Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Audit Khusus dan Audit Forensik

disusun dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Akuntansi Sektor Publik Lanjutan
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin

Dosen Pengampu:
Dr. Darmawati, S.E.,Ak.,M.Si.

Oleh:
Emi Boki (A0662211037)
A. Nur Rahmah Nurmy Attahmid (A062211039)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
AUDIT KHUSUS DAN FORENSIK

1. AUDIT KHUSUS
a. Pengertian Audit Khusus
Audit khusus adalah audit yang dilakukan terhadap kasus penyimpangan yang
menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara, dan atau perekonomian negara
sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya indikasi
tindak pidana korupsi ataupun perdata pada kasus yang bersangkutan (BPKP, 1999).
b. Tujuan Audit Khusus
Pelaksanaan audit khusus bertujuan untuk menentukan kebenaran permasalahan
melalui proses pengujian, pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti yang relevan
dengan perbuatan fraud dan untuk mengungkapkan fakta-fakta fraud yang mencakup:
• Adanya perbuatan fraud (subyek)
• Mengidentifikasi pelaku fraud (obyek)
• Menjelaskan modus operandi fraud (modus)
• Mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkannya.
Tujuannya untuk mengungkapkan adanya indikasi praktik Tindak Pidana Korupsi
(TPK) dan penyimpangan lain. Audit tersebut dapat dilaksanakan sebagai program
audit yang direncanakan sendiri maupun audit atas permintaan pihak-pihak tertentu,
misalnya pemerintah daerah dan aparat penegak. Audit Khusus dapat dilakukan oleh
BPK, KPK, BPKP atau internal auditor lainnya serta satuan tugas yang dibentuk
khusus untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu. Laporan hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan
kewenangan. hukum, pimpinan departemen/LPND, BUMN/BUMD dan institusi
pemberi pinjaman (lender).
c. Prinsip-prinsip Audit Khusus
§ Tindakan mencari kebenaran dengan memperhatikan keadilan dan
berdasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
§ Kegiatan investigasi mencakup pemanfaatan sumber sumber bukti yang dapat
mendukung fakta yang dipermasalahkan.
§ Investigator mengumpulkan fakta-fakta sedemikian rupa sehingga bukti-bukti
yang diperolehnya dapat memberikan kesimpulan sendiri (bahwa telah terjadi
tindak kejahatan dan pelakunya teridentifikasi).
§ Informasi merupakan napas dan darahnya investigasi sehingga investigator
harus mempertimbangkan segala kemungkinan untuk dapat memperoleh
informasi.
§ Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian yang penting dalam
investigasi.
§ Pelaku kejahatan adalah manusia, oleh karena itu jika ia diperlakukan
sebagaimana layaknya manusia maka mereka juga akan merespon
sebagaimana manusia.
d. Karakteristik Audit Khusus
Dalam pemeriksaan ini terdapat empat karakteristik yang khas meliputi:
1. dari segi teknis yaitu seperti yang dinyatakan dalam petunjuk pemeriksaan
khusus bahwa dalam menghitung besarnya kerugian keuangan/kekayaan dan
perekonomian negara, harus menyeluruh atau tidak menggunakan metode
sampling. Tidak digunakannya metode sampling memberikan tiga
implikasi, yaitu:
• Biaya akan menjadi besar dan sukar diprediksi,
• Membutuhkan tenaga auditor yang secara kuantitatif besar atau secara
kualitatif amat handal,
• Dari segi waktu akan membutuhkan waktu yang relatif lama.
Ketiga implikasi ini erat kaitannya dengan faktor efisiensi dan efektifitas yang
seharusnya dipenuhi dalam proses audit.
2. adanya kerjasama antara BPKP dengan aparat penegak hukum, dalam hal ini
kejaksaan terutama Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Korupsi
(Jampidsus). Kerjasama ini terjalin dalam ekspose dan pelaksanaan pemeriksaan.
Mekanisme ekspose dan pemeriksaan khusus merupakan suatu mekanisme
diskusi atas suatu kasus, dimana masing-masing pihak yaitu Kejaksaan dan
auditor BPKP memberikan pendapat sesuai dengan kapasitas profesional masing-
masing. Hal ini sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang
menjelaskan bahwa: ”Penentuan apakah secara nyata suatu perbuatan disebut
melanggar hukum biasanya diluar kompetensi profesional seorang auditor. Auditor
dalam hubungannya dengan penyajian laporan keuangan menempatkan dirinya
sebagai pihak yang cakap dalam akuntansi dan auditing. Latihan, pengalaman,
dan pemahaman auditor atas usaha klien dan lingkungan industrinya dapat
memberikan dasar guna mengenali adanya perbutan klien yang merupakan unsur
pelanggaran hukum. Namun, penentuan apakah suatu perbuatan merupakan
pelanggaran hukum atau bukan biasanya didasarkan atas hasil penilaian atau
nasihat ahli hukum yang telah mempelajari pokok persoalannya dan memiliki
keahlian untuk itu atau penentuannya menunggu sampai adanya keputusan
pengadilan (IAI, 2001, hal 317.1.par.03).”
3. Deputi bidang pengawasan khusus melaksanakan pemeriksaan khusus
berangkat dari informasi awal yang diterima. BPKP dapat menerima informasi dari
berbagai sumber mulai dari Presiden, para menteri, hingga masyarakat umum,
sehingga BPKP dapat menetapkan prioritas sumber informasi. Informasi awal juga
dapat diterima dari deputi lain di lingkungan BPKP. Informasi awal yang diterima
Deputi Bidang Pengawasan Khusus harus didukung dengan bukti-bukti yang
obyektif, legal, dan cukup. Sebelum melaksanakan pemeriksaan khusus, telah
disepakati oleh tim pemeriksa khusus bahwa terdapat indikasi tindak pidana
korupsi (TPK) sesuai dengan Undang- Undang No.3 Tahun 1971.
4. Karakteristik pemeriksaan khusus yang keempat adalah adanya follow up atas
laporan hasil pemeriksaan kecurangan berupa tindakan legal. Laporan hasil
pemeriksaan dapat berupa hasil penghitungan besarnya kerugian negara atau
hasil pengungkapan kasus kriminal ekonomi. Apabila kasus kecurangan tersebut
berhubungan dengan TPK, maka laporan hasil pemeriksaan dapat ditindaklanjuti
dengan tuntutan pidana sesuai dengan UU No.3 Tahun 1971. Revisi UU No. 3
Tahun 1971 tersebut adalah UU No. 20 Tahun 2001. Jika kasus yang ditangani
oleh tim pemeriksaan khusus tersebut berupa kasus perdata, maka tindak
lanjutnya sesuai dengan pasal 1365 KUH- Perdata. Akan tetapi jika terdapat
laporan hasil pemeriksaan itu terungkap adanya pelanggaran disiplin Pegawai
Negeri Sipil (PNS), maka sanksi yang dapat diterapkan mengacu pada PP No. 30
Tahun 1980. Kepala BPKP melaporkanhasil pengawasannya atau
pemeriksaannya kepada menteri atau pejabat lain yang bersangkutan, termasuk
Jaksa Agung, jika terdapat unsur TPK. Pelaporan hasil pemeriksaan khusus
diarahkan untuk menunjang kerjasama antara BPKP dengan Kejaksaan, serta
untuk memudahkan pejabat yang berwenang dalam mengambil tindak lanjut yang
diperlukan. Selanjutnya perbedaan secara garis besar antara audit forensik
dengan audit laporan keuangan dapat dilihat pada Gambar 1. Meskipun pada
dasarnya prosedur audit yang diterapkan dalam pelaksanaan audit forensik
maupun pemeriksaan khusus sama dengan audit biasa yang meliputi inspeksi,
observasi, konfirmasi, wawancara, vouching, tracing, dan sebagainya. Tetapi tentu
saja, semua itu dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik kekeliruan,
ketidakberesan serta pelanggaran hukum.
e. Perbedaan Proses Pemeriksaan Khusus dan Proses Pemeriksaan Laporan
Keuangan

2. AUDIT FORENSIK
a. Pengertian Audit Forensik
Menurut ASOSAI, audit forensik juga dapat didefinisikan sebagai “the application
of auditing skills to situations that have legal consequences”. Audit forensik
merupakan gabungan dari keahlian di bidang akuntansi, audit, dan hukum. Hasil dari
audit forensik dapat digunakan dalam proses pengadilan atau bentuk hukum lainnya.
Seorang auditor forensik harus memiliki kompetensi akademis dan empiris yang
berkaitan dengan proses litigasi. Audit forensik merupakan aspek akuntansi forensik
yang berlaku audit, akuntansi dan keterampilan investigasi untuk situasi yang memiliki
konsekuensi hukum (Oyedokun, 2015). Tujuan dari audit forensik adalah mendeteksi
atau mencegah berbagai jenis kecurangan (fraud). Ada lembaga yang melakukan
pemeriksaan keuangan negara (BPK), ada lembaga yang merupakan bagian dari
pengawasan internal pemerintah (BPKP), ada lembaga-lembaga pengadilan, ada
lembaga yang menunjang kegiatan memerangi kejahatan pada umumnya, dan
korupsi khususnya (PPATK), dan lembaga-lembaga lainnya seperti KPK. Juga ada
lembaga swadaya masyarakat yang berfungsi sebagai pressure group seperti ICW,
Pekat UGM, dan sebagainya. Di sektor publik maupun privat, akuntansi forensik
berurusan dengan kerugian. Di sektor publik ada kerugian negara dan kerugian
keuangan negara sedangkan di sektor privat juga ada kerugian yang timbul karena
cidera janji dalam suatu perikatan. Akuntansi Forensik dapat dilihat dengan berbagai
cara dari mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Salah satu cara
termudah adalah menggunakan skema Segitiga Akuntansi Forensik. Segitiga
Akuntansi Forensik merupakan model yang mengaitkan disiplin akuntansi, hukum dan
auditing. Segitiga Akuntansi Forensik menghubungkan tiga aspek yaitu kerugian,
perbuatan melawan hukum dan hubungan kausalitas.Titik pertama Segitiga Akuntansi
Forensik adalah kerugian, titik kedua adalah perbuatan melawan hukum dan titik
ketiga adalah hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melawan
hukum.Masingmasing ketiga aspek tersebut saling berhubungan erat tanpa bisa
dipisahkan.Kerugian timbul akibat adanya perbuatan melawan hukum.Tanpa
perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat dituntut untuk dapat mengganti
kerugian.Serta adanya keterkaitan antara kerugian dan unsur perbuatan melawan
hukum.
b. Tujuan Audit Forensik
Tujuan dari diberlakukannya audit forensik ini untuk mendeteksi atau mencegah
berbagai kecurangan (fraud). Selain itu, untuk mendukung identifikasi terkait alat bukti
dalam waktu yang tergolong cepat agar dapat diketahui potensi atau dampak yang
ditimbulkan atas perilaku jahat yang dilakukan oleh pelaku criminal sekaligus
mengungkapkan alasan dan motivasi tindakan tersebut sambal mencari pihak-pihak
terkait yang terlibat langsung maupun tidak langsung atas kasus kriminal tersebut.
c. Langkah -langkah Audit Forensik
I. Tahap Pra Audit Forensik
Tahap pra audit forensik dilaksanakan dalam rangka memahami, menganalisis,
mengevaluasi serta pengambilan keputusan atas informasi awal yang didapatkan,
apakah informasi awal tersebut layak untuk dilanjutkan ke tahap audit investigative
atau tidak. Dalam kasus ini, informasi awal berawal dari hasil audit LKK/L atas
Inspektorat Jenderal TA 2009. Hasil konfirmasi atas biaya perjalanan dinas pada
Itjen Kemdiknas diketahui bahwa terdapat beberapa pertanggungjawaban fiktif
pada biaya perjalanan dinas. Selain itu, terdapat informasi awal berupa pengaduan
terkait adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Inspektur pada Itjen
Kemdiknas TA 2009.
II. Tahap Persiapan Audit Forensik
Persiapan audit forensik bertujuan agar pelaksanaan audit forensik berjalan
efisien dan efektif serta mencapai tujuan. Kegiatan dalam persiapan audit
mencakup:
§ Pengembangan Hipotesis
Hipotesa atas kasus ini adalah “Inspektur pada Itjen Kemdiknas telah
melakukan penyalahgunaan wewenang dalam kegiatan joint audit TA 2009.”
§ Penyusunan Program Audit Forensik
Penyusunan program audit forensik dilakukan dalam rangka menyusun
langkah- langkah dalam membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan.
§ Penentuan Kebutuhan Sumber Daya
Penentuan sumber daya pendukung audit baik jumlah maupun kualifikasinya
ditentukan oleh penanggung jawab audit atau pejabat BPK yang ditunjuk, dengan
memperhatikan tingkat kesulitan dan rumitnya masalah yang akan diperiksa.
§ Penerbitan Surat Tugas.
Setelah program audit disetujui oleh penanggung jawab maka diterbitkan surat
tugas oleh Anggota VI BPK.
§ Tahap Pelaksanaan Audit Forensik
Audit forensik dalam audit pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
Negara TA 2009 atas kegiatan joint audit dilaksanakan dengan langkah-langkah
sebagai berikut: Entry Briefing dan Exit Meeting
§ Tahap Pelaporan Audit Forensik
Setelah tahap pelaksanaan audit dilakukan, tim audit harus menyusun laporan
audit forensik dengan mempertimbangkan prinsip pelaporan, susunan laporan serta
review dan tanda tangan pengesahan laporan hasil audit. Prinsip pelaporan audit
forensik memperimbangkan prinsip akurat, jelas, tidak memihak, relevan dan tepat
waktu.

d. Teknik-teknik yang Digunakan Dalam Audit Forensik


Audit atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara pada Itjen
Kemdiknas TA 2009 menggunakan beberapa teknik audit antara lain:
§ Pengumpulan Informasi dan Dokumentasi
Berdasarkam Pasal 10 huruf a UU No. 15 Tahun 2004 dan Pasal 9 ayat (1) huruf
b UU No. 15 Tahun 2006 memberikan kewenangan kepada BPK untuk meminta
dokumen yang wajib disampaikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lainnya, Bank Indonesia, Bdan Usaha
Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah dan lembaga atau
badan lain yang mengelola keuangan negara. Dokumen yang dikumpulkan adalah
dokumen yang terkait dengan indikasi tindak pidana korupsi keuangan negara.
§ Permintaan Keterangan, Konfirmasi dan Rekonsiliasi
Permintaan keterangan baik itu tertulis maupun lisan dilakukan oleh auditor
untuk memperoleh keyakinan memadai atas informasi yang dibutuhkan dalam
kaitannya dengan audit. Permintaan keterangan tertulis dilakukan dengan membuat
Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK), Surat Pernyataan, dan pengisian
kuesioner, sedangkan permintaan keterangan lisan dilakukan dengan teknik
wawancara. Sedangkan, konfirmasi diperoleh dengan mengajukan pertanyaan dalam
rangka mendapatkan penegasan dari pihak lain. Bukti konfirmasi yang diperoleh saat
audit merupakan bukti surat sepanjang didukung dengan bukti lain yang sah (pasal
187 huruf d KUHAP). Konfirmasi dalam audit ini dilakukan dengan mengkonfirmasi
kepada pihak hotel dan maskapai atas pertanggungjawaban perjalanan dinas yang
dilakukan dalam rangka kegiatan joint audit tersebut. Selain permintaan keterangan
dan wawancara, rekonsiliasi merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk
menyamakan akun yang ada di buku kas bendahara dengan buku bank (rekening
koran). Teknik ini dilakukan dalam mengungkap ada atau tidaknya lapping.
§ Pengamatan/Observasi
Pengamatan diartikan sebagai pemanfaatan panca indra untuk mengetahui
sesuatu. Auditor melakukan audit dengan mendatangi kantor Itjen Kemdiknas untuk
melihat kondisi peralatan yang ada, kegiatan yang dilakukan, banyak dan ragam
pegawai. Pengamatan juga dapat dilakukan untuk menilai Sistem Pengendalian
Internal entitas yang diperiksa.
§ Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dalam rangka melakukan penghitungan kas dalam
bentuk uang tunai maupun yang ada di rekening Bank.
§ Menghitung Kembali (Reperformance)
Auditor melakukan pengecekan kembali atas kebenaran penghitungan (kali, bagi,
tambah, kurang, dll) pada buku kas bendahara.
§ Review Analitikal
Review analitikal adalah suatu bentuk penalaran yang membawa auditor pada
gambaran mengenai wajar atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari
gambaran yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari
perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi dengan
benchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokan.
Teknik audit ini dilakukan dengan membandingkan data atau dokumen dari suatu
periode ke periode atau antar unit kerja.

Anda mungkin juga menyukai