangi pentingnya audit dalam sektor publik,
yaitu: pertumbuhan volume dan kompleksitas transaksi ekonomi, pemisahan sumber dana,
rendahnya independensi pihak manajemen, dan pengaruh keputusan organisasi sektor publik
terhadap masyarakat (sosial).

28
Sistem pengendalian di Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut: sistem
pengendalian ekstern, dan sistem pengendalian intern pemerintah. Sistem pengendalian
ekstern pemerintah meliputi kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh DPR, BPK serta oleh
masyarakat;dan sistem pengendalian intern pemerintah dilakukan oleh BPKP, Itjend
Dep./Unit Pengawasan LPND serta oleh Bawasda. Saat ini telah terbentuk Kompartemen
Akuntan Sektor Publik (KASP), yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan profesi
akuntansi sektor publik, yang didalamnya terdapat pengembangan profesi auditing sektor
publik. Profesi Akuntansi sektor publik saat ini mencakup pengembangan profesi auditing
pada sektor keuangan negara atau pemerintahan. Terkait dengan audit pengelolaan keuangan
negara, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, maka BPK (Badan
Pemeriksa Keuangan) akan menjadi ”supreme audit institution” yang harus mengambil
bagian terdepan dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan peraturan
perundangan yang berlaku.

3.2 SARAN
Dengan adanya materi ini, kita tau mengenai jenis-jenis audit dan sistem
pengendalian di Indonesia itu seperti apa. Dengan itu dalam menjalankan program dan
mengelola keuangan kita perlu mengedepankan aspek-aspek yang ada serta perlu meminimalisir
segala risiko yang terjadi dalam pengelolaan keuangan serta sistem pengendaliannya berjalan
secara efektif dan efisien.

29
DAFTAR PUSTAKA

Buku Akuntansi Sektor Publik- Rahmadi Murwanto•Adi Budiarso•Fahar Hasri


https://standarku.com/audit-adalah-pemeriksaan-kesesuaian-standar/
https://hazelfinance.wordpress.com/2013/05/08/audit-efektivitas/
https://spi.uin-alauddin.ac.id/index.php/2016/10/31/objek-audit-sektor-publik/
Buku Audit Sektor Publik•Prof Dr H Zamrudin Hasid
https://pu.go.id/berita/upaya-menciptakan-good-and-clean-government#:~:text=Tata
%20pemerintahan%20yang%20baik%20dan,melalui%20institusi%20formal%20dan
%20informal
https://bobo.grid.id/amp/083597792/5-ciri-dan-karakteristik-tata-kelola-pemerintahan-yang-
baik?page=2
https://dlhk.acehprov.go.id/layanan-publik/kinerja/spip-sistem-pengendalian-intern-pemerintah/
https://www.iaijawatimur.or.id/course/interest/detail/19

30

Anda mungkin juga menyukai