Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN BAHAN BACAAN

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN


“INSENTIVE DAN COMPENSATION SYSTEM”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4

ANDI HARDIANTI (A062182009)


KELAS : MAKSI B (NON REGULER)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
A. INSENTIF
1.1 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan
kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah
yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para
pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk
menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak
langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif
merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.
pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan
mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif yang
mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar tujuan yang
ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai sebagai salah
satu alat pemuas kebutuhannya.

1.2 Tujuan Pemberian Insentif


Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:
a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap
perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan
menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk
setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:
a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk berprestasi
lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup
menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi
yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi
pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat
bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang
dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi, pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun
mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi peningkatan kinerja.

1.3 Jenis-Jenis Insentif


Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan/instansi, harus dituangkan secara jelas
sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan kontribusi
yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.
Jenis-jenis insentif adalah:
a. Insentif material, dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua.
b. Insentif non-material, dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja
pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya ada akhirnya
akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan,
sehingga instansi dan pegawai diharapkan lebih solid dalam membangun kebersamaan menuju
kemajuan perusahaan/instansi.

1.4 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif


Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait.
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang
mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif
hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan
peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat melakukan
tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima dalam
berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan. Oleh karena
itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif.
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar dipandang
sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup masuk akal,
sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50 dan tujuan yang
akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan dapat diukur karena
hak ini dipandang lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda.
Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan
mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang,
maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif
gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai
suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam.
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya upah
pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka tahu
bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi
kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan-tunjangan dasar pada
puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan
dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap tingkat
gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan
individu dan kelompok didorong.

1.5 Indikator-Indikator Pemberian Insentif


Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain
sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan
kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif
tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara ini
dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan
bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih
produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai yang
dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat tidak favourable bagi
pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari,
per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam
menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan
kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya mampu
berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini
sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih,
diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodic.
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang
bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior,
menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada organisasi
di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi loyalitasnya pada
organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang
menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan
yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda (junior) yang menonjol
kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya.
Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya.
Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para pegawai junior yang energik dan mampu
tersebut keluar dari perusahaan/instansi.
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat urgensi
kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar
apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan
namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai untuk dapat bertahan
dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus
terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output), makin tinggi
pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang
harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu
jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku
jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini
ditunjukkan oleh insentif yang diterima para pegawai yang bersangkutan, di mana di
dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap pegawai
penerima insentif tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula
diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya
insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila
insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan
perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa
menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat
ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai
suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti
pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam
penentuan insentif.

1.6 Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan


Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas.
Kemampuan bertindak itu diperoleh manusia baik secara alami (ada sejak lahir) atau
dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu, tetapi perilaku
itu hanya diaktualisasi pada saat-saat tertentu. Potensi untuk berperilaku tertentu itu
disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal
sebagai performance (kinerja). Secara operasional kinerja dapat didefinisikan sebagai tindakan
atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan
dapat diukur.
Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh pada kinerja, yaitu individu (kemampuan
kerja), usaha kerja (keinginan untuk bekerja), dan dukungan organisasional (kesempatan untuk
bekerja). Terdapat empat unsur dalam kinerja, yaitu hasil-hasil fungsi pekerjaan, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan, pencapaian tujuan organisasi, dan periode
waktu tertentu (Tika, 2006:121 dalam Rahmanda, Hamid dan Utami).
Mayangsari (2013), pembagian insentif menjadi material dan non-material memberikan
pengaruh yang berbeda. Hal ini sehubungan dengan kondisi yang tengah terjadi dalam
kerangka kinerja karyawan. Dilain sisi, sistem insentif juga berkaitan erat dengan kebutuhan
atau personal interest karyawan yang lebih cenderung kepada aspek ekonomi atau sosial.
Pertama, insentif material diberikan pada karyawan sebagai daya perangsang
berdasarkan prestasi kerjanya dalam bentuk uang dan bonus. Material insentif ini bernilai
ekonomis sehingga dapat mensejahterakan karyawan beserta keluarganya. Material insentif ini
diberikan pada saat karyawan sedang menerima himpitan ekonomi. Maka dari itu insentif
material dapat memotivasi kinerja karena harapan karyawan terhadap perbaikan ekonomi dan
kesejahteraan.
Kedua, insentif nonmaterial diberikan pada karyawan sebagai daya perangsang dalam
bentuk penghargaan/pengukuahan berdasarkan prestasi kerjanya seperti jaminan sosial,
memberikan piagam penghargaan, pemberian promosi, pemberian pujian. Seperti halnya
insentif material, insentif nonmaterial diberikan pada kondisi karyawan yang telah memiliki
kecukupan insentif material. Sedangkan disisi lain diantara karyawan memiliki iklim kompetisi
yang cukup kuat. Maka dari itu, insentif non material dapat menjadi alternatif meningkatkan
kompetisi ditengah karyawan dan memotivasi untuk saling meningkatkan kinerja.

B. KOMPENSASI KERJA
2.1 Pengertian Kompensasi Kerja
Hani Handoko ( 1993 ) menyatakan bahwa kompensasi penting bagi karyawan sebagai
individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para
karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi juga disebut penghargaan dan
dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan
sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Menurut William B.
Werther dan Keith Davis, kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan
dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan
dikelola oleh bagian personalia.

2.2 Jenis-Jenis Kompensasi Kerja


Menurut Gary Dessler (2009) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut:
1. Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, intensif
atau bonus/komisi.
2. Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi.
3. Ganjaran non finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes, kantor yang
bergengsi, wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas kinerja serta lingkungan kerja
yang mendukung (dalam Anoki Herdian Dito, 2010).
- Menurut Simamora (2001), terminologi dalam kompensasi adalah sebagai berikut :
1. Upah dan gaji, upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam ( semakin alam jam
kerjanya semakin besar bayarannya ). Upah merupakan basis bayaran yang kerap digunakan
bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk tarif bayaran
mingguan, bulanan atau tahunan.
2. Insentif adalah tambahan-tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang
diberikan oleh organisasi atau perusahaan. Program-program insentif disesuaikan dengan
memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan, keuntungan-
keuntungan atau upaya-upaya pemangkasan biaya. Tujuan utama program insentif adalah
mendorong produktivitas pegawai dan efektivitas biaya.
3. Tunjangan yaitu berupa asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung instansi,
program pensiun dan tunjangan lainnya yang berhubungan dengan hubungan kepegawaian.
4. Fasilitas yaitu dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif-
eksekutif yang dibayar mahal. Contoh fasilitas adalah kenikmatan seperti mobil instansi,
akses ke instansi yang mudah dan lainnya ( dalam Siti Fathonah dan Ida Utami, 2008 ).
- Mondy dan Noe (1993) kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
1. Kompensasi Finansial
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial
tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi.
Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan yakni
meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung.
2. Kompensasi Non Finansial.
Sedangkan kompensasi non finansial terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan
itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya promosi atau
dari lingkungan psikologis dan fisik dimana orang tersebut berada, seperti rekan kerja yang
menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria, sharing pekerjaan,
minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi tidak
hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter saja, akan tetapi juga pada tujuan dan
imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi ( dalam S.
Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003 ).
- Sedangkan Michael dan Harold ( 1993 ) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Kompensasi Material
Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi,
melainkan segala bentuk penguat fisik ( phisical reinforcer ), misalnya fasilitas parkir,
telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya
pensiun dan asuransi kesehatan.
2. Kompensasi Sosial
Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan
orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya,
penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan
kelompok-kelompok pengambilan keputusan dan kelompok khusus yang dibentuk untuk
memecahkan permasalahan perusahaan.
3. Kompensasi Aktivitas
Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu
mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan
kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat
berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar
pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang,
tanggung jawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training pengembangan
kepribadian (dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003).
- Menurut Gomez-Mejia, Schuler dan Jackson serta Luthans, kompensasi dapat diklasifikasikan
dalam tiga komponen utama yaitu :
1. Kompensasi dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap,
seperti upah dan gaji.
2. Kompensasi variabel merupakan kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan/atau waktu
pembayarannya tidak pasti. Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan pada
karyawan yang berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah pembayaran insentif
pada individu maupun kelompok, gainsharing, bonus, pembagian keuntungan (profit
sharing), rencana kepemilikan saham karyawan (employee stock-ownership plans)
dan stock-option plans.
3. Benefit atau juga disebut indirect compensation (kompensasi tidak langsung).
Termasuk perlindungan umum seperti jaminan sosial, pengangguran dan
cacat; perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan
asuransi; pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti kerja,
sakit, saat liburan, dan acara pribadi; tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan hukum,
perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan dan konseling ( dalam Ninuk
Muljani, 2002 ).
2.3 Tujuan Pemberian Kompensasi Kerja
Menurut Malayu S.P. Hasibuan ( 2002 ), tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah :
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan
karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan
pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status sosial
dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan
yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang
kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.
Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan
karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti
batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan ( dalam Anoki Herdian
Dito, 2010 ).

2.4 Dasar Perhitungan Kompensasi Kerja


Dasar perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem pembayaran
kompensasi yang adil, dan menjadikan perusahaan menarik, mampu bertahan hidup dan
mampu memotivasi karyawannya serta dapat melakukan penghematan biaya. Menurut Gomez-
Mejia, et al. ( 1995 ), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua kategori
yaitu :
1. Pedekatan Kompensasi Berdasarkan Pekerjaan atau Jabatan.
Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan bahwa pekerjaan dapat
dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan tertentu. Ada tiga komponen kunci untuk
mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan yaitu :
a. Mewujudkan keadilan internal melalui evaluasi jabatan.
Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai unit kepentingan. Secara
operasional, sistem ini mengandalkan tiga faktor utama yang bisa dikompensasi yaitu
pemecahan masalah (problem solving), kecakapan ( know how ) dan
pertanggungjawaban (accountability). Evaluasi jabatan ini hanya untuk internal
perusahaan bukan untuk menghitung tingkat upah di pasar atau perusahaan lain. Selain
itu evaluasi jabatan ini hanya fokus pada nilai tugas masing-masing jabatan, bukan pada
orang yang melaksanakannya.
b. Mewujudkan keadilan eksternal melalui survei pasar.
Untuk mencapai keadilan eksternal, perusahaan harus melakukan survei pasar. Dari hasil
survei ini, perusahaan dapat membuat kebijakan pembayaran kompensasi, apakah akan
membayar lebih tinggi, lebih rendah atau mengikuti pasar. Dasar pemikiran untuk
membayar lebih tinggi adalah memaksimalkan kemampuan perusahaan untuk menarik
dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dan untuk meminimalkan
ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi. Kebijakan untuk membayar lebih rendah
dari pasar akan mengakibatkan perusahaan terhalang dalam menarik karyawan-karyawan
yang potensial, sedangkan kebijakan yang lazim dijalankan oleh perusahaan adalah
mengimbangi persaingan.
c. Mencapai keadilan individu.
Untuk mencapai keadilan individu, maka perusahaan harus menyusun kriteria tingkat
pembayaran. Keadilan individu mengarah pada keadilan dalam keputusan pembayaran
bagi karyawan yang menempati jabatan yang sama.
2. Pendekatan Kompensasi Berdasarkan Keterampilan.
Pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa karyawan tidak dibayar karena
jabatan yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan tugas.
Menurut Lawler (1983), alasan digunakannya keterampilan sebagai dasar perhitungan
kompensasi adalah karena karyawan yang berkemampuan tinggi atau yang mampu
mengembangkan keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih tinggi, walaupun
jabatannya tetap dan nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai pekerjaan yang
dilakukannya. Dalam sistem pembayaran kompensasi berdasarkan keterampilan, tingkat
pembayaran kompensasi awal bagi semua karyawan adalah sama.
Apabila terjadi peningkatan keterampilan, maka masing-masing keterampilan baru
yang mereka miliki dihargai satu tingkat lebih tinggi. Jadi kompensasi hanya akan
mengalami kenaikan setelah karyawan memperlihatkan kemampuannya dalam melakukan
suatu pekerjaan tertentu ( dalam Ninuk Muljani, 2002 ).

2.5 Sistem Kompensasi Kerja


Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah :
1. Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, minggu atau bulan.
2. Sistem Hasil
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang
dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram.
3. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan
atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya (Anoki Herdian Dito, 2010).
Sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan setiap organisasi untuk menentukan
kebijaksanaan kompensasi untuk karyawaan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Produktivitas
2. Kemampuan untuk membayar
3. Kesediaan untuk membayar
4. Suplai dan permintaan
5. Organisasi karyawan
6. Berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi adalah
sesuatu yang berada diluar perusahaan, seperti pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi, peraturan
pemerintah dan serikat pekerja. Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi kompensasi
yaitu anggaran tenaga kerja perusahaan dan siapa yang dilibatkan untuk membuat keputusan
untuk organisasi.

Anda mungkin juga menyukai