Anda di halaman 1dari 12

RINGKASAN MATA KULIAH (RMK)

AKUNTANSI MANAJEMEN LANJUTAN


“INSENTIVE DAN COMPENSATION SYSTEM”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5

ROSMAYANTI (A062221054)
RACHMAT (A062221055)
AYU RINATHI MINGGU (A062221064)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2022/2023
A. INSENTIF
1.1 Pengertian Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja
dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar
gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat
memenuhi kebutuhan para pegawai dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada
umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana-rencana pembayaran upah yang
dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja pegawai
atau profitabilitas organisasi.
Kompensasi dan insentif mempunyai hubungan yang sangat erat, di mana insentif
merupakan komponen dari kompensasi dan keduanya sangat menentukan dalam
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan.
pada prinsipnya pemberian insentif menguntungkan kedua belah pihak. Perusahaan
mengharapkan adanya kekuatan atau semangat yang timbul dalam diri penerima insentif
yang mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik dalam arti lebih produktif agar
tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan/instansi dapat terpenuhi sedangkan bagi pegawai
sebagai salah satu alat pemuas kebutuhannya.

1.2 Tujuan Pemberian Insentif


Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan:

a) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi
terhadap perusahaan.
b) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja pegawai yang ditunjukkan akan
menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
c) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk
setiap unit per satuan waktu dan penjualan yang meningkat.
2. Bagi pegawai:

a) Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji


pokok.
b) Meningkatkan semangat kerja pegawai sehingga mendorong mereka untuk
berprestasi lebih baik.
Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup
menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi
yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”.
Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi
pegawai terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat
bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga output yang
dihasilkan dapat meningkat daripada input dan akhirnya kinerja pegawai dapat meningkat.
Jadi, pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun
mendorong pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk
berprestasi bagi peningkatan kinerja.

1.3 Jenis-Jenis Insentif


Jenis-jenis insentif dalam suatu perusahaan/instansi, harus dituangkan secara jelas
sehingga dapat diketahui oleh pegawai dan oleh perusahaan tersebut dapat dijadikan
kontribusi yang baik untuk dapat menambah gairah kerja bagi pegawai yang bersangkutan.
Jenis-jenis insentif adalah:
a. Insentif material, dapat diberikan dalam bentuk:
1) Bonus
2) Komisi
3) Pembagian laba
4) Kompensasi yang ditangguhkan
5) Bantuan hari tua.
b. Insentif non-material, dapat diberikan dalam bentuk:
1) Jaminan sosial
2) Pemberian piagam penghargaan
3) Pemberian promosi
4) Pemberian pujian lisan atau tulisan.
Jelas bahwa insentif yang memadai akan mendorong semangat dan gairah kerja
pegawai, sehingga pegawai akan terus menjaga dan meningkatkan hasil kerjanya ada
akhirnya akan meningkatkan keuntungan itu sendiri dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang ditetapkan, sehingga instansi dan pegawai diharapkan lebih solid dalam membangun
kebersamaan menuju kemajuan perusahaan/instansi.

1.4 Sistem Pelaksanaan Pemberian Insentif


Pedoman penyusunan rencana insentif oleh Gary Dessler dalam bukunya yang
diterjemahkan oleh Agus Dharma dapat juga dijadikan bahan acuan, antara lain:
a. Pastikan bahwa usaha dan imbalan langsung terkait.
Insentif dapat memotivasi pegawai jika mereka melihat adanya kaitan antara upaya yang
mereka lakukan dengan pendapatan yang disediakan, oleh karena itu program insentif
hendaklah menyediakan ganjaran kepada pegawai dalam proporsi yang sesuai dengan
peningkatan kinerja mereka. Pegawai harus berpandangan bahwa mereka dapat
melakukan tugas yang diperlukan sehingga standar yang ditetapkan dapat tercapai.
b. Buatlah rencana yang dapat dipahami dan mudah di kalkulasi oleh pegawai
Para pegawai diharapkan dapat mudah menghitung pendapatan yang bakal diterima
dalam berbagai level upaya dengan melihat kaitan antara upaya dengan pendapatan.
Oleh karena itu program tersebut sebaiknya dapat dimengerti dan mudah di kalkulasi.
c. Tetapkanlah standar yang efektif.
Standar yang mendasari pemberian insentif ini sebaiknya efektif, di mana standar
dipandang sebagai hal yang wajar oleh pegawai. Standar sebaiknya ditetapkan cukup
masuk akal, sehingga dalam upaya mencapainya terdapat kesempatan berhasil 50-50
dan tujuan yang akan dicapai hendaknya spesifik, artinya tujuan secara terperinci dan
dapat diukur karena hak ini dipandang lebih efektif.
d. Jaminlah standar anda.
Dewasa ini, para pegawai sering curiga bahwa upaya yang melampaui standar akan
mengakibatkan makin tingginya standar untuk melindungi kepentingan jangka panjang,
maka mereka tidak berprestasi di atas standar sehingga mengakibatkan program insentif
gagal. Oleh karena itu penting bagi pihak manajemen untuk memandang standar sebagai
suatu kontrak dengan pegawai anda begitu rencana itu operasional.
e. Jaminlah suatu tarif pokok per jam.
Terutama bagi pegawai pabrik, pihak perusahaan disarankan untuk menjamin adanya
upah pokok bagi pegawai, baik dalam per jam, hari, bulan dan sebagainya agar mereka
tahu bahwa apapun yang terjadi mereka akan memperoleh suatu upah minimum yang
terjamin.
Jika suatu insentif yang diinginkan berjalan dengan efektif maka harus memenuhi
kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Pekerjaan-pekerjaan individu mestilah tidak begitu tergantung terhadap pekerjaan
lainnya.
b. Basis yang kompetitif dan memadai terhadap gaji dan tunjangan-tunjangan dasar pada
puncak di mana insentif dapat menghasilkan pendapatan variabel.
c. Dampak signifikan individu atau kelompok atas kinerja hasil-hasil yang penting.
d. Hasil-hasil yang dapat diukur.
e. Standar produksi terhadap mana program insentif didasarkan haruslah disusun dan
dipelihara secara cermat.
f. Begitu standar produksi selesai disusun, standar tersebut haruslah dikaitkan terhadap
tingkat gaji.
g. Rentang waktu yang masuk akal.
h. Komitmen manajemen terhadap program-program adalah vital bagi kesuksesannya.
i. Iklim organisasional yang sehat dan positif di mana perjuangan terhadap keunggulan
individu dan kelompok didorong.

1.5 Indikator-Indikator Pemberian Insentif


Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan insentif antara lain
sebagai berikut:
1. Kinerja
Sistem insentif dengan cara ini langsung mengkaitkan besarnya insentif dengan
kinerja yang telah ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Berarti besarnya insentif
tergantung pada banyak sedikitnya hasil yang dicapai dalam waktu kerja pegawai. Cara
ini dapat diterapkan apabila hasil kerja diukur secara kuantitatif, memang dapat dikatakan
bahwa dengan cara ini dapat mendorong pegawai yang kurang produktif menjadi lebih
produktif dalam bekerjanya. Di samping itu juga sangat menguntungkan bagi pegawai
yang dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya sangat
tidak favourable bagi pegawai yang bekerja lamban atau pegawai yang sudah berusia
agak lanjut.
2. Lama Kerja
Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya pegawai melaksanakan atau
menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per
hari, per minggu ataupun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada
kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada
kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut:
a. Kelemahan
Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut:
1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja pegawai yang sesungguhnya
mampu berproduksi lebih dari rata-rata.
2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan pegawai.
3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar pegawai sungguh-sungguh bekerja.
4) Kurang mengakui adanya kinerja pegawai.
b. Kelebihan
Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara
ini sebagai berikut:
1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti: pilih kasih,
diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat.
2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodic.
3) Tidak memandang rendah pegawai yang cukup lanjut usia.
3. Senioritas
Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas pegawai yang
bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah pegawai senior,
menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari pegawai yang bersangkutan pada
organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang pegawai semakin tinggi
loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi.
Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini
memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali pegawai muda
(junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh pegawai senior, tetapi tidak
menonjol kemampuannya..
4. Kebutuhan
Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada pegawai didasarkan pada tingkat
urgensi kebutuhan hidup yang layak dari pegawai. Ini berarti insentif yang diberikan
adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok,
tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan pegawai
untuk dapat bertahan dalam perusahaan/instansi.
5. Keadilan dan Kelayakan
a. Keadilan
Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi
harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (input) dengan (output),
makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh
karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu
jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh
orang yang memangku jabatan tersebut.
b. Kelayakan
Disamping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula
diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya
insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila
insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan
perusahaan lain, maka perusahaan/instansi akan mendapat kendala yakni berupa
menurunnya kinerja pegawai yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat
ketidakpuasan pegawai mengenai insentif tersebut.
6. Evaluasi Jabatan
Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan
nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini
berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking
dalam penentuan insentif.
1.6 Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Karyawan
Setiap manusia mempunyai potensi untuk bertindak dalam berbagai bentuk aktivitas.
Kemampuan bertindak itu diperoleh manusia baik secara alami (ada sejak lahir) atau
dipelajari. Walaupun manusia mempunyai potensi untuk berperilaku tertentu, tetapi perilaku
itu hanya diaktualisasi pada saat-saat tertentu. Potensi untuk berperilaku tertentu itu
disebut ability (kemampuan), sedangkan ekspresi dari potensi ini dikenal
sebagai performance (kinerja). Secara operasional kinerja dapat didefinisikan sebagai
tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun
waktu tertentu dan dapat diukur.
Terdapat tiga faktor utama yang berpengaruh pada kinerja, yaitu individu
(kemampuan kerja), usaha kerja (keinginan untuk bekerja), dan dukungan organisasional
(kesempatan untuk bekerja). Terdapat empat unsur dalam kinerja, yaitu hasil-hasil fungsi
pekerjaan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan, pencapaian tujuan
organisasi, dan periode waktu tertentu (Tika, 2006:121 dalam Rahmanda, Hamid dan
Utami).
Mayangsari (2013), pembagian insentif menjadi material dan non-material
memberikan pengaruh yang berbeda. Hal ini sehubungan dengan kondisi yang tengah
terjadi dalam kerangka kinerja karyawan. Dilain sisi, sistem insentif juga berkaitan erat
dengan kebutuhan atau personal interest karyawan yang lebih cenderung kepada aspek
ekonomi atau sosial.
Pertama, insentif material diberikan pada karyawan sebagai daya perangsang
berdasarkan prestasi kerjanya dalam bentuk uang dan bonus. Material insentif ini bernilai
ekonomis sehingga dapat mensejahterakan karyawan beserta keluarganya. Material insentif
ini diberikan pada saat karyawan sedang menerima himpitan ekonomi. Maka dari itu insentif
material dapat memotivasi kinerja karena harapan karyawan terhadap perbaikan ekonomi
dan kesejahteraan.
Kedua, insentif nonmaterial diberikan pada karyawan sebagai daya perangsang
dalam bentuk penghargaan/pengukuahan berdasarkan prestasi kerjanya seperti jaminan
sosial, memberikan piagam penghargaan, pemberian promosi, pemberian pujian. Seperti
halnya insentif material, insentif nonmaterial diberikan pada kondisi karyawan yang telah
memiliki kecukupan insentif material. Sedangkan disisi lain diantara karyawan memiliki iklim
kompetisi yang cukup kuat. Maka dari itu, insentif non material dapat menjadi alternatif
meningkatkan kompetisi ditengah karyawan dan memotivasi untuk saling meningkatkan
kinerja.

B. KOMPENSASI KERJA
2.1 Pengertian Kompensasi Kerja
Hani Handoko ( 1993 ) menyatakan bahwa kompensasi penting bagi karyawan
sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara
para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi juga disebut penghargaan
dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada
karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi.
Menurut William B. Werther dan Keith Davis, kompensasi adalah apa yang seorang pekerja
terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji
periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia.

2.2 Jenis-Jenis Kompensasi Kerja


Menurut Gary Dessler (2009) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut:
1. Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, intensif
atau bonus/komisi.
2. Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi.
3. Ganjaran non finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes, kantor yang
bergengsi, wewenang dan tanggung jawab, penghargaan atas kinerja serta lingkungan
kerja yang mendukung (dalam Anoki Herdian Dito, 2010).
- Menurut Simamora (2001), terminologi dalam kompensasi adalah sebagai berikut :
1. Upah dan gaji, upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam ( semakin alam jam
kerjanya semakin besar bayarannya ). Upah merupakan basis bayaran yang kerap
digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan. Gaji umumnya berlaku untuk
tarif bayaran mingguan, bulanan atau tahunan.
2. Insentif adalah tambahan-tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang
diberikan oleh organisasi atau perusahaan. Program-program insentif disesuaikan
dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan,
keuntungan-keuntungan atau upaya-upaya pemangkasan biaya. Tujuan utama program
insentif adalah mendorong produktivitas pegawai dan efektivitas biaya.
3. Tunjangan yaitu berupa asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung instansi,
program pensiun dan tunjangan lainnya yang berhubungan dengan hubungan
kepegawaian.
4. Fasilitas yaitu dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi
eksekutif-eksekutif yang dibayar mahal. Contoh fasilitas adalah kenikmatan seperti mobil
instansi, akses ke instansi yang mudah dan lainnya ( dalam Siti Fathonah dan Ida Utami,
2008 ).
- Mondy dan Noe (1993) kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu
1. Kompensasi Finansial
Kompensasi finansial terdiri dari kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial
tidak langsung. Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi.
Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan yakni
meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung.
2. Kompensasi Non Finansial.
Sedangkan kompensasi non finansial terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari
pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya
promosi atau dari lingkungan psikologis dan fisik dimana orang tersebut berada, seperti
rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya
kafetaria, sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang.
Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalan-imbalan moneter
saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan,
maupun kesempatan promosi ( dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003 ).
- Sedangkan Michael dan Harold ( 1993 ) membagi kompensasi dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Kompensasi Material
Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi,
melainkan segala bentuk penguat fisik ( phisical reinforcer ), misalnya fasilitas parkir,
telepon dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan
misalnya pensiun dan asuransi kesehatan.
2. Kompensasi Sosial
Sedangkan kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan
orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya,
penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan
kelompok-kelompok pengambilan keputusan dan kelompok khusus yang dibentuk untuk
memecahkan permasalahan perusahaan.
3. Kompensasi Aktivitas
Sedangkan kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu
mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan
kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat
berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar
pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang,
tanggung jawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training pengembangan
kepribadian (dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003).
- Menurut Gomez-Mejia, Schuler dan Jackson serta Luthans, kompensasi dapat
diklasifikasikan dalam tiga komponen utama yaitu :
1. Kompensasi dasar yaitu kompensasi yang jumlahnya dan waktu pembayarannya tetap,
seperti upah dan gaji.
2. Kompensasi variabel merupakan kompensasi yang jumlahnya bervariasi dan/atau waktu
pembayarannya tidak pasti. Kompensasi variabel ini dirancang sebagai penghargaan
pada karyawan yang berprestasi baik. Termasuk kompensasi variabel adalah
pembayaran insentif pada individu maupun kelompok, gainsharing, bonus, pembagian
keuntungan (profit sharing), rencana kepemilikan saham karyawan (employee stock-
ownership plans) dan stock-option plans.
3. Benefit atau juga disebut indirect compensation (kompensasi tidak langsung).
Termasuk perlindungan umum seperti jaminan sosial, pengangguran dan
cacat; perlindungan pribadi dalam bentuk pensiun, tabungan, pesangon tambahan dan
asuransi; pembayaran saat tidak bekerja seperti pada waktu mengikuti pelatihan, cuti
kerja, sakit, saat liburan, dan acara pribadi; tunjangan siklus hidup dalam bentuk bantuan
hukum, perawatan orang tua, perawatan anak, program kesehatan dan konseling ( dalam
Ninuk Muljani, 2002 ).

2.3 Tujuan Pemberian Kompensasi Kerja


Menurut Malayu S.P. Hasibuan ( 2002 ), tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah :
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan
dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik,
sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian
yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status
sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan
yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang
kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.
Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan
karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang berlaku
(seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan ( dalam
Anoki Herdian Dito, 2010 ).

2.4 Dasar Perhitungan Kompensasi Kerja


Dasar perhitungan kompensasi dipakai untuk mendapatkan sistem pembayaran
kompensasi yang adil, dan menjadikan perusahaan menarik, mampu bertahan hidup dan
mampu memotivasi karyawannya serta dapat melakukan penghematan biaya. Menurut
Gomez-Mejia, et al. ( 1995 ), dasar perhitungan kompensasi dapat dibedakan menjadi dua
kategori yaitu :
1. Pedekatan Kompensasi Berdasarkan Pekerjaan atau Jabatan.
Pendekatan pekerjaan atau jabatan mengasumsikan bahwa pekerjaan dapat
dilakukan oleh orang yang dibayar untuk jabatan tertentu. Ada tiga komponen kunci untuk
mengembangkan rencana kompensasi berdasarkan jabatan yaitu :
a. Mewujudkan keadilan internal melalui evaluasi jabatan.
Metode evaluasi jabatan memusatkan diri pada jabatan sebagai unit kepentingan.
Secara operasional, sistem ini mengandalkan tiga faktor utama yang bisa
dikompensasi yaitu pemecahan masalah (problem solving), kecakapan ( know how )
dan pertanggungjawaban (accountability). Evaluasi jabatan ini hanya untuk internal
perusahaan bukan untuk menghitung tingkat upah di pasar atau perusahaan lain.
Selain itu evaluasi jabatan ini hanya fokus pada nilai tugas masing-masing jabatan,
bukan pada orang yang melaksanakannya.
b. Mewujudkan keadilan eksternal melalui survei pasar.
Untuk mencapai keadilan eksternal, perusahaan harus melakukan survei pasar. Dari
hasil survei ini, perusahaan dapat membuat kebijakan pembayaran kompensasi,
apakah akan membayar lebih tinggi, lebih rendah atau mengikuti pasar. Dasar
pemikiran untuk membayar lebih tinggi adalah memaksimalkan kemampuan
perusahaan untuk menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas dan
untuk meminimalkan ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi.
c. Mencapai keadilan individu.
Untuk mencapai keadilan individu, maka perusahaan harus menyusun kriteria tingkat
pembayaran. Keadilan individu mengarah pada keadilan dalam keputusan
pembayaran bagi karyawan yang menempati jabatan yang sama.
2. Pendekatan Kompensasi Berdasarkan Keterampilan.
Pendekatan keterampilan mengasumsikan bahwa karyawan tidak dibayar karena
jabatan yang disandangnya, tetapi lebih pada kemampuannya untuk menyelesaikan
tugas. Menurut Lawler (1983), alasan digunakannya keterampilan sebagai dasar
perhitungan kompensasi adalah karena karyawan yang berkemampuan tinggi atau yang
mampu mengembangkan keterampilannya dapat menerima kompensasi yang lebih
tinggi, walaupun jabatannya tetap dan nilai individu akan lebih tersorot daripada nilai
pekerjaan yang dilakukannya. Dalam sistem pembayaran kompensasi berdasarkan
keterampilan, tingkat pembayaran kompensasi awal bagi semua karyawan adalah sama.

2.5 Sistem Kompensasi Kerja


Sistem pembayaran kompensasi yang umum diterapkan adalah :
1. Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, besarnya kompensasi (gaji, upah) ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, minggu atau bulan.
2. Sistem Hasil
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi/upah ditetapkan atas kesatuan unit yang
dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter dan kilogram.
3. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa
didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya (Anoki Herdian Dito, 2010).
Sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawan dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan setiap organisasi untuk menentukan
kebijaksanaan kompensasi untuk karyawaan. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai
berikut:
1. Produktivitas
2. Kemampuan untuk membayar
3. Kesediaan untuk membayar
4. Suplai dan permintaan
5. Organisasi karyawan
6. Berbagai peraturan dan perundang-undangan.
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi upah dan kebijakan kompensasi adalah
sesuatu yang berada diluar perusahaan, seperti pasar tenaga kerja, kondisi ekonomi,
peraturan pemerintah dan serikat pekerja. Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi
kompensasi yaitu anggaran tenaga kerja perusahaan dan siapa yang dilibatkan untuk
membuat keputusan untuk organisasi.

Anda mungkin juga menyukai