Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI PELAYANAN DI APOTEK

Oleh Kelompok 4:

Ilham Niawan S

152211101070

Mufida

152211101078

Rizki Jauzi

152211101079

Katasha Viga A

152211101083

Nurul Faridah

152211101093

Wiji Saputro

152211101095

Ichlasul Amalia E

152211101009

Ika Ria Lestari

1522111010101

Binar Indah Marwati

1522111010110

Yuni Winarni

1522111010115

Fitria Dwi Kartini

1522111010126

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 1
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 2
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
2.1 Pelayanan Resep di Apotek ........................................................................ 6
2.2 Pelayanan Non Resep di Apotek .............................................................. 15
2.3 Obat Keras ................................................................................................. 29
2.4 Obat Narkotik dan Psikotropik ............................................................... 30
2.5 Obat Generik ............................................................................................. 32
BAB III. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 34

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit

serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atau masyarakat.


Selain itu juga sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker
dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan.
Perkembangan

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi

dalam

bidang

kefarmasian dan semakin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan


kesehatan, maka para petugas kefarmasian dituntut untuk meningkatkan
kemampuan dan kecakapan dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Selain itu,
terdapat alasan lain yang mendukung tentang peningkatan pelayanan kefarmasian,
yakni telah bergesernya orientasi pelayanan kefarmasian dari obat ke pasien yang
mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang
semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi
pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.
Dalam pelayanan kefarmasian seorang apoteker memiliki bentuk
interaksi. Bentuk interaksi pelayanan kefarmasian oleh apoteker antara lain adalah
melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk tujuan
akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus
memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pelayanan oleh sebab itu apoteker dalam
menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi

dengan tenaga kerja kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk


mendukung penggunaan obat yang rasional.
Di Indonesia, standar pelayanan kefarmasian telah di atur dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1027/MENKES/SK/IX/2004.
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud diantaranya
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan, dan pelaporan agar mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Pelayanan resep di apotek meliputi : (1) skrining resep
(nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/ paraf dokter

penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama
obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas; informasi
lainnya), (2) kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan; dosis; potensi; stabilitas;
inkompatibilitas; cara dan lama pemberian, (3) pertimbangan klinis (adanya
alergi; efek samping; interaksi; kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lainlain); membuat kartu pengobatan pasien (medication record). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan
memberikan pertimbangan dan alternative seperlunya bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
Penyiapan obat di apotek meliputi peracikan yaitu kegiatan menyiapkan,
menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar
(Anonim, 2004), pemberian etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat yang
diserahkan atas dasar resep harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk
obat 12 dalam dan warna biru untuk obat luar (Hartini dan Sulasmono, 2006),
obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kualitasnya. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan
oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien

(Anonim, 2004). Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat
pada

pasien

sekurang-kurangnya

meliputi:

cara

pemakaian

obat,

cara

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan


minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim, 2004).
Akhir - akhir ini peredaran obat-obat tanpa resep memungkinkan
seseorang individu mencoba mengatasi masalah mediknya dengan cepat,
ekonomis dan nyaman tanpa perlu mengujungi dokter. Penggunaan obat tanpa
resep yang tidak tepat dapat mengakibatkan peningkatan biaya dan penyakit
pasien menjadi lebih serius. Untuk melayani pasien dengan lebih baik, apoteker
perlu memaksimalkan pelayanan pribadinya, dalam menghadapi pertanyaan dari
pasien, seorang apoteker harus bisa menunjukan manfaat dari setiap petujuk yang
diberikan terutama dalam menyeleksi dan memantau pengobatan dengan obat
tanpa resep (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Menurut Kepmenkes No.1027 tahun 2004, apoteker harus memberikan
konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk

pasien tertentu

seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya


(Anonim, 2004). Tujuan yang diinginkan dari adanya monitoring penggunaan
obat adalah tersedianya informasi efek samping akibat penggunaan obat dan
mencegah atau meminimalkan dan mengatasi timbulnya efek samping obat.
Standar pelayanan kefarmasian di apotek sangat penting bagi mahasiswa apoteker,
maka dari itu penyusunan makalah ini agar mahasiswa apoteker lebih peran
penting seorang apoteker dalam pelayanan kefarmasian di apotek.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana pelayanan resep dan non resep di apotek?
b. Bagaimana klasifikasi obat di apotek?
c. Bagaimana alur pelayanan resep dan non resep di apotek?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui beberapa tujuan
dari makalah ini :
a. Menganalisis pelayanan resep dan non resep di apotek.
b. Menganalisis klasifikasi obat di apotek.
c. Menganalisis alur pelayanan resep dan non resep di apotek.
1.4 Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan dapat memberikan mutu informasi
kesehatan mengenai pelayanan kefarmasian di apotek, pelayanan informasi obat
dan klasifikasi obat di apotek, ketersediaan obat di apotek, dan kecepatan
pelayanan di apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa apotek.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Pelayanan Resep di Apotek


Salah satu bentuk pelayanan kefarmasian adalah pelayanan resep di
apotek. Pelayanan resep Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter
kepada apoteker untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien
(Anief, 2000). Terdapat dua tahap pelayanan resep yaitu skrining resep yang
dilakukan oleh apoteker dan penyiapan obat yang meliputi peracikan, pemberian
etiket, konseling, dan monitoring penggunaan obat. Selain itu juga perlu adanya
informasi ke pasien mengenai obat. Pemberian informasi tersebut merupakan
salah satu tahap pada proses pelayanan resep (Depkes RI, 2004). Manfaat dari
pemberian informasi antara lain untuk menghindari masalah yang berkaitan
dengan terapi obat (Drug Therapy Problem) yang dapat mengganggu terapi obat
dan dapat mengganggu hasil yang diinginkan oleh pasien (Cipole et al, 1998).
Pemberian informasi obat memiiki peranan penting dalam rangka
memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan bermutu bagi
pasien. Kualitas hidup dan pelayanan bermutu dapat menurun akibat adanya
keridakpatuhan terhadap program pengobatan. Penyebab ketidakpatuhan tersebut
salah satunya disebabkan kurangnya informasi tentang obat. Selain itu, regimen
pengobatan yang komoleks dan kesulitan mengikuti regimen pengobatan yang
diresepkan merupakan masalah yang mengakibatkan ketidakpatuhan terhadap
pengobatan. Selain masalah kepatuhan, pasien juga dapat mengalami efek yang
ridak diinginkan dari penggunaan obat. Dengan diberkannya informasi obat
seperti penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi yang tidak terobati, dosis obat
terlalu tinggi, dosis subterapi, serta interaksi obat dapat dihindari (Rantucci,
2007).
Jenis informasi yang diberikan apoteker pada pasien yang mendapatkan
resep baru meliputi nama dan gambaran obat, tujuan pengobatan, cara dan waktu
penggunaan, saran ketaatan dan pemantaauan sendiri, efek samping dan efek
merugikan, tindakan pencegahan, kontraindikasi, dan interaksi, petunjuk

penyimpanan, informasi pengulangan resep dan rencana pemantauan lanjutan.


Selain itu, diskusi penutup juga diperlukan untuk mengulang kembali dan
menekankan hal-hal terpenting terkait pemberian informasi mengenai obat
(Rantucci, 2007).
Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
(1). Persyaratan administratif:
(a). Nama, SIP dan alamat dokter.
(b). Tanggal penulisan resep
(c). Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep
(d). Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
(e). Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta
(f). Cara pemakaian yang jelas
(g). Informasi lainnya
(2). Kesesuaian farmasetik
(a). Bentuk sediaan
(b). Dosis
(c). Potensi
(d). Stabilitas
(e). Inkompatibilitas
(f). Cara dan lama pemberian
(3). Pertimbangan Klinis
(a). Adanya alergi
(b). Efek samping
(c). Interaksi
(d).Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)
(e). Membuat kartu pengobatan pasien (medication record)
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternative seperlunya
bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

b). Penyiapan Obat


1. Peracikan
Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang
benar (Anonim, 2004)
2. Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat yang diserahkan atas dasar
resep harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat 12 dalam
dan warna biru untuk obat luar (Hartini dan Sulasmono, 2006).
3. Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok
sehingga terjaga kualitasnya.
4. Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi
obat dan konseling kepada pasien (Anonim, 2004).
5. Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim, 2004).
Ruang lingkup kompetensi ini meliputi seluruh kegiatan pemberian
informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan
pihak-pihak lain yang membutuhkan untuk kepentingan upayaupaya
positif lain yang terkait secara aktif maupun pasif (Anonim, 2004).
6. Konseling
Akhir - akhir ini peredaran obat-obat tanpa resep memungkinkan
seseorang individu mencoba mengatasi masalah mediknya dengan cepat,
ekonomis dan nyaman tanpa perlu mengujungi dokter. Penggunaan obat
tanpa resep yang tidak tepat dapat mengakibatkan peningkatan biaya dan
penyakit pasien menjadi lebih serius. Untuk melayani pasien dengan lebih
baik, apoteker perlu memaksimalkan pelayanan pribadinya, dalam
menghadapi pertanyaan dari pasien, seorang apoteker harus bisa
menunjukan manfaat dari setiap petujuk yang diberikan terutama dalam
menyeleksi dan memantau pengobatan dengan obat tanpa resep (Hartini
dan Sulasmono, 2006).
Menurut Kepmenkes No.1027 tahun 2004, apoteker harus
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan

perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup


pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti
kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker
harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
7. Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk 14 pasien
tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis
lainnya (Anonim, 2004).
Tujuan yang diinginkan dari adanya monitoring penggunaan obat adalah :
(a). Tersedianya informasi efek samping akibat penggunaan obat
(b). Mencegah, meminimalkan dan mengatasi timbulnya efek samping
obat

Berikut adalah contoh pada pelayanan kefarmasian di apotek :


Dr. Leo, Sp.PD
SIK : 19/DIKES/2009
JL Raya Sesetan no 98
22-07-2011
R/ Zumafib

No L

S 1 dd I
R/ Hp Pro

No XXX

S 1 dd I
Pro

: Bader

a. Skrining resep
-

Nama, SIP dan alamat dokter


Dr. Leo, Sp.PD
SIK : 19/DIKES/2009
JL Raya Sesetan no 98

Tanggal penulisan resep

10

22-07-2011
-

Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien


Tn. Bader

Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta.


R/ Zumafib

No L

S 1 dd I
R/ Hp Pro

No XXX

S 1 dd I
b. Spesifikasi obat
Zumafib
Komposisi

: Fenofibrat

Efek farmakologis

Fenofibrat

merupakan

agonis

peroxisome

proliferator-activated receptor-alpha (PPAR-alpha), yang menurunkan


regulasi apoprotein C dan menaikkan regulasi apoliprotein a-1, protein
transport asam lemak, dan lipoprotein lipase menghasilkan peningkatan
VLDL katabolisme, oksidasi asam lemak, dan eliminasi partikel
trigliserida (Lacy,et al. 2009).
Efek Samping

: Hepatik : Kerusakan hati (3-13%).

Sistem saraf pusat

: Sakit Kepala (3%).

Gastrointestinal

: Nyeri abdominal (5%), Konstipasi (2%), Nausea

(2%).
Neuromuskular dan skeletal : Nyeri punggung (3%) (Lacy, et al. 2009).
Kontraindikasi

: Kehamilan (Farktor resiko C) (Lacy, et al. 2009)

Interaksi Obat

: Meningkatkan efek dari obat obat : Ezetimibe,

Sulfonilurea, antagonis vitamin K dan Warfarin (Lacy, et al. 2009).


Dosis

: Hipertrigliseridemia

maksimum 13mg per hari.

45-135

mg

perhari.

Dosis

11

Hiperkolestrolemia : 50-135 mg per hari. Dosis maksimum 135 mg per


hari.
B.

HP Pro

Komposisi

: Curcuma Zedoaria, Curcuma xhantorriza, Ipomoea

pres-caprael.s, Phylanthus urinaria, madu.


Efek farmakologis: Hepatoprotektor, suplemen.
Dosis

: 1-3 kali sehari : Suplemen untuk hati

Analisis jenis penyakit secara umum dapat dilakukan berdasarkan jenis


dan indikasi obat. Pasien diberikan Zumafib dengan kandungan fenofibrat yang di
indikasikan untuk hiperkolestrolemia dan hipertrigliseridemia. Hp pro diduga
digunakan sebagai suplemen untuk melindungi fungsi hati untuk mencegah
kerusakan hati. Berdasarkan hal tersebut diduga pasien menderita hiperlipidemia
yang memiliki efek lanjutan berupa perlemakan hati (fatty liver). Untuk
meyakinkan anamnese kefarmasian ini maka dilakukan cross check kepada pasien
dengan menanyakan keluhan yang disampaikan pasien kepada dokter.
Adapun hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pasien:
1. Keluhan apa yang anda sampaikan ke dokter?
Jawab: Saya punya penyakit kolesterol (Pasien berbadan gemuk/obesitas).
2. Bagaimana penjelasan dokter tentang obat yang diresepkan untuk anda?
Jawab: Saya mendapat obat untuk kolesterol saya.
3. Bagaimana penjelasan dokter mengenai cara penggunaan obat ini?
Jawab: Dokter tidak mengatakan mengenai cara penggunaan obat.
4. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah anda mendapatkan
pengobatan ini?
Jawab: Setelah mengkonsumsi obat, kolesterol saya turun.
5. Anda sudah melakukan cek laboratorium sebelumnya?
Jawab: Sudah. Saat itu dokternya mengatakan kolesterol saya cukup
tinggi.
6. Apakah bapak sebelumnya sudah mengkonsumsi obat lain?
Jawab: Tidak.

12

c. Penilaian pengobatan rasional


Tepat Indikasi
Ketepatan indikasi obat ditentukan berdasarkan ketepatan diagnosa dan
keluhan pasien. Berdasarkan anamnese kefarmasian yang dilakukan dengan
meninjau

indikasi

obat-obat

pasien mengeluh

mengalami

gemuk/obesitas).

Dalam

dalam

resep

kolesterol

resep

serta

yang

keluhan

tinggi

pasien

(Pasien

yaitu

berbadan

tidak dicantumkan dosisZumafib sehingga

digunakan dosis yang paling kecil yang beredar dipasaran yaitu 100 mg.
Umumnya pada dosis tersebut digunakan untuk pengobatan hipertrigliseridemia
dengan dosis 100 mg per hari dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama (50
hari). Obat Hp Pro digunakan untuk melindungi fungsi hati dan mencegah
kerusakan hati, karenahiperkolestrolemia dapat menyebabkan perlemakan hati
(fatty liver). Selain itu, pasien Bader mengkonsumsi obat dalam jangka waktu
yang lama (50 hari). Hp Pro disini hanya sebagai suplemen saja, maka dosis 1 kali
sehari sudah cukup.
Tepat Obat
Obat

yang

diresepkan

diindikasikan untuk Hiperkolestrolemia

dokter

adalah

dan Hipertrigliseridemia.

Zumafib yang
HP

Pro

merupakan hepatoprotektor berfungsi sebagai suplemen untuk melindungi fungsi


hati.
Tepat Dosis
Zumafib
Dosis oral (Lacy, et al. 2009):
Hipertrigliseridemia : 45-135 mg perhari. Dosis maksimum 135 mg per hari.
Hiperkolestrolemia : 50-135 mg per hari. Dosis maksimum 135 mg per hari.

Dosis dalam resep tidak dicantumkan sehingga digunakan dosis yang paling kecil
yang beredar dipasaran yaitu 100 mg.
Sekali pakai : 100 mg
Sehari pakai : 100 mg (sudah sesuai dengan rentang terapeutik).

13

Administrasi : 6 8 minggu (Lacy, et al. 2009).


Dalam resep, pasien menerima terapi selama 50 hari (Sudah sesuai dengan
administrasi).
Hp Pro
Suplemen hati : 1 kali sehari (Sudah tepat dosis).
Tepat Pasien
Pasien merupakan pasien dewasa dan tanpa gangguan menelan sehingga
pemberiankapsul telah sesuai dengan kondisi pasien.
Waspada Efek Samping
Penggunaan Zumafib dalam jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan hati yaitu perlemakan hati (fatty liver) dengan persentase kejadian 313% (Lacy, et al. 2009). Untuk itu, pemberian obat Hp Pro sebagai suplemen
untuk melindungi fungsi hati dan mencegah kerusakan hati pasien sudah tepat.
Kesimpulan : Resep Rasional sehingga bisa diproses untuk penyiapan obat.
d. Farmakoekonomi
Sediaan

Penawaran 1

Penawaran 2

Zumafib 50 kapsul

Rp

Rp

140.000,00(Zumafib/Sandoz)

(Fenofibrat)
HP

135.000,00(Felosma/Bernofarm)
pro @Rp

Rp 120.000,00

Rp 120.000,00

Rp

Rp

4.000,00
Biaya

3.000,00

3.000,00

Tambahan(Plastik
Klip)
Jumlah

Rp 163.000,00

Rp 158.000,00

Pemberian Zumafib dan Hp Pro dinilai telah rasional dan memenuhi


aspek farmakoekonomi, karena dokter telah meresepkan obat yang benar benar
dibutuhkan oleh pasien.
e. Penyerahan obat dan pemberian KIE
1. Pasien diserahkan obat berupa kapsul Zumifab sebanyak 50 kapsul dan
Hp pro sebanyak 30 kapsul.

14

2. Pasien diberikan informasi mengenai pemakaian obat Zumafib


diminum 1 kali sehari pada pagi hari setelah makan, obat Hp Pro juga
diminum 1 kali sehari pada pagi hari setelah makan.
3. Pasien diberitahukan bahwa obat disimpan di tempat kering dan tidak
terkena sinar matahari langsung pada suhu kamar (15-300C). Jika
dimungkinkan obat dapat disimpan dalam kotak obat (dengan silika
gel).
4. Pasien disarankan untuk berolahraga dengan teratur.
5. Pasien disarankan mengurangi konsumsi makanan berlemak dan
makanan yang berkolesterol tinggi.
6. Pasien disarankan beristirahat yang cukup.
7. Pasien disarankan untuk cek laboratorium kembali, guna mengetahui
kadar kolesterol pasien, 1 bulan setelah mengkonsumsi obat
8. Apabila keadaan pasien tidak membaik, disarankan segera kembali
dokter.

Alur pelayanan resep (Pustaka: PP Nomor 51 Tahun 2009)

15

2.2 Pelayanan Non Resep di Apotek


Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang
ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi.
Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep
yang meliputi :
a. Obat wajib apotek (OWA)
OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan apoteker kepada
pasien. Terdapat beberapa daftar obat wajib apotek yang sudah dikeluarkan
berdasarkan keputusan menteri kesehatan. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib
Apotek tercantum dalam:
1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No.1
2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/MenKes/SK/X/1993 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No.2
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/MenKes/SK/X/1999 tentang
Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No.3
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
pasien dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi kesehatan sehingga dirasa
perlu adanya sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat,
aman, dan rasional. Sehingga diharapkan

peran Apoteker di Apotik dalam

pelayanan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada
masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri.
Adapun persyaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA sebagai
berikut :
1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien
serta penyakit yang di derita.
2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh
diberikan kepada pasien.
3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup
indikasi,kontraindikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan dan efek

16

samping obat yang mungkin timbul dan tindakan yang disarankan jika
timbul efek samping.
Selain itu obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang
diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien, antara lain anti
inflamasi,obat alergi, infeksi kulit dan mata, anti alergi sistemik, obat KB
hormonal dll.
Contoh pelayanan OWA :
Pasien yang ingin membeli obat ranitidin, sebagai seorang apoteker
harus melayani sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditentukan. Obat
ranitidin ini boleh di berikan walaupun tanpa resep dokter karena ranitidin
termasuk dalam OWA no.3, namun pemberian obat hanya atas dasar pengobatan
ulangan dari dokter dengan jumah maksimal yang dapat diberikan adalah 10 tablet
dengan kandungan obat 150mg. Apoteker juga harus memberikan informasi
terkait obat ranitidin kepada pasien dengan mengingatkan kembali cara pemakaian
yaitu obat dapat di minum dua kali sehari satu tablet atau dengan kata lain tiap
12 jam pada pagi hari dan saat mau tidur atau diminum dua tablet sekaligus saat
mau tidur. Selain itu perlu diberitahukan kepada pasien tentang efek samping
yang sering terjadi yaitu obat ranitidin dapat menyebabkan pusing sehingga perlu
hati-hati jika pasien ingin bepergian atau mengemudi (A to Z Drug Facts).
Informasi lain yang dapat diberikan ke pasien adalah selama menggunakan obat
ini, hindarilah konsumsi makanan atau minuman yang dapat memperparah gejala
agar keefektifan obat maksimal. Misalnya makanan pedas, cokelat, tomat,
minuman keras, dan minuman panas, khususnya kopi. Dianjurkan pula untuk
berhenti merokok karena merokok memicu produksi asam lambung.
b. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Pemberian obat bebas tanpa
resep dokter diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
yang menyebutkan bahwa Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non
Resep atau pelayanan swamedikasi, Apoteker harus memberikan edukasi kepada

17

pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai. Beberapa contoh obat
bebas diantaranya adalah promag sebagai obat maag, sanmol sebagai obat demam,
bodrex sebagai obai sakit kepala, dan lain-lain.
Penggunaan obat bebas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus
mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat yang
sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan
obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Sebagai
seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai
peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk
kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker harus dapat
menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter,
namun penggunaan obat bebas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping
yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dari penggunaan obat bebas diantaranya adalah :
1. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.
2. Penggunaan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada brosur.
3. Obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat
dan dalam jangka waktu terapi sesuai dengan anjuran.
4. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,
hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
Dalam penggunaan obat bebas, Apoteker memiliki dua peran yang sangat
penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat
dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan
konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman,
tepat dan rasional. Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan :
-

Ketepatan penentuan indikasi/penyakit

Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta

Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.


Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah

meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan

18

produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu


Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana
memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau
kapan harus berkonsultasi kepada dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya saat konseling swamedikasi
pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan
dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu disampaikan oleh
Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas antara lain :
1. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat
yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan
kesehatan yang dialami pasien.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi
dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra
indikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi
informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang
harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada
pasien untuk menghindari salah pemakaian
5. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat
menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen
(sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di brosur).
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan kepada
pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan
kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan
karena penyakitnya belum hilang
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu
bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat

19

10. Cara penyimpanan obat yang baik


11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
Contoh obat bebas promag:

Promag termasuk ke dalam golongan obat bebas yang digunakan untuk


mengobati penyakit maag, hal ini sesuai dengan tanda yang tertera pada kemasan
yang terdapat tanda hijau dengan garis tepi berwarna hita.
-

KIE Obat promag kepada pasien :


Obat promag digunakan untuk mengurangi gejala yang berhubungan

dengan kelebihan asam lambung dan nyeri lambung atau yang biasa disebut maag.
Obat ini aman digunakan untuk ibu hamil. Aturan pakainya untuk orang dewasa
sehari 3-4 kali masing-masing 1-2 tablet, untuk anak-anak sehari 3-4 kali masingmasing 1/2-1 tablet. Waktu yang tepat untuk menggunakan obat ini adalah pada
saat merasakan gejala maag, satu jam sebelum atau sesudah makan, dan sebelum
tidur malam, digunakan sebelum tidur malam dengan maksud agar obat dapat
dengan cepat menetralisir sehingga lambung tetap terasa nyaman saat bangun
tidur. Selama pengobatan disarankan untuk tidak mengonsumsi makanan pedas,
asam dan bersantan, serta tidak telat makan. Mohon disimpan obat ini ditempat
yang sejuk terhindar dari sinar matahari langsung. Jika setelah minum obat ini
penyakit tidak kunjung sembuh atau timbul gejala yang tidak nyaman, mohon
segera menghubungi dokter.
c. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu
tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang
berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) sentimeter, lebar 2 (dua) sentimeter
dan memuat pemberitahuan berwarna putih.

20

a. Obat bebas terbatas P no.1

Contoh obat bebas terbatas P no.1


Asma adalah suatu proses inflamasi kronik spesifik, melibatkan
dinding

saluran respiratorik,

menyebabkan

aliran udara

terbatas

dan

peningkatan reaktivitas saluran nafas


Contoh obat : Ephedrine HCl
Kegunaan

: seagai obat asma (pengobatan bronkospasme)

Bentuk Sediaan

: Tablet

Cara Pakai

: 3 kali sehari 1 tablet

Hal Hal yang perlu diinformasikan


-

Obat diminum sesudah makan

Hentikan pemakain obat jika penyakit asma sudah membaik

Jika terjadi efek merugikan segera hubungi dokter

Hati hati jika digunakan pada ibu hamil dan menyusui, sebaiknya
menghubungi dokter terlebih dahulu

Hati hati penggunaan terhadap lansia, sebaiknya menghubungi dokter


terlebih dahulu

Simpan obat di suhu kamar dan terlindung dari cahaya.

21

NAMA DAGANG

NAMA GENERIC

DAN GOLONGAN
Parazon

Propifenazon

INDIKASI
Untuk sakit kepala, sakit gigi, nyeri waktu haid, dan
menurunkan demam

Zevit-C

Vit. C

Untuk mencegah dan mengiobati kekurangan vitamin b


complex, vitamin C, vitamin E, dan Seng

Xepavit

Vit. E

Untuk pencegahan dan pengobatan kekurangan vitamin


dan mineral.

Zevibex

Vit. B1

Untuk pencegahan devisiensi vitamin B kompleks,


vitamin E, vitamin C, dang Seng

Upixon

Piperasilin

Untuk infeksi cacing gelang (ascarislumbricoides)


diminum sesudah makan malam.

Konvermex

Pirantel pamuat

Untuk antelmintik

Tablet Ephedrinum 25

Ephedrine 25 mg

Untuk obat asthma

mg (P1)
Tablet Santonin 30 mg

Untuk Obat Cacing

Decolgen

Bekerja

sebagai

analgesik-antipiretik,

dekongestan

hiduung, dan anthistamin.


Paramex

Bekerja sebagai analgesik dan antihistamin

Neozep

Bekerja

sebagai

analgesik-antipiretik,

dekongestan

hiduung, dan anthistamin.

Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk


memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.
Sebagian besar obat cacing efektif terhadap satu macam kelompok cacing,
sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum menggunakan obat tertentu.
Contoh Obat : Combantrin 250 mg
Kandungan

: Pirantil pamoat

Kegunaan

: Untuk mengobati penyakit yang yang disebabkan cacing

Bentuk sediaan : Tablet


Cara Pakai

: 1-2 kali sehari satu tablet

Hal hal yang perlu diinformasikan


-

Obat bisa diminum sebelum, bersamaan dan atau sesudah makan

Hentikan pemakain obat jika penyakit asma sudah membaik

Jika terjadi efek merugikan segera hubungi dokter

Hati hati penggunaan pada ibu hamil dan menyusui

22

Obat berinteraksi dengan obat anticacing lainnya yaitu piperazin yang


dapat menurunkan efek piperazin

Simpat obat disuhu kamar dan terlindung cahaya

b. Obat bebas terbatas P no.2

Obat-obat kumur dalam golongan ini diperuntukkan untuk mengatasi


keluhan dalam rongga mulut seperti halnya radang pada rongga mulut, sariawan
ataupun bau mulut. Contoh obat-obat dari gollongan ini adalah sebagai berikut.
1. Sterox
Komposisi : povidon Iodida 1% b/v
Indikasi: peradangan dan infeksi mulut, gusi, lidah, sariawan
2. Tanflex
Komposisi : benzidamin HCL 15 mg/ml
Indikasi: sariawan, glositis
Aturan pakai: kumur 2-3 kali per hari dengan interval 3-4 jam, bila perlu 5
kali per hari hanya untuk membilas rongga mulut dan kumur
3. Forinfec Gargle
Komposisi: vofidon Iodine 1%
Indikasi: bau mulut dan nafas tidak segar.
Aturan pakai: kumur slama 30 detik ulangi 3-4 jam.
4. Tantum Verde
Komposisi: tiap 5 ml mengandung benzidamin HCL aethanolum
Indikasi: meringankan rasa sakit
Dalam pelayanan obat bebas terbatas p2 ini, seorang apoteker harus
memastikan mengenai
1. Siapa pasiennya?
Hal ini perlu dipastikan karena obat-obatan kumur ini tidak dianjurkan
bagi anak dibawah umur 12 tahun, karena ditakutkan obat ditelan karena
ketidakmpuan memahami instruksi dan cara pemakaian obat kumur.
2. Apa gejala dari pasien?
Obat kumur diperuntukkan bagi pasien yang mengalami keluhan di rongga
mulut, sehingga pemberiannya tepat sesuai gejala yang ada.
3. Berapa lama gejala telah muncul?

23

Hal ini untuk memastikan apakah swamedikasi dapat dilakukan atau tidak.
Ataukah perlu
dilakukan pemeriksaan ke dokter jika memang gejala telah muncul dalam
waktu lama.
4. Apa alergi yang dimiliki?
Untuk mengetahui apakah pasien hipersensitif terhadap bahan obat.
Setelah itu apoteker bisa merekomendasikan suatu obat untuk
meringankan gejala sakitnya dengan mencoba menentukan penyebab sakitnya
sehingga dapat mencegah terjadinya sakit kembali dan juga bisa menyarankan
pada perubahan pola hidup/non farmakologi yang penting dalam mengatasi
sakitnya. Apoteker dapat menyarankan pasien pergi ke dokter jika pasien tersebut
kondisinya berat atau parah.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan apoteker dalam pemberian obat
golongan ini ialah pemberian informasi sebagai berikut:
1. Khasiat obat: apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat
yang bersangkutan, apakah pasien memang benar-benar mengalami
keluhan di area rongga mulut.
2. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi
dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki
kontraindikasi dimaksud.
3. Efek samping dan cara mengatasinya: pasien juga perlu diberi informasi
tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus
dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. Dan umumnya untuk
obat kumur, efek samping yang timbul adalah sensasi rasa mengigit/perih,
mulut kering.
4. Cara pemakaian: penggunaan obat golongan ini dengan dituang pada
sendok makan, kumur selama 30 detik - 1 menit., dapat diulang beberapa
kali sehari. Untuk obat ini tidak disarankan berkumur langsung dari botol
karena apabila tersentuh ludah, bahan akan terkontaminasi, sehingga
bahan aktif selebihnya di dalam botol dapat menjadi rusak dan akibatnya
tidak berguna lagi untuk pemakaian selanjutnya.

24

5. Dosis: penggunaan obat ini dengan sendok makan dengan takaran kurang
lebih 10-15 ml.
6. Waktu pemakaian: waktu pemakaian paling sedikit sekali sehari dan
waktu yang paling tepat menggunakan obat kumur adalah sebelum tidur
karena obat kumur memberikan efek antibakteri selama tidur saat aktivitas
bakteri penyebab bau mulut meningkat.
7. Lama penggunaan: lama penggunaan obat golongan ini secara terus
menerus tidak lebih dari 7 hari.
8. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya
pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu
bersamaan.
9. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
10. Cara penyimpanan obat yang baik.
11. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.

c. Obat bebas terbatas P no.3

Contoh Obat Bebas Terbatas P3 :


NO

NAMA DAGANG

DOSIS

1.

Canesten

Oleskan
sehari

INDIKASI
2-3x

Pengobatan

topikal

disebabkan

Candida

dari

kandidiasis

albicans,

pityriasis

versicolor yang disebabkan oleh Malassezia


furfur, tinea pedis, tinea cruris dan tinea
corporis yang disebabkan oleh Tricophyton
rubrum,

Trichophyton

menta

grophytes,

Epidermophyton floccosum dan Microsporum


canis. Digunakan untuk ruam popok.
2.

Isodine mundipharma

Untuk disinvektan sebelum dan seseudah


operasi, mencegah infeksi pada luka, infeksi

25

kulit, irigasi pada pleuritis dan osteomielitis ,


kompres luka bernanah.
3.

Biosepton

Untuk kompres luka terbuka dari ringan


sampai

berat,

mencegah

infeksi,

dan

menyembuhkan luka khitan, cairan pencuci


pada inveksi trichomonasiasi dan infeksi lain
pada vagina
4.

Betadine

Desinfektan sebelum dan setelah operasi,


mencegah

timbulnya

infeksi

pada

luka,

pengobatan dan infeksi kulit, irigasi pada


pleuritis dan osteomielitis, kompres luka
bernanah
5.

Santadex

2-3 tetes tiap 2-3

jam sehari selama

terganggu karena banyaknya kotoran

paling sedikit 48
jam

Telinga berdengung atau pendengaran

dalan telinga yang mengeras.


-

Menghilangkan rasa gatal pada eksema


dermatis serta infeksi seperti otitis
externa, furunkulosis dan otomikosis.

6.

Insto

2-3 tetes setiap

Mata lelah, mata merah, mata perih, dan mata

mata,

gatal karena iritasi debu, asap, angin, banyak

3-4

kali

sehari

membaca, setelah berenang, menonton TV,


lama mengemusi dan sebagainya.

7.

Kalpanax K

8.

Rotho

Oleskan

2-3x

pengobatan infeksi kulit yang disebabkan oleh

sehari

dermatofit atau ragi.

2-3x sehari 1-2

Iritasi mata ringan yang disebabkan oleh debu,

tetes pada mata

asap, kena sengatan matahari, dingin,

yang sakit

pemakaian lensa kontak, terlalu banyak


membaca atau iritasi setelah berenang.

Rotho
Indikasi : Iritasi mata ringan yang disebabkan oleh debu, asap, kena sengatan
matahari, dingin, pemakaian lensa kontak, terlalu banyak membaca atau
iritasi setelah berenang.
Kontraindikasi : Glaukoma
Efek samping : mata pedih, panas, hiperemia pada gangguan yang berlebihan.
Dosis : 2-3x sehari 1-2 tetes pada mata yang sakit.
Cara penggunaan :

26

Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata)
dan selalu ditutup rapat setelah digunakan.

Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada


kemasan harus diikuti dengan benar.

Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari


telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka
kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan
mata ditutup selama 1-2 menit, jangan mengedip.

Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit

Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar


pada tangan (DEPKES RI, 2007).

Tempat penyimpanan : Simpan obat tetes mata dan salep mata di tempat yang
kering dan sejuk, hindari dari paparan sinar matahari
Informasi tambahan untuk pasien :

Obat yang telah terbuka dan dipakai tidak boleh disimpan >30 hari
untuk digunakan lagi, karena mungkin sudah terkontaminasi kuman.

Jangan gunakan satu obat mata untuk lebih dari 1 orang (BPOM, 2004).

d. Obat bebas terbatas P no.4

Obat bebas terbatas P. NO. 4 adalah obat yang sebenarnya termasuk


obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter yang
disertai dengan tanda peringatan Awas ! Obat Keras Hanya untuk dibakar,
artinya dalam penggunaanya harus dibakar terlebih dahulu (Depkes, 2007). Salah
satu contoh obat bebas terbatas P. NO. 4 yaitu Rokok kesehatan atau biasa
dikenal dengan rokok asma yang mengandung scopolamin sebagai bronkodilator.

27

Nama produk
Rokok asma

Dosis
1x sehari

indikasi
Digunakan untuk mengurangi
gejala asma karena mengandung
senyawa scopolamin yang bersifat
bronkodilator

Cara Penggunaan : dibakar terlebih dahulu kemudian dihisap seperti


rokok maka dia akan berefek sebagai bronkodilator sedangkan apabila diseduh
dengan air dan diminum maka akan menyebabakan keracunan dan mabuk.
Dosis : sehari 1 rokok untuk orang dewasa dan tidak cocok untuk anak-anak
karena dapat menimbulkan efek kecanduan
Efek samping : dapat menyebabkan kecanduan, dan menyebabkan keracunan
apabila dosis dan penggunaanya salah (Hemani,2011).

e. Obat bebas terbatas P no.5

Obat bebas terbatas adalah obat yang termasuk dalam obat keras dengan
bataasan jumlah serta isi berkhasiat samun dapat dijual atau dibeli tanpa resep
dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Obat bebas terbatas p no. 5 memiliki
tanda peringatan Awas! Obat keras tidak boleh ditelan (Anonim, 2014).
Contoh obat yang termasuk dalam golongan obat bebas terbatas p no. 5 adalah :
1. Suppositoria dulcolax : laksan
Konseling yang peru dilakukan adalah

Indikasi obat : untuk mengobati sembelit atau mempercepat defekasi


dan persiapan tindakan operasi

Kontraindikasi : alergi atau sensitif terhadap bahan aktif, ibu hamil


(terutama trimester awal), dan peradangan usus

Dosis : dewasa 1 x 1 supp (10 mg/supp), anak-anak 1 x 1 supp (5


mg/supp)

Efek samping : mudah haus dan jumlah urine sedikit

28

Kontroling/monitoring : memberi informasi bahwa obat tidak boleh


digunakan setiap hari, bila sakit tidak kunjung

berkurang diharap

memeriksakan ke dokter

Cara pemakaian :
- Tubuh dimiringkan, kaki bawah lurus , kaki atas diangkat
- Suppo sedikit dibasahi air kemudian dimasukkan ke dalam anus
dan ditahan beberapa saat agar suppo tidak keluar

Tahan posisi tubuh berbaring dengan kaki tertutup kurang lebih 5 menit.
f. Obat bebas terbatas P no.6

Contoh obat bebas terbatas P no.6


No
1

Nama Obat
Anusol

Dosis

Indikasi

Masukkan 1 suppo ke dalam liang

Meringankan

dubur pada pagi dan malam hari, serta

nyaman

setiap kali sehabis buang air besar;

keluhan anorektal lainnya.

pada

keadaan
hemoroid

tidak
dan

maksimum sehari 6x.


Untuk

anak

di

bawah

12

th:

konsultasikan dahulu dengan dokter.


2

Anusol HC

Masukkan 1 suppo ke dalam liang

Meringankan

gejala-gejala

dubur pagi dan malam hari serta 1 lagi

hemoroid internal dan pruritus

pada waktu hendak tidur selama 3-6

pada anus.

hari atau sampai peradangan hilang.

a. Anusol HC
Indikasi

: meringankan gejala-gejala hemoroid internal dan pruritus

pada anus.
Efek samping : reaksi sensitivitas seperti rasa panas saat penggunaan.
Dosis : masukkan 1 suppo ke dalam liang dubur pagi dan malam hari dan
1 lagi pada waktu hendak tidur selama 3-6 hari atau sampai peradangan
hilang.
Hal yang harus diperhatikan: Tidak dianjurkan penggunaan pada anak
(ISO, 2013).

29

Petunjuk pemakaian obat supositoria sebagai berikut:


a. Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria
dibasahi dengan air.

b. Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan


ke dalam rektum.

c. Masukkan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong


dengan ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira - 1
inchi pada bayi dan 1 inchi pada dewasa.
d. Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka
sebelum digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin
selama 30 menit kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum
kemasan dibuka.
e. Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih
(Depkes, 2007).

2.3 Obat Keras

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan atau


memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat
keras adalah obat-obat yang ditetapkan sebagai berikut :
1. Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa
obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.

30

2. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk


dipergunakan secara parenteral.
3. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.
Contoh: Andrenalinum, Antibiotika dan Antihistaminika.

Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan


RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G adalah
Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup
K yang menyentuh garis tepiObat-obat ini sama dengan narkoba yang kita kenal
dapat menimbulkan ketagihan. Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya
sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh
diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan
pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

2.4 Obat Narkotik dan Psikotropik

Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi


kondisi kejiwaan / psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA
adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Menurut UU RI No 22 / 1997, Narkotika adalah: zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Menurut PERMENKES No 3/2015 Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi

31

sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya


rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.
Menurut UU RI No 5 / 1997, Psikotropika adalah : zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktifitas mental danperilaku.

Menurut PERMENKES No 3/2015

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropikaterdiri dari 4 golongan :


Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Ekstasi.
Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalan
terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Amphetamine.
Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai

potensi

sedang

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan. Contoh : Phenobarbital.


Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai pote

nsi ringan mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh : Diazepam, Nitrazepam.

32

2.5 Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam
farmakope Idonesia atau buku standar lainnya untuk zat yang berkhasiat yang
dikandungnya (anonim, 2010). Apoteker perlu memberi informasi kepada pasien
tentang adanya obat generik yang sesuai dengan indikasi penyakit pasien serta
keuntungan obat generik, karena dalam pemilihan obat

juga harus

memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien (anonim, 2014). Obat


generik terdiri dari dua macam yaitu obat generik berlogo dan obat generik
bermerek. Perbedaan antara keduanya terletak pada kemasan dan harga. Pada
kemasan obat generik berlogo terdapat lingkaran hijau dengan garis tepi warna
putih dan tulisan generik di tengahnya serta nama biasanya diambil dari nama
zat aktifnya, sedangkan obat generik bermerek diberi merek oleh perusahaan
farmasi yang memproduksinya. misalnya obat AMOXSAN merupakan obat
generik bermerek dari amoxcicillin yang diprodusi oleh PT. Sanbe Farma.

Obat generik bermerek

Obat generik berlogo

BAB III. KESIMPULAN


Kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Pelayanan resep dan non resep di apotek harus disesuaikan dengan
Peraturan Perundang-undangan Menteri Kesehatan .
2. Dalam

pembuatan

SOP

(Standar

Operasional

Prosedur)

dapat

dikembangkan berdasarkan kebijakan masing-masing apotek dengan


mengacu kepada undang-undang yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA
AAFP. 2012. Algorithm for managing hyperlipidemia : hypertriglyceridemia. USA:
American Academy of Family Physician (Cited 2012 March, 20) Available from:
http://www.aafp.org/afp/2007/0501/afp20070501p1365-f1.gif
Anonim. 2010. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan
Anonim, 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang Kewajiban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim, 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, November 2004, Pengobatan
Sendiri, Volume.5, No.6
Binfar, 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Depkes RI.
Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman penggunaan Obat Bebas dan
Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas
dan Obat Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Hemani. 2011. Pengembangan Biofarmaka sebagai Obat Herbal untuk Kesehatan. Buletin
Teknologi Pasca Panen Pertanian. Vol.7 (1).
Lacy, C.F., Lara, L.A., Morton, P.G, Leonard, L.L. 2009. Drug Information
Handbook 18thedition. United States of Amerika; Lexi-comp, Inc.
Source
: http://gelgel-wirasuta.blogspot.com/2011/06/audit-resep-di-apotekdalam-praktek.html showComment=1369885622179#c2376192385267773048
Menteri kesehatan.1990.Keputusan Menteri Kesehatan No.347 tentang Obat Wajib
Apotek. Jakarta
Menteri kesehatan.1993.Keputusan Menteri Kesehatan No.924 tentang Obat Wajib
Apotek. Jakarta
Menteri kesehatan.1999.Keputusan Menteri Kesehatan No.1176 tentang Obat Wajib
Apotek. Jakarta A to Z Drug Facts

35

MenKes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek(Cited 2011 September, 22). Available from: URL:
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201027%20t
tg%20Standar%20Pelayanan%20Kefarmasian%20Di%20Apotek.pdf
MIMS Indonesia Edisi 12

Peraturan Menteri Kesehatan No.35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek
Syamsuni, H. A.,2007. Ilmu Resep. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai