Menurut Indra Bastian (2007:255), Audit sektor publik adalah jasa penyelidikan bagi masyarakat atas
organisasi publik dan politikus yang sudah mereka danai. Menurut I Gusti Agung Rai (2008:29)
Audit sektor publik adalah kegiatan yang ditujukan terhadap entitas yang menyediakan pelayanan dan
penyediaan barang yang pembiayaannya berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya
dengan tujuan untuk membandingkan antara kondisi yang ditemukan dengan kriteria yang ditetapkan.
Audit sektor publik di Indonesia dikenal sebagai audit keuangan negara. Audit keuangan negara ini
diatur dalam UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara. Audit sektor publik dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai
bahwa laporan keuangan yang diperiksa telah mematuhi prinsip akuntansi berterima umum, peraturan
perundang-undangan dan pengendalian intern serta kegiatan operasi entitas sektor publik dilaksanakan
secara efisien, ekonomis, dan efektif. Dalam keterbatasan yang ada, audit tetap perlu dilakukan agar
tercipta akuntabilitas publik yang lebih transparan dan akuntabel.
Audit terhadap sektor publik menjadi fokus perhatian karena dinilai instansi pemerintah tidak terbuka
terhadap masyarakat mengenai kondisi keuangan sebenarnya dan instansi sektor publik rawan akan
penyalahgunaan dana sehingga dibutuhkan aturan yang ketat dan audit yang independen terhadap
pemeriksaan laporan keuangan instansi pemerintahan. Audit terhadap sektor publik sangat penting
dilakukan hal ini merupakan bentuk tanggung jawab sektor publik (pemerintah pusat dan daerah) untuk
mempertanggungjawabkan dana yang telah digunakan oleh instansi sehingga dapat diketahui
pemanfaatan dana tersebut dilaksanakan sesuai prosedur dan standar atau tidak.
Tabel 1
Perbedaan Antara Audit Sektor Privat dan Audit Sektor Publik di Indonesia
Pelaksanaan audit Kantor Akuntan Publik Lembaga audit pemerintah dan juga KAP yang
(KAP) ditunjuk oleh lembaga audit pemerintah
Objek Audit Perusahaan/ Entitas, program, kegiatan, dan fungsi yang
entitas swasta berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan
Standar audit yang Standar Profesional Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
digunakan Akuntan Publik (SPAP) (SPKN) yang dikeluarkan oleh BPK
yang dikeluarkan oleh
IAPI
Kepatuhan terhadap Tidak terlalu dominan Merupakan faktor dominan karena kegiatan di
peraturan perundang- dalam audit sektor publik sangat dipengaruhi oleh peraturan
undangan dan perundang-undangan
Tujuan dari audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan
pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil operasi, serta arus
kas sesuai dengan Standar Akutansi Keuangan (SAK). Tanggung jawab auditor terhadap pelaksanakan
pemeriksaan di lakukan sesuai dengan norma profesi dan pelaporannya temuannya, agar auditor
memberikan opini audit yang dapat dipertanggungjawabkan. Hasil akhir dari audit adalah pemberian
opini akuntan publik yang harus di dukung oleh bukti audit kompeten yang cukup.
Berdasarkan sifat dan karakter pekerjaan dan tujuan yang akan dicapai, Audit dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu :
1) Audit Laporan Keuangan (financial statement audit). Audit laporan keuangan adalah audit yang
dilakukan oleh auditor eksternal terhadap laporan keuangan kliennya untuk memberikan pendapat
apakah laporan keuangan tersebut disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Hasil
audit lalu dibagikan kepada pihak luar perusahaan seperti kreditor, pemegang saham, dan kantor
pelayanan pajak.
2) Audit Kepatuhan (compliance audit). Audit ini bertujuan untuk menentukan apakah yang diperiksa
sesuai dengan kondisi, peratuan, dan undang-undang tertentu. Kriteria- kriteria yang ditetapkan dalam
audit kepatuhan berasal dari sumber-sumber yang berbeda. 3) Audit Operasional (operational audit).
Audit operasional merupakan penelahaan secara sistematik aktivitas operasi organisasi dalam
hubungannya dengan tujuan tertentu. Dalam audit operasional, auditor diharapkan melakukan
pengamatan yang obyektif dan analisis yang komprehensif terhadap operasional-operasional tertentu.
Pasal 4
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan,
pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(2) Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
(3) Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas
pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas.
(4) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk dalam
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).
Dalam melaksanakan suatu audit, diperlukan standar yang akan digunakan untuk menilai mutu
pekerjaan audit yang dilakukan. Standar tersebut memuat persyaratan minimum yang harus dipenuhi
oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya. Di Indonesia standar audit pada sektor publik
adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Standar-standar yang menjadi pedoman dalam audit menurut SPKN adalah sebagai
berikut:
(1) Standar Umum
a) Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
melaksanakan tugas pemeriksaannya.
b) Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern,
organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.
c) Dalam melaksanakan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan saksama.
d) Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai dan sistem pengendalian
mutu tersebut harus di review oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal).
(2) Standar Pelaksanaan
a) Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
b) Staf harus disupervisi dengan baik.
c) Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang
memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa.
d) Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas
kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa
yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut, dapat
memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung
temuan, simpulan, dan rekomendasi pemeriksa.
(3) Standar Pelaporan
a) Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil
pemeriksaan.
b) Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup: (1) penyataan bahwa pemeriksaan dilakukan
sesuai dengan standar pemeriksaan; (2) tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan; (3) hasil
pemeriksaan berupa temuan audit, simpulan, dan rekomendasi; (4) tanggapan pejabat yang
bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan; (5) pelaporan informasi rahasia apabila ada.
c) Laporan hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, serta
jelas dan seringkas mungkin. Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga
perwakilan, entitas yang diaudit, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas
yang diaudit, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan,
dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang
merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi akuntan publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh
Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI. SPAP
terdiri atas:
1. Standar Auditing
2. Standar Atestasi
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
4. Standar Jasa Konsultansi
5. Standar Pengendalian Mutu
Kelima standar profesional di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur
mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.
1. Standar Auditing
Standar auditing merupakan suatu panduan audit atas laporan keuangan historis. Didalamnya
terdapat 10 standar yang secara rinci dalam bentuk pernyataan standar auditing (PSA). PSA ini
berisi tentang ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam
melaksanakan perikatan audit. Audit atas laporan keuangan historis merupakan jasa tradisional yang
disediakan oleh profesi akuntan publik kepada masyarakat, di dalam standar auditing ini terdapat 10
standar auditing yang terbagi menjadi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan. Standar auditing berbeda dengan prosedur auditing yang mana berkaitan dengan tindakan
yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan suatu kriteria ukuran mutu kinerja
tindakan tersebut. Berikut akan dipaparkan tentang standar auditing yang telah ditetapkan dan
disahkan oleh IAPI:
1. Standar Umum
a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup sebagai auditor.
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor.
c. Dalam melaksanaan aufit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan
prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan peride berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
c. Pengungkapan infomatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam lapran auditor.
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal
nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang
jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggungjawab yang
dipikul oleh auditor.
2. Standar Atestasi
Standar ini berlaku pada akuntan publik yang melaksanakan suatu perikatan atestasi. Suatu perikatan
atestasi adalah perikatan yang di dalamnya praktisi mengadakan perikatan untuk menerbitkan
komunikasi tertulis yang menyatakan suatu simpulan tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi
tanggung jawab pihak lain. Terdiri dari:
1. Standar Umum
a. Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis cukup dalam fungsi atestasi.
b. Perikatan harus dilaksanakan oleh seorang praktisi atau lebih yang memiliki pengetahuan cukup
dalam bidang yang bersangkutan dengan asersi.
c. Praktisi harus melaksanakan perikatan hanya jika ia memiliki alasan untuk menyakinkan dirinya
bahwa dua kondisi berikut ini ada :
d. Dalam semua hal yang bersangkutan dengan perikatan, sikap mental independen harus
dipertahankan oleh praktisi.
e. Kemahiran profesional harus selalu digunakan oleh praktisi dalam melaksanakan perikatan, mulai
dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan perikatan tersebut.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
b. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikan dasar rasional bagi simpulan yang
dinyatakan dalam laporan.
3. Standar Pelaporan
a. Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan sifat perikatan atestasi yang
bersangkutan.
b. Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan atau kriteria yang dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur.
c. Laporan harus menyatakan semua keberatan praktisi yang signifikan tentang perikatan dan
penyajian asersi.
d. Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang
disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus
berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihak-pihak yang
menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review
Terdiri dari Kompilasi dan review atas laporan keuangan, pelaporan atas laporan keuangan
komparatif, Laporan kompilasi atas laporan keuangan yang dimasukkan dalam formulir tertentu,
komunikasi antara akuntan pendahulu dengan akuntan pengganti, pelaporan atas laporan keuangan
pribadi yang dimasukkan dalam rencana keuangan pribadi tertulis.
1. Kompilasi Dan Review Atas Laporan Keuangan
Pelaporan Atas Kompilasi Laporan Keuangan tanpa audit atau review oleh akuntan
harus disertai dengan suatu laporan akuntan yang menyatakan bahwa :
a. Kompilasi telah dilakukan sesuai denganstandar.
b. Kompilasi terbatas pada penyajian informasi dalam bentuk laporan keuangan yang
merupakan representasi manajemen atau pemilik.
c. Laporan keuangan tidak diadit atau direview dan dengan demikian akuntan tidak
menyatakan pendapat atau bentuk keyakinan lain apapun.
Pelaporan Akuntan mengenai hasil review atas laporan keuangan, harus disertai dengan
laporan akuntan yang menyatakan bahwa :
a. Review dilaksanakan sesuai dengan Standar Jasa Akuntansi dan Review yang
ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia.
b. Semua informasi yang dimasukkan dalam laporan keuangan adalah penyajian
manajemen atau pemilik entitas tersebut.
c. Review terutama mencakup permintaan keterangan kepada para pejabat penting
perusahaan dan prosedur analitik yang diterapkan terhadap data keuangan.
d. Lingkup review jauh lebih sermpit dibandingkan dengan lingkup audit yang
tujuannya untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan, dan
dengan demikian tidak dinyatakan pendapat semacam itu dlalam suatu review.
e. Akuntan tidak mengetahui adanya suatu modifikasi material yang harus dilakukan
atas laporan keuangan agar laporan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia, selain dari perubahan, jika ada, yang telah diungkapkan
dalam laporan akuntan.
2. Pelaporan Atas Laporan Keuangan Komparatif
Laporan keuangan yang disusun oleh klien untuk beberapa periode yang tidak diaudit,
direview atau dikompilasi dapat disajikan di halaman terpisah dalam suatu dokumen
yang juga berisi laporan keuangan periode lain yang dilaporkan oleh akuntan.Laporan
keuangan komparatif adalah laporan keuangan dua periode atau lebih yang disajikan
dalam bentuk kolom.
4. Standar Jasa Konsultansi
Jasa konsultasi adalah jasa profesional yang disediakan dengan memadukan kemahiran teknis,
pendidikan, pengamatan, pengalaman, dan pengetahuan praktisi mengenai proses konsultasi, yang
meliputi : Konsultasi, jasa pemberian saran profesional, jasa implementasi , jasa transaksi, jasa
penyediaan staf dan jasa pendukung lainnya dan jasa produk. Terdiri dari:
1. Standar Umum :
a. Kecakapan Profesional
b. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
c. Perencanaan dan supervisi
d. Data relevan yang memadai
2. Standar umum tambahan:
a. Kepentingan klien : dalam setiap perikatan, praktisi harus melayani kepentingan klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan dengan klien dengan
tetap mempertahankan integritas dan objektivitas.
b. Kesepakatan dengan klien : Praktisi harus mencapai kesepakatan baik secara lisan
maupun tertulis, dengan klien mengenai tanggung jawab masing-masing pihak dan sifat,
lingkup, dan keterbatasan jasa yang akan disediakan, dan mengubah kesepakatan
tersebut apabila terjadi perubahan signifikan selama masa perikatan.
c. Komunikasi dengan klien : Praktisi harus menberitahu kliennya tentang adanya :
benturan kepentingan, keraguan signifikan yang berkaitan dengan lingkup dan manfaat
suatu perikatan dan temuan atau kejadian signifikan selama periode perikatan.
5. Standar Pengendalian Mutu
Setiap Kantor Akuntan Publik wajib memiliki sistem pengendalian mutu dan menjelaskan
unsurunsur pengendalian mutu dan hal-hal yang terkait dengan implementasi secara efektif
sistem tersebut. Sistem pengendalian mutu KAP mencakup struktur organisasi, kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan KAP untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian
perikatan profesional dengan SPAP. Sistem pengendalian mutu harus komprehensif dan harus
dirancang selaras dengan struktur organisasi, kebijakan, dan sifat praktik KAP.
Unsur-unsur sistem pengendalian mutu :
a. Independensi
b. Penugasan personel
c. Konsultasi
d. Supervisi
e. Pemekerjaan (hiring)
f. Pengembangan profesional
g. Promosi
h. Penerimaan dan keberlanjutan klien
i. Inspeksi
Standar Pelaksanaan dan Pelaporan Review Mutu Tujuan program review mutu adalah untuk
meningkatkan mutu kinerja dalam perikatan audit, atestasi, akuntansi dan review, konsultasi. Tujuan
program ini dicapai melalui tindakan pendidikan dan perbaikan serta tindakan koreksi. Tujuan tersebut
digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat umum dan sekaligus untuk meningkatkan arti
pentingnya audit.
Etika dalam pengertian luas berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan kehidupannya. Sementara
itu, etika dalam pengertian sempit berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai
panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena berfungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip
moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku.
Kode etik adalah nilai-nilai, norma-norma, atau kaidah-kaidah untuk mengatur perilaku moral dari
suatu profesi melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang harus dipenuhi dan ditaati setiap anggota
profesi.
Dilema etika adalah situasi yang dihadapi seseorang di mana keputusan mengenai perilaku yang pantas
harus dibuat. Auditor banyak menghadapi dilema etika dalam melaksanakan tugasnya. Bernegosiasi
dengan auditan jelas merupakan dilema etika. Ada beberapa alternatif pemecahan dilema etika, tetapi
harus berhati-hati untuk menghindari cara yang merupakan rasionalisasi perilaku tidak beretika.
Berikut ini adalah metode rasionalisasi yang biasanya digunakan bagi perilaku tidak beretika:
1. Semua orang melakukannya. Argumentasi yang mendukung penyalahgunaan pelaporan pajak,
pelaporan pengadaan barang/jasa biasanya didasarkan pada rasionalisasi bahwa semua orang
melakukan hal yang sama, oleh karena itu dapat diterima.
2. Jika itu legal, maka itu beretika. Menggunakan argumentasi bahwa semua perilaku legal adalah
beretika sangat berhubungan dengan ketepatan hukum. Dengan pemikiran ini, tidak ada
kewajiban menuntut kerugian yang telah dilakukan seseorang.
3. Kemungkinan ketahuan dan konsekuensinya. Pemikiran ini bergantung pada evaluasi hasil
temuan seseorang. Umumnya, seseorang akan memberikan hukuman (konsekuensi) pada
temuan tersebut.
Pendekatan enam langkah berikut ini merupakan pendekatan sederhana untuk memecahkan dilema
etika:
1. Dapatkan fakta-fakta yang relevan
2. Identifikasi isu-isu etika dari fakta-fakta yang ada
3. Tentukan siapa dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi oleh dilema etika
4. Identifikasi alternatif-alternatif yang tersedia bagi orang yang memecahkan dilema etika
5. Identifikasi konsekuensi yang mungkin timbul dari setiap alternatif
6. Tetapkan tindakan yang tepat.
Pertemuan 3
Perencanaan audit meliputi penetapan tujuan audit dan pemilihan ruang lingkup dan metodologi untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Tujuan dapat dipandang sebagai pertanyaan-pertanyaan yang oleh
auditor dicarikan jawabannya. Ruang lingkup adalah batasan dari audit. Metodologi menjelaskan
bagaimana tujuan-tujuan tersebut akan dicapai dan berisi pekerjaan-pekerjaan mengumpulkan bukti
dan membuat analisis untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Standar audit mengharuskan bahwa
rincian dari rencana untuk pekerjaan lapangan ditulis dalam suatu program audit.
Manfaat yang diperoleh auditor jika perencanaan audit dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, yaitu:
a). Untuk memperoleh bahan bukti kompeten yang cukup
b). Membantu menentukan sumber daya yang diperlukan dan biaya audit
c). Menentukan prioritas
d). Meningkatkan disiplin dalam penyelesaian proses audit
e). Membangun saling pengertian dengan auditan
Audit dengan perencanaan yang baik akan mengantisipasikan beberapa hal berikut:
a). Berbagai jenis audit, karakteristik auditan dan penugasan staf yang kompeten.
b). Arah dan pengendalian audit.
c). Aspek-aspek kritis.
d). Jangka waktu penyelesaian.
Di samping manfaat, ada beberapa hambatan dalam perencanaan audit yang harus dihindarkan oleh
auditor:
a). Perencanaan audit terlalu rumit dan tidak efisien
b). Perencanaan audit yang kaku
Perencanaan audit keuangan secara umum terdiri atas tujuh bagian utama yakni:
1. Persiapan perencanaan audit
2. Penetapan tujuan audit
3. Pemahaman atas entitas yang diaudit
4. Melakukan prosedur analitis awal
5. Menentukan materialitas, dan menetapkan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan
6. Memahami struktur pengendalian intern dan menetapkan risiko pengendalian
7. Mengembangkan rencana audit dan program audit menyeluruh
Keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit dapat dibagi dalam 4 (empat) bagian yaitu:
a). Prosedur audit apa yang akan digunakan?
b). Berapa jumlah sampel yang akan diuji dengan prosedur tersebut?
c). Item mana yang akan dipilih sebagai sampel dari populasi?
d). Kapan akan melakukan prosedur audit ini?
Dengan mengombinasikan semua bukti audit yang diperoleh selama proses audit, auditor dapat
memutuskan apakah bukti-bukti audit tersebut telah secara memadai mendukung auditor untuk
mengeluarkan laporan audit. 2 (dua) faktor yang menentukan tingkat persuasif bahan bukti adalah:
1. Tingkat kompetensi mencerminkan sejauh mana bukti audit dapat dipercaya. Jika suatu bukti
audit dianggap sangat kompeten maka bukti audit tersebut akan sangat membantu auditor dalam
menyusun temuan audit dan memberikan opini audit.. Kompetensi bukti audit sering digunakan
bergantian dengan keandalan bukti audit (reliability of evidence). Tingkat kompetensi bukti
audit dapat ditingkatkan dengan memilih prosedur audit yang mengandung satu atau lebih dari
7 karakteristik bukti audit yang kompeten yaitu: relevansi, Tingkat independensi penyedia
informasi, Tingkat efektifitas pengendalian intern dari auditan, Pengetahuan langsung dari
auditor, Kualifikasi dari penyedia informasi, Tingkat obyektivitas, Tepat waktu.
2. Tingkat kecukupan (sufficiency). Ada 2 faktor yang menentukan jumlah sampel yang memadai
dalam audit yaitu, perkiraan auditor akan terjadinya salah saji dan efektifitas dari pengendalian
intern auditan.
Dalam memilih prosedur audit yang akan digunakan, auditor dapat memilih 7 (tujuh) kategori bukti
audit, yaitu:
a). Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik didefinisikan sebagai pemeriksaan atau penghitungan yang dilakukan oleh
auditor atas tangible asset. Jenis bukti audit ini sering berhubungan dengan persediaan, kas dan
juga termasuk verifikasi investasi, piutang dan tangible fixed asset.
b). Konfirmasi
Konfirmasi adalah penerimaan tanggapan dari pihak ketiga yang independen baik dalam bentuk
wawancara maupun tertulis untuk memverifikasi ketepatan dari informasi yang dinyatakan oleh
auditor. terdapat 2 (dua) bentuk permintaan konfirmasi yaitu bentuk positif dan bentuk negatif.
Konfirmasi positif adalah konfirmasi yang membutuhkan jawaban dari pihak yang dimintai
konfirmasi. Konfirmasi negatif adalah konfirmasi yang tidak membutuhkan jawaban langsung
dari pihak yang dimintai konfirmasi. Konfirmasi negatif meminta penerima konfirmasi untuk
memberikan jawaban hanya jika ia tidak setuju dengan informasi yang disebutkan dalam
permintaan konfirmasi.
c). Dokumentasi
Dokumentasi adalah pemeriksaan yang dilakukan auditor atas catatan dan dokumen auditan
untuk membuktikan informasi dalam laporan keuangan atau yang seharusnya disajikan dalam
laporan keuangan. Bukti audit dalam bentuk dokumen terdiri dari catatan akuntansi dan semua
dokumen yang mendukung pencatatan transaksi dan kejadian dalam catatan akuntansi tersebut.
d). Prosedur Analitis
Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan-hubungan (korelasi) untuk
memperkirakan apakah saldo akun atau data yang lain telah disajikan dengan layak. Contoh dari
prosedur analitis adalah membandingkan persentase gross margin pada tahun ini dengan tahun
yang lalu. Prosedur analitis menjadi bukti audit yang sangat penting karena dilakukan pada 3
(tiga) tahapan audit yaitu pada waktu perencanaan, pengujian substantif dan pada waktu
penyelesaian audit. Tujuan dari prosedur analitis dalam audit atas laporan keuangan adalah: a).
Memahami sifat industri dan usaha auditan, b). Memperkirakan kemampuan auditan untuk
melanjutkan usahanya (going concern), c). Mengindikasikan terjadinya kemungkinan salah saji
dalam laporan keuangan, d). Mengurangi pengujian terinci.
Temuan audit yang berupa temuan atas pengendalian intern, temuan atas ketaatan terhadap peraturan
perundangan dan temuan kecurangan dan ketidakpatutan selanjutnya harus disajikan menurut elemen
temuan yang terdiri dari kriteria, kondisi, sebab dan akibat.
1. Temuan atas pengendalian internal. Contoh: Tidak adanya pemisahan tugas yang memadai.
(orang yang sama yang menyetor kas, mencatat penerimaan kas, atau orang yang sama yang
menghitung persediaan dan memelihara catatan persediaan
2. Temuan atas kecurangan (fraud). Contoh: Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan
akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan
keuangan
3. Temuan atas perbuatan melanggar peraturan perundangan (hukum). Contoh: tidak menyetor
pajak waktu.
Penyajian temuan
Terdiri atas 5 (lima) elemen, yaitu:
1. Kondisi
2. Kriteria
3. Sebab
4. Akibat
5. Rekomendasi
Risiko sampling adalah risiko karena kesimpulan yang diambil berdasarkan keseluruhan populasi bila
atas sampel, berbeda dengan kesimpulan yang diambil berdasarkan keseluruhan populasi bila sampel
dan populasi tersebut diterapkan prosedur audit yang sama. Terdapat 2 (dua) jenis risiko sampling:
a) Risiko dimana auditor menyimpulkan dalam pengujian pengendalian bahwa risiko
pengendalian lebih rendah dari yang sebenarnya, atau dalam pengujian substantif dimana
auditor menyimpulkan bahwa tidak ada kesalahan yang material sementara yang sebenarnya
adalah terdapat kesalahan yang material.
b) Risiko dimana auditor menyimpulkan dalam pengujian pengendalian bahwa risiko
pengendalian lebih tinggi dari yang sebenarnya, atau dalam pengujian substantif dimana auditor
menyimpulkan bahwa terdapat kesalahan yang material sementara yang sebenarnya adalah
tidak terdapat kesalahan yang material.
Audit sampling dapat menggunakan pendekatan non statistik dan pendekatan statistik:
1. Judgmental sampling (non statistik) mengacu pada penggunaan teknik samping dalam keadaan di
mana auditor mengandalkan pada penilaiannya sendiri dalam menentukan: a). berapa besar
sampel yang harus diambil; b). item-item yang mana dari populasi yang harus dipilih; c).
apakah diterima atau tidak keandalan populasi berdasarkan hasil yang diperoleh dari
pemeriksaan unit sampel.
2. Statistical sampling
Statistical sampling dilakukan dengan menggunakan metode sampling yang secara umum terdiri
dari 2 (dua) kategori yaitu:
a. attributes sampling plan
attributes sampling adalah tentang meyakinkan ada tidaknya suatu karakteristik. Karena bukti
dari ketaatan atas prosedur pengendalian intern secara umum adalah ada atau tidak (misalnya,
tanda tangan dalam surat perintah pembayaran oleh otorisator ada atau tidak) maka attributes
sampling dapat digunakan dalam prosedur pengujian pengendalian intern. Dari pandangan
praktis audit, proses pengambilan kesimpulan atas hasil sampel untuk sampai pada kesimpulan
atas populasi terbagi atas 2 (dua) teknik yaitu acceptance sampling dan discovery sampling.
b. variables sampling plan.
variables sampling memperkirakan nilai moneter dari saldo atau jumlah nilai moneter dalam
laporan keuangan yang mungkin mengandung salah saji. Karena variables sampling
memfokuskan pada jumlah moneter maka dapat digunakan dalam pengujian substantif.
Statistical sampling mengacu pada penggunaan teknik sampling yang menggunakan teori
probabilitas untuk membantu dalam menentukan: a). berapa besar sampel yang seharusnya; b).
apakah menerima atau tidak keandalan populasi berdasarkan dari hasil yang diperoleh dari
pemeriksaan unit sampel. Harus dicatat bahwa ketika menggunakan statistical sampling, unit
sampel harus dipilih secara acak. Metode sampling ini memiliki 3 (tiga) keuntungan penting
daripada judgmental sampling yaitu: a). tidak bias; b). unsur-unsur dari sampling dapat
dipertanggungjawabkan dan c). dapat dipertahankan apabila dipermasalahkan.
Merancang dan memilih sampel
Dalam merancang sebuah sampel auditor harus mempertimbangkan:
a). tujuan-tujuan audit yang harus dipenuhi dengan menguji item sampel, dan
b). atribut dari populasi darimana sampel akan diambil.
Keputusan mengenai jumlah unit sampel dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu: a) risiko sampling, b)
jumlah kesalahan yang dapat diterima dalam suatu populasi, dan c) seberapa sering auditor
mengharapkan akan menemukan kesalahan.
Terdapat beberapa metode pemilihan sampel audit. namun metode yang sering digunakan dapat dibagi
menjadi 2 (dua) kelompok yaitu :
1. pemilihan secara acak (random selection)
Karakteristik khusus dari pemilihan acak adalah setiap item dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih. Dengan karakteristik ini maka terdapat 3 (tiga)
macam pemilihan acak yaitu:
a). Unrestricted random selection.
Metode pemilihan ini memperlakukan keseluruhan populasi sebagai sejumlah besar data
yang sejenis, dan untuk memilih unit sampel digunakan tabel nomor acak (tabel
random) atau nomor acak yang dihasilkan komputer .
b). Systematic selection.
Dalam pemilihan sistematis ( systematic selection), interval sampling ditentukan terlebih
dahulu dengan membagi populasi yang akan diperiksa dengan jumlah sampel yang akan
diambil. Sebagai contoh apabila dalam populasi terdapat 2.625 faktur pembelian dan
jumlah sampel yang akan diambil adalah 125 maka interval sampling adalah 2.625/125
= 21. Item dengan nomor urut antara 0 sampai 21 dipilih secara acak oleh auditor atau
dengan menggunakan tabel random/nomor acak yang dihasilkan komputer yang
selanjutnya nomor tersebut menjadi nomor awal. Setiap item yang ke-21 setelah nomor
tersebut selanjutnya akan dipilih.
c). Selection with probability proportional to size (PPS selection).
Apabila menggunakan PPS selection, setiap unit moneter (yaitu setiap Rp. 1) secara
individu dalam suatu populasi diperlakukan sebagai suatu unit yang terpisah. Metode ini
dapat dijelaskan dengan contoh sederhana sebagai berikut.
2. pemilihan tidak acak (non-random selection)
a. Hapazard selection.
Apabila menggunakan haphazard selection, auditor mencoba melakukan pemilihan acak
tetapi tidak menggunakan tabel random atau nomor acak yang dihasilkan komputer.
Auditor memilih item sampel dari populasi dengan sembarangan tanpa mengacu pada
ukuran, sumber, tanggal atau karakteristik apapun dari item dalam populasi tersebut.
b. Judgmental sample selection.
Apabila menggunakan judgmental selection, auditor berusaha semaksimal mungkin
supaya dapat memilih sampel yang dapat mewakili populasi atau mengikutsertakan
item-item yang perlu mendapat perhatian khusus.
Untuk audit keuangan, auditor harus memperoleh pemahaman atas pengendalian intern dan
mendapatkan bukti tentang efektivitas pengendalian intern untuk tiga tujuan, yaitu: a). Menilai risiko
pengendalian, b). Menentukan sifat, saat dan ruang lingkup pengujian-pengujian yang dilakukan atas
pengendalian, ketaatan dan substantif. c). Menyatakan pendapat atau membuat laporan atas
pengendalian intern berkenaan dengan laporan keuangan dan ketaatan.
Risiko pengendalian dinilai secara terpisah untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan dalam
setiap siklus akuntansi. Sedangkan untuk audit atas laporan kinerja, auditor harus mendapatkan
pemahaman atas unsurunsur pengendalian intern yang berkaitan dengan keberadaan, kelengkapan, dan
penilaian asersi yang relevan dengan ukuran-ukuran kinerja yang dilaporkan dalam Laporan
Kinerja/KPI, untuk laporan pengendalian-pengendalian yang tidak dirancang dan dilaksanakan dengan
sebagaimana mestinya.
Dalam audit keuangan, auditor mengevaluasi pengendalian intern, yang telah dirancang dan
dilaksanakan manajemen, untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa tujuan-tujuan berikut
terpenuhi, yaitu:
a. Keandalan laporan keuangan
b. Ketaatan atas peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
Dokumen-dokumen yang relevan dalam kertas kerja untuk pemahaman pengendalian internal :
a. Dokumentansi pemahaman
b. Kuisioner
c. Flowchart
d. Memo / catatan narasi
Penilaian akhir atas risiko pengendalian didasarkan pada evaluasi bukti-bukti yang diperoleh dari (1)
prosedur untuk memperoleh pemahaman atas komponen-komponen sistem informasi dan pengendalian
intern dan (2) pengujian-pengujian pengendalian yang terkait.
Pertemuan 7
Review pemahaman bahan pertemuan 1 sampai dengan petemuan 6 dan case study.
Pertemuan 8
Ujian Tengah Semester (UTS)
Pertemuan 9
Tujuan pemeriksaan (audit objective) kas dan setara kas
a. Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas dan setara kas serta
transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank.
b. Untuk memeriksa apakah saldo kas dan setara kas yang ada di neraca per tanggal neraca betul-betul
ada dan dimiliki perusahaan (existence).
c. Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan setara kas.
d. Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan setara kas dalam valuta asing, apakah saldo
tersebut dikonversikan ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI (hasil dari
penjumlahan kurs jual penutupan dengan kurs beli penutupan kemudian dibagi 2) pada tanggal
neraca (pukul 16.00) dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke
laba rugi komprehensif tahun berjalan.
e. Untuk memeriksa apakah penyajian di neraca sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia
(SAK/ETAP/IFRS) dalam hal penyajian dan pengungkapan (Presentation and Disclosure).
Model pengujian sampel audit audit dinyatakan sebagai berikut:
PDR = AAR / (IRXCR)
Di mana, PDR = Risiko deteksi yang direncanakan
AAR = Risiko audit yang dapat diterima
IR = Risiko bawaan
CR = Risiko pengendalian
Contoh : IR = 100% CR = 100% AAR = 5% Maka: PDR = 0,05 / (1 X 1) = 0,05 atau 5%
Risiko Audit:
1) Risiko Deteksi yang direncanakan (Planned Detection Risk)
Risiko Deteksi yang direncanakan merupakan risiko di mana bukti audit untuk suatu bagian
tidak mampu mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat diterima.
2) Risiko Bawaan (Inherent Risk) Risiko bawaan mengukur penilaian auditor atas kemungkinan
terdapatnya salah saji material (baik kecurangan maupun kesalahan) dalam sebuah bagian
pengauditan sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal klien. Jika auditor
menyimpulkan bahwa kemungkinan salah saji tinggi tanpa mempertimbangkan pengendalian
internal, auditor akan menyimpulkan bahwa risiko bawaannya adalah tinggi.
3) Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko pengendalian mengukur penilaian auditor mengenai apakah salah saji melebihi jumlah
yang dapat diterima di suatu bagian pengauditan akan dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat
waktu oleh pengendalian internal klien. Anggaplah auditor menyimpulkan bahwa pengendalian
internal klien seluruhnya tidak efektif untuk mendeteksi salah saji. Sehingga auditor akan
memberikan faktor risiko untuk risiko pengendalian tinggi bahkan mungkin 100%. Makin
efektif pengendalian internal, makin rendah faktor risiko yang dapat diberikan pada risiko
pengendalian. Model risiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko bawaan dan
risiko pengendalian.
4) Risiko Audit yang dapat Diterima (Acceptable Audit Risk)
Risiko audit yang dapat diterima mengukur tingkat kesediaan auditor untuk menerima
kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan setelah audit telah selesai dijalankan
daan opini wajar tanpa pengecualian telah diterbitkan. Ketika para auditor memutuskan risiko
audit yang dapat diterima lebih rendah mereka menginginkan untuk lebih yakin bahwa tidak
ada salah saji dalam laporan keuangan. Risiko nol merupakan kepastian dan risiko 100%
merupakan ketidakpastian mutlak. Keyakinan mutlak (risiko nol) atas keakuratan laporan
keuangan tidak mungkin dilakukan.
Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah untuk menentukan apakah semua tujuan audit
berkaitan dengan transaksi (transaction-related audit objectives) telah terpenuhi untuk setiap kelas
transaksi. Sebagai contoh auditor melakukan pengujian substantif atas transaksi untuk menguji apakah
transaksi yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada semua telah dicatat.
Pengujian substantif adalah prosedur-prosedur audit yang didesain untuk menguji kesalahan dalam
nilai rupiah yang mempengaruhi langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan keuangan. Salah
saji (monetary misstatement) seperti itu adalah indikasi yang jelas dari salah saji dari akunakun.
Terdapat 3 (tiga) macam pengujian substantif yaitu:
(1) pengujian substantif atas transaksi,
Tujuan dari pengujian substantif atas transaksi adalah untuk menentukan apakah semua tujuan
audit berkaitan dengan transaksi (transaction-related audit objectives) telah terpenuhi untuk
setiap kelas transaksi. Sebagai contoh auditor melakukan pengujian substantif atas transaksi
untuk menguji apakah transaksi yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada semua
telah dicatat. Auditor juga melakukan pengujian ini untuk menentukan apakah transaksi belanja
telah dicatat dengan benar, transaksi belanja telah dicatat pada periode laporan yang tepat,
belanja telah diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan apakah belanja telah
diikhtisarkan dan diposting dengan benar ke buku besar. Jika auditor merasa yakin bahwa
transaksi-transaksi telah dicatat dan diposting dengan benar, auditor dapat meyakini bahwa
jumlah dalam buku besar juga benar.
(2) prosedur analitis,
Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlahjumlah yang dicatat dengan
jumlah yang diharapkan yang disusun oleh uditor. Biasanya juga prosedur analitis mencakup
perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk membandingkan dengan rasio tahun lalu dan data
lain yang berhubungan. Dua tujuan utama prosedur analitis yang dilakukan pada tahap
pelaksanaan audit atas saldo akun adalah (1) mengindikasikan kemungkinan terjadinya salah
saji dalam laporan keuangan dan (2) mengurangi pengujian terinci atas saldo.
(3) pengujian terinci atas saldo.
Pengujian terinci atas saldo memusatkan perhatian atas saldo-saldo akhir buku besar untuk
laporan realisasi pendapatan dan belanja serta neraca. Contoh dari pengujian terinci atas saldo
termasuk konfirmasi untuk saldo piutang, pemeriksaan fisik persediaan, dan pemeriksaan
kontrak utang dengan pihak lain. Pengujian terinci atas saldo ini adalah penting karena bukti
biasanya diperoleh dari sumber yang independen sehingga dapat diandalkan. Luas dari
pengujian terinci atas saldo bergantung dari hasil pengujian pengendalian intern, pengujian
substantif atas transaksi, dan prosedur analitis untuk akun tersebut.
Analisis Audit 1
Auditan adalah organisasi yang besar dengan pengendalian intern yang memadai dan risiko bawaan
yang rendah. Karena itu auditor melakukan pengujian pengendalian yang luas dan bersandar kepada
pengendalian intern auditan untuk mengurangi pengujian substantif. Prosedur analitis yang luas
dilakukan untuk mengurangi pengujian substantif yang lain. Karena itu pengujian substantif atas
transaksi dan pengujian terinci atas saldo diminimalisir. Karena bersandar pada pengujian
pengendalian dan prosedur analitis, audit ini dapat dilakukan dengan biaya relatif kecil.
Analisis Audit 2
Auditan adalah organisasi berukuran sedang (medium sized) dengan pengendalian intern yang tidak
terlalu memadai dan risiko bawaan yang rendah. Karena itu auditor memutuskan untuk melakukan
pengujian yang sedang untuk setiap jenis pengujian kecuali untuk prosedur analitis yang akan
dilakukan secara luas. Akan terdapat lebih banyak pengujian yang dilakukan ketika terdapat risiko
bawaan yang khusus.
Analisis Audit 3
Auditan adalah organisasi yang berukuran sedang tetapi memiliki sedikit pengendalian intern yang
efektif dan risiko bawaan yang signifikan. Manajemen memutuskan bahwa adalah tidak efektif dari
segi biaya untuk memiliki pengendalian intern yang lebih baik. Tidak ada pengujian pengendalian
yang dilakukan karena tidak tepat untuk mengandalkan pada pengendalian intern ketika
pengendalian intern tersebut tidak cukup. Pengujian ditekankan pada pengujian terinci atas saldo
dan pengujian substantif atas transaksi dengan tetap melakukan beberapa prosedur analitis. Prosedur
analitis biasanya digunakan untuk mengurangi pengujian substantif yang lain karena dapat
menyediakan bukti tentang kemungkinan salah saji yang material. Apabila auditor telah
mengharapkan untuk menemukan salah saji yang material dalam saldo akun, melakukan prosedur
analitis tambahan menjadi kurang efektif dari segi biaya. Biaya dalam audit seperti Audit 3 ini
cenderung relatif tinggi karena jumlah pengujian substantif yang luas.
Analisis Audit 4
Rencana awal dalam audit ini adalah menggunakan pendekatan dalam Audit 2. Tetapi auditor
menemukan deviasi yang besar dari pengujian pengendalian dan salah saji yang signifikan ketika
melakukan pengujian substantif atas transaksi dan prosedur analitis. Karena itu auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian intern adalah tidak efektif. Pengujian terinci atas saldo
dilakukan untuk mengurangi hasil yang tidak dapat diterima oleh pengujian-pengujian yang lain.
Biaya audit ini akan menjadi lebih tinggi karena pengujian pengendalian dan pengujian substantif
atas transaksi yang dilakukan tidak dapat digunakan untuk mengurangi pengujian terinci atas saldo.
Tabel 3
Tujuan Audit Siklus Pendapatan
Tujuan Audit Siklus Pendapatan
a. Memverifikasi bahwa saldo akun piutang usaha mewakili jumlah yang
benar-benar dipinjam perusahaan pada tanggal laporan posisi keuangan
Occurrence terkait.
(Keterjadian) b. Memastikan bahwa pendapatan dari berbagai transaksi penjualan mewakili
barang yang dikirim dan jasa yang diberikan selama periode yang termasuk
dalam laporan keuangan.
a. Menentukan bahwa semua jumlah yang dipinjam perusahaan pada tanggal
laporan posisi keuangan telah tercermin dalam piutang usaha.
Completeness
b. Memverifikasi bahwa semua penjualan barang yang dikirim, semua jasa
(Kelengkapan)
yang diberikan, dan semua retur dan kompensasi untuk periode terkait, telah
tercermin dalam laporan keuangan.
a. Memverifikasi bahwa transaksi pendapatan dihitung secara akurat dan
didasarkan pada harga terkini dengan jumlah yang benar.
Accuracy
b. Memastikan bahwa buku pembantu piutang usaha, file Faktur Penjualan, dan
(Akurasi)
file Pemberitahuan Pengiriman Uang secara matematis benar dan sesuai
dengan akun terkait pada buku besar.
Rights and Menentukan bahwa perusahaan memiliki hak legal untuk mencatat piutang
Obligations usaha yang dicatatnya. Akun pelanggan yang telah dijual atau telah
(Hak dan dipindahtangankan memang telah dikeluarkan dari saldo piutang usaha.
Kewajiban)
Valuation and a. Menentukan bahwa saldo piutang usaha menyatakan nilai bersih yang dapat
Allocation direalisasikan.
(Penilaian dan
alokasi) b. Memastikan bahwa alokasi atas akun piutang tak tertagih telah tepat.
Presentation and Memverifikasi piutang usaha dan pendapatan yang dilaporkan untuk periode
Disclosure terkait, telah dijelaskan dengan benar dan dimasukkan dalam laporan
(Penyajian dan keuangan.
Pengungkapan)
Tabel 4
Siklus Pendapatan
Transaksi Pendapatan Debit Kredit
Penjualan Kredit Piutang Usaha Penjualan
Harga Pokok Penjualan Persediaan
Penerimaan Kas Kas Piutang Usaha
Diskon Penjualan
Retur Penjualan dan Retur Penjualan dan Piutang Usaha
Pengurangan Harga Pengurangan Harga
Penyisihan Piutang Tak Beban Piutang Tak Tertagih Penyisihan untuk Piutang Tak
Tertagih Tertagih
Penghapusan Piutang Tak Penyisihan untuk Piutang Tak Piutang Usaha
Tertagih Tertagih
Check keakuratan
Pembuatan dokumen pencantuman harga
pengiriman Pengamatan prosedur
Penagihan Penagihan dibuat untuk Faktur penjualan harus Pemeriksaan dokumen
transaksi fiktif dilampiri surat order pendukung
pengirimanyang telah
diotorisasi dan dokumen
pengiriman
Faktur penjualan berisi harga
yang salah Pengecekan harga yang Usut dokumen pengiriman
tercantum dalam faktur ke faktur penjualan
penjualan
Pencatatan Faktur penjualan tidak Pengiriman pernyataan Pemeriksaan terhadap
dicatat ke akun piutang piutang bulanan ke debitur bukti pendukung, review
customer bukti pengecekan,dan
pengamatan terhadap
prosedur
1. Pengakuan Pendapatan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
Timbulnya hak atas pendapatan dapat diartikan bahwa entitas telah memiliki hak atas suatu pendapatan
namun wajib bayar belum melakukan pembayaran (accrued) atau dapat juga berarti bahwa entitas telah
menerima pembayaran namun belum memiliki hak untuk mengakui pendapatan tersebut sehingga
pengakuannya ditangguhkan (deffered). Sehingga apabila dihubungkan dengan aliran kas maka
“timbulnya hak atas pendapatan”, dapat digunakan untuk mengakui pendapatan yang belum diterima
aliran kasnya maupun untuk mengakui pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum
menjadi hak entitas yang dilakukan dengan menyesuaikan pendapatan tersebut.
Hak atas pendapatan yang timbul dan belum diterima aliran kasnya tersebut dicatat sebagai piutang
(receivable), sementara pendapatan yang telah diterima aliran kasnya namun belum menjadi haknya
entitas, ditangguhkan pengakuannya dan diakui sebagai pendapatan yang ditangguhkan (defferal).
Pendapatan direalisasi dapat diartikan bahwa entitas menerima aliran sumber daya ekonomi, yang
dapat berupa kas maupun berupa non kas tanpa didahului adanya penagihan. Aliran sumber daya
ekonomi ke entitas yang diakui sebagai pendapatan adalah aliran sumber daya ekonomi yang
meningkatkan nilai ekuitas. Apabila aliran sumber daya ekonomi yang diterima oleh entitas tidak
meningkatkan ekuitasnya, misalnya dari penarikan utang, maka tidak termasuk ke dalam kategori
pendapatan.
PSAK Nomor 23 tentang Pendapatan menyatakan bahwa “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yg timbul dari aktivitas normal entitas selama periode jika arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”.
1. Penjualan barang;
2. Penjualan jasa;
3. Bunga, royalti dan dividen
Apabila salah satu dari kelima syarat tersebut tidak terpenuhi dalam suatu transaksi penjualan, maka
entitas tidak dapat mengakuinya sebagai suatu pendapatan.
2. Paragraf 20 PSAK 23 menyatakan bahwa “Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan
jasa dapat diestimasi secara andal, maka pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut diakui
dengan mengacu pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada akhir periode pelaporan. Hasil transaksi
dapat diestimasi secara andal jika seluruh kondisi berikut ini terpenuhi:
o Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
o Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dengan transaksi tersebut akan
mengalir ke entitas;
o Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir periode pelaporan dapat diukur
dengan andal; dan
o Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan transaksi tersebut
dapat diukur dengan andal”.
Apabila salah satu dari keempat syarat tersebut tidak terpenuhi dalam suatu transaksi penjualan jasa,
maka entitas tidak dapat mengakuinya sebagai suatu pendapatan.
3. Paragraf 29 PSAK 23 menyatakan bahwa “ Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset
entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti dan dividen diakui jika:
o Kemungkinan besar manfaat ekonomik sehubungan dg transaksi tsb akan mengalir ke
entitas;
o Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal”.
Dalam paragraf 30 dinyatakan bahwa “Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut:
Bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif sebagaimana dijelaskan di PSAK 55:
Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran paragraf 09 dan PA 05-08;
Royalti diakui dengan dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan; dan
Dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan”.
Dari uraian di atas, pengakuan pendapatan yang diatur dalam SAK ternyata memiliki syarat yang lebih
ketat dibanding dengan yang diatur dalam SAP, yaitu adanya unsur terpenuhinya semua syarat
pengakuan pendapatan maupun harus terpenuhinya “Kemungkinan besar manfaat ekonomik
sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas”. Ukuran untuk menilai adanya
kemungkinan besar manfaat ekonomi akan mengalir ke entitas menunjukkan bahwa SAK sangat
konservatif terhadap pengakuan pendapatan.
Secara umum, pengakuan pendapatan yang terdapat dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
terdiri dari tiga titik pengakuan yaitu:
1. Pendapatan-LRA diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Negara/Daerah (PSAP 02 par
21);
2. Pendapatan-LO diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan (PSAP 12 par 19);
3. Pendapatan-LO diakui pada saat pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran sumber daya
ekonomi ke entitas (PSAP 12 par 19).
Pada PSAP tidak disebutkan syarat pengakuan pendapatan seperti yang ada dalam PSAK, namun
demikian, pengaturan mengenai syarat pengakuan pendapatan pada SAP diatur lebih lanjut dalam
Buletin Teknis Nomor 23 tentang Akuntansi Pendapatan Nonperpajakan.
1. Pendapatan Perijinan;
2. Pendapatan Layanan;
3. Pendapatan Eksploitasi/Pemanfaatan Sumber Daya Alam;
4. Pendapatan Investasi;
5. Pendapatan Pemanfaatan Aset Nonkeuangan, dan
6. Pendapatan Nonperpajakan lainnya.
Untuk pengakuan pendapatan masing-masing jenis pendapatan nonperpajakan tersebut diatur sebagai
berikut:
1. Pendapatan perijinan diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya
ekonomi kepada entitas;
2. Pendapatan layanan diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan atau adanya aliran sumber
daya ekonomi kepada entitas;Pengakuan pendapatan layanan juga harus memenuhi semua
syarat sebagaimana di bawah ini yaitu:
o Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
o Terdapat kemungkinan manfaat ekonomi atau jasa potensial yang terkait akan diperoleh
entitas;
o Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan
andal; dan
o Biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.
3. Pendapatan dari SDA diakui:
o pemberian ijin diakui pada saat pendapatan direalisasi yaitu adanya aliran sumber daya
ekonomi kepada entitas;
o ekplorasi SDA berdasarkan volume diakui pada saat pengambilan dilakukan;
o ekplorasi SDA berdasarkan harga jual diakui pada saat terjadi penjualan;
o ekplorasi SDA berdasarkan bagi hasil diakui pada saat terdapat penetapan oleh
pemerintah atas bagi hasil tersebut.
4. Pendapatan dari investasi jangka pendek diakui pada saat pendapatan direalisasi, sementara itu
pendapatan dari investasi jangka panjang dalam bentuk dividen diakui pada saat diumumkannya
bagian dividen tunai yang akan diterima oleh entitas.
5. Pendapatan dari pemanfaatan aset dari sewa dan kerjasama diakui pada saat timbulnya hak atas
pendapatan atau adanya aliran sumber daya ekonomi kepada entitas apabila pemanfaatan aset kurang
dari 1 tahun. Sedangkan untuk Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna serta kerjasama pemanfaatan
infrastruktur, pengakuan pendapatannya mengikuti ketentuan yang akan diatur dalam PSAP
Pengaturan Bersama.
6. Pendapatan Nonperpajakan lainnya diakui sebagai berikut:
o pendapatan dari keuntungan penjualan aset diakui pada saat diterima oleh
entitas;pendapatan denda akibat perjanjian atau peraturan diakui pada saat menjadi hak entitas;
o pendapatan bunga/jasa perbankan diakui pada saat diterima oleh entitas;
o pendapatan penerimaan kembali belanja tahun sebelumnya diakui pada saat diterima
oleh entitas;
o pendapatan dari putusan pengadilan/pelanggaran hukum diakui pada saat diterima
dan/atau yang diatur oleh entitas yang terkait dengan bidang hukum;
o pendapatan dari penghapusan utang diakui pada saat penetapan dari pemberi pinjaman.
Sebagian besar pendapatan pemerintah berasal dari layanan/jasa yang diberikan kepada masyarakat.
Karena itu atas pendapatan tersebut, buletin teknis mengambil ketentuan syarat pengakuan yang ada
pada SAK sebagai syarat bagi entitas untuk mengakui pendapatan yang berasal dari layanan/jasa.
Karena itu tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai syarat pengakuan pendapatan menurut
SAP dan SAK.
Pertemuan 12
Tujuan audit siklus pengeluaran adalah untuk memperoleh bukti tenteng masing-masing asersi yang
berkaitan dengan transaksi dan saldo siklus pengeluaran. Siklus pengeluaran merupakan serangkaian
kegiatan bisnis dan operasional pemrosesan data terkait yang berhubungan dengan pembelian serta
pembayaran barang dan jasa Tujuan utama siklus pengeluaran adalah untuk meminimalkan biaya total
memperoleh dan memelihara persediaan, perlengkapan, dan berbagai layanan yang dibutuhkan
organisasi untuk berfungsi.
Akun beban merupakan akun nominal artinya akun tersebut hanya merupakan nilai angka penjumlahan
saja. Yang merupakan akumulasi jumlah transasksi beban yang terjadi dalam satu periode. Oleh karena
akun tersebut hanya merupakan akumulasi nilai transaksi beban maka kelayakan akun-akunnya sangat
tergantung pada kefektifan dan ketaattan kendali
interim internal control perusahaan yang dapat diketahui pada saat melakukan test transaksi.
Prinsip beban diverifikasi pada saat menerima buku-buku harian. Prosedur pemeriksaan apa yang harus
dilakukan akan tergantung pada sistem pengendalian intern, praktek-praktek perusahaan dan klasifikasi
beban yang tepat. Pemeriksa harus mempelajari prosedur pembukuannya, luas tidaknya pemeriksaan
perkiraan beban akan tergantung kepada efektivitas pemeriksaan intern dan pengendalian melalui
anggaran biaya.
Ada dua masalah yang muncul sehubungan dengan pemisahan cost tersebut yaitu :
1. Kriteria yang digunakan untuk menentukan cost tertentu yang harus dibebankan pada pendapatan
periode berjalan.
2. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bahwa cost tertentu ditangguhkan pembebanannya.
Semua cost dapat ditangguhkan pembebanannya sebagai biaya, apabila cost tersebut memenuhi kriteria
sebagai aktiva yaitu :
* Memenuhi definisi aset (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikendalikan perusahaan
berasal dari transaksi masa lalu).
* Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aset
dapat dinikmati oleh entitas yang menguasai.
3. Untuk memeriksa apakah izin-izin yang diperlukan dari pemerintah yang menyangkut permodalan
(misalkan dari departemen kehakiman, BKPM, BKPMD, BAPEPAM, KPP dan SK Presiden RI) telah
dimiliki oleh perusahaan.
4. Untuk memeriksa apakah setiap perubahan pada Retained Earnings atau Accumulated Losses
didukung oleh bukti-bukti yang sah.
5. Untuk memeriksa apakah penyajian permodalan di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum (SAK) dan hal-hal yang penting sudah diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan.
6. Untuk memeriksa apakah apakah penyajian permodalan di neraca dan catatan atas laporan
keuangan sudah sesuai dengan SAK.
Program Audit
Prosedur Audit Awal:
1. Lakukan prosedur audit awal atas saldo akun ekuitas pemegang saham yang akan diuji lebih lanjut
a. Usut saldo ekuitas pemegang saham yang tercantum di neraca ke saldo akun ekuitas
pemegang saham yang bersangkutan dalam buku besar.
b. Hitung kembali saldo akun ekuitas pemegang saham di dalam buku besar.
c. Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber posting dalam
akun ekuitas pemegang saham.
d. Usut saldo awal akun ekuitas pemegang saham ke kertas kerja tahun yang lalu.
e. Usut posting pengkreditan dan pendebitan akun ekuitas pemegang saham ke dalam jurnal
yang bersangkutan.
f. Lakukan rekonsiliasi akun kontrol Modal Saham dalam buku besar ke buku pembantu
pemegang saham dan buku sertifikat saham.
2. Prosedur Analitik:
Lakukan prosedur analitik:
a. Hitung ratio berikut ini:
· Nilai buku saham biasa
· Return on common stockholders’ equity
· Dividend payout
· Laba per saham (earnings per share)
b. Lakukan analisis hasil prosedur analitik dengan harapan yang didasarkan pada data masa lalu,
data industri, jumlah yang dianggarkan, atau data lain.
Pengujian terhadap Transaksi Rinci
3. Periksa bukti pendukung pencatatan ke dalam akun Modal Saham, Paid-in Capital, Treasury
Stock, Saldo Laba dan Cadangan.
4. Periksa pencatatan transaksi pengumuman dividen dan pembayarannya.
Pengujian terhadap Akun Rinci
5. Pelajari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan klien.
6. Pelajari notulen rapat pemegang saham dan dewan komisaris.
7. Pelajari kontrak underwriting dan persyaratan emisi saham.
8. Pelajari notulen rapat dewan komisaris dan pemegang saham mengenai pembagian dividen.
9. Pelajari kontrak antara klien dengan independent registrar dan tranfer agent.
10. Pelajari surat perjanjian penarikan kredit dan bond indentures mengenai pasal yang membatasi
pembagian dividen.
11. Lakukan analisis terhadap akun Modal Saham.
12. Lakukan analisis terhadap akun Treasury Stock.
13. Lakukan analisis terhadap akun Saldo Laba.
14. Dapatkan konfirmasi dari independent registrar dan tranfer agent.
15. Periksa pertanggungjawaban nomor urut sertifikat saham.
16. Periksa semua sertifikat saham yang dibatalkan pemakaiannya.
17. Selidikilah adjustment yang berasal dari tahun sebelumnya yang dicatat di dalam akun Laba
Ditahan.
Menurut Modul Manajemen Audit BPK-RI, laporan audit tertulis berfungsi untuk:
a). Mengkomunikasikan hasil audit kepada pejabat pemerintah, yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b). Membuat hasil audit terhindar dari kesalahpahaman
Isi konsep Laporan Audit tersebut harus mudah dimengerti dan bebas dari penafsiran ganda serta
memenuhi standar pelaporan yaitu:
a). Lengkap.
Laporan harus memuat semua informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan audit,
meningkatkan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi
persyaratan isi laporan. Hal ini berarti bahwa laporan harus memasukkan informasi mengenai latar
belakang permasalahan secara memadai. Data pendukung yang rinci tidak perlu dimasukkan,
kecuali apabila diperlukan untuk membuat penyajian Laporan Audit menjadi lebih meyakinkan.
b). Akurat. Laporan harus menyajikan bukti yang benar dan mengambarkan temuan dengan tepat.
Satu ketidakakuratan dalam laporan dapat menimbulkan keraguan atas validitas seluruh laporan dan
dapat mengalihkan perhatian pembaca dari substansi laporan tersebut. Laporan harus memasukkan
hanya informasi, temuan, dan simpulan yang didukung bukti kompeten dan relevan dalam KKP.
Bukti yang dilaporkan harus mencerminkan kebenaran logis atas masalah yang dilaporkan.
c). Obyektif.
Laporan harus disajikan secara seimbang dalam isi dan nada. Ini berarti auditor harus menyajikan
hasil audit secara netral dan menghindari kecenderungan melebih-lebihkan atau terlalu menekankan
kinerja yang kurang. Nada laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk bertindak atas
dasar temuan dan rekomendasi dari auditor.
d). Meyakinkan.
Laporan audit harus menjawab tujuan audit, temuan disajikan secara persuasif, dan kesimpulan serta
rekomendasi disusun secara logis berdasarkan fakta yang disajikan. Laporan yang meyakinkan
membuat pembaca mengakui validitas temuan, kewajaran simpulan, dan manfaat penerapan
rekomendasi.
e). Jelas.
Laporan audit harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas
dan sesederhana mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan. Jika digunakan istilah teknis, singkatan,
dan akronim yang tidak begitu dikenal, hal itu harus didefinisikan dengan jelas. Penggunaan
akronim diusahakan seminimal mungkin. Pengorganisasian materi laporan secara logis dan
keakuratan serta ketepatan dalam menyatakan fakta dan dalam mengambil simpulan, adalah penting
untuk kejelasan dan pemahaman bagi pembaca Laporan Audit. Penggunaan judul, subjudul, dan
kalimat topik secara efektif akan membuat laporan lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu
visual (seperti gambar, bagan, grafik dan peta) harus digunakan secara tepat untuk menjelaskan dan
memberikan ringkasan materi yang rumit.
f). Ringkas.
Laporan audit harus disajikan secara ringkas, tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk
mendukung pesan. Jika terlalu rinci, dapat menurunkan kualitas laporan bahkan dapat
menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang
tidak perlu juga harus dihindari.
Laporan Audit umumnya terdiri dari judul, tujuan laporan, bagian utama, tanda tangan dari ketua tim
audit, dan tanggal laporan. Laporan Audit berisi hal-hal sebagai berikut:
a). Pernyataan atas tugas audit.
Laporan Audit harus menjelaskan tugas audit yang berhubungan termasuk dasar pelaksanaan audit,
nama auditan, ruang lingkup audit, pekerjaan yang akan dilakukan, pendekatan audit dan waktu
pelaksanaan audit termasuk juga informasi mengenai pelacakan kembali dan hal-hal yang penting
serta kerjasama dan bantuan yang diberikan oleh auditan.
b). Informasi dasar mengenai auditan.
Informasi dasar mengenai auditan mencakup karakteristik usaha auditan terakhir, sistem
manajemen, luas usaha dan skala operasi, afiliasi keuangan atau perjanjian manajemen
(management arrangement), dan pengawasan terhadap aktiva negara serta posisi belanja dan
pendapatan.
c). Informasi dasar tentang audit dan evaluasi secara keseluruhan.
Informasi dasar tentang audit dan evaluasi keseluruhan mencakup item belanja dan pendapatan
yang telah diaudit, standar audit yang digunakan, prosedur audit, pendekatan audit yang utama,
evaluasi atas sistem pengendalian intern serta evaluasi atas kewajaran, ketaatan dan kinerja dari
auditan termasuk hal-hal lain yang membutuhkan penjelasan.
d). Temuan audit.
Terdapat 2 (dua) jenis temuan audit. Yang pertama adalah temuan yang mengacu pada undang-
undang yang harus ditaati oleh organisasi audit yaitu pelanggaran terhadap peraturan keuangan dan
ekonomi serta peraturan audit. Jenis temuan audit yang kedua adalah temuan atas tidak
dilaksanakannya praktik-praktik yang sesuai dengan peraturan. Laporan Audit harus menyajikan
semua masalah utama yang ditemukan dalam audit termasuk fakta-fakta yang berhubungan,
penyebabnya, peraturan yang dilanggar, dan dampak dari pelanggaran itu.
e). Opini audit dan Rekomendasi.
Laporan Audit harus menyajikan opini dan rekomendasi atas temuan audit. Opini harus diberikan
tentang sanksi atas pelanggaran peraturan keuangan dan ekonomi serta peraturan audit sedangkan
rekomendasi harus dibuat berkaitan dengan praktik yang tidak tepat atau tidak diterima umum
( inappropriate or irregular practice)
Pertemuan 15
Review pemahaman bahan pertemuan 1 sampai dengan petemuan 6 dan case study.
Pertemuan 16
Ujian Akhir Semester (UAS)